PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan.
Sedang kebutuhan akan penyediaan dan pelayanan air bersih dari waktu ke waktu semakin
meningkat yang terkadang tidak diimbangi oleh kemampuan pelayanan. Peningkatan
kebutuhan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan derajat
kehidupan warga serta perkembangankota/kawasan pelayanan taupun hal-hal yang
berhubungan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi warga.
Secara historis bangsa Indonesia menggunakan air bersih bersumber dari tanah.
Sejalan dengan peubahan dan pertumbuhan penduduk di Indonesia sedangkan ketersediaan
air tanah memiliki keterbatasan dan akan menimbulkan dampak lingkungan yang luas
terhadap kerusakan lingkungan sekitar. Pilihan selanjutnya adalah dengan air permukaan
namun kapasitas, kontinuitas dan kualitas air permukaan sangat variatif dan fluktuatif,
karena sifatnya yang acak dan stokastik (besarannya tidak bisa ditentukan). Hal ini tentunya
perlu penanganan yang efisien berkaitan dengan kelestarian lingkungan yang diharapkan.
Pemantauan air baku dari air permukaan selalu membutuhkan pengolahan untuk
mencapai standar kualitas air minum. Dalam hal ini diusulkan penggunaan paket instalasi
pengolahan yang mengolah secara efektif dan dengan teknologi konvensional sesuai dengan
kebutuhan di Indonesia. Paket IPA ini dirancang dengan kapasitas 50 L/detik.
• Lumpur : keruh
• Zat organic : keruh dan/atau warna
• Besi dan mangan : keruh dan warna
• pH : Asam Basa/warna
• Alkalinitas : keruh/asin
1.2.7. Commissioning
• Setting to work, pe’ngetesan komponen-komponen sistem operasional
• Start-up, uji coba dan percobaan operasional
• Testing kinerja, uji sistem, pengujian kondisi operasional maksimum dan kondisi
terburuk dari air baku
• Manual dan pengendalian kualitas dalam bentuk buku pedoman
operasi/pemeliharaan
Instalasi Pengolahan Air terdiri dari proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan
fitasi. Air baku yang telah dibubuhi bahan kimia yang diperlukan masuk kedalam IPA dan
keluar sebagai air bersih yang memenuhi standar air minum, dengan sistem pengoprasian
yang sederhana.
Komponen inti paket ini adalah Flocculator sebagai tempat efektif terjadinya proses
flokulasi. Selain itu terdapat Klarifier yang didalamnya dilengkapi tube settler sebagai
tempat pengendapan flok dan sludge hopper untuk menampung endapan flok dimana
pengurasan berlangsung secara gravitasi. Komponen lain adalah Filter yang pencuciannya
dilakukan secara gravitasi (gravity selfback, washing filter) dengan filtering bed yang
konstan.
Sumber air yang diambil dari sungai yang dipompakan ke tangki klearator diffuser
dimana didalamnya terjadi proses flokulasi. Namun sebelumnya dilakukan pembubuhan
bahan kimia dengan sistem injeksi, berupa alum sulphate sebagai koagulan dan Soda ash
untuk koreksi tingkat keasaman (pH). Selanjutnya air mengalir ke klarifier, dimana terjadi
proses pengendapan dan penangkapan flok, sebagai akibatnya terbentuklah sludge blanket.
Partikel yang masih lolos selanjutnya diendapkan melalui Tube Settler, yang kemudian air
akan mengalir ke pipa launders, dan kemudian ke filter.
Sisa floc-floc halus yang masih terbawa aliran air akan disaring oleh filter. Kemudian
dilakukan pembubuhan Calsium Hyphocloriote (kaporit) sebagai desinfektan (sterilisasi)
dan selanjutnya di allirkan secara gravitasi ke dalam Reservoir.
2.2.1. Koagulasi
Koaguasi merupakan bagian pendahuluan dari flokulasi dimana terjadi discharge air
dari pipa air baku dan pembubuhan koagulan. Dalam proses penjernihan air, koagulasi
mempunyai peranan penting, karena dalam koagulasi ini terjadi proses pembentukan flok-
flok halus atau inti flok yang merupakan benih flok.
Ada tiga faktor dalam proses koagulasi yakni kualitas air baku, jenis dan dosis
koagulan, serta pengadukan cepat. Kualitas air baku akan menentukan jenis koagulan dan
dosis koagulan yang dapat diketahui dari jar test. Terdapat tiga parameter utama yang
dominan dalam kualitas air yaitu kekeruhan, keasaman (pH) dan warna. Sedang pengadukan
cepat dapat dilakukan secara mekanis, pneumatic, (dengan udara), dan hidrolis, dimana
yang terpenting adalah proses pengadukan secara intensif. Intensitas pengadukan dapat
diukur dengan nilai gradient kecepatan yang disingkat dengan huruf G. Semakin tinggi nilai
G semakin tinggi intensitas pengadukan dan semakin baik hasil koagulasi. Apabila nilai G
mencapai 750/detik atau lebih, maka dapat dipastikan hasil koagulasi akan baik dalam arti
kata flok yang terbenntuk padat dan berat jenisnya tinggi sehingga mudah mengendap.
Energy atau tenaga untuk pengadukan cepat ini berupa discharge air dari pipa air baku.
Q. p.h.C
G=
Dimana :
v2
h=k
2. g
dimana :
2.2.2. Flokulasi
Flokulasi adalah tempat dimana proses penggabungan flok-flok halus (bibit flok)
yang dihasilkan oleh proses koagulan dengan pengadukan lambat. Seperti halnya dengan
pengadukan cepat, intensitas pengadukan lambat juga ditentukan oleh nilai G yang nilainya
jauh lebih kecil yaitu antara 60/detik sampai 5/detik.
Dalam klearator ini flokulasi dibagi menjadi tiga kompartemen dengan nilai G
menurun sesuai dengan arah aliran. Tenaga untuk pengadukan lambar diperoleh dari head
loss (kehilangan tekan) akibat aliran air melewati pipa diffuser yang merupakan ciri pertama
dari alat penjernih yang disebut klearator diffuser ini
g .h
G=
.t
Dimana :
Dari keempat parameter tersebut, dua parameter yaitu : g dan merupakan faktor
alam yang nilainya tertentu, yaitu g = 9,8 m/det2 dan = 0,85 x 106 m2/det. Maka untuk
memperbesar nilai G dapat dilakukan dengan memperbesar h atau memperkecil t atau
kedua-duanya.
2.2.3. Koreksi pH
Nilai pH dari air dapat diketahui dengan pH tes kit (comparator pH), yang berguna
untuk mengetahui kadar alkali dankeasaman dari air. Jika pH lebih besar dari 7 maka air
bersih bersifat asam, sedang bila pH=7 maka air bersifat netral. Jika pH lebih kecil dari 7
maka air bersifat korosif, sehingga perlu pengkondisian pH agar berada pada equilibrium
7,3 – 7,4 yaitu dengan penambahan Soda Ash agar air tidak bersifat korosif.
2.2.4. Desinfeksi
Penumbuhan desinfektan dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
mikrobiologi pathogen. Desinfektan yang digunakan aalah Calcium Hypochlorite (kaporit).
2.2.5. Klarifikasi
Klarifikasi yaitu pemisahan flok-flok secara gravitasi dengan aliran air up flow (ke
atas). Proses klarifikasi sudah dimulai di dasar flokulator dimana di daerah ini kecepatan
aliran air sangat rendah dan ukuran flok sudah maksimal (besar). Ada 3 (tiga) komponen
penting dalam sedimentasi ini yaitu sludge hopper dengan sistem penbuangan lumpur, tube
settler dan aliran effluent (shudge cone/claried water).
a. Sludge Hopper
Sludge Hopper adalah tempat untuk menampung lumpur endapan dari flok-flok yang
terpisahkan dari eluen. Karena setiap saat terjadi pengendapan flok, maka jumlah lumpur
yang ditampung dalam sludge hopper terus bertambah banyak dan pada selang waktu
tertentu lumpur harus dibuang. Hal ini sangat penting sebab keterlambatan pembuangan
lumpur akan menggangu proses klarifikasi.
Karena Sludge Hopper berbentuk kerucut yang terletak di dasar flokulator, sehingga
sangat memudahkan pembuangan lumpur. Ini adalah merupakan ciri kedua dari IPA ini.
Pembuangan lumpur dilakukan setiap jam selama kurang lebih 2 menit.
2.2.6. Filter
Pencucian filter sangat mudah, hanya dengan membuka pembuangan air bekas
pencuci filter, maka pencucian akan berlangsung dengan sendirinya (selfback washing).
Karena ada 6 (enam) filter, maka air pencuci bersumber dari 5 (lima) filter yang lain.
Keunggulan dari IPA jenis kompak ini adalah tanpa clear well dan tanpa pompa.
BAB III
Proses sedimentasi selanjutnya terjadi pada tube settler. Settler yang digunakan
terbuat dari fibre glass hexagonal. Pada tube settler akan terjadi proses pengendapan yang
sempurna khusunya pada lumpur konsentrasi rendah, sehingga effluent dari filter, sudah
memenuhi kualitas air bersih dengan indikasi kekeruhan lebih kecil dari 3 NTU.
1. Apabila pengoperasian paket unit IPA dilaksanakan selama 24 jam maka waktu kerja
teknisi dibagi menjadi tiga (3) shift.
2. Apabila pengoperasian paket unit IPA dilaksanakan selama 12-24 jam maka waktu
kerja dibagi menjadi dua (2) shift.
3. Apabila pengoperasian paket unit IPA dilaksanakan dibawah 12 jam maka waktu
kerja teknisi hanya satu (1) shift.
1. Peralatan Laboratorium
• Turbidimeter
• pH meter
• diskomparator Chlor
• Diskomparator Warna
• Jar Test
• Viscocity Meter
• Timbangan
• Gelas Ukur
2. Peralatan Bengkel
• Kunci pas
• Ring
• Tang clamp
• Tang long-nose
• Tang pemotong
• Obeng (+ dan -)
• Snay
• Tracker
3. Peralatan Mekanik Listrik
• Phasemeter
• Ampere meter
• Avometer
• Toolkot listrik
• Meger
• Tachometer
4. Perlengkapan untuk pembersihan dan pencucian
• Kain lap
• Sapu
• Ember
• Sabun
• Sikat
5. Alat Keselamatan Kerja
• Masker
• Sarung tangan plastic
• Sepatu boot
• Jas laboratorium
• Helm safety
3.3.5. Bahan
Bahan yang digunakan untuk unit IPA ini adalah :
1. Bahan kimia yang berupa koagulan yaitu alumunium sulfat, netralisasi, atau
biasadisebut soda ash atau kapur, desinfeksi atau yang biasa disebut kaporit dan
bahan kimia untuk pemeriksaan kualitas air.
2. Bahan bakar berupa solar dan pelumas
3. Suku cadang, pompa dan alat listrik
1. Baca skala penunjuk tinggi muka air sungai atau sumber air
2. Lakukan langkah-langkah persiapan atau pencairan sumber air lain apabila tinggi muka
air dan/atau debit air yang akan dipompa tidak memenuhi syarat minimal operasional
pompa.
3. Bersihkan lingkungan disekitar lokasi hisap dan ruangan pompa dari sampah atau materi
yang menggangu operasi pemompaan.
4. Amati kondisi air baku, alat ukur debit dan alat pengukur tekanan air.
1. Isi tangki pembubuhan bahan kima dengan larutan bahan kimia yang sudah
dilarutkan (homogeny), sebelum pompa dosing dihidupkan;
2. Periksa tegangan power induk Non-Fuse Breaker (NFB) dari fase ke fase dengan alat
ukur atau multi-tester sehingga menunjukkan tegangan 220/380 volt;
3. Naikkan NFB pada tiap-tiap pompa dosing, sehingga pompa siap untuk dioperasikan;
4. Tekan tombol ON (start), pompa dosing akan bekerja dan lampu indicator akan
menyala.
3.5.3. Instalasi Pengolahan Air
Pada prinsipnya unit-unit instalasi tidak dijalankan atau dihidupkan karena tidak
terdapat peralatan mekanikal dan elektrikal pada unit-unitnya. Dengan menggunakan
sistem gravitasi penggunaan alat yang menggunakan sumber daya listrik bias diminimalisir.
A. Unit Penyadap/Intake
1. Baca debit air yang masuk pada alat ukur yang tersedia;
2. Bersihkan bak dari kotoran atau sampah yang mungkin terbawa;
3. Periksa keseluruhan air baku yang masuk dan keluar bak prasedimentasi sesuai
dengan priode waktu yang telah ditentukan atau tergantung pada kondisi air baku;
4. Lakukan pembuangan lumpur dari bak sedimentasi sesuai denganperiode waktu
yang telah ditentukan atau tergantung pada kndisi air baku.
B. Unit Koagulasi
1. Operasikan pompa pembubuh alumunium sulfat atau soda abu dan stel stroke pompa
sesuai dengan percobaan Jar (jar test). Sesuaikan presentase pada pengaturan pompa
pembubuh.
2. Amati unjuk kerja pompa pembubuh, persediaan dan aliran larutan bahan kimia
dengan menambah atau mengurangi stroke pompa;
3. Pertahankan keadaan seperti pada awal operasi, dan lakukan penyesuaian bila
diperlukan;
4. Atur pH sehingga sama dengan pH pada waktu jar test.
C. Unit Flokulasi
1. Amati flok-flok yang trbentuk, apakah terbentuk dengan baik, apabila tidak, periksa
kembali pH air di pengaduk cepat dan lakukan penyesuaian-penyesuaian
pembubuhan.
2. Periksa pembentukan buih di permukaan air dan bersihkan apabila terjadi.
D. Unit Sedimentasi
1. Periksa fungdi katup-katup dan tutup pipa penguras;
2. Alirkan air dari pengaduk lambat ke bak pengendap;
3. Bersihkan buih atau bahan-bahan yang terapung;
4. Periksa kebutuhan air yang keluar dari bak sedimentasi;
5. Lakukan pembuangan lumpur sesuai ketentuan (dengan katup penguras atau
scrapper)
E. Unit Filtrasi
1. Tutup katup penguras, katup pencucian dan buka katup outlet penyaring;
2. Alirkan air dan atur kapasitasnya sesuai perencanaan;
3. Amati debit outlet pada alat ukur yang tersedia sampai ketinggian yang ditentukan;
4. Periksa kekeruhan air pada inlet dan outlet penyaring;
5. Lakukan pencucian penyaring bila debit keluarnya menurun sampai batas tertentu,
dengan cara menutup katup inlet dan outlet penyaring, selanjunya perhatikan hal
dibawah ini :
a. Nuka katup outlet buangan pencucian dan inlet air pencuci;
b. Operasikan pompa pencuci dan atur permukaan penyaring;
c. Atur debit pencucian dengan mengatur katup, sehingga media tidak terbawa;
d. Amati penyebaran air pada permukaan penyaring;
e. Hentikan pencucian jika air hasil pencucian sudah jernih.
F. Unit Penampung Air Bersih (Reservoir)
1. Ukur debit air yang masuk;
2. Periksa pH yang masuk ke bak penampung air bersih;
3. Apabila pH air kurang dari 6,5 atau lebih dari 8,5 maka bubuhkan larutan netralisator
atau larutan soda abu 10% atau larutan kapur jenuh, sesuai perhitungan;
4. Bubuhkan larutan desinfektan, seperti larutan kaporit sesuai perhitungan;
5. Periksa pH, kekeruhan dan sisa klor dari air bersih dari pipa outlet penampung setiap
jam;
6. Periksa kualitas air secara lengkap atau fisika, kimia dan bakteorologi minimal setiap
bulan.
1. Larutkan bahan kimia bubuk kedalam wadah (bak), jumlah bahan kimia yang akan
dilarutkan disesuaikan dengan kebutuhan yang telah dihitung;
2. Tangki pelarut diisi setengah volume dan larutan bahan kimia larut secara merata
dalam air;
3. Lanjutkan langkah yang sama diatas pada ¾ volume, dan tangki terisi penuh;
4. Larutan bahan kimia dalam tangki pelarut dipindahkan kedalam tangki dosis untuk
dipompakan melalui pompa dosing;
5. Sesuaikan pompa dosing sesuai dengan hasil jar test atau perhitungan.
1. Masukkan air baku kedalam 6 gelas breaker ukuran 1 liter masing-masing 1000ml.
2. Buat larutan alum dengan cara melarutkan 100ml larutan induk alum 10% dalam
gelas Beaker 1000ml air;
3. Tambahkan larutan alum sebagai berikut:
Table 4.1 Contoh Proporsi Dosis Alum masing-masing Gelas Percobaan
Beaker No 1 2 3 4 5 6
Dosis (ppm) 10 20 30 40 50 60
1. Missal diperoleh dosis optimum 10 ppm (10 mg/l) pada gelas Beaker No. 1
2. Kapasitas pengolahan 50L/dt, dengan lama operasi 24 jam/hari, maka :
= 50 L/detik x 3600 detik/jam x 24 jam/hari
= 4.320.00 L/hari
= 43.200.000 mg/hari
= 43,2 kg/hari
3. Larutan yang diinjeksikan adalah 10% alum sulphate, sehingga dibuat dengan
melarutkan 43,2 kg alum sulphate dalam 432 larutan air
4. Jika kapasitas tangki Alum Sulphate 1100 Liter, maka jumlah alum sulphate yang
dibubuhkan kedalam tangki tersebut adalah :
= 43,2 kg (1100 Liter/432 Liter)
= 110 kg
4.2.1.2. Penentuan Dosis Soda Ash Dengan Jar Test
1. Masukkan air baku kedalam 6 gelas Beaker ukuran 1 Liter masing-masing 1000mL;
2. Buat larutan soda ash dengan cara melrutkan 100 mL larutan induk soda ash 10%
dalam gelas Beaker 1 Liter air;
3. Tambahkan soda ash 10% sebagai berikut :
Table 4.2. Contoh Proporsi Dosis Soda Abu masing-masing gelas percobaan
Beaker No 1 2 3 4 5 6
Dosis (ppm) 10 20 30 40 50 60
4. Hidupkan alat jar test;
5. Lakukan jar test dengan pengaduk cepat 200 rpm selama 30detik;
6. Ubah menjadi pengaduk lambat 10 rpm selama 10 menit;
7. Matikan jar test dan biarkan flok yang terbentuk mengendap selama 15-30 menit;
8. Amati, bentuk flok yang terbaik/optimum (paling cepat mengendap)
9. Dari hasil yang terbaik, cek pH nya berkisar 6,8 – 7,5
1. Missal diperoleh dosis optimum 10 ppm (10 mg/l) pada gelas Beaker No. 1
2. Kapasitas pengolahan 50L/dt, dengan lama operasi 24 jam/hari, maka :
= 50 L/detik x 3600 detik/jam x 24 jam/hari
= 4.320.00 L/hari
= 43.200.000 mg/hari
= 43,2 kg/hari
3. Larutan yang diinjeksikan adalah 10% alum sulphate, sehingga dibuat dengan
melarutkan 43,2 kg alum sulphate dalam 432 larutan air
4. Jika kapasitas tangki Alum Sulphate 1100 Liter, maka jumlah alum sulphate yang
dibubuhkan kedalam tangki tersebut adalah :
= 43,2 kg (1100 Liter/432 Liter)
= 110 kg
4.2.1.3. Penentuan Dosis Kaporit
1. Dosis kaporit yang digunakan adalah 3 ppm (3mg/L)
2. Kapasitas pegolahan 50L/detik, dengan lama operasi 24 jam/hari, maka
= 50 L/detik x 3600 detik/jam x 24 jam/hari
= 4.320.00 L/hari
= 12.960.000 mg/hari
= 12,96 kg/hari
1. Diketahui dosis alum sulphate 10 ppm (10 mg/L) dan kapasitas IPA 50 L/detik
2. Hitung kebutuhan sulphate selama 1 jam
= 10 mg/L x 50 L/det x 3600 det
= 1.800.000 mg
= 1.800 gram
3. Kadar larutan alum sulphate 10% (100 gram/Liter), maka 1.800 gram alum sulphate
tersebut dilarutkan kedalam 18 Liter air
4. Sehingga debit pompa dosing yang diperlukan 18L/jam
5. Maksimum debit pompa dosing 336 L/jam
6. Jadi pompa dosing disetel pada posisi stroke :
= (18 L/jam/336 L/jam) x 100% bukaan putaran
= 5,36 % bukaan putaran
1. Diketahui dosis Soda Ash 10 ppm (10 mg/L) dan kapasitas IPA 50 L/det.
2. Hitung kebutuhan Soda Ash selama 1 jam :
=10 mg/L x 50 L/det x 3600 det
= 1.800.000 mg
= 1.800 gram
3. Kadar larutan soda ash 10 % (100 gram/Liter), maka 1.800 gram soda ash tersebut
dilarutkan kedalam 18 Liter air
4. Sehingga debit pompa dosing yang diperlukan 18L/jam
5. Maksimum debit pompa dosing 150 L/jam
6. Jadi pompa dosing disetel pada posisi stroke :
= (18 L/jam / 150 L/jam) x 100% bukaan putaran
= 12% bukaan putaran
• O-Ring terbuat dari karet khusus, sehingga air tidak dapat masuk ke dalam motor
• Sistem pendinginan air
• Level kontrol
5.2. Operasional
5.2.1. Pompa Submersible untuk Pompa Intake
A. Operasional Pompa Submersible
• Ukur dan periksa tahanan isolasi motor pompa
• Hitung efisiensi pompa
• Ganti oli dan periksa mesin pompa
• Periksa kabel pompa
• Lakukan pengecatan
Pemeliharaan diperlukan agar pompa kimia selalu bekerja dalam kondisi yang terbaik
dan sesuai dengan karakteristik dari pompa kimia tersebut. Beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam pemeliharaan pompa kimia sebagai berikut :
5.3.2. Perhitungan
Data :
Waktu = t = 1 jam
SISTEM ELEKTRIKAL
6.1. Umum
Sistem perlistrikan didalam Plant ini dapat kita bagi menjadi tiga bagian, yaitu :
• Sumber energy
• Panel
• Penggunaan
Sumber power listrik diambil dari PLN yang di distribusikan melalui panel-panel
distribusi ke pompa-pompa, lampu-lampu dan peralatan-peralatan lain. Genset hanya
digunakan pada kondisi emergensi dimana PLN tidak dapat mensuplai power listrik
6.3. Panel
Pengenalan komponen-komponen Panel Listrik yang digunakan sebagai berikut :
1. Pilot Lamp :
• Phase R, S dan T
• Pompa, peralatan lain.
2. Volt meter : digunakan untuk mengukur tegangan yang dihasilkan
3. Ampere meter : digunakan untuk mengukur besar arus yang dipergunakan dalam alat
yang beroperasi
4. Circuit beaker : adalah alat yang yang dipakai untuk memutuskan hubungan antar beban
/ alat dengan sumber daya.
5. Direct on line starter : adalah alat yang dipakai untuk mengasut (start) peralatan yang
memerlukan pengasutan langsung.
6. Start delta starter : adalah alat yang dipakai untuk mengasut (start) peralatan yang
memerlukan pengasutan bintang segitiga
B. Petunjuk Manometer Pada Well Head Tidak Banyak Berubah, Tapi Jarum
Amperemeter Bergerak-Gerak
Penyebab Perbaikan
Cincin perapat/bantalan kemasukan Angkat pompa, bongkar dan bersihkan
benda asing
Beban pada bantalan aksial motor terlalu Angkat pompa, bongkar dan bersihkan
besar, karena keausan yang sangat
dibagian dalam pompa
Bus bantalan motor aus dan rotor Bongkar, periksa motor ganti, ganti bus
menggerak stator bantalan, dalam beberapa hal seluruh
motor perlu diganti
C. Kelebihan Beban
Penyebab Perbaikan
Putaran terlalu tinggi Untuk jenis kopel langsung, tutup katup,
tekan sedikit untuk beberapa saat
Arus listrik naik karena turunnya Untuk jenis dengan belt ganti diameternya
tegangan
D. Getaran Berlebihan
Penyebab Perbaikan
Pondasi pompa kurang baik Dipasang dan perbaiki
Pengopelan pompa dan penggeraknya Di stel kembali
kurang baik
Bagian yang berputar kurang seimbang Periksa keseimbangannya
Atur kondisi air agar tidak memicu korosi pada logam, yaitu pada pH sekitar netral
dengan tingkat oksigen terlarut, karbondioksida dan total padatan yang rendah serta
konsentrasi garam terlarut yang rendah (lihat table dibawah ini)
B. Tanah
Perhatikan tekstur tanah di sekitar lokasi instalasi. Dua atau lebih jenis tanah yang
berbeda dan bersentuhan langsung dengan benda logam dapat menimbulkan korosi akibat
reaksi elektrokimia. Demikian pula dengan kehadiran benda asing dalam tanah, tingkat
kelembaban dan kandungan oksigen yang berbeda, kandungan garam dan alkali yang tinggi
serta genangan air dalam tanah.
C. Udara
Kelembaban udara yang tinggi akan mempercepat tingkat korosi pada logam, terutama
apabila udara disekitarnya mengandung garam, gas hydrogen sulfide, sulfur dioksida atau
substansi lainnya.
7.5.2. Pengendalian Deposit
A. Jenis-jenis Deposit
1. Kerak akibat presiptasi garam-garam yang hadir dalam air;
2. Deposit yang berbentuk sebagai hasil proses korosi;
3. Deposit besi atau mangan sebagai hasil presiptasi dari air;
4. Materi tersuspensi, seperti kotoran yang terendapkan;
5. Deposit organic yang diakibatkan oleh pertumbuhan biologi seperti lender, bakteri
dan lain sebagainya.
B. Gangguan Akibat Deposit
1. Gangguan pada fungsi peralatan kendali seperti katup-katup pengaman;
2. Penurunan kapasitas pada pipa dan saluran;
3. Peningkatan biaya operasi akibat penignkatan biaya pemompaan serta biaya
pemeliharaan dan penggantian.
C. Langkah-langkah Pengendalian Deposit
1. Pelunakan air, pembentukan kerak dapat dihindari dengan melakukan pelunakan air
(menyisihkan kation pembentuk kerak seperti magnesium dan kalsium) dengan cara
menambahkan Soda Abu atau pertukaran kation;
2. Penyesuaian pH, tingkat kelarutan garam-garam pembentuk kerak dipengaruhi oleh
pH. Oleh karena itu, penyesuaian pH penting dilakukan dengan cara menambahkan
kapur atau asam sambil menjaga agar itu sendiri tidak menjadi bersifat korosif;
3. Penambahan polifosfat, kerak karbonat dan besi atau mangan dapat dihindari
dengan menambahkan polifosfat ke dalam air dalam konsentrasi yang sangat rendah.
Garam-garam karbonat akan berikatan dengan molekul polifosfat dalam bentuk
terlarut sehingga mencegahnya membentuk kerak. Pendosisan polifosfat tidak boleh
berlebihan karena dapat memicu kea rah pembentukan kerak. Konsentrasi
maksimum kalsium karbonat yang dapat dinetralisisr oleh polifosfat bervariasi
sesuai dengan temperature dan alkalintas air. Air dengan tingkat kekerasan hingga
400 mg/L dapat dikendalikan oleh 1 sampai 5 mg/L polifosfat. Pada umumnya,
konsentrasi 2 mg/L polifosfat dapat menetralisir lebih dari 300 mg/L kalsium
karbonat pad atemperatur ruang.
4. Pengendalian temperature, apabila air mengandung kadar sulfat tinggi,
pembentukan kerak dapat dihindari dengan menjaga temperature proses
pengolahan serendah mungkin.
5. Penghilangan kerak, apabila kelekatannya tidak terlalu kuat, deposit dapat
dihilangkan dengan cara si gerus atau dengan mengalirkan aliran balik. Kerak
kalsium sulfat dapat dipecahkan dengan perubahan temperature secara cepat atau
dengan perlakuan menggunakan ortofosfat. Kerak krbonat dapat dihilangkan dengan
cara melapisinya dengan asam hidroklorik (muriatik).