Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANG PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM

PENGAMATAN UNIT OPERASI DAN PROSES PADA BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM DI BALAI PELATIHAN AIR BERSIH DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Kelompok 4 : 1. Riza Adelia 2. Febrina Putri Arum 3. Luthfi Romadhon 4. Fadhli Febriawan (082.09.016) (082.08.005) (082.08.009) (082.08.004)

Dosen Pembimbing : Ir. Ratnaningsih, MT Rositayanti Hadisoebroto, ST. MT

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS ARSITEKTUR LANSEKAP & TEKNOLOGI LINGKUNGAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adapun masalah lingkungan yang paling banyak dibicarakan yaitu adanya pencemaran air hasil kegiatan manusia. Manusia pada dasarnya membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari, seperti untuk minum, memasak, cuci, mandi dan kakus. Sehingga diperlukan adanya kegiatan proses penyediaan air bersih/minum untuk disalurkan kepada masyrakat. Air yang digunakan harus bebas dari kuman penyakit dan tidak mengandung bahan beracun. Sumber air minum yang memenuhi syarat sebagai air baku air minum jumlahnya makin lama makin berkurang sebagai akibat ulah manusia sendiri baik sengaja maupun tidak disengaja. Upaya pemenuhan kebutuhan air oleh manusia dapat mengambil air dari dalam tanah, air permukaan, atau langsung dari air hujan. Dari ke tiga sumber air tersebut, air tanah yang paling banyak digunakan karena air tanah memiliki beberapa kelebihan di banding sumber-sumber lainnya antara lain karena kualitas airnya yang lebih baik serta pengaruh akibat pencemaran yang relatif kecil. Akan tetapi air yang dipergunakan tidak selalu sesuai dengan syarat kesehatan, karena sering ditemui air tersebut mengandung bibit ataupun zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan penyakit yang justru membahayakan kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan masalah di atas, maka perlu diketahui kualitas air yang bisa digunakan untuk kebutuhan manusia tanpa menyebabkan akibat buruk dari penggunaan air tersebut. Kebutuhan air bagi manusia harus terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitasnya agar manusia mampu hidup dan menjalankan segala kegiatan dalam kehidupannya. Penyediaan air bersih di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala yang kompleks, mulai dari kelembagaan, teknologi, anggaran, pencemaran maupun sikap dari masyarakat. Pengelolaan air bersih ini berpacu dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat serta perkembangan wilayah dan industri yang cepat.

1.2 Tujuan Untuk memberikan pengetahuan mengenai unit-unit pengolahan air yang umunya digunakan dilapang.

BAB II GAMBARAN UMUM Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Bekasi, sebagai bagian dari Pusdiklat Departemen Pekerjaan Umum beserta fasilitas yang dimilkinya merupakan hibah Pemerintah Jepang yang dibangun tahun 1990 melalui grant-aid program (JTA 150). Bantuan ini bertujuan untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kapasitas sumber daya manusia bidang air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman di pusat dan daerah. Keberadaan Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Bekasi sangat strategis dalam menunjang program peningkatan kapasitas sumber daya manusia, khususnya dalam ikut meningkatkan pembangunanbidang air bersih danpenyehatan lingkungan permukiman di era otonomi daerah sekarang ini. Balai Pelatihan ini memiliki tugas pokok yaitu mengembangkan kurikulum dan melaksanakan ujicoba pelatihan teknis operasional bidang air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman serta pelatihan lainnya dan diseminasi bahan pelatihan. Balai pelatihan ini memiliki visi yaitu Menjadikan Balai Pelatihan bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman yang handal, bertumbuh kembang dan diakui Nasional. Sedangkan misinya yaitu : 1. Melaksanakan dan mengembangkan pelatihan unggulan; 2. Memberikan pelayanan prima; 3. Menyediakan fasilitas Pelatihan yang bersih dan nyaman; 4. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral; 5. Menjadi lembaga yang terakreditasi secara nasional; 6. Mengikuti perkembangan teknologi terkini dan beradaptasi dengan perubahan. Adapun tugas pokok balia pelatihan ini yaitu Mengembangkan kurikulum dan melaksanakan ujicoba pelatihan teknis operasional bidang air bersih dan penyehatan lingkungan permukiman serta pelatihan lainnya dan diseminasi bahan pelatihan. Beberapa fasilitas yang dimiliki Balai Pelatihan air bersih dan lingkungan pemukiman yaitu :

Ruang Kuliah - Kapasitas 25 Orang (1 Ruangan) - Kapasitas 15 Orang (2 Ruangan) - Kapasitas 10 Orang (2 Ruangan) Dua dari 5 ruang kuliah telah dilengkapi dengan peralatan audiovisual. Ruang Seminar Ruang Seminar mempunyai kapasitas 70 peserta dan dilengkapi dengan peralatan audio-visual. Ruang Perpustakaan Ruang Perpustakaan mempunyai kapasitas 12 peserta dan dilengkapi dengan buku-buku tentang teknik. Asrama Balai Pelatihan ini memiliki Asrama dengan 26 kamar peserta dan 4 kamar instruktur.Kapasitas asrama adalah 80 peserta. Seluruh asrama telah memiliki pendingin udara (AC). Kantin Pusat Pelatihan ini mempunyai kantin yang berkapasitas 50 peserta. Olah Raga Pusat Latihan ini memiliki beberapa macam fasilitas olah raga antara lain : bulutangkis, bola Sodok, Tenis Meja, Bola Voli, dll. Jasa Laboratorium - Pemeriksaan Air Bersih : Kimia, Fisika dan Bakteriologi - Pemeriksaan Air Buangan - Pemeriksaan Karakteristik Sampah

Gambar 1. Peta Lokasi Balai Pelatihan Dinas Pekerjaan Umum

Gambar 2. Kantor Balai Pelatihan Dinas PU

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Unit-Unit Pengolahan Air a. Intake Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut dengan bangunan penangkap air atau intake. Kapasitas intake ini dibuat sesuai dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan. Menurut AlLayla, Water Supply Engineering Design, Michigan, (1978), beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi intake yaitu : Intake harus berlokasi pada tempat dimana tidak akan terjadi aliran deras yang memungkinkan intake rusak sehingga berakibat pada penyediaan air baku yang tersendat. b. Tanah di daerah intake harus stabil. Area sekitar intake harus bebas dari halangan atau rintangan. Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi, intake harus berlokasi beberapa jauh dari bak. Intake harus berada di bagian upstream (hulu) suatu kota. Koagulasi Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain ( Tjokrokusumo, Pengantar Enjiniring Lingkungan Jilid 2, 1999). c. Flokulasi Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta

melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi. d. Sedimentasi Unit sedimentasi merupakan peralatan yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan air dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi. Secara keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi pengolahan adalah : Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring selanjutnya. Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan. Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas bak pengendapan untuk menahan flokflok yang terbentuk. e. Filtrasi Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit filtrasi adalah untuk menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica dengan ketebalan berbeda. teknik penyaringan zat tersuspensi dan partikel koloid terdiri dari dua macam cara, yaitu : a) Saringan Pasir Lambat Prinsip kerjanya adalah air dialirkan melalui suatu bed tanpa penambahan bahan kimia. b) Saringan Pasir Cepat

Teknik ini dapat menghasilkan air bening dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif lebih singkat. f. Desinfeksi Pada proses ini bertujuan untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme pathogen yang masih dapat lolos dari proses sebelumnya yakni proses sedimentasi dan filtrasi. Desinfeksi ini biasanya dilakukan pada akhir proses pengolahan air sebelumnya didistribusikan ke konsumen. Adapun bahan desinfektan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pathogen antara lain kaporit, gas klor, ozon, kalium permanganate dan lainlain. g. Reservoir Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena kebanyakan distribusi di kita menggunakan gravitasi, maka reservoir ini biasanya diletakkan di tempat dengan eleveasi lebih tinggi daripada tempattempat yang menjadi sasaran distribusi.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Air Air dan air limbah seringkali memiliki komposisi yang sangat komplek, oleh karena itu modifikasi dari komposisi tersebut biasanya dilakukan untuk menyesuaikan penggunaannya. Terdapat tiga tahapan proses pengolahan air, yaitu : 1. Proses fisis yang bergantung terutama pada sifat-sifat fisis dari impurities air, misalnya ukuran partikel, berat jenis, viskositas, dsb. Contoh-contoh tipikal dari proses jenis ini adalah penyaringan (screening), pengendapan (sedimentasi), filtrasi, transfer gas. 2. Proses kimiawi yang bergantung pada sifat-sifat kimia atau yang memanfaatkan sifat-sifat kimia dari reagen yang ditambahkan ke dalam air. Contoh proses kimia adalah koagulasi, presipitasi, penukar ion. 3. Proses biologi yang memanfaatkan reaksi-reaksi biokimia untuk memisahkan impurities-impurities terlarut atau koloidal biasanya zat-zat organik. Proses-proses biologi secara aerobik mencakup filtrasi biologi (biological filtration) dan Lumpur aktif (activated sludge). Pengolahan air ini dilakukan dengan menggunakan beberapa unit pengolahan air. Adapun komposisi dari unit-unit pengolahan yang diperlukan berbeda-beda tergantung dari jenis air bakunya, dan parameter utama yang dihilangkan. Unit-unit pengolahan ini disebut juga sebagai Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA). Berikut adalah tahapan pengolahan IPA :
Intake Bak prasedimentasi Bak koagulasi & Flokulasi

Filtrasi

Reservoar

Bak Desinfeksi Gambar 3. unit-unit pengolahan air minum

Bak Sedimentasi

Pada proses pengolahan air tersebut lokasi intake dan sumber air yang digunakan perlu diperhatikan. Pada balai pelatihan ini, dimana pelatihan pengolahan air bersih mengambil sampel air dari sungai kalimalang. Berikut adalah alat-alat instalasi pengolahan air yang ada di balai pelatihan.

Gambar 4. Akselerator

Gambar 5. Bak Desinfeksi

Gambar 6. Bak penampungan hasil backwah

Gambar 7. Ca(OCl2)- Tank

Gambar 8. mixing tank

Gambar 9. reservoir

Gambar 10. Pompa Alum

Gambar 11.thickener untuk membuang lumpur backwash keluar

4.2 Penentuan Dosis Koagulan menggunakan metode Jar Tes.

Pada unit koagulasi terdapat berbagai jenis koagulasi seperti mekanis, hidrolis, dan pneumatik. Di balai pelatihan ini, koagulasi yang digunakan yaitu secara mekanis. Pada proses ini juga dilakukan penambahan koagulan, dimana koagu;an yang sering digunakan yaitu alum sulfat (Al2(SO4)3). Koagulan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengikat partikel-partikel yang terdapat di air sehingga mudah diendapkan. Penentuan dosis koagulan yang digunakan yaitu menggunakan metode jartes yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakn pada proses pengolahan air bersih. Alat yang dipergunakan untuk percobaan Yar Test adalah floc tester yang dilengkapi dengan alat-alat gelas dan pengadukan yang sempurna. Pada penentuan ini, digunakan alum sulfat (Al2(SO4)3) 1% ( 1 ml = 10 mg) sebagai koagulan yang akan ditentukan dosisnya. Langkah kerja dalam penentuan dosis koagulan adalah sebagai berikut : a. Disiapkan air baku yang akan diolah. Pada percobaan ini menggunakan air baku dari sungai kalimalang.

Gambar 12. Air Baku dari Sungai Kalimalang

b. Dilakukan pengujian terhadap parameter fisika kimia yaitu pengukuran pH, dan kekeruhan sumber air baku yang digunakan.

Gambar 13. Turbidimeter Digital untuk mnegukur kekeruhan

Gambar 14. pH meter untuk mengukur parameter pH

c. Disiapkan 6 buah gelas piala berukuran 1000 ml. Dimana pada masingmasing gelas ditambahkan air sampel sebanyak 1000 ml kemudian diberi alum sulfat 1% masing-masing yaitu 1 ml, 1,5 ml, 2 ml, 2,5 ml, 3 ml dan 3,5 ml.

Gambar 15. Proses penambahan koagulan

Gambar 16. Koagulan alum sulfat

d. Atur kecepatan pengadukan berdasarkan kriteria : Untuk koagulasi menggunakan pengadukan cepat dengan range 100110 rpm. Dimana lamanya pengadukan selama 30 menit. Untuk flokulasi dengan pengadukan lambat pada range 35-45 rpm selama 15 menit. Untuk pengendapan dilakukan selama 20 menit. e. Dilakukan pengukuran besarnya flok yang terbentuk sesuai lembaran kerja yang diberikan.

Gambar 17. Dosis 1 ml pada 5 menit

Gambar 18. Dosis 2 ml pada 5 menit

Gambar 19. Dosis 25 ml pada 5 menit

Gambar 20. Dosis 25 ml pada 10 menit

Gambar 21. Dosis 30 ml pada 10 menit

Gambar 22. Dosis 35 ml pada 10 menit

f. Untuk menentukan kecepatan pengendapan, dilakukan pengukuran tinggi gelas dari permukaan ke dasar gelas. Sehingga dapat diketahui tinggi pengendapan setelah 20 menit. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil yaitu : Tanggal Percobaan : 27 Juli 2011 Konsentrasi Alum Sulfat : 1 % (1 ml = 10 mg) Air Baku pH Turbidity : Sungai Kalimalang : 7,57 : 52 NTU Berikut adalah tabel hasil pengamatan proses terbentuknya flokflok :
Parameter 1,0 Saat mulai terbentuk flok Ukuran Flok : - 5 menit - 10 menit - 15 menit Waktu pengendapan D1 D2 D2 D1 D1 D1 D2 D3 D4 D3 D3 D4 D4 D5 D6 D4 D5 D6 Dosis Alum (mg/lt) 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

(menit) 10 cm pH Kekeruhan Air (NTU)

7,22 13,08

7,23 16,27

7,14 5,93

7,05 8,16

7,02 3,07

6,90 4,50

Keterangan : D1 = 0.3 - 0.5mm D2 = 0.5 - 0.75 mm D3 = 0.75 -1.0 mm D4 = 1.00 -1.5 mm D5 = 1.5 2.25 mm D6 = 2.25 - 3.00 mm D7 = 3.00 - 4.5 mm D8 = 4.5 - 6.0 mm D9 = 6.00 - 10.0mm Dari tabel pengamatan diatas, terlihat pada dosis koagulan 1,5 ml tidak terjadi pembentukan flok. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian kembali untuk hasil yang maksimal. Dari hasil pengamatan diatas, dibuat grafik penentuan dosis koagulan antara dosis koagulan dengan nilai kekeruhan yang diukur setelah pengadukan. Dari grafik penentuan dosisi koagulan diperoleh bahwa pembentukan flok yang maksimal terjadi pada dosis koagulan 20 ml. Sehingga dapat ditentukan debit pembubuhan koagulan.

Untuk mencari debit pembubuhan koagulan digunakan rumus sebagai berikut : qp =


Q x C D x 60

Ket : qp = debit pembubuhan Q D C = debit instalasi (m3/detik) = 1 m3/jam = 0,27 l/detik = Dosis Koagulan = Konsentrasi Koagulan

Penyelesaian : qp = =
Q x C D x 60
mg / l x 60

0,27

l / det ik x 20 50 mg / ml

= 6,48 ml/menit Dari perhitungan diatas diketahui bahwa, dilakukan pembubuhan koagulan sebanyak 6,48 ml setiap 1 menit agar proses koagulasi, flokulasi dan pengendapan dapat berjalan baik sehingga air yang dihasilkna memenuhi baku mutu yang ditetapkan. 4.3 Penentuan pembubuhan desinfektan. Desinfeksi merupaka suatu proses pembubuhan desinfektan yang bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang dapat menimbulkan penyakit pada makhluk hidup. Desinfektan yang digunakan yaitu kaporit, gas chlor dan O3. Desinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: Chlorinasi Dengan penyinaran sinar UV (Ultra Violet) Pemanasan Dengan asam atau basa Senyawa-senyawa kimia Desinfeksi dengan menggunakan chlorinasi yang paling sering dilakukan. Ada 2 langkah proses chlorinasi yaitu pada tahap awal yaitu pre chlorinasi denagn cara break poin dan pada tahap akhir yaitu past chlorinasi dengan cara daya pengikat chlor. Proses chlorinasi dibutuhkan diawal proses dikarenakan jika air baku mengandung zat organik yang tinggi sehingga jumlah mikroorganisme juga akan tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pemberian desinfektan untuk membunuh mikroorganisme tersebut untuk memudahkan proses pengolahan. Selain itu, pemberian desinfektan baik berupa kaporit maunpun gas chlor jika dalam batas yang tinggi juga akan memebahayakan kesehatan manusia dan juga akan berbau dan berasa. Oleh

karena itu, sebelum air yang telah diolah didistribusikan maka perlu dilakukan pengecekan sisa chlor. a. Pengecekan sisa chlor dengan metode daya pangkat chlor. Diambil air 1 L dari air proses filtrasi kemudian ditambahkan 3 mg/l kaporit dengan kadar clhlor aktif 60% lalu diaduk. Setelah itu didiamkan di tempat yang terlindungi dari cahaya selama 30 menit. Kurang dari 30 menit maka bakteri tidak akan mati. Setelah itu dilakukan pengujian sisa chlor. Dengan menggunakan chlor card dengan menggunkan indikator bahan kimia.

Gambar 23. Chlor Card

Gambar 24. Indikator chlor

Selain itu, juga dilakukan pengeceka sisa chlor, turbidity dan pH pada contoh air baku, air setelah flokulasi, setelah pengendapan dan air pada reservoir. Dari pengamatan diatas diperoleh hasil yaitu :
Contoh air Air baku Setelah Flokulasi Setelah pengendapan Setelah filtrasi Air reservoir pH 6,7 6,62 6,60 6,85 6,95 Turbidity (NTU) 41,6 48.6 6,28 1,00 0,69 Sisa chlor (mg/l) 0,1 -

Setelah dilakukan pengamatan diperoleh nilai sisa chlor setelah 30 menit = 0,1 mg/l Cl2-

Dosis pangkat chlor = 1,7 mg/l Cl2Misal dosi yang diharapkan 0,9 mg/l maka : = DPC + sisa chlor yang diharapkan = 1,7 mg/l + 0,8 mg/l

= 2,5 mg/l Cl2 Sehingga pembubuhan kaporit menjadi = 2,5 mg/l x


100 60

= 4,167 mg/l Ca(OCl2)Jadi, 4,2 mg/l merupakan dosis optimum pembubuhan kaporit. Jika pembubuhan melebih dosis yang optimum maka air yang diolah tidak layak digunakan karena akan menimbulkan gangguan seperti bau dan rasa.

BAB V PENUTUP Pelatihan yang diberikan pada balai pelatihan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman dinas pekerjaan umum bertujuan memberikan pengalaman dan pengetahuan mengenai proses pengolahan air meliputi penjelasan mengenai jenis-jenis unit yang digunakan, keuntungan menggunkana unit tersebut sampai permasalah yang mungkin timbul dilapang akibat penggunaan unit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Al Layla, 1977, Water Supply Engineering Design, Michigan: Ann Arbor Science Publishers, Inc Noerbambang, S & Morimura, T 2005. Perancangan Dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Tjokrokusomo, KRT.1999.Pengantar Enjiniring Lingkungan Jilid 2. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH. Winarni,2005.Perencanaan Sistem Jaringan Perpipaan Air Minum. Jakarta : Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Arsitektur lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti.

Anda mungkin juga menyukai