Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN Ginjal Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.

Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal 3,5-5 cm yang terletak di ruang belakang selaput perut tubuh (retroperitonium) sebelah atas (Guyton, 2006).

Gambar 1 Posisi Ginjal Pada Manusia

Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi. Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Glomerular filtrasi merupakan proses pasif yang hanya akan melewatkan air dan molekul-molekul kecil (< 5-10 kDa) ke kapsula Bowmann dan memasuki tubulus proksimal. Molekul-molekul yang berukuran di atas 10 kDa, seperti protein, tidak akan lolos dari proses ini. Sekresi tubular

merupakan proses aktif yang terjadi pada tubulus proksimal dan memfasilitasi ekskresi senyawa dari sirkulasi ginjal ke lumen tubulus. Proses reabsorpsi air dan molekul-molekul terlarut lainnya terjadi di sepanjang tubulus distal dan saluran pengumpul (Kronenberg, 2009). Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urine. Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk kedalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen. Dengan berat hanya sekitar 150 gram atau sebesar kira-kira separuh genggaman tangan kita, ginjal memiliki fungsi sangat strategis dalam mempengaruhi kinerja semua bagian tubuh. Selain mengatur keseimbangan cairan tubuh, eletrolit, dan asam basa, ginjal juga akan membuang sisa metabolisme yang akan meracuni tubuh, mengatur tekanan darah dan menjaga kesehatan tulang.

Gambar 2 Marker fungsi ginjal

Penyakit Gagal Ginjal Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan ke arah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya (Sibuea, 1992). Gagal ginjal adalah gagalnya ginjal membuang metabolit yang terkumpul dari darah. Menurut Brunner and Suddarth (2002), gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Gagal ginjal mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit, asam basa dan air (Tambayong, 2001). Gagal ginjal di klasifikasikan menjadi gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Penyakit ginjal dapat menyerang nefron sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk menyaring. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang kedua ginjal sekaligus. Kerusakan pada nefron dapat terjadi secara cepat dan sering sebagai akibat pelukaan atau keracunan. Tetapi sebagian besar penyakit ginjal menghancurkan nefron secara perlahan dan diam-diam. Kerusakan hanya terlihat setelah beberapa tahun atau bahkan dasawarsa (Sibuea, 1992). Gagal ginjal terbagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu gagal ginjal akut (GGA) dan gagal ginjal kronis (GGK). GGA didefinisikan sebagai penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) yang terjadi selama beberapa jam, hari, atau minggu sehingga berdampak pada penumpukan produk buangan, seperti urea dan kreatinin. Berdasarkan tingkat pengeluaran urinnya, penderita GGA dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu anuric (pengeluaran urin < 50 ml/hari), oliguric (pengeluaran urin < 500 ml/hari), dan nonoligouric (pengeluaran urin > 500 ml/hari). Pengeluaran urin normal adalah 1200 ml/hari. Perbedaan antara GGA dengan GGK adalah pada urin penderita dideteksi keberadaan protein/albumin dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 3 bulan dan nilai GFR < 90 ml/menit/1,73 m2. GGK juga dikarakterisasi oleh adanya penggantian struktur normal ginjal oleh fibrosis interstitial secara bertahap (KDOQI, 2009).

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik 1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: a. Kelainan patologik

b. Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

(Sumber: Chonchol, 2005) Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan

penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73 m) 90 dengan factor Risiko 90 60-89 30-59 15-29 < 15 atau dialisis

Risiko meningkat Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau meninggi Penurunan ringan LFG Penurunan moderat LFG Penurunan berat LFG Gagal ginjal

1 2 3 4 5

(Sumber: Clarkson, 2005) Prevalensi PGK Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi persoalan kesehatan serius masyarakat di dunia. Menurut (WHO,2002) dan Global Burden of Disease (GBD), penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sekitar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini meduduki peringkat ke -12 tertinggi angka kematian atau peringkat tertinggi ke 17 angka kecacatan. Saat ini terdapat satu juta penduduk dunia yang sedang menjalani terapi pengganti ginjal (dialisis) dan angka ini terus bertambah sehingga diperkirakan pada 2010 terdapat dua juta orang yang menjalani dialisis. Prevalensi PGK atau yang disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD) meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun mengalami PGK. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5% (CDC,2005). Di negara-negara berkembang , insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun. Di Indonesia, dari data di beberapa bagian nefrologi, diperkirakan insidens PGK berkisar 100-150 per 1 juta penduduk. Menurut Suhardjono (2000 ), di Indonesia, berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

(PDPERS jumlah penderita PGK dianggarkan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 100.000 orang penderita gagal ginjal kronik di Indonesia (Sinaga,2007). Prevalensi Gagal Ginjal Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut : 1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks nefropati 2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis 3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis 4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif 5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal 6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis 7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah 8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra)

1.

Etiologi Gagal Ginjal Akut Penyebab gagal ginjal akut dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi terjadinya kerusakan yang berhubungan dengan gagal ginjal yang dibagi menjadi 3 kelompok besar sebagai berikut. a. Penyebab pra-renal, yaitu terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal karena : 1) penurunan volume intravaskular yang disertai hipotensi arterial

kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi, pendarahan, dan hipoalbuminemia. Dehidrasi dapat disebabkan oleh asupan cairan yang kurang, muntah, diare yang berkepanjangan, penyedotan isi lambung, diabetes insipidus, kadar glukosa serum yang tinggi dan diuresis yang berlebihan. 2) hipotensi arterial yang disebabkan oleh anafilaksis, sepsis, dan penggunaan obat-obatan antihipertensi yang berlebihan. 3) Penurunan curah jantung yang disebabkan oleh gagal jantung, sepsis, hipertensi pulmonari, aortic stenosis, dan penggunaan anestesi.

4) gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan oleh stenosis arteri ginjal bilateral atau stenosis arteri ginjal unilateral pada salah satu ginjal, emboli (obstruksi pembuluh darah) karena adanya kolesterol dan trombosit, obatobatan (siklosporin, inhibitor ACE, NSAID), hiperkalemia dan sindrom hepatorenal. b. Penyebab renal intrinsik yaitu kerusakan struktur dari ginjal, yaitu kerusakan pada : 1) Kerusakan vascular yang disebabkan oleh vaskularitis, poliarteritis nodosa, sindrom uremik hemolisis/trombotik, thrombocytopenia purpura, emboli (aterosklerosis dan trombosis), dan hipertensi yang meningkat. 2) Kerusakan glomerular yang disebabkan oleh SLE (Systemic Lupus Erythematosus), glomerulonefritis pasca-streptococus, dan antiglomerular basement membrane disease. 3) Nekrosis tubulus akut yang disebabkan oleh iskemik karena hipotensi dan vasokontriksi, toksin eksogen (pewarna kontras, logam berat, obat-obatan (amfoterisin B, aminoglikosida), toksin endogen seperti mioglobin dan hemoglobin. 4) Nefritis interstitial akut yang disebabkan oleh obat-obatan (penisilin, siprofloksasin, sulfonamid) dan infeksi bakteri dan virus. c. Penyebab pasca-renal yang terjadi akibat obstruksi aliran urin dari tubulus ginjal ke uretra. Hal ini disebabkan oleh : 1) Obstruksi saluran kemih karena hipertrofi prostat, kateter saluran urin yang tidak ditempatkan secara benar dan pengobatan antikolonergik. 2) Kerusakan uretra karena kanker dengan abdominal mass, fibrosis retroperitoneal dan nefrolitiasis. 3) Kerusakan pelvis atau tubulus ginjal karena nefrolitiasis atau pembentukan batu ginjal karena adanya senyawa oksalat, indinavir, sulfonamid, asiklovir, dan asam urat (Mueller, 2008). 2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik a. Susceptibility Factors Beberapa susceptibility factors dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan ginjal, namun tidak semua faktor tersebut menyebabkan kerusakan ginjal. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah usia lanjut, penurunan massa ginjal dan kelahiran dengan bobot rendah, ras dan etnik minoritas, riwayat

keluarga (genetik), pendidikan atau pendapatan rendah, inflamasi sitemik serta dislipidemia. b. Initiation Factors Initiation factors merupakan faktor-faktor yang mengawali kerusakan ginjal dan dapat dimodifikasi melalui terapi obat. 1) Diabetes Mellitus (DM) Pasien DM tipe 1 dan 2 memiliki risiko untuk mengalami gagal ginjal kronis dimana DM tipe 2 memiliki prevalensi yang lebih besar. Meskipun tidak semua penderita DM mengalami gagal ginjal, tetapi berdasarkan penelitian terhadap 300.000 penderita diabetes, 3% diantaranya mengalami gangguan gagal ginjal kronik. Diabetes adalah salah satu penyebab paling umum terjadinya gagal ginjal. Di ginjal, proses yang sama terjadi terhadap jutaan filter sangat halus yang disebut glomerulus. Filter tersebut dalam kondisi normal terdiri dari pembuluh-pembuluh darah sangat halus yang secara selektif meloloskan sampah dari pembuluh darah dan mengumpulkannya di dalam urin, sementara zat-zat berguna dalam darah seperti protein, antibodi, dan lainnya ditahan untuk dikembalikan ke dalam aliran darah. Akibat diabetes kronis, pembuluh-pembuluh darah di glomeruli mengalami kebocoran sehingga meloloskan zat-zat yang berguna ke dalam urin. Selain itu, sel-sel pembentuk glomeruli mulai mati. Kondisi ini disebut nefropati diabetik. Bila berlanjut, kerusakan jutaan glomeruli ini menyebabkan gagal ginjal. 2) Hipertensi Individu yang memiliki tekanan darah tinggi akan berisiko mengalami gagal ginjal kronis. Tekanan darah tinggi yang berkelanjutan dapat merusak atau mengganggu pembuluh darah halus dalam ginjal yang lama-kelamaan dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah. Telah dilaporkan bahwa penderita hipertensi mengalami penurunan GFR secara progresif dan peningkatan kadar kreatinin dalam serum jika dibandingkan terhadap individu tanpa hipertensi. 3) Glomerulonefritis Pasien dengan penyakit glomerulonefritis dilaporkan dapat

mengalami penurunan GFR sebesar 1,4-9,5 ml/menit per tahun. Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran

hispatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan menjadi primer dan sekunder. Glumerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glumerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti DM, lupus eritematosus sistemik (LES), myeloma multiple, atau amilodoidosis (Tambayong, 2000)

c.

Progression Factors Progression factors merupakan faktor yang dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal setelah inisiasi gagal ginjal. Faktor tersebut diantaranya sebagai berikut. 1) Hiperglikemia pada penderita DM Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005), diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menumbilkan berbagai macam keluhan (Ludin, 2005). Penderita DM dapat mengalami gagal ginjal kronik yang semakin parah jika tidak dilakukan kontrol terhadap kadar gula darahnya. 2) Hipertensi Peningkatan tekanan darah yang terus menerus dapat memperparah kerusakan ginjal. Pasien dengan hipertensi diamati dapat mengalami penurunan GFR. Misalnya pasien dengan tekanan darah sistol 180 mmHg akan mengalami penurunan GFR 14 ml/menit per tahun, sedangkan yang memiliki tekanan darah sistol 135 mmHg penurunan GFR hanya 2 ml/menit per tahun. 3) Merokok Merokok dapat meningkatkan kerusakan ginjal terutama pagi penderita hipertensi dan DM. 4) Hiperlipidemia Prevalensi penderita hiperlipidemia yang mengalami kerusakan ginjal cukup besar. Berdasarkan penelitian 85% hingga 90% penderita gagal ginjal mengalami peningkatan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta penurunan kadar High Density Lipotprotein (HDL).

5) Obesitas Individu yang tergolong obesitas dilaporkan dapat mengalami kerusakan ginjal kronik. 6) Penggunaan obat nefrotoksik yang berlebihan (Joy dkk., 2008). 7) Ginjal polikistik Polikistik adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal baik di korteks maupun di medulla. Selain oleh karena kelainan genetic, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetic yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakau adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 2008).

Anda mungkin juga menyukai