Anda di halaman 1dari 4

SEMINAR KEADILAN EKOLOGIS

BUNG KARNO DAN LINGKUNGAN Pembicara : Prof. DR. ASVI WARMAN ADAM 29 OKTOBER 2011 BUNG KARNO DAN LINGKUNGAN
Soekarno adalah seorang tokoh yang memiliki kesadaran untuk bersahabat dengan alam serta menjaga dan memperbaiki lingkungan hidup. Bahkan diakhir hayatnya ia menulis wasiat yang berkenaan dengan lingkungan. Didalam buku Cindy Adams, Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno berujar,Telah ku peringatkan kepada kawan-kawan, supaya jangan menguburku seperti Gandhi. Teman akrabku Pandhit Jawaharlal Nehru, membuat kuburan Gandhi dengan segala macam hiasan. Ini terlalu mewah. Kalau Aku, Ku bikin buat Gandhi suatu tempat istirahat dengan pohon-pohon, dengan burung-burung dan sebuah taman. Kembali kepada konsep kesederhanaan, kembali kepada alam, dan nilai-nilai dasar manusia...Aku tahu, Aku tidak mau begitu. Aku sangat menginginkan untuk bernaung di bawah pohon yang rindang, dikelilingi oleh alam sekitar yang indah, di samping itu sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan yang bagus. Aku ingin beristirahat di udara bukit yang berombakombak dan dalam kesederhanaan dari mana aku berasal.

Pada mingguan Simponi 12 Februari 1978 terdapat keterangan mengenai pendapat keluarga tentang wasiat dan rencana pemugaran makam Bung Karno,Menurut Guntur ada beberapa variasi wasiat Bung Karno. Pada garis besarnya almarhum ingin dimakamkan di daerah Priangan, dibawah pohon yang rindang dengan aliran sungai disekitarnya. Bung Karno juga ingin dimakamkan tanpa batu nisan, tetapi ditandai dengan sebuah batu kali sederhana, dengan bertuliskan Disini beristirahat Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Soekarno menulis surat wasiat sejak tahun 1961 mengenai makamnya yang terkait istrinya, Ratna Sari Dewi dan juga Hartini. Tanggal 6 Juni 1962, Bung Karno menulis Kalau Aku mati, kuburlah Aku di bawah pohon yang rindang. Pada surat tertanggal 24 Mei 1965, Soekarno menegaskan tentang makamnya yaitu Di Kebun Raya Bogor dekat bekas kolam permandian yang berbukit.

Setelah agresi militer pertama 21 Juli 1947 Presiden Soekarno dipindahkan keluar istana di daerah Yogyakarta dan kemudian ke Madiun di Desa Kandangan, daerah perkebunan kopi yang hawanya sejuk. Di daerah sekitar itu masih ada kijang. Suatu hari seorang pengawal presiden menembak mati seekor kijang, dagingnya dibagikan sesama pengawal dan sebagian kecil dibuat dendeng dan diberikan kepada Bung Karno. Bung Karno mengumpulkan semua anggota rombongan dan berkata,Kamu tidak memiliki rasa kasihan kepada sesama hidup. Apa salahnya kijang itu kamu tembak. Bagaimana kalau kijang itu masih mempunyai anak kecil yang masih memerlukan pertolongan induknya? Apa kamu disini kekurangan makan?.

Bung Karno tidak senang melihat burung dalam sangkar. Suatu hari ia mengadakan inspeksi mendadak ke asrama pengawal presiden, Detasemen Kawal Presiden yang berjejer dengan istana merdeka. Ia melihat sebuah sangkar burung dan memanggil pemiliknya. Kasihan burung itu, biarkan dia mencari di alam bebas. Kamu orang belum pernah mengalami bagaimana susahnya orang ditahan, dipenjarakan tanpa ada kesalahan. Maka jangan ada pengawal Saya yang memenjarakan burung dalam sangkar, sekalipun sangkarnya dari emas.

Sewaktu ibukota dipindahkan ke Yogyakarta, saat itu situasi masih aman, Bung Karno sering jalan kaki ke desa-desa bersama istrinya Fatmawati. Suatu ketika mereka berjalan yang di kiri kanannya ada sawah. Bung Karno melihat seekor cacing yang ada dijalanan. Ia memerintahkan kepada pengawalnya supaya cacing itu dimasukkan kembali ke sawah. Namun sang pengawal tampaknya jijik melakukannya. Bung karno turun tangan, ia mengambil cacing itu dan membuangnya ke sawah agar tidak terinjak oleh pejalan kaki. Sang pengawal akhirnya merasa malu terhadap presiden.

Pernah suatu malam, presiden memergoki seorang pengawal presiden yang memanjant pohon sawo disamping istana. Ia langsung dinasehati kenapa tidak menunggu buahnya matang, toh akhirnya para pengawal itu mendapat bagian bila pohon-pohon itu berbuah.

Bung Karno senang melihat ikan. Di istana Yogyakarta ia sendiri yang merancang kolam ikan dengan tukangnya para pengawal presiden. Di istana merdeka, didekat tempat tidur presiden juga ada kolam ikan. Guntur menceritakan bahwa sewaktu ia masih kecil, di kolam tersebut di pelihara ikan emas Kumpay, ikan emas yang banyak dipelihara masyarakat Jawa Barat. Seminggu setelah kolam ikan itu diisi maka kegemparan

melanda istana. Dua ekor ikan mati dengan sobekan dikepalanya. Esoknya satu lagi mati. Sampai akhirnya seluruh ikan yang mati berjumlah 30 ekor.

Bung Karno merasa penasaran sehingga memerintahkan kolam itu untuk diisi kembali oleh ikan, tetapi dengan pengawasan pengawal presiden untuk melihat apa yang sebetulnya terjadi? walaupun saat belum ada CCTV. Dari pengamatan ternyata semua ikan itu dimakan oleh seekor kucing yang sangat besar dan tidak diketahui darimana datangnya. Pengawal istana mencari kucing tersebut yang besarnya hampir sama dengan macan kumbang, yang ternyata bersembunyi di dahan sebuah pohon. Saat pengawal akan menembak kucing tersebut, Soekarno melarang dan memerintahkan agar jeruji lubang masuk istana diperbaiki, sehingga hewan itu tidak dapat masuk ke dalam ruangan istana, tetapi ia dibiarkan bebas berkeliaran di halaman istana.

Faktor lingkungan merupakan alasan utama rencana Bung Karno untuk menjadikan Palangkaraya sebagai ibukota negara. Pada tahun 1957 Palangkaraya yang sebelumnya bernama Pahandut diresmikan dengan ibukota Kalimantan Tengah. Bung Karno melakukan peletakan batu pertama pendirian kota tersebut dan direncanakan sebagai ibukota negara RI. Pada tahun 1959 Presiden Soekarno kembali ke Palangkaraya dan menyaksikan perkembangan kota tersebut. Permasalahan utama terjadi pada pengadaan pasir yang harus didatangkan dari wilayah lain di Kalimantan, sehingga membutuhkan biaya yang besar.

Pada tahun 1958 dalam ASIAN GAMES III di Tokyo, Indonesia dipercaya untuk menjadi tuan rumah berikutnya. Keperluan persiapan ASIAN GAMES IV di Jakarta tahun 1962 menyebabkan presiden harus memutuskan Jakarta sebagai ibukota dan berbagai fasilitas dibangun, komplek olahraga Bung Karno di Senayan, jembatan Semanggi, Jalan Raya By Pass dari Tanjung Priok, Hotel Indonesia, Toserba Sarinah, Patung Selamat Datang (kepada atlet manca negara) di Bundaran Hotel Indonesia.

Rencana menjadikan Palangkaraya menjadi terbengkalai. Tetapi sesungguhnya terdapat alasan yang mendukung gagasan tersebut. Letak kota itu yang ditengah-tengah Kalimantan dan Kalimantan itu berada di pusat wilayah nusantara. Daerah ini tidak terkena gempa. Adanya ibukota ditengah khatulistiwa itu diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi bergeser dari jawa ke arah timur.

Menurut Teras Narang, seyogyanya ibukota dirancang secara matang. Idealnya ibukota di bangun dengan konsep ibukota desa yang mengembalikan ibukota pada lokasi yang benar-benar virgin, bersih dari residu kehidupan, jauh dari polusi dan bencana alam.

Suwondo H Limin dari Universitas Palangkaraya berpendapat bahwa Kalimantan merupakan paru-paru dunia. Lahan di kalimantan Tengah kurang subur untuk pengembangan usaha budidaya, sehingga lebih sesuai dengan habitat jenis pohon yang sejak awal tumbuh dan berkembang dengan baik. Olek karena itu tampaknya tanpa disadari oleh manusia, populasi Suku Dayak yang sejak awal mendiami wilayah ini sangan sedikit. Populasi yang sangat sedikit ini mengisyaratkan bahwa kawasan ini bukan untuk dibuka atau diubah secara besar-besaran tetapi dipertahankan sebagai kawasan pengimbang ekosistem.

Gagasan ini semakin didorong oleh situasi kekinian, banjir dan kemacetan parah yang menyebabkan roda kehidupan di Jakarta tidak efektif. Jakarta tidak mampu lagi mendukung kegiatan warganya yang kian bertambah, antara 9 11 juta jiwa. 9 juta diwaktu malam, dan 11 juta sepanjang siang hari. Sampai kapan Jakarta bisa bertahan sebagai ibukota?

Anda mungkin juga menyukai