0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
76 tayangan4 halaman
Detergen dapat menimbulkan masalah lingkungan karena struktur kimia surfaktan dan gugus pembentuknya. Surfaktan berstruktur rantai lurus mudah terurai, sedangkan rantai bercabang sulit terurai, sementara gugus pembentuk menghasilkan ion fosfat yang menyebabkan eutrofikasi. Ada beberapa cara menanggulangi limbah detergen seperti tanaman penyerap, sistem pengolahan air limbah, koagulasi, dan bioremediasi
Detergen dapat menimbulkan masalah lingkungan karena struktur kimia surfaktan dan gugus pembentuknya. Surfaktan berstruktur rantai lurus mudah terurai, sedangkan rantai bercabang sulit terurai, sementara gugus pembentuk menghasilkan ion fosfat yang menyebabkan eutrofikasi. Ada beberapa cara menanggulangi limbah detergen seperti tanaman penyerap, sistem pengolahan air limbah, koagulasi, dan bioremediasi
Detergen dapat menimbulkan masalah lingkungan karena struktur kimia surfaktan dan gugus pembentuknya. Surfaktan berstruktur rantai lurus mudah terurai, sedangkan rantai bercabang sulit terurai, sementara gugus pembentuk menghasilkan ion fosfat yang menyebabkan eutrofikasi. Ada beberapa cara menanggulangi limbah detergen seperti tanaman penyerap, sistem pengolahan air limbah, koagulasi, dan bioremediasi
Dampak penggunaan detergen terhadap lingkungan berdasarkan jenis surfaktan dan
gugus pembentuknya Masalah yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian jenis surfaktan dan gugus pembentuk. a. Akibat Surfaktan Di dalam air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi (penguraian) oleh bakteri-bakteri yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya proses degradasi ini mengakibatkan timbulnya busa di atas permukaan air, dalam jumlah yang makin lama makin banyak. Hal ini disebabkan oleh bentuk struktur surfaktan yang dipakai. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Jika struktur kimia surfaktan berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini mudah diuraikan. Sedangkan jika struktur berupa rantai bercabang, maka surfaktan ini sulit dipecahkan.
C-C-C-C-C-C-C-C-C
SO3Na
Gambar 1. Rantai lurus (mudah terurai)
C-C-C-C-C-C-C-C-C
SO3Na
Gambar 2. Rantai bercabang (sulit terurai)
b. Akibat Gugus Pembentukan Masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan ion ortofosfat. P3O105- + 2H2O 2HPO42- + H2PO4- Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi, yang bisa mengakibatkan tanaman alga dan tanaman air tumbuh secara liar. Eutrofikasi merupakan masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. 8. Cara penanggulangan limbah detergen Berbagai cara yang dapat dilakukan dalam penanggulangan limbah detergen yaitu sebagai berikut a. Cara yang paling sederhana mengatasi pencemaran limbah deterjen adalah dengan menanami selokan dengan tanaman air yang bisa menyerap zat pencemar. Tanaman yang bisa digunakan, antara lain jaringao (Acorus calamus), Pontederia cordata (bunga ungu), Thypa angustifolia (bunga coklat), melati air (Echinodorus palaefolius), dan lili air. Cara ini sangat mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit zat pencemar dan tak bisa menyaring lemak dan sampah hasil dapur yang ikut terbuang ke selokan. b. Cara kedua yaitu dengan membuat instalasi pengolahan yang sering disebut dengan sistem pengolahan air limbah (SPAL). Caranya gampang; bahan yang dibutuhkan adalah bahan yang murah meriah sehingga rasanya tak sulit diterapkan di rumah Anda. Instalasi SPAL terdiri dari dua bagian, yaitu bak pengumpul dan tangki resapan. Di dalam bak pengumpul terdapat ruang untuk menangkap sampah yang dilengkapi dengan kasa 1 cm persegi, ruang untuk penangkap lemak, dan ruang untuk menangkap pasir. Tangki resapan dibuat lebih rendah dari bak pengumpul agar air dapat mengalir lancar. Di dalam tangki resapan ini terdapat arang dan batu koral yang berfungsi untuk menyaring zat-zat pencemar yang ada dalam limbah deterjen. Cara kerja yaitu air bekas cucian atau bekas mandi dialirkan ke ruang penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan saringan di bagian dasarnya. Sampah akan tersaring dan air akan mengalir masuk ke ruang di bawahnya. Jika air mengandung pasir, pasir akan mengendap di dasar ruang ini, sedangkan lapisan minyak-karena berat jenisnya lebih ringan-akan mengambang di ruang penangkap lemak. Air yang telah bebas dari pasir, sampah, dan lemak akan mengalir ke pipa yang berada di tengah-tengah tangki resapan. Bagian bawah pipa tersebut diberi lubang sehingga air akan keluar dari bagian bawah. Sebelum air menuju ke saluran pembuangan, air akan melewati penyaring berupa batu koral dan batok kelapa. c. Cara ketiga, teknik koagulasi. Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk memakai teknik ini meliputi beberapa koagulan kimia, sebagai contoh yaitu Poli Alumunium Klorida, garam aluminat seperti tawas, dan lain sebagainya. Detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan negatif. Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan disebut sebagai flokulasi. Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC. Di dalam air PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang akan menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi maupun klarifikasi. Lumpur yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper. Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD) sebanyak, 40-70 %. d. Cara keempat adalah teknik Bioremoval, yaitu teknik pengolahan yang menggunakan bahan organik seperti lumut, daun teh, maupun sabut kelapa, atau bisa juga dengan bahan anorganik seperti tanah gambut, lumpur aktif dan sebagainya. Lanjutan dari tahap ini adalah Bioremidiasi, yang merupakan tingkat lanjut dari Bioremoval, yaitu dengan menggunakan mikroorganisme-mikroorganisme seperti bakteri, jamur, atau dengan memanfaatkan alga, tanaman, dan hewan. mikroorganisme ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik sebagai bahan makanan menjadi energi. Degradasi lebih efektif jika menggunakan lumpur aktif. Dengan cara tersebut air limbah dengan lumpur aktif yang, megandung mikroba diaerasi (untuk memasukkan oksigen) hingga terjadi dekomposisi sebagai berikut : Organik + O2CO2 + H20 + Energi