Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu serta (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu dalam keadaan junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
A. Pendahuluan Al-biqai menjelaskan bahwa surat ini dibuka dengan perintah memenuhi akad-akad perjanjian, disusul dengan uraian tentang betapa Allah telah memenuhi pemeliharaan-Nya kepada manusia dengan menyediakan buat mereka aneka kebutuhan pangan dan seks, dengan mendahulukan uraian tentang pangan atas uraian tentang seks, karena kebutuhan pangan lebih utama. Selanjutnya disebutkan pemenuhan perjanjian yang berkaitan dengan ibadah kepadaNya dan ini dimulai dengan shalat, karena shalat adalah ibadah yang paling mulia setelah iman. Dalam konteks shlat ini, terlebih dahulu di uraikan tentang wudhu, karena wudhu adalah syarat sahnya shalat. Shalat merupakan suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan di tutup dengan salam. Firman di atas menyangkut keterangan tentang hal-hal yang menentukan sahnya shalat, yang berupa aspek bersuci, baik berwudhu maupun mandi. Sebagaimana telah di maklumi bahwa ibadah shalat dalam islam adalah kewajiban utama dan terpenting. Allah SWT memang sangat menganjurkan hamba-hambanya agar senantiasa dalam keadaan suci lahir dan batin, yang berupa sifat dan perbuatan tercela. Cara menyucikan batin yakni dengan bertaubat dari segala noda dosa dan penyakit hati yang menjauhkan manusia dari Tuhannya, seperti syirik, suudzon (buruk sangka), dengki, kikir, dzalim, dan segala perbuatan maksiat lainnya. Sedangkan cara menyucikan lahir yakni dengan membersihkan diri, pakaian, dan tempat dari segala kotoran (najis) dan hadast. Pembersihan diri disini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakain dan tempat. Dan hukum bersuci atau membersihkan diri ini wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan shalat. Hal ini didasarkan pada firman Allah AWT: | .. !,`.`> `L! Dan jika kamu junub (Berhadas besar) maka bersucilah.... (Q.S. Al-Maidah / 5:6) Secara fikih jika kalian akan menegakkan shalat maka basuhlah wajah kalian menunjukkan keharusan dan niat merupakan rukun dalam wudhu. Shalat mempunyai arti penting dan kedudukkan yang sangat istimewa yaitu shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT yang perintahnya langsung diterima Rassulullah SAW pada malam Isra Miraj. Shalat juga merupakan tiang agama, maka MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
shalat harus selalu ditegakkan dan tidak boleh di tinggalkan dalam keadaan bagaimanapun juga, baik itu dalam keadaan sakit, musafir atau bahkan saat perang. Shalat merupakan amalan yang pertama kali di hisab pada hari kiamat. Di dalam riwayat al- Thabrani disebutkan: maka jika shalatnya baik maka baiklah semua amalannya, namun jika shalatnya rusak maka rusaklah semua amalnya. Ayat ini menetapkan agar kaum muminin yang niat dan tekadnya telah bulat akan melaksanakan shalat, agar membasuh muka dan tangan hingga siku, dan agar mengusap kepala dan membasuh kaki hingga dua mata kaki, dan agar mandi (bersuci) apabila mereka junub. Apabilah mereka sakit, atau sedang dalam perjalanan atau salah seorang di antara mereka menyentuh perempuan, maksud menyentuh perempuan di sini yaitu bersentuhan kulit, yang lain berpendapat "bersentuhan kulit disertai syahwat", sedangkan yang lain lagi berpendapat, bahwa maksudnya adalah berjima', inilah pendapat yang rajih, karena sebelumnya menyebutkan tentang hadats kecil karena buang air, dan kemudian menyebutkan tentang hadats besar karena menyentuh perempuan, yakni berjima', maka jika tidak ada air, lakukanlah tayammum, di mana tayammum dapat menyucikan diri kita dari hadats kecil dan hadats besar. Di samping itu, jika menyentuh perempuan membatalkan wudhu', tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan berwudhu' lagi setelah mencium istrinya, namun ternyata Beliau langsung melaksanakan shalat tanpa berwudhu' (sebagaimana dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi). Tujuan menegakkan Shalat bagi umat Islam yaitu agar mendidik dan melatih seseorang menjadi tenang dalam menghadapi kesusahan dan tidak bersikap kikir saat mendapat nikmat dari Allah SWT, serta dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar dan dapat mendidik hidup menjadi bersih dari pikiran-pikiran negatif. Pada bagian ini akan di uraikan tafsir QS. Al-Maidah/5:6 yang berbicara tentang Shalat dapat mendidik Hidup seseorang menjadi bersih.
C. Tafsir Mufradat :l.l : Shalat, yang secara harfiah berarti doa, dalam syariat ialah serangkaian ucapan dan perbuatan ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. l.s! : Menurut pandangan orang Arab, ialah meratakan air dengan tangan terhadap angggota badan yang dicuci, hingga segala kotoran yang ada pada anggota badan tersebut menjadi hilang, baik itu dalam rangka ibadah maupun karena kebiasaan semata-mata. Atau, seperti terdapat dalam kamus al-Mujam al-Wasith, al- ghaslu adalah menghilangkan kotoran dan membersihkannya dengan air. Kata al- ghaslu lazim diterjemahkan dengan mandi dalam bahasa Indonesia, yaitu membersihkan tubuh dengan air. >>`>` : Jamak dari kata wajhun, yang terambil dari kata muwajaba, artinya muka yang batas panjangnya sejak ujung jidat atau kening hingga dagu, dan lebarnya dari cuping telinga yang satu hingga ke cuping telinga yang lain. >,., : Kata tunggalnya adalah yadun artinya tangan. Batasan tangan dalam berwudhu ialah sejak ujung jemari-jemari sampai siku. >.. : Kata masaha artinya mengusap atau menghapus, sedangkan al-rasu berarti kepala. Jadi, yang dimaksud dengan istilah mash al-rasi di sini ialah mengusap atau menyapu kepala dengan air. _,,->l : ialah dua mata kaki yang menonjol di pergelangan betis pada dua arah. Jadi, kaki yang harus dibasuh disaat wudhu ialah telapak kaki hingga kedua mata kaki. !,`.`> : al-junub adalah kata yang lazim digunakan untuk bentuk mufrad, mutsanna maupun jamak, serta mudzakkar maupun muannats. Yang dimaksud MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
dengan junub aialah bersetubuh atau berjimak, atau bercumbu rayu hingga keluar mani, atau keluar sperma karena mimpi bersetubuh dan lain sebagainya. _.`. : Yang dimaksud dengan sakit disini ialah seperti luka kulit atau sakit lain yang apabila terkena air akan semakin luka atau bertambah lama penyakitnya. 1!-l : Asal maknanya adalah tempat yang rendah dari permukaan tanah, semisal lobang. Yang dimaksud dengan al-ghaith di sini ialah datang hajat yaitu membuang air kecil (seni) atau air besar. 1
D. Asbabun NuzuL Ayat - Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu ketika diperjalanan, kalung Siti Aisyah terjatuh dan hilang di suatu lapangan dekat kota madinah. Kemudian Rasul Allah SAW, memberhentikan untanya seraya beliau turun guna mencari kalung tersebut. Namun kemudian beliau beristirahat hingga tertidur di pangkuan Siti Aisyah. Tidak lama kemudian, datanglah Abu Bakar menghampiri Aisyah dan menamparnya, seraya Abu Bakar berkata : Kamulah yang menahan orang banyak hanya karena sebuah kalung. Kemudian Nabi Muhammad terbangun dari tidurnya dan waktu subuh pun tiba. Kemudian beliau mencari air, tetapi tidak mendapatkannya. Lalu turunlah ayat Q.S al-Maidah:6 ini. Kemudian berkatalah Usaid bin Mudhair, Allah telah memberi berkah bagi manusia dengan sebabkeluarga Abu Bakar. Ayat ini mewajibkan berwudhu atau tayammum sebelum shalat ( diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Amar bin al-Harst dari Abd al- Rahman bin al-Qasim dari bapaknya yang bersumber dari Asyah). - Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa suatu ketika terjadi peristiwa kehilangan kalung Siti Aisyah yang menimbulkan fitnah yang besar dalam suatu peristiwa peperangan yang disertai Rasul Allah SAW. Kalung Aisyah jatuh lagi sehingga orang-orang terhalang pulang karena harus mencari kalung yang hilang itu. Kemudian Abu Bakar berkata kepada Aisyah,Wahai anakku, tiap-tiap perjalanan kamu selalu bala (penghambat) dan menjengkelkan orang lain. Lalu allah menurunkan ayat Q.S al-Maidah: 6 yang membolehkan tayamum sehingga kemudian Abu Bakar berkata,Sesungguhnya Engkau membawa berkah. Dalam
hal ini al-Suyuthi memberikan keterangan bahwa ada dua hal yang patut di catat berkenaan dengan sebab nuzul di atas yaitu: 2
1. Hadist al-Bukhari dari Amr bin al-Harst dengan jelas mengatakan bahwa ayat tayammum yang diriwayatkan dalam berbagai hadist ialah ayat dalam surat al-Maidah, tetapi berbarengan dengan banyak juga riwayat yang mengemukakan ayat tayammum tanpa tegas-tegas menyebutkan sumber suratnya. 2. Kadist al-Bukhari menunjukkan bahwa wudhu telah diwajibkan kepada umat islam sebelum turun ayat ini. Dan oleh karena itu maka mereka mersa berkeberatan untuk berhenti di tempat yang tidak ada air itu, sehingga Abu Bakar mengatakan kepada Aisyah bahwa dia membawa berkah (dalam hal ini dibolehkannya tayammum). - Menurut Ibn Abd al-Barr, para ahli sejarah peperangan telah maklum, bahwa sesunggunya Rasul Allah SAW selalu berwudhu untuk shalat (sejak mulai shalat difardukan), dan tidak ada yang membantahnya kecuali yang bodoh atau pembangkang. 3
- Menurut ahli lain, boleh jadi awal ayat itu mula-mula diturunkan lebih dahulu berkenaan dengan fardu wudhu, sementara sisanya diturunkan kemudian berkenaan dengan tayammum dalam riwayat Q.S al-Maidah :6. 4
- Asyah berkata Kalungku terjatuh di tengah padang pasir saat kami pulang ke Madinah. Rasulullah menghentikan untanya, kemudian turun untuk membantu mencari kalungku. Kemudian, beliau istirahat dantertidur di pangkuanku. Abu Bakar datang menamparku dan berkata, kamu telah menelantarkan orang-orang hanya karena kalungmu. Tak lama, waktu shalat subuh pun tiba. Rasul terbangun dan berusaha mencari air untuk berwudhu. Namun, beliau tidak menemukan air. Lalu turunlah ayat ini. (Q.S al-Maidah :6) 5
E. Munasabah Ayat Ayat sebelumnya, Q.S. al-Maidah ayat 5, berbicara tentang dihalalkannya makanan- makanan yang halal bagi mereka, kemudian mereka dihalalkan untuk menikahi perempuan-perempuan yang pandai menjaga kehormatannya, diantaranya yaitu
2 Ibid. hlm.,11 3 Ibid.hlm.,12 4 Ibid. hlm.,13 5 Ahmad hatta Magfirah, 2009. Tafsir Quran perkata, Jakarta : magfirah Pustaka, hlm.,173 MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi kitab sebelumnya. 6
F. Tafsir ijmali atau Makna Global Seperti kita ketahui bahwa antara hamba dan Tuhannya terdapat dua macam perjanjian yaitu perjanjian rububiyah dan kebaikan (ihsan), serta janji ubudiyah dan ketaatan. Sebelum ayat ini Allah memenuhi janji yang pertama dengan menerangkan hal-hal yang di halalkan dan yang di haramkan berkenaan dengan kelezatan kehidupan seperti makanan dan pernikahan. Kemudian dalam ayat ini Allah menuntut hamba-Nya supaya menepati janjinya yang kedua, yaitu janji penghambaan dan ketaatan manusia kepada Allah. Ketaatan yang paling agung setelah iman kepada Allah ialah shalat. Dan shalat itu tidaklah mungkin dapat ditegakkan dengan baik kecuali dalam keadaan suci baik dari hadas kecil dan lebih hadas besar seperti tersurat dalam ayat 6 surat al-Maidah. 7
G. Tafsir Ayat !!., _ `.., :| `.. _|| :l.l Dari sini, ayat ini mengajak dan menuntun untuk melaksanakan shalat. Yang dimaksud dengan idza qumtum ila al-shalati ialah apabila kamu (orang-orang mukmin) bermaksud hendak menegakkan shalat, maka hendaklah kamu berwudhu, yaitu dengan mencuci muka dan seterusnya. Penggalan ayatini harus ditafsirkan demikian, seperti halnya ketika menafsirkan surat an-Nahl ayat 98: 8
:| , ,1l .-.`.! <!, _. _.L,:l ,>l __ Tafsir ayat tersebut adalah: kemudian jika kamu hendak membaca Al-quran, maka hendaklah (Lebih dahulu) kamu berlindung kepada Allah dari godaan Setan yang terkutuk.
Potongan ayat di atas harus di tawilkan demikian rupa, karena kalau dipertahankan makna hakikinya, maka brarti harus mendahulukan shalat dan mengakhirinya dengan wudhu. Padahal yang dikehendaki oleh ayat ini adalah mendahulukan wudhu dan melatarbelakangkan shalat seperti halnya membaca taawwudz bagi seorang menjelang membaca Al-quran. Digunakannya redaksi fiil madhi pada ayat di atas, untuk mengisyaratkan betapa erat dan bahkan menyatu antara wudhu di satu pihak dan shalat di pihak lain. Jadi maksud ayat di atas, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, sedang kamu berhadas, maka basuhlah.. dan seterunya. 9
Lahirnya ayat di atas menunjukkan bahwa setiap orang yang hendak menunaikan shalat harus lebih dulu wudhu, tidak peduli apakah dia dalam keadaan berhadas atau tidak. Dengan kalimat lain, satu kali wudhu hanya untuk satu kali shalat. Ahmad, Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadist dari Abu Hurairah yang intinya menyatakan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat salah seorang di antara kamu yang berhadas sampai dia berwudhu. Beberapa hadist di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin di zaman Nabi tidak selalu bewudhu untuk setiap kali mengerjakan shalat. 10
Dari keterangan di atas, dapatlah diketahui bahwa melakukan wudhu untuk setiap kali shalat pada dasarnya adalah merupakan keharusan (azimah), dan itulah yang paling afdhal. Namun demikian kewajiban kewajiban berwudhu untuk setiap kali shalat itu hanya dibebankan kepada orang-orang yang berhadas, tidak pada yang masih memiliki wudhu. Atau dengan kalimat lain, melakukan wudhu untuk setiap kali shalat bagi orang yang tidak berhadas lebih bersifat anjuran atau mandub, bukan suatu keharusan. l.s! >>`>` >,., _|| _.l
Allah menyatakan bahwa wudhu yang diperintakan itu adalah dengan cara membasuh muka dan kedua tangan dari ujung jari hingga siku. (l.s!) faqhilu/basuhlah, berarti mengalirkan air pada anggota badan, sementara ulama menambahkan keharusan menggosok anggota badan saat mengalirkan air. Yang dimaksud dengan wajah adalah dari ujung tempat tumbuhnya rambut kepala sampai ke ujung dagu dan bagian antara kedua telinga. Dan tidak termasuk apa yang ada di dalam mata, atau hidung, dan tidak juga harus berkumur, yang dinilai dari mayoritas ulama sebagai sunnah atau anjuran. 11
Muslim meriwayatkan sebuah hadist dari Abu hurairah, bahwa Abu Hurairah itu berwudhu, dengan membasuh wajahnya maka dia sempurnakan wudunya. Kemudian dia basuh tangan kanannya sampai lengan atas, kemudian membasuh tangan kirinya sampai lengan atas, kemudian mengusap kepalanya, terus membasuh kaki kanannya sampai betis, lalu membasuh kaki kirinya sampai betis (pula).sesudah itu dia berkata, demikian saya melihat rasulullah berwudhu. >.. >.',`, l`> Para ulama telah sepakat bahwa menyapu kepala dalam wudhu adalah merupaka kewajiban. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai batas minimal mash al-rasi itu sendiri.menurut al-SyafiI dan para pengikutnya, mash al-rasi telah dianggap cukup walau dilakukan hanya dengan menyapu dua helai rambut. Sedangkan menurut Malik dan orang-orang yang sependirian dengannya mash al-rasi harus dilakukan dengan menyapu seluruh kepala. Adapun menurut Abu Hanifah dan para pendukungnya, batas minimal dari mash al-rasi adalah seperempat kepala. Batasan seperempat ini alasannya didasarkan pada pemikiran bahwa kegiatan manyepu kepala itu dilakukan dengan tangan dimana telapak tangan yang berair itu manakala diletakkan di atas kepala, maka paling sedikit akan membasahi seperempat kepala.
11 M. Quraish,2002 Shihab. Tafsir Al-Mishbah ( Pesan, kesan dan keserasian Al-quran), Tanggerang: Lentera Hati. Halm.,36 MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
Sumber utama yang menyebabkan mereka berbeda pendapat mengenai batas mash al-rasi adalah terletak pada ketidaksamaan mereka dalam memahami fungsi huruf ba yang pada kalimat >.',`,. Sebagian mereka diantaranya kalangan malikiyah dan hanabilah memandang huruf ba itu sebagai bazaidah. Yang dimaksud dengan menyapu kepala disini cukup dengan sebagian kepala saja, maka dengan disapu semua kepala tentu otomatis yang sebagian itu akan termasuk. 12
l`> _|| _,,->l Ayat ini menjelaskan serangkaian wudhu setelah menyapu kepala ialah membasuh kedua kaki, dalam hal ini kedua telapak kaki sampai dua mata kaki. Maksud ayat ini yaitu menganjurkan sebelum melaksanakan shalat harus melakukan langkah wudhu terlebih dahulu, seperti memenuhi syarat seperti penggaLan surat di atas yatu membasuh kaki sampai kedua mata kaki. Hal ini didukung pula oleh perbuatan Nabi saw sendiri dan perbuatan para sahabat beliau, di samping pendapat kebanyakan imam mazhab. Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw pernah melihat seorang lelaki yang tidak membasuh tumitnya (dalam berwudhu), maka beliau berkata : celakalah bagi tumit-tumit (yang tak terbasuh) karena (akan di jilat) api neraka. 13
Begitu pula Al-Bukhari dan muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata dalam suatu perjalanan, Rasulullah saw tertinggal dari kami. Ketika beliau kemudian dapat mengejar kami, kami sudah memasuki waktu asar. Maka, mulailah kami berwudhu dan mengusap kaki-kaki kami. Kata Ibnu Umar meneruskan riwayatnya, maka Rasulullah saw berseru dengan sura keras : wailun lil-Aqabi mina-nari, dua atau tiga kali.
12 Syakir Jmaluddin., 2009. Shalat Sesuai tuntunan Nabi saw, Yogyakarta: LPPI UMY. Hlm., 48 13 Ahmad Mustafa., 1993. Tafsir Al-Maragi, Semarang: Toha Putra, hlm., 119 MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
Membasuh kaki itu bisa juga diganti dengan mengusap dua sepatu bila keduanya sudah dikenakan. Hal ini sudah diriwayatkan oleh para sahabat Nabi yang tidak terhitung banyaknya. Al-hasan berkata, ada tujuh puluh orang shabat Rasulullah saw yang telah meriwayatkan hadis kepada saya, bahwa Rasulullah, telah mengusap dua sepatu (terompa). Adapun hadis yang terkuat sebagai hujjah dalam masalah ini ialah jarir. Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud dan At-tarmizi telah meriwayatkan, bahwa jarir itu buang air kecil, Anda melakukan begini? jawabnya iya, saya lihat rasulullah saw buang air kecil, kemudian berwudhu dan mengusap kedua sepatunya. Kesimpulannya, bahwa membasuh kedua kaki yang terbuka dan mengusap keduanya dalam keadaan tertutup adalah otentik berdasarkan sunnah Mutawatir yang merupakan penjelasan dari Al-Quran, yang cocok dengan Hikmah tahara ini. | .. !,`.`> `L! Maksud dari ayat di atas yaitu jika kamu dalam keadaan berjunub dan kamu bermaksud hendak menegakkan sahalat , maka hendak kamu lebih dulu mencuci seluruh anggota badanmu (lazim disebut dengan istilah mandi junub/ mandi wajib). Jadi, orang yang memiliki junub, bersucinya tidak dianggap cukup hanya dengan wudhu yakni mencuci anggota-anggota badan tertentu, akan tetapi harus terlebih dahulu mandi guna menghilangkan hadas besar. Maksud penjelasan di atas ialah apabila kalian melakukan persetubuhan (hanabat) sebelum mengerjakan shalat, kemudian kamu hendak melakukannya, maka bersucilah dulu dari janabat itu dengan membasuh sekujur badan sebelum kamu memesuki shalat yang kamu kehendaki itu. Termasuk dalam arti persetubuhan ialah keluarnya mani karena mimpi, itupun menurut syara disebut janabat. Dalam sebuah hadis H.R. Muslim dikatakan bahwa sesungguhnya air itu karena air. Maksudnya, sesungguhnya air (mandi) itu wajib dilakukan setelah air (mani) yang memancar ke luar dari seseorang dengan sebab apapun. Dan setelah Allah SWT menerangkan wajibnya kedua macam tahara tersebut, MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
sedang kaum muslimin sekurang-kurangnya melakukan tahara wudhu sekali atau lebih dalam sehari, dan mandi tiap minggu, yang umumnya sekali atau lebih. Maka, diterangkan pula keinginan (rukhsah) untuk meninggalkan ketika mengalami kesulitan atau tidak mampu melakukan. | .. _.`. Maksud dari potongan ayat di atas apabila kamu sakit, yakni sakit kulit umpamanya, seperti cacar, kudis, korengan, luka dan penyakit kulit lainnya, atau sakit apa saja yang menyulitkan atau berbahaya, jika terkena air. Demikian pula halnya dengan sakit yang mengakibatkan si sakit tidak merasa sanggup untuk berwudhu atau mandi dengan menggunakan air dingin, seperti orang demam yang menggigil. Dengan demikian maka penyakit atau sakit yang tidak membahayakan seseorang untuk berwudhu dan mandi dengan menggunakan air, maka tidak dibenarkan tayammum seperti hanya sekedar sakit flu, sakit gigi dan lain sebagainya. Namun demikian, para ulama tafsir ahkam berbeda pendapat mengenai batasan lebih jauh tentang sakit yang membolehkan atau tidak dibolehkan bertayammum. _ls . Ayat di atas menjelaskan apabila seseorang dalam perjalanan jauh atau dekat, yang apa pun alasannya, yang dalam perjalanan itu biasanya sulit melakukan wudhu dan mandi, maka di anjurkan untuk melakukan tayammum dengan tanah yang baik atau suci. Walaupun di perjalanan harus tetap melakukan shalat, karena shalat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim. ,l> .> >.. _. 1!-l 1!-l Al-ghaith : tempat atau tanah yang rendah. Sedang dalam syara, maksudnya ialah buang air besar atau kecil. MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
Al- ghaith, bermakan tempat yang tinggi. Tempat yang tinggi , biasanya menjadi tempat yang aman karena tidak mudah di jangkau orang. Di sini kata tersebut dipahami dalam arti tempat yang aman dan yang tenang. Dari sini maknanya berkembang, menjadi tempat buang air (kakus). Ada juga yang memahami kata al- ghaith dalam arti tempat yang rendah. Yang dimaksud dari ayat di atas apabila keluar hajat (keluar air seni dan air besar), atau lain-lain yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) yang disamakan dengan buang hajat, yang menuntun seseorang harus berwudhu manakala dia bermaksud hendak melakukan shalat, atau kegiatan lain semisal thawaf. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang sedang berhadas baik itu keluarnya dari qubul ataupun dubur maka hendaklah seseorang tersebut mengambil air wudhu, apabila ia ingin manjalankan shalat. Karena syarat sah shalat itu harus bersih atau suci dari hadas besar ataupun hadas kecil. 14
`,.`...l ,!..l Yang di maksud dengan lamastum an-nisa disini ialah al-jima (bersetubuh) atau bersentuhan, yang sama- sama dilakukan oleh kedua belah pihak, antara laki-laki dan perempuan. Namun demikian terdapat perselisihan pendapat di kalangan para ahli dalam memahami lamastum al-nisa dalam kaitannya dengan batal wudhu. Hal ini akan dibahas oleh ayat 42 surat an-nisa. Kata ini digunakan untuk menegpresikan hal- hal yang ahrus dirahasiakan. l .> ,!. ..,. .,-. !,,L >..! >`>', >,., .. Kata dari (.,-.) shaidan yang diterjemahan tanah, dipahami oleh Imam SyapiI dalam arti tanah yang dapat menyuburkan tumbuhan. Pengertian ini antara lain karena kata tersebut disertai dengan kata (!,,L) thayyiban yang bukan saja dipahami dalam arti suci, tetapi juga berpotensi menumbuhkan tumbuhan.
14 Kamaruddin Shale,dkk, 2004. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir,Surabaya: Bina Ilmu, hlm., 37 MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
Dari ayat di atas dapat di jelaskan bahwa apabila kamu mengalami salah satu dari ketiga macam keadaan berikut: sakit, safar atau tidak ada air ketika kamu membutuhkannya untuk kepentingan salah satu dari dua macam bersuci (wudhu atau mandi), maka hendaklah kamu bertayammum dengan menggunakan shaidan thayyiban, yaitu debu yang suci. Namun demikian, Sayyid Quthub menegaskan bahwa yang dimaksud dengan shai dan thayyiban ialah setiap sesuatu dari jenis bumi (tanah) yang suci, termasuk debu yang ada di punggung hewan, menempel pada dinding dan lain sebagainya. Imam Abu Hanifah memahaminya dalam arti segala sesuatu yang merupakan bagian dari bumi sehingga termasuk pula pasir, batu dan semacamnya selama ia tidak najis. Ulama juga sepakat tidak memperkenankan bertayammum dengan emas murni, perak, mutiara, makanan seperti roti atau daging, tidak juga dengan barang-barang yang najis. >..! >`>', >,., .. Sedangkan ayat ini menunjukkan bahwa dalam bertayammumhanya wajah dan tangan yang harus disapu dengan tanah, apapun sebab bertayamum dan tujuannya, apakah sebagai pengganti wudhu atau mandi.ada yang memahami kedua tangan hingga siku, da nada juga yang memahaminya hingga pergelangannya saja.
Jadi, dengan memperhatikan pendapat Sayyid Quthub ini, bertayammum tidak mesti dengan menggunakan debu yang secara khusus di ambil dari tanah/bumi, akan tetapi bisa juga dari tempat-tempat di mana terdapat ventilasi udara yang mengakibatkan debu dapat masuk dan menempel pada benda-benda yang ada di dalamnya misalkan pada jok mobil, tempat duduk di kereta atau kopkit di pesawat udara dan lain sebagainya. Tentu saja sejauh debu yang ada itu diyakini kesuciannya. Jadi kesimpulannya dari ayat di atas yaitu apabila seseorang berhadas dengan hadas maka di wajibkan mandi, karena merupakan hadas besar. !. .,`, < _->,l ,l. _. _> MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT sama sekali tidak bermaksud memberatkan beban kepada umat manusi dalam hal ini orang-orang beriman akan berbagi ketentuan yang ia syariatkan, termasuk di dalamnya perintah bersuci (mandi dan wudhu) perintah melakukan tayammum sebagai pengganti dari wudhu di saat-saat tidak ada air atau berhalangan menggunakan air , merupaka salah satu bukti ketiadaan maksud Allah untuk memberikan beban yang berat, melainkan ia memberikan suatu kebaikan dan suatu manfaat bagimu. _>.l .,`, L`,l Ayat ini memberitahukan perintah bersuci dalam hal mandi dan wudhu, Allah bermaksud memerintahkan umat manusia supaya menyucikan dirinya dari berbagai macam kotoran,, baik yang bersifat lahiria yang menempel pada anggota badan , maupun yang bersifat rohaniah seperti kerusakan aqidah dan parasangka buruk kepada Allah. Sebab melalui mandi dan wudhu, akan terpelihara kebersihan yang merupakan pangkal kesehatan. Dan dari sini umat Islam belajar tentang arti pentingnya dari kebersihan pada umumnya. .`,l ...-. >,l. Potongan surat ini menjelaskan bahwa melalui perintah ini Allah bermaksud hendak menyempurnakan nikmat-Nya kepada kamu, sehingga berpadu antara nikmat lahiriah berupa pembersihan anggota badan, dan nikmat rohaniah seperti melalui perintah shalat dan lain sebagainya. Dengan demikian, mempermudah pelaksanaan ibadah dan lain-lain. Sungguh betapa agung nikmat allah atas hamba-hambanya dan betapa wajibnya orang yang mendapat petunjuk-Nya untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. l-l _`>: _ MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
Potongan ayat terakhir ini menjelaskan tentang penyempurnaan nikmat dari Allah, dan diharapkan supaya dapat mensyukuri nikmat Allah SWT, baik yang kelihatan nyata maupun yang tidak kelihatan .
H. Kesimpulan Dari uraian tafsir Q.S. al-Maidah/5:6 yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut: 1. Shalat adalah kewajiban oleh setiap muslim yang tidak boleh di tinggalkan sekalipun dalam kondisi sulit, sakit ataupun perang. 2. Bersuci dari hadas besar maupun kecil merupakan syarat sahnya shalat. 3. Tayammum adalah pengganti wudhu dalam upaya menghilangkan hadas kecil yang merupakan kesepakatan ulama. Tapi mengenai kedudukan tayammum sebagai pengganti mandi wajib dalam rangka membersihkan hadas besar, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut sebagian kecil ulama, di antaranya Ibn Masud, tayammum tidak dapat menggantikan kedudukkan mandi. 4. Kebersihan adalah pangkal kesehatan jasmani. Dan kotoran adalah sumber penyakit dan bermacam-macam gangguan. 5. Taharah berarti memuliahkan diri seorang muslim, baik untuk dirinya atau di hadapan keluarga dan masyarakat tempat ia tinggal. 6. Lahiriah ayat yang menunjukkan bahwa kewajiban berwudhu dibebankan kepada setiap orang mukmin yang hendak menegakkan shalat, walaupun ia tidak berhadas. Dengan demikian maka bersuci itu tidak wajib kecuali bagi yang berhadas 7. Wudhu menjadikan hidup seseorang menjadi bersih dari hadas kecil ataupun hadas besar. Dan seseorang yang melaksanakan shalat akan mendidik hidup seseorang terarah ke sifat yang baik dan menjadikan hidup menjadi bersih. 8. Membiasakan hidup disiplin. Sholat mendidik disiplin waktu dalam arti membagi dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Orang yang lengah terhadap sholat berate lengah terhadap waktu, adanya jarak diantara waktu-waktu sholat mengandung maksud dan pelajaran agar kita selalu waspada dalam menggunakan waktu yang berfungsi sebagai kontrol diri. MAKALAH TAFSIR 1 (SHALAT MENDIDIK HIDUP BERSIH)
Islam menaruh perhatian yang tinggi terhadap waktu, bahkan Allah sendiri dalam beberapa surah bersumpah atas nama waktu
I. Daftar Pustaka
Suma. Muhammad Amin, 1997. Tafsir Ahkam 1 (wacana ilmu), Jakarta: PT Logos Syaltut. Mahmud, 1990. Tafsir Al-Quran Karim (jilid 1), Bandung: CV Diponegoro Jmaluddin. Syakir, 2009. Shalat Sesuai tuntunan Nabi saw, Yogyakarta: LPPI UMY Mahali. Mudjab, 1998. Asbabun Nuzul (studi pendalaman Al-Quran), Yogyakarta: Pesantren Al-Mahali Shihab. M. Quraish,2002. Tafsir Al-Mishbah ( Pesan, kesan dan keserasian Al-quran), Tanggerang: Lentera Hati Shale. Kamaruddin,dkk, 2004. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir,Surabaya: Bina Ilmu Mustafa. Ahmad, 1993. Tafsir Al-Maragi, Semarang: Toha Putra Magfirah. Ahmad hatta, 2009. Tafsir Quran perkata, Jakarta : magfirah Pustaka