Anda di halaman 1dari 21

TUGAS INDIVIDU RESUME MATERI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Toksikologi
Pengelolaan Limbah Cair

Dosen pengampu :
Bibit Nasrokhatun Diniah, SKM., M.Kes
Oleh :
Iif Fikriyana CMR0200040

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2023
RESUME 11

TEKNOLOGI PENGELOHAN LIMBAH CAIR DENGAN PROSES FISIKA

1. Klasifikasi Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah cair dapat diklasifikasikan ke dalam tiga metode yaitu pengolahan
fisik, kimia dan biologi. Penerapan masing-masing metode tergantung pada kualitas air
baku dan kondisi fasilitas yang tersedia. Dalam tabel berikut ditampilkan kontaminan
yang umum ditemukan dalam air limbah serta sistem pengolahan yang sesuai untuk
menghilangkannya.

KONTAMINAN SISTEM PENGOLAHAN KLASIFIKASI

Padatan tersuspensi Screening dan communition F

Sedimentasi F

Flotasi F

Filtrasi F

Koagulasi/sedimentasi K/F

Land treatment F

Biodegradable organics Lumpur aktif B


Trickling filters B

Rotating biological contactors B

Aerated lagoons (kolam aerasi) B

Saringan pasir F/B

Land treatment B/K/F

Pathogens Khlorinasi K

Ozonisasi K

Land treatment F

Nitrogen Suspended-growth nitrification and denitrification B

Fixed-film nitrification and denitrification B

Ammonia stripping K/F

Ion Exchange K

Breakpoint khlorinasi K
Land treatment B/K/F

Phospor Koagulasi garam logam / sedimentasi K/F

Koagulasi kapur/sedimentasi K/F

Biological / Chemical phosphorus removal B/K

Land treatment K/F

Refractory organics Adsorpsi karbon F

Tertiary ozonation K

Sistem land treatment F

Logam berat Pengendapan kimia K

Ion Exchange K

Land treatment F
Padatan inorganik terlarut Ion Exchange K

Reverse Osmosis F

Elektrodialisis K

Keterangan : B=Biologi, K=Kimia, F=Fisika

2. Pengendalian Limbah Cair dengan Proses Fisika

A. Screening

Pada umumnya setiap sistem pengolahan limbah cair mempunyai unit alat penyaring
awal/pendahuluan. Proses penyaringan awal ini disebut screening dan tujuannya adalah
untuk menyaring atau menghilangkan sampah/benda padat yang besar agar proses
berikutnya dapat lebih mudah lagi menanganinya.

Perangkat pemroses penyaringan kasar yang biasa digunakan dikenal pula dengan
sebutan bar screen atau bar racks. Alat ini biasanya diletakkan pada intake bak
penampung limbah cair untuk mencegah masuknya material besar seperti kayu atau
daun-daunan. Umumnya jarak antara bar yang tersusun pada rack bervariasi antara 20
mm hingga 75 mm, bergantung pada tingkat kapasitas dan performance unit pompa
yang dipakai. Pada keadaan tertentu biasa digunakan pula microstrainer dengan ukuran
15 hingga 64 micrometer dengan tujuan untuk menyaring organisme plankton.
Microstrainer biasa digunakan untuk limbah cair dari reservoir pertama (awal).
Microstrainer terdiri dari bingkai berbentuk silinder yang ditutup dengan jala terbuat
dari kawat tahan karat. Pada saat silinder berputar partikel tersuspensi menempel pada
bagian dalam dari permukaan silinder yang kemudian dibersihkan dengan semburan jet
air.

B. Aerasi
Tujuan proses aerasi adalah mengontakkan semaksimal mungkin permukaan cairan
dengan udara/atmosfir. Agar transfer sesuatu zat/komponen dari satu medium ke
medium yang lain berlangsung lebih efisien, maka yang terpenting adalah terjadinya
turbulensi antara cairan dengan udara, sehingga tidak terjadi interface yang
stagnan/diam antara cairan dan udara yang dapat menyebabkan laju perpindahan
terhenti. Untuk memperoleh keadaan tersebut, terdapat beberapa prinsip dasar alat
aerasi yaitu :

A) Aerator air terjun,

b) Sistem aerasi difusi udara,

c) Aerator mekanik.

Sistem aerator air terjun yang umum digunakan adalah : Aerator Spray, Aerator Cascade,
Aerator Multiple-Tray. Pada aerator spray, air dipaksakan masuk melalui nozzle, seperti
pada air mancur. Pada aerator cascade air disebarkan dengan cara mengalirkan pada
lempengan tipis yang disusun seperti tangga atau sekat agar terjadi turbulensi untuk
mencampurkan udara yang terabsorpsi dalam cairan dan agar cairan terangkat ke
permukaan sehingga terjadi kontak dengan udara. Pada Aerator multiple-tray cairan
dialirkan ke bagian atas dari beberapa tahap tray yang berisi butiran medium seperti
arang, batu atau butiran keramik. Air teraerasi saat mengalir melalui medium yang ada
pada tray, dan kemudian cairan jatuh dari tray ke tray.

C. Mixing

Pencampuran diperlukan apabila ada suatu materi harus bercampur dengan materi lain
secara sempurna. Disamping itu proses pencampuran diperlukan apabila dalam suatu
reaktor harus dijaga konsentrasi atau temperatur yang merata. . Proses mixing
umumnya digunakan pada pencampuran bahan koagulan dengan air dan pada
penambahan khlor untuk disinfeksi. Pada pengolahan air limbah, mixing diperlukan pada
proses pengolahan biologi yang memerlukan pencampuran yang terus menerus,
sehingga proses biologi dapat terjadi lebih efektif. Alat atau metode pencampuran dapat
dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
A) Turbin atau padle mixer

b) Propeler mixer

c) Pneumatic mixer

d) Hydraulic mixing dan

e) In-line hydraulic dan Static mixing.

D. Flokulasi

Flokulasi adalah proses penggabungan partikel-partikel kecil menjadi partikel besar


dengan memanfaatkan tenaga hidrodinamik. Umumnya jenis alat flokulasi yang
digunakan adalah rotating paddles. Partikel-partikel secara bertahap akan bergabung
melalui proses flokulasi perikinetic yang terjadi akibat gerakan Brown, namun proses ini
sangat lambat.

Variabel yang mempengaruhi flokulasi adalah karakteristik cairan, koagulan yang


digunakan, pH dan temperatur. Pada kenyataannya untuk proses rancangan unit, perlu
dilakukan percobaan flokulasi terlebih dahulu. Berdasarkan standar GLUMRB untuk
perencanaan tangki flokulasi, direkomendasikan beberapa hal :

a) Disain inlet dan outlet sedemikian rupa sehingga tidak terjadi short-circuit dan
pecah flok.

b) Kecepatan minimum tidak lebih kecil dari 15,2 cm/menit namun tidak lebih dari
45,7 cm/menit, dengan waktu tinggal untuk pembentukkan flok paling sedikit 30
menit.
c) Pengaduk sebaiknya dijalankan dengan kecepatan yang bervariasi, kecepatan
paddle berkisar antara 15,2 cm sampai dengan 76,2 cm/detik. Tangki flokulasi
dan sedimentasi diletakkan sedekat mungkin. Kecepatan aliran air berflokulasi
dalam saluran ke dalam tangki sedimentasi tidak lebih kecil dari 15,2 cm/detik,
namun tidak boleh lebih dari 45,7 cm/detik.

D) Untuk pelengkap proses flokulasi pada pengolahan berskala kecil, lebih cocok
menggunakan sistem baffle dari pada sistem pencampuran mekanik.

E. Sedimentasi

Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi atau flok
kimia secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya untuk
menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses pengolahan selanjutnya.

a) Rancangan Bak Sedimentasi

Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau lingkaran. Pada bak ini aliran air
limbah sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan/suspensi untuk mengendap.
Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak sedimentasi adalah :
surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu tinggal.

Vo =

; Vo

= laju limpahan / beban permukaan (liter per hari per m2)

A Q = aliran rata-rata harian, liter per hari

A = total luas permukaan (m2)


Waktu tinggal dihitung dengan membagi volume bak dengan laju alir masuk, satuannya
jam. Nilai waktu tinggal adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bak dengan
kecepatan seragam yang sama dengan aliran rata-rata per hari.

T = 24 V/Q ; t = waktu tinggal (jam)

V = volume bak (liter)

Q = laju rata-rata harian (liter per hari)

Kedalaman bak sama dengan kedalaman air yang dihitung dari dasar bak hingga saluran
pelimpah keluar, ketinggian ini diluar kelebihan kedalaman akibat ada sedikit kemiringan
pada dasar bak. Beban pelimpahan keluar (beban pintu) sama dengan nilai rata-rata
overflow harian dibagi dengan panjang pelimpahan total, dinyatakan dalam liter per hari
per linear meter.

Pada bak bentuk persegi panjang, perbandingan panjang dan lebar bervariasi 3 : 1 atau 5
: 1, dengan kedalaman air 2,1 meter hingga 2,4 meter. Laju overflow untuk sedimentasi
awal berkisar antara 1500 dan 3000 liter per hari dan disain yang umum adalah 2300
liter/hari. Contoh ukuran suatu bak pengendapan :

• Dimensi :

Lebar =5m

Panjang= 3 m
Kedalaman air efektif =2m

Tinggi ruang bebas = 0,5 m (disesuaikan dengan kondisi lapangan).

• Waktu Tinggal (Retention Time) rata-rata = ± 5 Jam

• Waktu tinggal pada saat beban puncak = 2,5 Jam ( asumsi jumlah limbah
2 x jumlah rata-rata).

• Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 10 m3/m2.hari.

• Beban permukaan pada saat puncak = 20 m3/m2.hari.

• Kriteria Standar : waktu tinggal = 2 jam

• Beban permukaan = 20 –50 m3/m2.hari. (JWWA)

Ada pula proses pre-sedimentasi dengan tujuan untuk mengendapkan lumpur. Pada
umumnya bentuk tangki adalah lingkaran dengan penampung di bagian bawah yang
dilengkapi pengeruk lumpur. Standar GLUMRB menyarankan waktu tinggal tidak kurang
dari 3 jam. Untuk tangki pengendap setelah proses flokulasi, Standar GLUMRB
menyarankan sebagai berikut : waktu tinggal minimum 4 jam, maksimum kecepatan
horisontal 15,2 cm/menit, maksimum beban pintu 2,5 m3 per hari/cm panjang pintu.
Laju pelimpahan berkisar antara 2,1 hingga 3,3 liter per hari/cm2.

F. Filtrasi (penyaringan)

Tujuan penyaringan adalah untuk memisahkan padatan tersuspensi dari dalam air yang
diolah. Pada penerapannya filtrasi digunakan untuk menghilangkan sisa padatan
tersuspensi yang tidak terendapkan pada proses sedimentasi. Pada pengolahan air
buangan, filtrasi dilakukan setelah pengolahan kimia-fisika atau pengolahan biologi.

Ada dua jenis proses penyaringan yang umum digunakan, yaitu penyaringan lambat dan
penyaringan cepat. Penyaringan lambat adalah penyaringan dengan memanfaatkan
energi potensial air itu sendiri, artinya hanya melalui gaya gravitasi. Penyaringan ini
dilakukan secara terbuka dengan tekanan atmosferik. Sedangkan penyaringan cepat
adalah penyaringan dengan menggunakan tekanan yang melebihi tekanan atmosfir.

Berdasarkan jenis media filter yang digunakan, penyaringan dapat digolongkan menjadi
dua jenis, yaitu filter media granular (butiran) dan filter permukaan. Pada jenis media
granular, media yang paling baik mempunyai karakteristik sebagai berikut: Ukuran
butiran membentuk pori-pori yang cukup besar agar partikel besar dapat tertahan
dalam media, sementara butiran tersebut juga dapat membentuk pori yang cukup halus,
sehingga dapat menahan suspensi. Butiran media bertingkat, sehingga lebih efektif pada
saat proses pencucian balik (backwash). Saringan mempunyai kedalaman yang dapat
memberikan kesempatan aliran mengalir cukup panjang. Sejauh ini media yang paling
baik adalah pasir yang ukuran butirannya hampir seragam dengan ukuran antara 0,6
hingga 0,8 mm.

G. Adsorpsi

Adsorpsi adalah penumpukan materi pada interface antara dua fasa. Pada umumnya zat
terlarut terkumpul pada interface. Proses adsorpsi memanfaatkan fenomena ini untuk
menghilangkan materi dari cairan. Banyak sekali adsorbent yang digunakan di industri,
namun karbon aktif merupakan bahan yang sering digunakan karena harganya murah
dan sifatnya nonpolar. Adsorbent polar akan menarik air sehingga kerjanya kurang
efektif. Pori-pori pada karbon dapat mencapai ukuran 10 angstrom. Total luas
permukaan umumnya antara 500 – 1500 m2/gr. Berat jenis kering lebih kurang 500
kg/m3.

H. Gas striping

Pada saat ini penggunaan gas stripping hanya terbatas pada pengolahan air limbah. Zat-
zat yang umum di stripping adalah amonia, hidrogen sulfida, sulfur dioxide dan phenol.
Pada proses stripping air dialirkan ke bawah melalui media ring atau pada permukaan
yang beralur. Sementara udara bersih atau gas lain dialirkan berlawanan arah. Sistem ini
disebut teknik packed column. Pada sistem ini, aliran gas ke atas (disebut stripping gas)
mengambil gas-gas terlarut yang akan dihilangkan dalam cairan.
Pada saat cairan turun di dalam kolom, cairan mengeluarkan gas terlarut sementara gas
pada phasa gas masuk ke dalam air. Perpindahan gas terjadi karena adanya ketetapan
hukum mass transfer gas dan cairan. Efisiensi perpindahan tergantung pada :

 Distribusi atau penyebaran air ke seluruh permukaan kolom

 Luas area interface gas-cairan

 Kemurnian dari stripping gas, untuk mencegah pengotoran air yang diolah

 Distribusi gas stripping dalam kolom.

I. Flotasi

Kebalikan dari proses pengendapan, flotasi adalah proses pemisahan padatan-cairan


atau cairan-cairan yang dalam hal ini partikel atau cairan yang dipisahkan mempunyai
berat jenis yang lebih kecil dari pada cairan. Apabila perbedaan berat jenis secara
alamiah cukup untuk dilakukan pemisahan, maka proses flotasi dinamakan “flotasi
alamiah” (natural flotation).

Kecepatan ‘gelembung gas naik’ pada aliran laminer digambarkan oleh persamaan
Stokes’.

V = g/18 . ( l - g) . d2
Dimana : d = diameter gelembung

 l = berat jenis cairan

 g = berat jenis gas

 = viskositas absolut

Dari persamaan ini dapat disimpulkan, bahwa semakin besar diameter gelembung
semakin besar pula kecepatan naiknya.

a) Flotasi Dengan Microbubbles

Proses induced flotation yang menggunakan gelembung halus atau microbubbles yang
berdiameter 40 – 70 micron disebut dissolved air flotation (DAF). Teknik yang umum
digunakan untuk menghasilkan microbubble adalah pressurization. Gelembung
diperoleh dengan cara mengekspansi cairan yang telah banyak mengandung udara pada
tekanan beberapa bar. Jenis tekanan yang dilepaskan akan menentukan kualitas
gelembung yang dihasilkan. Cairan yang ditekan dapat air baku (full-flow pressurization)
atau recycle air olahan (recycle pressurization).

• Pada proses klarifikasi air permukaan atau air industri digunakan sistem
recycle pressurization.

• Pada kasus pemekatan lumpur, digunakan full-flow pressurization atau


recycle pressurization,

b) Natural Flotasi
Flotasi alamiah biasanya diterapkan pada proses pemisahan minyak. Pada flotasi ini
kemungkinan didahului dengan proses penyatuan gelembung (microdroplets menempel
satu dengan yang lain) untuk mencapai ukuran minimum sehingga terjadi pemisahan.

c) Aided Floation (Flotasi Dibantu)

Flotasi ini adalah flotasi alamiah yang ditingkatkan dengan menyemburkan gelembung
udara. Proses ini biasa diterapkan pada pemisahan lemak yang terdispersi dalam cairan.
Dalam sistem ini terdapat dua daerah; satu daerah untuk pencampuran dan emulsifying;
yang lainnya daerah penenang untuk proses flotasi.

Penerapan Flotasi

Penerapan DAF (Dissolved Air Flotation) pada pengolahan air :

 Pemisahan flok pada proses klarifikasi/penjernihan.

 Pemisahan dan perolehan kembali serat pada efluen pabrik kertas.

 Pemisahan minyak terflokulasi atau tidak terflokulasi dalam air limbah yang
terdapat pada efluen refineri, airport dan pabrik baja.
 Pemekatan lumpur dari pengolahan biologi air limbah atau dari proses klarifikasi
air minum.

 Klarifikasi cairan lumpur aktif.

J. Proses membrane

Padatan terlarut dapat dipisahkan dari air atau air limbah melalui penggunaan membran
semipermiable yang mempunyai diameter pori berukuran 3 angstrom. Apabila
pemisahan terjadi dengan melewatkan air melalui membran maka proses disebut
osmosis atau hyperfiltration. Proses sebaliknya yaitu melewatkan molekul atau ion
terlarut melalui membran disebut proses dialysis. Sebagai tenaga penggeraknya dapat
berupa fisik (tekanan), kimia (konsentrasi), panas (temperatur) atau listrik. Penerapan
proses membran adalah desalinasi air untuk penggunaan air domestik dan air industri,
pengolahan limbah industri dan pengambilan kembali (recovery) materi berharga dari
aliran air buangan.

Reverse Osmosis

Apabila dua larutan yang mempunyai konsentrasi berbeda dipisahkan oleh membran
semipermible, maka perbedaan chemical potential akan terjadi pada membran. Air akan
menembus membran dari konsentrasi rendah/encer (potensi lebih tinggi) ke bagian
yang konsentrasi tinggi/pekat (potensi rendah). Aliran akan terus berlangsung hingga
beda tekanan mengimbangi perbedaan chemical potential.

Penyeimbang beda tekanan disebut tekanan osmotic dan besarnya tergantung pada
karakteristik larutan, konsentrasi dan temperatur. Apabila tekanan diberikan pada arah
sebaliknya dan lebih besar dari tekanan osmotic, maka yang terjadi aliran mengalir dari
konsentrasi pekat ke konsentasi rendah. Proses ini disebut reverse osmosis.

K. Pengeringan/Pengolahan lumpur

Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih lanjut untuk mengurangi
sebanyak mungkin air yang masih terkandung didalamnya. Proses pengolahan lumpur
yang bertujuan mengurangi kadar air tersebut sering disebut dengan pengeringan
lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu secara alamiah, dengan
tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal dan dengan pemanasan.

Pengeringan secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan atau memompa lumpur


endapan ke sebuah kolam pengering (drying bed) yang mempunyai luas permukaan
yang besar dengan kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses pengeringan berjalan
dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari dan angin yang bergerak di atas kolam
pengering lumpur tersebut. Cara pengeringan seperti ini tentu saja sangat bergantung
dari cuaca dan akan bermasalah bila terjadi hujan. Bila lumpur tidak mengandung bahan
yang berbahaya, maka kolam pengering lumpur dapat hanya berupa galian tanah biasa,
sehingga sebagian air akan meresap ke dalam tanah dibawahnya.

Tetapi bila lumpur mengandung bahan yang berbahaya (misalnya logam berat &
phenol), maka kolam lumpur harus terbuat dari beton dan pada bagian bawah kolam
harus mempunyai saluran rembesan larutan yang kemudian harus diolah kembali. Cara
pengeringan seperti ini memang tergolong mudah dan murah, namun membutuhkan
waktu yang lama, serta tidak sesuai untuk lumpur yang mengandung zat-zat berbahaya
yang mudah menguap. Secara periodik kolam lumpur harus dikeruk untuk
memindahkan lumpur kering.

Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih lanjut untuk mengurangi
sebanyak mungkin air yang masih terkandung didalamnya. Proses pengolahan lumpur
yang bertujuan mengurangi kadar air tersebut sering disebut dengan pengeringan
lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu secara alamiah, dengan
tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal dan dengan pemanasan.

Pengeringan secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan atau memompa lumpur


endapan ke sebuah kolam pengering (drying bed) yang mempunyai luas permukaan
yang besar dengan kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses pengeringan berjalan
dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari dan angin yang bergerak di atas kolam
pengering lumpur tersebut. Cara pengeringan seperti ini tentu saja sangat bergantung
dari cuaca dan akan bermasalah bila terjadi hujan. Bila lumpur tidak mengandung bahan
yang berbahaya, maka kolam pengering lumpur dapat hanya berupa galian tanah biasa,
sehingga sebagian air akan meresap ke dalam tanah dibawahnya.
Tetapi bila lumpur mengandung bahan yang berbahaya (misalnya logam berat &
phenol), maka kolam lumpur harus terbuat dari beton dan pada bagian bawah kolam
harus mempunyai saluran rembesan larutan yang kemudian harus diolah kembali. Cara
pengeringan seperti ini memang tergolong mudah dan murah, namun membutuhkan
waktu yang lama, serta tidak sesuai untuk lumpur yang mengandung zat-zat berbahaya
yang mudah menguap. Secara periodik kolam lumpur harus dikeruk untuk
memindahkan lumpur kering.

3. Contoh Disain

a. Disain Bak Pengendap

Debit limbah cair (Q) = 5 l/dt

Kriteria Desain (Water & Wastewater Technology, Hammer, 1975):

Waktu tinggal : 1 – 3 jam

Over flow rate : 600 – 1500 gpd/sqft

Kedalaman bak: 7 – 10 ft
Panjang : lebar: (4 – 5 ) : 1

Weir loading : 10.000 – 15.000 gpd/ft Lebar maximum : (20 – 35) ft

Performance : BOD removal (30 – 40)% , SS removal (50 – 70)%

Perhitungan:

Over flow rate = 700 gpd/sqft = 0,33 l/dt/m2

Luas permukaan = Q = 5 l/dt = 15 m2

V 0,33 l/dt/m2

Direncanakan : Kedalaman bak pengendap = 2,7 ft = 2 m

Panjang= 6 m
Lebar = 1,25 m

Waktu tinggal = 6 m x 1,25m x 2m = 3000 dt = 1 jam 5 l/dt

b. Koagulasi

Desain untuk bahan kimia (alumunium sulfat), jumlah dosis didapat dari jar test.

Contoh:

Debit limbah cair (Q) = 5 l/dt

Dosis koagulan = 40 mg/l

Perhitungan:

Alumunium sulfat (BJ = 2,2 kg/l) yang dibutuhkan = 40 mg/l x 5 l/dt = 200 mg/dt

Untuk pembubuhan dipakai pompa dengan q = 2000 cc/mt

Kadar suspensi larutan kapur = 200 mg/dt = 6%

2000 cc/mt
Direncanakan periode pembuatan larutan = 8 jam

Volume larutan (untuk 8 jam) = 8 jam x 2800 cc/menit = 1,344 m3

Dimensi bak pelarut:

Kapasitas = 1,344 m3

Kedalaman = 1,0 m

Panjang= 1,2 m

Lebar = 1,2 m

c. Flokuasi

Perhitungan untuk menentukan motor yang akan digunakan :


Debit limbah cair (Q) = 5 l/dt Direncanakan waktu tinggal, td = 30 menit Kecepatan
gradien rata-rata(G) = 40/dt Efisiensi motor penggerak(Ef) = 60%

Volume bak flokulasi (V) = Q x td = 5 l/dt x 30 menit = 9 m3 Viskositas dinamik(m)


= 10 –3 kg/m.dt

Tenaga motor = V x m x G2 Ef

Tenaga motor = (9 m3)(10 –3 kg/m.dt) (40/dt) = 216 Watt

d. 0.60

Anda mungkin juga menyukai