Aghniya Ilmi Rahmani1, Daffa Aqila Prayogi2, Muchtar Zhafran Ramadhan3, Sirilus Abadi
Pasang4
Senin – Kelompok 4
1,2,3,4)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB
Dramaga, Bogor 16680
Email: muchtarzhafranramadhan@apps.ipb.ac.id
Abstrak :
Kata Kunci :
Abstract :
Keyword:
1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengantar Instalasi Pengolahan Air Minum dan Analisis Kualitas Air
Air baku yang digunakan untuk air minum rumah tangga biasanya berasal dari
air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang memenuhi baku mutu untuk
dijadikan air minum. Air yang boleh diminum harus memenuhi syarat yang sesuai
dengan aturan kesehatan dan beberapa aspek lainnya yaitu fisika, mikrobiologi,
kimia, dan radioaktif (Wandrivel et al. 2012). Penilaian mutu air di Indonesia
dilakukan melalui pendekatan indeks kualitas air. Indeks kualitas air adalah
mekanisme matematis untuk menghitung data kualitas air menjadi istilah
sederhana misalnya excelent, good, dan bad (Al-shujairi 2013). Indeks tersebut
dapat dilakukan dalam beberapa metode yaitu:
a. Metode Indeks Pencemaran
Metode indeks pencemaran berdasarkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup nomor 115 tahun 2003 menganalisis beberapa
parameter diantaranya yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Metode
indeks pencemaran dapat menganalisis data tunggal sehingga efisien
dalam waktu dan biaya dalam penentuan status mutu air (Machairiyah et
al. 2020). Pengklasifikasian mutu air berdasarkan metode ini yaitu:
0 ≤ IPj ≤ 1.0 : memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1.0 ≤ IPj ≤ 5.0 : cemar ringan
5.0 ≤ IPj ≤ 10.0 : cemar sedang
IPj ≥ 10.0 : cemar berat
b. Metode Storet
Metode Storet merupakan salah satu metode yang biasa digunakan
untuk menentukan status mutu air. Penentuan status mutu dilakukan
dengan cara membandingkan data kualitas air dengan baku mutu yang
telah ditetapkan sesuai dengan peruntukannya. Metode ini dapat diketahui
parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air
(Walukow 2010). Cara menentukan status mutu air digunakan sistem nilai
dari US- EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasi
mutu air dalam empat kelas, yaitu:
Kelas A (baik sekali) : skor = 0 memenuhi baku mutu
Kelas B (baik) : skor = -1 s/d -10 cemar ringan
Kelas C (sedang) : skor = -11 s/d -30 cemar sedang
Kelas D (buruk) : skor ≥ -31 cemar berat
2
pada sisi suatu sumber air (umumnya adalah sungai) dengan maksud agar
sebagian air dari sungai tersebut (air baku) dapat dibelokkan untuk dimanfaatkan
sesuai keinginan. Untuk pengambilan air dari sungai bisa dilakukan dengan cara
mengambil langsung ataupun dengan cara membuat bendung pada bagian hilir
(upstream) dari sungai (Silitonga dan Hendry 2018). Bangunan intake diartikan
pula sebagai suatu unit untuk mengambil air baku dari badan air sesuai dengan
debit yang diperlukan. Pada bangunan intake terdapat screening untuk menyaring
benda-benda kasar yang terapung agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan air
minum. Apabila kondisi air sungai yang dibendung sebagai sumber bangunan
intake sangat banyak sampah maka bangunan ini harus dilengkapi dengan
saringan yang terbuat dari besi strip atau begel yang akan berfungsi untuk
screening atau filter (Tobi dan Harling 2017). Screening diletakkan pada lubang
pembuka di setiap gate intake.
Data yang diperlukan dalam merencanakan pembuatan intake diantaranya
informasi daerah perencanaan, data parameter kualitas air baku dari hasil
pemeriksaan uji di laboratorium dan debit air sungai. Intake dibangun di lokasi
yang secara struktur kondisi tanahnya mampu memikul beban dari bangunan pintu
pengambilan tersebut, sehingga akan memperkecil potensi kegagalan bangunan di
mulut intake akibat gerusan aliran yang bisa terjadi (Amali et al. 2016). Untuk
mengetahui kualitas air di sungai diperlukan data kualitas air yang didapatkan dari
hasil pengamatan dan pengujian air (Pangestu et al. 2012). Penentuan dimensi
intake didasarkan pada persamaan kontinuitas dan Manning. Bangunan intake
dibuat sedemikian sehingga menjamin kelancaran pasokan air sesuai dengan debit
yang telah dianalisis untuk dimanfaatkan nantinya. Dalam perencanaan saluran
intake, fluktuasi muka air minimum dan maksimum, materi tersuspensi dan
banyaknya kotoran yang mengapung perlu diperhatikan.
3
al. 2018). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi menurut
Rahimah et al. (2016) adalah sebagai berikut:
a. Suhu air
Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses
koagulasi. Bila suhu air diturunkan, maka besarnya daerah pH yang
optimum pada proses kagulasi akan berubah dan mengubah pembubuhan
dosis koagulan.
b. Derajat Keasaman (pH)
Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH
yang optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang
berbeda satu sama lainnya.
c. Jenis Koagulan
Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis
dan daya efektivitas dari pada koagulan dalam pembentukan flok.
Koagulan dalam bentuk larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam
bentuk serbuk atau butiran.
d. Kadar ion terlarut
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu:
pengaruh anion lebih besar daripada kation. Dengan demikian ion natrium,
kalsium dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap
proses koagulasi.
e. Tingkat kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan yang rendah proses destibilisasi akan sukar terjadi.
Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses
destabilisasi akan berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut
digunakan dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang
efektif.
f. Dosis koagulan
Untuk menghasilkan inti flok dari proses koagulasi dan flokulasi maka
sangat tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan. Bila pembubuhan
koagulan sesuai dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan
inti flok akan berjalan dengan baik.
g. Kecepatan pengadukan
Pengadukan dalam mencampurkan koagulan ke dalam air harus benar-
benar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi
dengan partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air. Kecepatan
pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila
pengadukan terlalu lambat mengakibatkan lambatnya flok terbentuk dan
sebaliknya apabila pengadukan terlalu cepat berakibat pecahnya flok yang
terbentuk.
h. Alkalinitas
4
Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi
dalam air (Tjokrokusumo 1995). Alkalinitas dalam air dapat membentuk
flok dengan menghasilkan ion hidroksida pada reaksi hidrolisa koagulan.
5
murah, dan kebutuhan lahan dapat diminimalisasi. Unit Sedimentasi pada IPAM
terdapat plat settler yang tampak di permukaan dilengkapi dengan Gutter dan V-
Notch. Gutter yang berfungsi sebagai saluran pelimpah dan saluran menuju bak
filter. Plat settler berfungsi sebagai tempat menempelnya flok-flok pada proses
sedimentasi (Bhaskoro dan Ramadhan 2018).
6
METODOLOGI
3.1 Pengantar Instalasi Pengolahan Air Minum dan Analisis Kualitas Air
Praktikum pertemuan 8 dilaksanakan pada hari Selasa, 18 Oktober 2022 pada
pukul 16.00-19.00 WIB secara online melalui zoom meeting. Praktikum
“Pengantar Instalasi Pengolahan Air Minum Dan Analisis Kualitas Air” dilakukan
untuk menentukan kualitas air minum dengan menggunakan parameter kandungan
fisika, kimia, dan biologis yang terdapat dalam sumber air baku. Parameter yang
telah diketahui tersebut disesuaikan dengan beberapa pengolahan pretreatment,
pembubuhan, dan pengolahan sehingga dapat memenuhi baku mutu yang
ditetapkan. Baku mutu mengacu pada dua peraturan yaitu Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Kedua
peraturan menghasilkan kualitas air dengan nilai yang sedikit berbeda.
Selanjutnya langkah praktikum dijelaskan dengan diagram alir sebagai berikut.
Mulai
Baku mutu Peraturan Pemerintah RI Nomor Baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan
82 Tahun 2001 Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010
Selesai
7
Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010, selanjutnya ditentukan
analisis instalasi pengolahan air minum. Penentuan instalasi pengolahan air
minum dilakukan dengan menggunakan data debit harian maksimum pada tahun
2022, 2037, dan 2052. Langkah penentuan instalasi pengolahan air minum
dijelaskan pada diagram alir sebagi berikut.
Mulai
Ditentukan unit tambahan tahun 2037 dan 2052 dengan Persamaan (4)
8
Ditentukan sisa produksi berdasarkan selisih debit harian maskimum
dengan debit total
Dibuat grafik kapasitas produksi dari tahun 2022, 2037, dan 2052
Selesai
Mulai
9
Dimensi intake ditentukan menggunakan persamaan kontinuitas
Perbandingan nilai panjang dan lebar serta nilai panjang dan tinggi
ditetapkan 2:3 yang digunakan untuk menentukan volume unit
Kecepatan aliran influen dicari melalui perhitungan debit, lebar dan tinggi
Detail untuk desain screening, yaitu jarak bar dan dimensi bar diperoleh
melalui perhitungan
Selesai
Headloss yang terjadi akibat adanya pintu air dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut:
10
2
v
H ¿ 2 ............................................................................................................
(2,76)
(5)
Luas bersih melalui rack dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Qp
Luas bersih melalui rack ¿ ........................................
kecepataninfluen melalui ¯¿ ¿
(9)
Lebar bersih pada rack dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
luasbersih melalui rack
Lebar bersih pada rack ¿ ................................................
Lgate
(10)
11
total jarak spasi
Koefisien efisiensi ¿ × 100% ..................................................
total lebar ruangan
(15)
Mulai
12
Memasukkan data gradien kecepatan, temperatur air, jumlah bilah, rasio
L/H, power number, dan massa jenis air.
Selesai
13
Mulai
Struktur saluran influen dan efluen serta kehilangan tekanan pada saluran
influen dihitung
Elevasi dan profil hidrolik pada unit flokulasi dihitung, selanjutnya desain
unit flokulasi digambar dengan menggunakan AutoCAD
Selesai
i
Gambar 5 Diagram alir desain unit flokulasi
Perhitungan debit pada unit flokulasi menggunakan persamaan sebagai berikut:
Q = Qn……………………………………………………………………….…(21)
14
Perhitungan volume bagian menggunakan persamaan sebagai berikut:
Vbagian = Lbagian × W bagian × H bagian……………………………………...(24)
Perhitungan dimensi diameter luar roda pedal dengan persamaan sebagai berikut:
douter =W bagian−2× jarak sisi ..............................................................................(32)
15
Perhitungan diameter pedal tengah dengan persamaan sebagai berikut:
d2 = d 1−4 × jarak paddle ..................................................................................(35)
Perhitungan bagian terendam dari roda pedal dengan persamaan sebagai berikut:
Bagian terendam dari roda pedal = H bagian−(d outer + jarak minimum) .................(38)
Perhitungan total area pada setiap diameter per tahap dengan persamaan sebagai
berikut:
A =( 4 segmen /tahap )×( 4 bilah/segmen)× L× W .............................................(39)
16
Perhitungan headloss pada port dengan persamaan sebagai berikut:
V port 2
Δh port =( ) ...................................................................................................(46)
Cd
Perhitungan elevasi maksimum air saluran influen atas dengan persamaan sebagai
berikut:
EMA ifluenupper = EMA ifluenlower + Δh influen ..................................................................(54)
17
Perhitungan elevasi muka air di sumur observasi dengan persamaan sebagai
berikut:
EMA flume = EMA ifluen+ Δh flume ...............................................................................(55)
Perhitungan elevasi dasar ujung bawah saluran influen dengan persamaan sebagai
berikut:
ELinfluenlower = EMA influenlower − y influen upper ...............................................................(60)
18
dilaksanakan secara online melalui zoom meeting. Praktikum “Rancangan Unit
Sedimentasi” dilakukan untuk merencanakan desain unit sedimentasi rectangular.
Desain perencanaan unit sedimentasi merupakan lanjutan dari proses flokulasi.
Setelah partikel di dalam air dilakukan pengadukan dengan melalui tiga tahap.
Partikel yang telah terbentuk sebagai hasil koagulasi selanjutnya diaduk sehingga
terbentuk flok yang lebih besar untuk dipisahkan dengan air. Flok yang telah
terbentuk tersebut selanjutnya diendapkan secara gravitasional. Perencanaan
sedimentasi dilakukan juga untuk mengurangi kandungan tingkat kekeruhan
(turbiditas) dan total suspended solids (TSS) melalui proses fisik berupa
pengendapan secara gravitasi. Endapan hasil proses sedimentasi berupa flok-flok
hasil proses aglomerasi dari unit flokulasi. Endapan ini dikumpulkan oleh scraper
mekanik ke dalam sebuah hopper untuk dialirkan menuju thickener sebagai unit
awal pengolahan lumpur. Scraper terdiri atas bilah-bilah kayu bernama flight yang
dipasang sejajar dengan lebar unit dengan pada jarak tertentu. Langkah-langkah
perencanaan desain sedimentasi rectangular dapat dilihat pada diagram alir
berikut.
Mulai
19
Pengendapan kritis dihitung agar memenuhi kriteria desain
Selesai
i
Gambar 6 Diagram alir perencanaan unit sedimentasi
Persamaan yang digunakan dalam perencanaan unit sedimentasi diantaranya:
Perhitungan debit pada setiap unit sedimentasi dengan persamaan sebagai berikut:
Qr
Q = …………………………………………………………………………..
n
(64)
Perhitungan kedalaman pada sisi influen dan efluen dengan kemiringan dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut:
()
H ¿= H 0 + S
L
2
……………………………………………………….……….(68)
H = H −S ( )……………………………………………………………….(69)
L
ef 0
2
Pengecekan surface overflow rate (SOR) pada kondisi debit puncak dapat dengan
persamaan sebagai berikut:
Qp '
SOR = ……………………………………………………………………....
A
(70)
20
Perhitungan panjang potensial maksimum setiap weir dengan persamaan sebagai
berikut:
P ' weir =0,5(L−B ef )……………………………………………………….....(72)
Perhitungan total kebutuhan jumlah weir dan launder dengan persamaan sebagai
berikut:
P'
N weir = total ........................................................................................................(73)
P total
Perhitungan jumlah launder untuk total kedua cabang dari saluran launder pusat
dengan persamaan sebagai berikut:
N
N launder = weir ......................................................................................................(74)
2
Perhitungan jumlah V-notch dengan sudut bukaan 90° dan jumlah totalnya dengan
persamaan sebagai berikut:
Qp '
N notch setiap weir = ...............................................................................................(77)
Ps
N notch= N notch × N notchsetiap weir..................................................................................(78)
Perhitungan debit pada setiap V-notch dengan sudut bukaan 90° dengan
persamaan sebagai berikut:
Q
q= ..............................................................................................................(79)
N notch
Qp'
qp = .............................................................................................................(80)
N notch
15 √
q = 8 Cd 2 g tan θ H 5/ 2.....................................................................................(81)
2
( )
2/ 5
15 q
H= × ..........................................................................................(82)
8 Cd √ 2 g
21
( )
2/ 5
8 q
Hp = × ........................................................................................(83)
15 Cd √ 2 g
Perhitungan debit pada setiap launder saat debit puncak dapat dengan persamaan
sebagai berikut:
Qp '
q launder = ....................................................................................................(84)
N launder
Perhitungan kedalaman kritis di launder cabang pada saat air jatuh ke dalam
launder utama dapat dengan persamaan sebagai berikut:
( )
2/ 5
q launder
yc = ...................................................................................(85)
Cw × qlaunder × √ g
√
2
2
2 ( q launder )
y1= yc + 2
....................................................................................(86)
2 ( qlaunder ) yc
y 2 =1,1 × y 1.......................................................................................................(87)
Perhitungan kedalaman kritis (yc-ef) di launder pusat pada saat air jatuh ke dalam
unit penampung di zona effluent dapat dengan persamaan sebagai berikut:
( )
2/ 3
Qp'
yc−ef = ............................................................................(89)
Cw × qlaunder × √ g
√
yl−ef = y c−ef 2 +
2 ( Qp' )2
g (Qp ' ) yc−ef
2
....................................................................(90)
22
Perhitungan kuantitas lumpur kering sedimentasi pada nilai efisiensi TSS dapat
dengan persamaan sebagai berikut:
103 L kgQ
Kuantitas lumpur kering = % penyisihanTSS × X p 0 campuran × 3 × 6 ................(93)
m 10 mg
Perhitungan sisi bidang ruang lumpur yang berbentuk trapesium dapat dengan
persamaan sebagai berikut:
Asl=
∑ sisi sejajar × Hsl...................................................................................(98)
2
23
Perhitungan dimensi pipa penguras meliputi luas pipa pengurasan, debit pipa
penguras, dan waktu pengurasan pada persamaan sebagai berikut:
A pp =0,25 π d 2…………………………………………………………………(104)
Q pp= A pp × vsl…………………………………………………………….…(105)
volume ruang lumpur
t pp= ………………………………………………………
Q pp
(106)
Mulai
24
Dimensi bak underdrain direncanakan
25
Keterangan:
V r =¿ volume sampel udara pada 25℃ , 760 mmHg (m3)
Konsentrasi larutan standar dapat dihitung dengan persamaan (110) sebagai
berikut:
C a × V a=C b ×V b ..............................................................................................(110)
Keterangan:
C a=¿ konsenterasi pada larutan a ( μg/ml)
V a =¿ volume larutan a (ml)
C b=¿ konsenterasi pada larutan b ( μg/ml)
V b =¿ volume larutan b (ml)
Konsenterasi oksidan dapat dihitung dengan persamaan (111) sebagai berikut:
( )
μg
m 3
=
a
Vr
.........................................................................................................(111)
Keterangan:
a=¿ jumlah oksidan pada sampel yang diperoleh dari kurva kalibrasi ( μg)
Konsentrasi standar dari estimasi waktu sesaat dapat dihitung dengan
persamaan (112) sebagai berikut:
C 2=C1 × 1 ()
t 0,185
t2
...............................................................................................(112)
Keterangan:
C 1=¿ konsenterasi sesaat ( μg/ml)
C 2=¿ konsenterasi standar ( μg/ml)
t 1=¿ waktu pemaparan sesaat (jam)
t 2=¿ waktu pemaparan standar (jam)
Nilai normalitas natrium tiosulfat dapat dihitung dengan persamaan (113)
sebagai berikut:
b ×1000 ×V b
N 1= ......................................................................................(113)
35,67 ×100 ×V 1
Keterangan:
N 1=¿ konsentrasi larutan natrium tiosulfat (N)
b=¿ bobot KlO3 dalam 100 ml air suling (g)
V b =¿ volume larutan KIO3 yang digunakan dalam titrasi (ml)
V 1=¿ volume larutan natrium tiosulfat hasil titrasi (ml)
Kemurnian larutan induk pararosanilin dapat dihitung dengan persamaan (114)
sebagai berikut:
A ×21,3
M= ....................................................................................................(114)
W
Keterangan:
M =¿ kemurnian pararosanilin (%)
A=¿ serapan larutan pararosanilin
26
W =¿ massa pararosanilin yang digunakan untuk membuat 50 ml larutan induk
pararosanilin (g)
Konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 dapat ditentukan dengan
persanaab (115) sebagai berikut:
( V B −V C ) × N ×32,03 ×1000
C= .....................................................................(115)
VA
Keterangan:
C=¿ konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 (µg/ml)
N=¿ normalitas larutan standar natrium tiosulfat (N)
V A =¿ volume larutan induk Na2S2O5 yang dipipet (ml)
V B=¿ volume larutan standar natrium tiosulfat hasil titrasi blanko (ml)
V C =¿ volume larutan standar natrium tiosulfat hasil titrasi larutan induk Na 2S2O5
(ml)
PEMBAHASAN
4.1 Pengantar Instalasi Pengolahan Air Minum dan Analisis Kualitas Air
Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia, hewan
dan tanaman menggunakan air yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat
makanan, juga merupakan sumber energi serta berbagai keperluan lainnya
(Arsyad 1989). Sehingga air menjadi sumber daya alam yang memenuhi
kebutuhan orang banyak yang perlu dilindungi agar tetap dapat bermanfaat bagi
hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya di bumi. Persyaratan
yang dilakukan untuk menjaga atau pencapai standar kualitas air sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang
diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian. Air sebagai
komponen lingkungan hidup akan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang
kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi kesehatan dan keselamatan
manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan
menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung
dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya
alam (natural resources depletion). Agar air dapat bermanfaat secara lestari dan
pembangunan dapat berkelajutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu
dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air (Faisal dan
Dewa 2019).
Penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu
disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air),
sehingga dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang diterima oleh air.
Kualitas air yang baik akan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tersebut dengan kadar (konsentrasi) maksimum yang diperbolehkan.
Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh contoh air tersebut disebut baik atau
tidak dinilai dengan Metode Storet. Penentuan status mutu air dengan metode
storet ini dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan kualitas air
tanah dengan tujuan untuk mengetahui mutu (kualitas) suatu sistem akuatik. Hasil
27
analisis kimia percontoh air kemudian dibandingkan dengan baku mutu yang
sesuai dengan pemanfaatan air (Matahelumual BC 2007). Salah satu status mutu
perairan yang baik yaitu parameter fisik dari air antara lain adalah rasa, bau,
warna dan suhu. Kemudian parameter kimia diantaranya yaiu pH, kesadahan,
nitrat, nitrit, besi, flourida, sulfat, zat organik dan parameter biologi diantaranya
Escherichia Coli dan Total Coliform.
Pada praktikum ini digunakan dua acuan dalam menentukan baku mutu air
yang dianalisis, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Standar kualitas air minum di Indonesia
mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan
tersebut digunakan untuk peruntukkan air minum (kelas satu); untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan
mengairi pertanaman (kelas dua); untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan dan mengairi pertanaman (kelas tiga); untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut (kelas empat).
Peraturan tersebut diperbaharui melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Peraturan
ini hanya diperuntukkan sebagai persyaratan kualitas air minum dengan
menambahkan dan mengkoreksi parameter-parameter fisika, kimiawi, dan
biologis dari peraturan terdahulu. Pemilihan unit operasi dan proses pada IPA
harus disesuaikan dengan kondisi air baku yang digunakan (Hardyanti dan Fitri
2006). Penentuan kualitas air dengan metode Storet dilakukan sebanyak dua kali
dikarenakan terdapat perbedaan nilai baku mutu tiap parameter pada kedua acuan
tersebut.
Praktikum menggunakan data sekunder berupa nilai konsentrasi berdasarkan
parameter fisika, kimia, dan biologi. Jumlah sampel yang diberikan pada
parameter fisika dan biologi, yaitu kurang dari 10 (<10), sedangkan jumlah
sampel yang diberikan pada parameter kimia, yaitu kebih dari 10 (>10). Hasil
perhitungan nilai storet berdasarkan Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
dapat dilihat pada Lampiran 1.1.
Penentuan status mutu air berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 menggunakan
tiga parameter yaitu fisika, kimia, dan biologi. Parameter fisika meliputi
temperatur, warna, kekeruhan, dan zat pada terlarut. Parameter kimia yaitu pH,
klorida, CO2 agresif, sulfat, flourida, kalsium, alumunium, kesadahan, DO,
natrium, seng, zat organik, ammonia, nitrat, nitrit, besi, mangan, timbal, kadmium,
raksa, dan deterjen. Parameter biologi meliputi total koliform. Dari hasil
pengolahan data yang dilakukan diperoleh skor storet untuk parameter fisika
28
sebesar -16, parameter kimia sebesar -84, dan parameter biologi sebesar -15.
Sehingga dari tiga pengolahan yang telah dilakukan, yaitu fisika, kimia, dan
biologi maka diperoleh total skor storet sebesar -115. Berdasarkan Kepmen LH
No. 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, dengan
menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency), jika
skor storet menghasilkan nilai ≥ 31 maka dapat disimpulkan bahwa status mutu
air termasuk kedalam kondisi tercemar berat atau tergolong kelas air D atau buruk
dan tercemar berat.
Informasi mengenai baku mutu air untuk air minum akan lebih akurat jika
mengacu pada Permenkes No. 492 Tahun 2010. Peraturan ini memuat baku mutu
yang lebih terbaru dibandingkan dengan PP No. 82 Tahun 2001, bisa dilihat
bahwa terdapat penambahan baku mutu pada parameter temperatur, warna,
kekeruhan, alumunium, dan kesadahan, terdapat juga perbedaan baku mutu yang
lebih kecil jika dibandingkan dengan PP No 82 Tahun 2001. Sehingga, data akan
lebih akurat jika mengacu pada Permenkes No. 492 Tahun 2010 karena
mempertimbangkan lebih banyak parameter pada kondisi air yang diuji.
Setelah mengetahui mutu dari air, maka perlu ditentukan unit pengelolaan
airnya. Pada air yang telah diuji, pengelolaan air yang perlu dilakukan yakni
prasedimentasi, pra-klorinasi, adsorban, koagulan, korektor pH, koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filter pasir cepat, filter pasir lambat, injeksi klor, injeksi
asam basa, atau pengolahan lainnya. Kisaran untuk debit satu unit IPAM
ditentukan sesuai kebutuhan berdasarkan kebutuhan air tahun perencanaan,
ketersediaan lahan, dan biaya konstruksi. Kapasitas unit pada pentahapan satu
IPAM diusahakan dapat memberikan kebutuhan produksi air yang besar dan tidak
perlu menambahkan jumlah unit pada periode waktu yang singkat. Penentuan
kapasitas unit dilakukan pada interval 25-100 L/detik yang diambil berdasarkan
data debit harian maksimum (Qhm) pada tahun perencanaan 2022, 2037, dan
2052. Hasil perhitungan kapasitas produksi harian unit IPAM pada tahun
perencanaan 2022, 2037, dan 2052 dapat dilihat pada Lampiran 1.2. Kapasitas
unit terpilih ditentukan dari nilai total debit sisa terkecil secara keseluruhan pada
ketiga tahun perencanaan, yaitu sebesar 30 L/detik. Unit yang menghasilkan total
debit sisa terkecil merupakan kapasitas unit yang paling efisien, sehingga dari
perhitungan dapat ditentukan kapasitas unit terpilih, yaitu 6 L/detik. Data tersebut
kemudian dimasukkan perhitungan pada Tabel 1 sehingga memperoleh data
penambahan unit dan persen sisa produksi.
29
Tabel 1 menunjukkan semakin besar debit harian maksimum yang
dihasilkan, jumlah unit yang digunakan semakin bertambah seiring bertambahnya
waktu. Persentase sisa produksi yang dihasilkan pada tahun 2052 lebih besar
dibandingkan dengan persentase sisa produksi pada tahun 2022 dan 2037 yaitu
sebesar 1,08 %. Pada tahun rencana 2037 presentase sisa produksi mencapai titik
terendah yaitu sebesar 0,20%. Pada tahun 2022 presentase sisa produksi yaitu
sebesar 1,06%. Grafik peningkatan kapasitas produksi dari tahun 2021, 2036 dan
2051 dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
2000
1500
1000
500
0
2022 2037 2052
Tahun Pentahapan
30
perancangan unit intake menjadi hal yang sangat penting untuk dipahami. Kualitas
air yang dimanfaatkan untuk pengolahan pada bangunan intake biasanya kurang
baik namun secara kuantitas airnya cukup banyak. Penentuan titik pengambilan
air didasarkan pada variasi kualitas air permukaan dimana terdapat adanya variasi
yang konstan (tidak berfluktuasi) (Masduki 2009).
Perencanaan dilakukan dengan merancang desain pada intake. Perencanaan
awal setiap unit pengolahan dimulai dari unit intake dan bar screen sehingga
kinerjanya di evaluasi dan dapat berjalan dengan baik serta perubahan mutu air
berjalan optimal. Perancangan unit intake meliputi dimensi intake, gate (inlet),
screening, stasiun pompa, dll. Lokasi intake bisa berada pada dekat unit instalasi
pengolahan air jika memang letak sumber air dan unit pengolahan berdekatan,
sehingga intake dapat dimasukkan dalam unit instalasi pengolahan air. Data
parameter dan kriteria perencanaan desain intake dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.
31
Tabel 3 Perencanaan dimensi bak intake
Parameter Nilai Satuan
Luas permukaan intake 5,88 m2
Debit harian maksimum (Qhm) 0,030 m3/detik
Waktu densitas, td 1200 detik
Volume unit 36,00 m3
Panjang unit 2,52 m
Lebar unit 3,78 m
Ketinggian 3,78 m
Volume unit koreksi 36,01 m3
ini dibangun 1 bangunan intake agar debit harian maksimum tidak begitu besar,
yaitu sebesar 0.030 m3/detik. Waktu densitas yang didapatkan adalah sebesar 1200
detik. Volume unit bak yang didapatkan adalah sebesar 36 m3, dengan panjang,
lebar dan tinggi yang didapat berturut-turut adalah 2.52 m, 3.78 m dan 3.78 m.
Volume terkoreksi didapatkan yaitu sebesar 36.01 m3.
32
bersih pada rack didapatkan hasil sebesar 0,2 m. Didapatkan jumlah spasi
sebanyak 3 buah dan jumlah bar sebanyak 2 buah. Dari jumlah spasi, lebar spasi,
jumlah bar, dan lebar bar, maka didapatkan nilai total lebar ruangan yaitu sebesar
0,40 m dengan total jarak spasi sebesar 0,24 m. Dari data yang didapatkan, dapat
dilakukan perhitungan untuk koefisien pada screening. Koefisien yang didapatkan
yaitu sebesar 60 %.
33
pencampuran air. Dengan data perencanaan dan asumsi tersebut, selanjutnya
dilakukan perhitungan perencanaan unit koagulasi. Hasil perhitungan perencanaan
unit koagulasi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Berdasarkan Tabel 6, diperoleh debit tiap unit (Qn) sebesar 0,03 m3/detik
didapatkan dari debit harian maksimum (Qhm) dibagi dengan jumlah unit, jumlah
unit yang digunakan pada perencanaan ini sebanyak 1 unit. Volume bak koagulasi
(Vn) sebesar 1.80 m3 dihasilkan dari debit tiap unit (Qn) dikali dengan waktu
detensi yang diasumsikan 60 detik. Daya pengaduk (P) sebesar 2732.4 kgm3/menit
yang dihasilkan dengan mengasumsikan gradient kecepatan sebesar 1000/detik.
Daya drive (P’) dihasilkan dari daya pengaduk (P) dibagi dengan efisiensi
gearbox sebesar 90%, maka P’ didapatkan nilai 3036 kgm3/menit. Perencanaan
dimensi bak menghasilkan panjang bak sebesar 1.06 m, lebar bak 1.06 m dan
kedalaman 2.09 m. Impeler yang direncanakan memiliki lebar impeler sebesar
0,85 m dengan kedalaman 0,80. Kecepatan rotasi turbin (vi) yang dihasilkan dari
perencanaan ini adalah 1,31 rpm. Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap
proses koagulasi. Kecepatan pengadukan mampu meningkatkan kontak serta
tumbukan antar partikel-partikel koloid dengan koagulan sehingga memudahkan
penggumpalan flok dan membantu proses pengendapan (Lin et al. 2013).
34
mengacu pada SNI 6774:2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air.
Unit flokulasi yang direncanakan harus mampu dilewati debit masuk 0,015
m3/detik dan jumlah unit sebanyak 2 buah dengan waktu detensi selama 30 menit
sehingga didapatkan volume total bak sebesar 27 m3/detik dengan volume tiap bak
sebesar 14 m3/detik. Dimensi setiap bak dirancang memiliki rasio kedalaman bak
dibandingkan lebar bak yaitu sebesar 0,9:1, sehingga didapat nilai kedalamannya
sebesar 3 m dan lebarnya sebesar 3,33 m. Total lebar bak flokulasi didapat sebesar
10,30 m untuk 2 kompartemen. Total floor elevation drop (hslope) sebesar 0,15 m,
sehingga memiliki kedalaman air maksimum dari tingkatan akhir sebesar 3,45 m.
Hasil perhitungan volume dan dimensi masing-masing bagian bak flokulasi
disajikan pada Tabel 7.
35
disajikan pada Tabel 8. Setelah jumlah segmen dan dimensi roda pedal diketahui,
tahap selanjutnya yakni mendesain kebutuhan rotasi pedal untuk tiap tahap.
36
No Parameter Nilai Satuan
.
Struktur yang berpengaruh
1 Lebar saluran influen 0.85 m
2 Kedalaman saluran influen 0.9 m
3 Belokan 90 °
4 Lebar awal saluran distribusi influen 1 m
5 Lebar akhir saluran distribusi influen 0.2 m
6 Panjang bendung lurus 3.8 m
Struktur limbah
7 Energi kinetik, hk 25.48 J
8 Koefisien Cd 0.6
9 Kecepatan melalui port, vport 13.41 m/detik
6
10 Total port area, Aport 0.001
11 Diameter port, dport 0.009 m
12 Luas setiap port, aport 0.000 m2
1
13 Jumlah total port, Nport 16 buah
37
13 EL saluran distribusi influen, ELdistribusi 119.33 m
14 EL di ujung bawah saluran influen, ELinfluen lower 119.33 m
15 EL di ujung bagian atas saluran influen, ELinfluen upper 119.33 m
16 EL di flume terbalik di bagian tengah (throat), ELflume 120.40 m
17 EL saluran sebelum Parshall flume, ELsaluran 120.30 m
38
didasarkan pada waktu kontak antar partikel padatan di dalam unit sedimentasi
yang sangat penting untuk efektivitas pengendapan di dasar unit. Selanjutnya,
asumsi yang digunakan dalam perencanaan struktur ruang bak sedimentasi rasio
untuk panjang (P) : lebar (L) bak sebesar 1,5-15:1 dan panjang (P) : kedalaman air
(H) sebesar 10-18:1. Pada unit sedimentasi juga terdapat saluran launder cabang
dan pusat dimana lebar saluran launder cabang dan pusat ditetapkan sebesar 1 m.
Perhitungan desain unit sedimentasi dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu
penentuan struktur ruang sedimentasi, penentuan desain struktur efluen, dan
penentuan desain struktur ruang lumpur. Hasil perhitungan penentuan struktur
ruang sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Berdasarkan Tabel 12, didapat besaran luas bak sedimentasi, yaitu 21,6 m2
yang diperoleh dari pembagian debit tiap unit dengan nilai SOR. Sementara itu,
lebar bak sedimentasi yang didapatkan yaitu sebesar 1,82 m dan panjang bak yang
didapatkan yaitu 11,85 m dengan perbandingan P : L yaitu 6,5 : 1. Kedalaman bak
sedimentasi diperoleh melalui perbandingan antara panjang dengan kedalaman
yaitu P : H sebesar 12 : 1, sehingga berdasarkan perhitungan diperoleh kedalaman
bak sebesar 1,49 m. Kedalaman sisi influen dan efluen juga direncanakan pada
kemiringan (S) terpilih dimana diperoleh berturut-turut, yakni 1,06 m dan 0,91 m.
Debit puncak yang digunakan untuk menghitung nilai surface overflow rate
merupakan nilai debit harian maksimum pada tahun 2052, yaitu sebesar 0,015
m3/detik. Berdasarkan perhitungan, waktu detensi pada debit tiap unit (Qr) dan
debit puncak (Qp) berturut-turut diperoleh 4 jam dan 4 jam. Nilai waktu detensi
39
tersebut masih memenuhi ketentuan yang ditetapkan, yakni sebesar 4-8 jam
sehingga dimensi unit tidak mengalami perubahan. Efesiensi pengendapan TSS
(RTSS) pada Qr dan Qp diperoleh secara berturut-turut sebesar 80% dan 80%.
Efesiensi yang diperoleh berdasarkan waktu detensi yang telah ditetapkan berada
di atas 50% yang menunjukan bahwa pengendapan TSS pada unit tersebut dapat
berjalan secara efesien. Hasil perhitungan perencanaan desain struktur efluen unit
sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 13 sebagai berikut.
40
launder utama
3 Jumlah v-notch tiap weir 2 buah
4 Jumlah total 90ᵒ v-notch (Nnotch) 24 buah
5 Debit rata-rata (q) 0,00031 m³/detik
6 Head pada V-notch (Hp) 0,0503 m
7 Freeborad 0,05 m
8 Kedalaman total v-notch dari bibir weir 0,100 m
41
ef
3 Kedalaman air di ujung launder cabang (y1-ef) 0,809 m
4 Kedalaman launder utama (y1') 1,040 m
Tabel 18 Data estimasi kinerja proses dan kualitas efluen unit sedimentasi
No Parameter Nilai Satuan
Persen Penyisihan TSS
Pembacaan dari Gambar berdasarkan
68 %
1 SOR
2 Pembacaan dari Gambar berdasarkan td 68 %
3 Penggunaan persamaan () terhadap td 80 %
4 Rekomendasi desain 60 %
5 Xpo campuran 92,31 mg/L
42
2 Volume lumpur basah sedimentasi 0,79 m3/hari
3 Laju alir pompa lumpur 0,5 m3/menit
4 Siklus pompa 5 menit/jam
5 Kapasitas pompa harian 60 m3/hari
6 Laju produksi scum 8 gram/m3
7 Estimasi kuantitas scum 5,18 kg/hari
43
luas ruang lumpur sebesar 0,033 m2. Kecepatan pengurasan lumpur sebesar 0,114
m/detik dan waktu pengurasan yang dibutuhkan selama 3,436 detik.
44
(ɸ) antrasit tersebut sebesar 0,6 mm. Porositas awal (Po) dari antrasit tersebut
adalah 0,55. NRe disyaratkan kurang dari 5. Media berikutnya adalah pasir, tebal
pasir (Lc) yang digunakan adalah 0,6 m. Ukuran efektif (ɸ) dari pasir tersebut
adalah 0,8 mm. Porositas awal (Po) dari pasir tersebut adalah 0,43 dengan NRe
yang disyaratkan untuk pasir kurang dari 5. Perencanaan unit filtrasi ini digunakan
media penyangga berupa kerikil dengan tebal (Lt) 0,4 m. Ukuran efektif (ɸ) dari
kerikil tersebut adalah 3 mm. Porositas awal (Po) kerikil yaitu 0,5. NRe yang
disyaratkan untuk kerikil adalah lebih besar dari 5
Viskositas kinematik Reynold (vs) yang digunakan sebesar 8,339 x 10 -7
m /detik. Ss untuk pasir sebesar 2,5, sedangkan untuk antrasit sebesar 1,5. Nilai f
2
45
Penyaringan yang digunakan pada unit perencanaan ini berupa pasir dan
antrasit dengan Vs pasir sebesar 0,05 m/detik dan Vs antrasit sebesar 0,01
m/detik. Karena Vs yang dihasilkan oleh pasir lebih besar dari Vs antrasit maka
media yang digunakan harus dipisah. Perencanaan unit filtrasi ini menggunakan
debit orifice sebesar 0,0002 m3/detik dengan kecepatan orifice adalah 0,71
m2/detik serta HL orifice sebesar 0,04 m. Pada lateral digunakan debit sebesar
0,00005 m3detik, kecepatan lateral 0,24 m2/detik serta HL lateral sebesar 0,0003
m. Debit manifold yang digunakan sebesar 0,01 m3/detik, dengan kecepatan
manifold yang digunakan adalah 0,12 m2 /detik dan HL manifold adalah 0,00005
m. Berdasarkan beberapa penyaringan tersebut, maka HL yang dihasilkan oleh
penyaringan adalah 0,32 m. Pada bagian backwash juga digunakan penyaringan
pasir dan antrasit sebelumnya. Pada media penyaringan pasir digunakan porositas
akhir filtrasi (Po’) sebesar 0,17, sedangkan porositas ekspansi (Pe) sebesar 0,06.
Tinggi ekspansi (Le) yang digunakan sebesar 0,5 m. Persentase ekspansi yang
dihasilkan sebesar 16,7%. HL akibat pasir sebesar 21,08 m. Untuk penyaringan
antarsit digunakan porositas akhir filtrasi (Po’) sebesar 0,198, sedangkan porositas
ekspansi (Pe) sebesar 0,03. Tinggi ekspansi (Le) yang digunakan sebesar 0,66 m.
Persentase ekspansi yang dihasilkan sebesar 17,39 %. HL akibat antasit sebesar
24,32 m. Sedangkan HL backwash sebesar 45,4 m. Debit pencucian yang
digunakan pada backwash sebesar 0,029 m3/detik dengan kebutuhan air pencucian
sebesar 8,66 m3.
Ketinggian bak (H bak) yang didapatkan pada zona outlet adalah sebesar
2,014 m. Jumlah gutter yang dibutuhkan adalah 0,3 gutter dengan debit pada
masing-masing gutter (Qg) adalah 0,024 m3/detik. Lebar gutter (Bp) dan tinggi
gutter (Hp) secara berturut-turut digunakan nilai sebesar 0,198 m dan 0,15 m.
Debit pada V notch (Qvn) sebesar 0,001 m3/hari. Total V notch yang digunakan di
setiap gutter (n Vnotch) adalah 30 buah yang berarti pada tiap sisinya digunakan
sebanyak 15 buah. Tinggi freeboard yang digunakan adalah 50% dari tinggi muka
air V notch yaitu 0,025 m. Lebar muka air V notch (Lavn) adalah 0,1 m
sedangkan lebar pintu V notch (Lvn) adalah 0,15 m. Jarak tiap V notch adalah
0,01 m. Jarak antar gutter adalah 0,27 m dengan panjang gutter sebesar 0,15 m.
Nilai luas saluran pengumpul sama dengan besarnya luas outlet dan luas gutter
yaitu 0,052 m2. Diameter pipa outlet (d) yang digunakan sebesar 0,26 m.
Kecepatan aliran yang mengalir pada pipa outlet dihasilkan dari membagi nilai
debit dengan luasan yaitu sebesar 0,418 m/detik. Serta didapatkan juga panjang
bak outlet dan lebar bak outlet berturut-turut adalah 2,4 m dan 1,2 m. Kedalaman bak
outlet didapatkan sebesar 2,014 m.
46
3 Rasio P : L < 40
4 Kecepatan aliran 1-4,5 m/menit
Kecepatan aliran rencana* 2,52 m/menit
0,042 m/detik
5 Dosis chlor 2-8 mg/l
Dosis chlor rencana* 6 mg/l
0,006 kg/m³
6 Kadar chlor dalam kaporit 70%
Jumlah bak desinfeksi
7
rencana
Unit utama 2 unit
Unit cadangan 1 unit
Total unit 3 unit
8 Debit masuk (Q) 0,008 m³/detik
27,00 m³/jam
648,00 m³/hari
9 Kedalaman bak rencana* 1,75-2,5 m
Kecepatan (v) rencana di
10 1-1,5 m/detik
pipa influen dan effluen *
Jumlah pipa effluen
11 2 buah
rencana*
12 Asumsi:
Panjang bak pengumpul 2 m
Kedalaman 1 m
Lebar zona effluen = lebar
0,67 m
bak
Perbandingan Panjang :
13 3:1
Lebar
47
sesuai dengan kriteria desain. Berdasarkan data debit rata-rata dan dosis Chlor
pada criteria desain, maka dibutuhkan kaporit sebanyak 3,89 kg/hari dengan
melakukan pembubuhan menggunakan pompa dan injector.
Pada perencanaan dimensi influen dan efluen, diasumsikan bahwa dimensi
influen sama dengan besarnya dimensi efluen. Kecepatan yang mengalir pada pipa
influen dan efluen direncanakan sebesar 1,25 m/detik. Jumlah pipa efluen yang
direncanakan sebanyak 2 buah. Debit pada masing-masing pipa sebesar 0,004
m3/detik. Luas permukaan pada pipa tersebut adalah 0,003 m2, dengan besarnya
diameter pipa adalah 0,062 m. Kecepatan aliran pada pipa setelah dilakukan
pengecekan yaitu sebesar 0,48 m/detik yang mana kondisi ini memenuhi criteria
desain. Mempertimbangkan perbandingan panjang dan lebar memenuhi krtiteris
desain, maka asumsi panjang bak pengumpul sebesar 2 m, kedalaman bak
pengumpul 1 m, serta lebar zona efluen yang sama dengan lebar bak adalah 0,67
m.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adityosulindro S, Rochmatia NH, Hartono DM, Moersidik SS. 2020. Evaluasi
kualitas dan kuantitas lumpur alum dari instalasi pengolahan air minum
citayam. J Teknol Lingkung. 21(2): 157-164.
Al-shujairi SOH. 2013. Develop and apply water quality index to evaluate water
quality of Tigris and Euphrates rivers in Iraq. Int J Mod Eng Res.
3(4): 2119-2126.
Amali LMK, Mohamad Y, Utama KA. 2016. Perancangan Bangunan Sipil
PLTMH Kapasitas 62 Kw di Desa Mongi’ilo Induk Kecamatan Bulango
Ulu Kabupaten Bone Bolango. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi 2016. 8 November 2016. hal: 1-4. Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
Arifiani NF, Hadiwidodo M. 2007. Evaluasi desain instalasi pengolahan air
PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Jurnal
Presipitasi. 3(2): 78-85.
Bhaskoro RGE, Ramadhan T. 2018. Evaluasi kinerja instalasi pengolahan air
minum (IPAM) karangpilang I PDAM surya sembada kota surabaya
secara kuantitatif. Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi dan
Pengembangan Teknik Lingkungan. 15(2): 62-68.
Cahyana GH. 2022. Flotasi vs Sedimentasi. Majalah Air Minum Edisi 318. 50-51.
Damayanti. 2020. Evaluasi Sistem Disinfeksi Pada Pdam Sleman Unit Nogotirto
[skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Islam Indonesia.
48
Darni Y, Lismeri L. 2016. Pemisahan Campuran Heterogen II. Bandar Lampung
(ID): Universitas Lampung.
Faisal M, Dewa MA. 2019. Kualitas air pada sumber mata air di pura taman desa
sanggalangit sebagai sumber air minum berbasis metode storet. Jurnal
Pendidikan Geografi Undiksha. 7(2): 74-84.
Faudi, Azhar. 2012. Pengaruh Residual Klorin Terhadap Kualitas Mikrobiologi
Pada Jaringan Distribusi Air Bersih (studi kasus: Jaringan distribusi air
bersih IPA Cilandak) [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Fauziah NR, Rudijanto HIW. 2017. Tinjauan pengolahan air minum di PDAM
Kabupaten Kebumen tahun 2017. Keslingmas. 37(3): Hal. 354-363.
Hardyanti N, Fitri ND. 2006. Studi evaluasi instalasi pengolahan air bersih untuk
kebutuhan domestik dan non domestik. Jurnal PRESIPITASI. 1(1): 37-43.
Husaini H, Cahyono SS, Suganal S, Hidayat KN. 2018. Perbandingan koagulan
hasil percobaan dengan koagulan komersial menggunakan metode jar
test. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara. 14(1): 31-45.
Kristijarti, AP, Suharto I, Marieanna. 2013. Penentuan jenis koagulan dan dosis
optimum untuk meningkatkan efisiensi sedimentasi dalam instalasi
pengolahan air limbah pabrik jamu x. Bandung (ID): Universitas Katolik
Parahyangan.
Lin JL, Pan JR, Huang C. 2013. Enhanced Particle Destabilization And
Aggregation by Flash-mixing Coagulation For Drinking Water Treatment.
Journal Separation and Purification Technology. 5(1): 283-288.
Machairiyah M, Nasution Z, Slamet B. 2020. Pengaruh pemanfaatan lahan
terhadap kualitas air sungai percut dengan metode indeks pencemaran
(IP). Limnotek Perair darat Trop di Indonesia. 27(1).
Marlis L AY. 2015. Perencanaan instalasi pengolahan air minum di kelurahan
tarantang kecamatan lubuk kilangan kota padang. J Aerasi. 1(1): 28-36.
Masduki A. 2009. Bahan Ajar Mata Kuliah Pengolahan Air Minum. Surabaya
(ID): Teknik Lingkungan ITS.
Matahelumual BC. 2007. Penentuan status mutu air dengan sistem storet di
Kecamatan Bantar Gebang. Jurnal Geologi Indonesia. 2(2): 113-118.
Pangestu D, Johnny MTS, Utomo KP. 2012. Pemilihan lokasi dan perencanaan
sistem intake air baku di Sungai Jawi Kecamatan Sungai Kakap
Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Untan. 1-10.
Rahimah Z, Heldawati H, Syauqiah I. 2016. Pengolahan limbah deterjen dengan
metode koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan kapur dan
PAC. Konversi. 5(2): 52-59.
Setyaninditha MA, Kadri T, Sejati W. 2021. Studi Perencanaan Bangunan Intake
Saluran Pembawa Air Baku Karian Barat. Prosiding Seminar Intelektual
Muda #5, Inovasi Keberlanjutan Lingkungan Binaan melalui Riset dan
Karya Desain. 22 Februrari 2021. hal: 52-57. Universitas Trisakti.
49
Silitonga B, Hendry. 2018. Perencanaan hidrolis pintu pada bangunan
pengambilan air (intake). Jurnal Rekayasa Konstruksi Mekanika Sipil.
1(2): 73-77.
Suherman D, Sumawijaya N. 2013. Menghilangkan warna dan zat organik air
gambut dengan metode koagulasi-flokulasi suasana basa. Riset Geologi
dan Pertambangan. 23(2): 125-137.
Tobi MD, Harling VNV. 2017. Studi Perencanaan pembangunan PLTMH di
Kampung Sasnek Distrik Sawiat Kabupaten Sorong Selatan Provinsi
Papua Barat. Electro Luceat. 3(1): 32-43.
Walukow AF. 2010. Penentuan status mutu air dengan metode storet di Danau
Sentani Jayapura Provinsi Papua. Ber Biol. 10(3): 277-281.
Wandrivel R, Suharti N, Lestari Y. 2012. Kualitas air minum yang diproduksi
depot air minum isi ulang di Kecamatan Bungus Padang berdasarkan
persyaratan mikrobiologi. J Kesehat Andalas. 1(3): 129-133.
50
LAMPIRAN
FISIKA
Kalsium mg/l 30 43 56 - - - - - 0
Besi mg/l 0.003 0.02 0.1 0.3 0.28 0 0 0 0 ü ü ü ü ü Aerasi, ion exchange
51
Mangan mg/l 0.05 0.4 1.2 0.4 0 0 0 -2 -2 ü ü ü ü
Lampiran 1.2 Tabel Kapasitas Produksi Harian Unit IPAM Kota Sukawati
Kapasitas Tahun 2022 Tahun 2037 Tahun 2052 Q sisa
unit Qhm Jumlah Q total Q sisa Qhm Jumlah Q total Q sisa Qhm Jumlah Q total Q sisa total
(L/detik) (L/detik) unit (L/detik) (L/detik) (L/detik) unit (L/detik) (L/detik) (L/detik) unit (L/detik) (L/detik) (L/detik)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]
25 1068.70 43 1075 6 1676.73 68 1700 23 2285.33 92 2300 15 44
30 1068.70 36 1080 11 1676.73 56 1680 3 2285.33 77 2310 25 39
35 1068.70 31 1085 16 1676.73 48 1680 3 2285.33 66 2310 25 44
40 1068.70 27 1080 11 1676.73 42 1680 3 2285.33 58 2320 35 49
45 1068.70 24 1080 11 1676.73 38 1710 33 2285.33 51 2295 10 54
50 1068.70 22 1100 31 1676.73 34 1700 23 2285.33 46 2300 15 69
55 1068.70 20 1100 31 1676.73 31 1705 28 2285.33 42 2310 25 84
60 1068.70 18 1080 11 1676.73 28 1680 3 2285.33 39 2340 55 69
65 1068.70 17 1105 36 1676.73 26 1690 13 2285.33 36 2340 55 104
70 1068.70 16 1120 51 1676.73 24 1680 3 2285.33 33 2310 25 79
75 1068.70 15 1125 56 1676.73 23 1725 48 2285.33 31 2325 40 144
80 1068.70 14 1120 51 1676.73 21 1680 3 2285.33 29 2320 35 89
85 1068.70 13 1105 36 1676.73 20 1700 23 2285.33 27 2295 10 69
90 1068.70 12 1080 11 1676.73 19 1710 33 2285.33 26 2340 55 99
95 1068.70 12 1140 71 1676.73 18 1710 33 2285.33 25 2375 90 194
100 1068.70 11 1100 31 1676.73 17 1700 23 2285.33 23 2300 15 69
52
Lampiran 2 Rancangan Unit Intake dan Screening
Lampiran 2.1 Tabel
53
13 73.5 18.4 4.6 W
Daya yang diberikan ke air, Pw
14 0.073 0.018 0.005 kW
15 Output daya motor, Pm 0.086 0.022 0.005 kW
16 Daya motor untuk weir, Pmw 0.102 0.025 0.006 kW
Lampiran 4.2 Tabel Hasil Perhitungan Hidrolik Untuk Struktur Influen Dan Efluen
No
Parameter Nilai Satuan
.
Headloss di seluruh port pada dinding difusi efluen
25.48 m
1 Headloss di port, ∆hport
0 m
Kerugian head melalui bak flokulasi
2 ∆hbasin 0 m
Headloss pada influent distribution weirs
3 Panjang setiap pelat weir, Lweir 0.338 m
4 Debit setiap weir, qweir 0.004 m /detik
3
5 n 2
6 Head yang melewati weir, hweir 0.032 m
7 L' 0.331 m
8 Freeboard, FBweir 0.2 m
9 Headloss pada effluent weir, ∆hweir 0.232 m
Kerugian headloss melalui saluran distribusi influen
10 Kedalaman air, ydistribusi 0.9 m
11 Kecepatan awal, vdistribusi 0.017 m/detik
12 Kehilangan gesekan dan headloss minor, ∆hdistribusi 0 m
Headloss melalui saluran influen
13 Lebar influen, Winfluen 0.85 m
14 Kedalaman influen, yinfluen 0.9 m
54
15 Kecepatan influen, vinfluen 0.020 m/detik
16 K pada 90 turn 1.5
17 K untuk aliran split 2
18 Hm = ∆hinfluen 0.0001 m
19 Kedalaman ujung kanal, yinfluen upper 0.90 m
Kerugian headloss di Parshall flume
20 Debit melalui Parshall flume, Q 0.530 ft3/detik
21 Koefisien C 3.95
22 n 1.55
23 0.274 ft
Ha
24 0.083 m
25 Submer maksimum kepala H 0.7
26 Maksimum submergence head, Hb 0.058 m
27 Kehilangan kepala minimum, ∆hflume min 0.025 m
55