Anda di halaman 1dari 8

PEMBERANTASAN KORUPSI DITINJAU DARI PERSPEKTIF ISLAM Oleh Drs.

Helmy Ali, MM Widyaiswara Madya BKPP Aceh

Sungguh suatu hal yang tidak masuk akal bilamana muncul kenyataan di negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, seperti Indonesia, terjadi korupsi yang merajalela sekarang ini. Para pelaku korupsi bahkan tidak merasa malu melakukan korupsi, tetapi sebaliknya, merasa bangga, karena mampu menggorogoti uang negara dlm jumlah yang besar!. Korupsi sudah menjadi trend baru dalam masyarakat kita, baik di lingkungan eksekutif, legislative, yudikatif, maupun swasta sungguh memalukan !

I. Pendahuluan Pada suatu ketika, penulis secara tidak sengaja membolak-balik buku Modul Pelatihan Pra Jabatan Golongan III, berjudul Percepatan Pemberantasan Korupsi. Sejenak penulis tertegun, dan bertanya kepada diri sendiri, apakah benar korupsi yang terjadi di Indonesia sudah begitu dahsyat, dan mengkhawatirkan, melebihi yang terjadi di NegaraNegara nonmuslim. Bahkan di beberapa Negara, seperti Denmark, Skandinavia, dll. yang masyarakatnya mayoritas nonmuslim, konon khabar praktek korupsi hampir tdk pernah terjadi di sana. Jika demikian, apakah agama yg salah ? Perlu dicatat bahwa penulis tdk pernah menyatakan bahwa agama yg salah karena membolehkan penganutnya melakukan korupsi ! Pada suatu ketika (secara terpisah), penulis sengaja meluangkan waktu untuk bertemu dan bertanya kepada pemuka-pemuka agama,

(Islam, Kristen, Budha, dan Hindu). Pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan berkisar tentang pandangan agama terhadap praktek korupsi. Jawaban para pemuka agama tersebut sama, yaitu agama melarang pengikutnya melakukan korupsi. Jadi, penulis berkesimpulan bahwa tidak ada satu agama pun yang membolehkan penganutnya melakukan korupsi. Tegas sekali !

II. Korupsi dalam Pandangan Islam Khususnya, dalam agama Islam banyak ayat al-Quran dan hadist yang melarang pemeluknya melakukan korupsi, meskipun tdk langsung menggunakan kata korupsi. Berikut kita coba menurunkan beberapa ayat dan hadist yang ada kaitannya dengan korupsi. Di dalam surah an-Nisa ayat 58, misalnya, Allah menyuruhmu untuk menunaikan amanah kepada ahlinya. Memang Allah tdk langsung melarang korupsi dengan ayat ini, akan tetapi jika disimak makna korupsi yaitu melakukan pengkhianatan terhadap amanah rakyat (public), dan Rasulullah Muhammad S.A.W juga bersabda dalam sebuah hadist, yang maknanya lebih kurang sbb. amanah akan dimintai pertanggung jawaban tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat nanti. Menyimak kata-kata menunaikan amanah berarti tdk melakukan penyimpangan atau korupsi; begitu juga dengan kata-kata rasulullah dalam sebuah hadist yang maknannya lebih kurang: amanah akan diminta pertanggung jawaban, kata amanah dalam hadist ini juga bermakna korupsi.

Disamping itu, istilah korupsi sering diterjemahkan sebagai tindakan memakan harta (hak) orang lain secara melawan hukum (bathil).Allah berfirman dalam surah an Nisa 29: Janganlah kamu memakan harta diantara kamu secara melawan hukum (bathil). Jadi, apa hubungannya dengan melakukan korupsi oleh apataur kita ? Perlu diingat bahwa aparatur pemerintah adalah penerima amanah rakyat yang dalam bahasa Arab, disebut dg khadim. Khadim bermakna tidak lebih dari pelayan yang bertugas mengurus semua kepentingan rakyat, sebagai pemberi amanah. Selanjutnya, korupsi juga diterjemahkan sebagai tindakan pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Rasulullah, Muhammad SAW. dalam sebuah hadist yang maknanya lebih kurang sbb.: Berikan hak-hak rakyat, karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung jawaban setiap penguasa mengenai hak-hak rakyat (H.R. Bukhari). Sebenarnya didalam bahasa Indonesia, korupsi termasuk juga tindakan suap atau sogok. Hal ini terkait dengan sabda Nabi Muhammad S.A.W., dalam sebuah hadist yang maknanya lebih kurang sbb.: Allah memberi laknat kepada pemberi suap, penerima suap dan perantara diantara keduanya. (H.R. Al-Hakim). Dengan demikian, dalam ajaran Islam jelas bahwa perbuatan korupsi dan suap atau sogok hukumnya haram dan sama sekali dilarang dan mendapat ancaman yang sangat berat nantinya di yaumil akhir bagi pelakunya. Jika demikian praktek korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum yang beragama Islam bukanlah karena agama memang membolehkannya. Agama Islam secara terangterangan melarang umatnya melakukan korupsi, bahkan Allah SWT mengancam akan memberikan tempat yang sangat hina nantinya di hari akhirat.

III. Pemberantasan Korupsi Korupsi sudah terlanjur lahir, suka atau tidak suka korupsi sudah muncul bahkan telah merasuk jauh ke berbagai komunitas dan strata masyarakat. Praktek korupsi, bahkan telah menyentuh anak-anak kita sejak usia dini, sehingga dalam perjalanan hidupnya yang panjang anak-anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan bumbu-bumbu korupsi, maka tidak perlu heran jika ada seorang pegawai yang baru berpangkat III/a dan masa kerja yang relative belum begitu lama sudah mampu melakukan korupsi ratusan milyar bahkan trilyunan rupiah. Melihat dampak dari praktek korupsi yang begitu dahsyat dan bukan saja menyangkut fisik pembangunan yang dilakukan, melainkan telah mampu menghancurkan moralitas bangsa. Realitas membuktikan bahwa generasi dari benih-benih korupsi sudah muncul dan sudah mulai berperan dalam pembangunan. Hal ini tentu saja sudah dapat diprediksikan apa yang akan terjadi sekian puluh tahun ke depan jika langkah-langkah pemberantasan korupsi tidak digiatkan secara serius dan terencana. Kita semua barangkali setuju, jika kegagalan pemerintahan Orde Baru telah menyebabkan munculnya krisis multidimensional yang berakibat pada menurunnya kepercayaan public kepada pemerintah, demonstrasi (unjuk rasa) dimana-mana, bentrok antar masyarakat, penyalah gunaan obat terlarang dan narkotika, prostitusi, perdagangan manusia, yang kesemuanya diakibatkan oleh karena kurang sempurnanya penegakan hokum, bahkan akhir-akhir ini telah meningkat pula opini/keinginan untuk desintegrasi bangsa.

Di dalam modul Etika Organisasi Pemerintah penulis menemukan pernyataan yang menyebutkan bahwa, akibat dari terjadinya krisis multidimensional, yaitu menipisnya nilainilai kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, dsb. menyebabkan munculnya berbagai macam tindakan aparatur, seperti Pungutan liar, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dan berbagai penyelewengan lain. Akibat dari sikap dan perilaku tersebut maka yang terjadi selanjutnya adalah menipisnya kepercayaan publik kepada pemerintah, terjadi demonstrasi di manamana, bentrok masyarakat dengan TNI, POLRI bahkan menguatnya keinginan utk desintegrasi bangsa. Pendek kata akumulasi dari kejadian-kejadian di atas mengakibatkan terjadinya penurunan hubungan baik antara pemerintah dan rakyat. Kondisi tersebut diatas, merupakan sinyal bagi salah satu ancaman serius terhadap persatuan dan kesatuan bangsa dan terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, menurunnya sikap sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, menurunnya tingkat kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semua orang mulai tidak mengindahkan hukum dan peraturan yang ada. Bukankah di lapangan hampir setiap hari terjadi bentrokan antara masyarakat dan pihak keamanan, bentrokan antar sesama masyarakat, dsb. Menurut hemat penulis ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya kondisi yang tergambar tadi.

Pertama, tata kelola pemerintahan sekarang belum berjalanan sesuai dengan semangat reformasi. Harapan dari semangat reformasi yang telah mampu menumbangkan rezin pemerintah lama yang menurut masyarakat tidak mampu memberikan perbaikan taraf hidup dan kemajuan bangsa, sepertinya belum mampu memberikan secercah harapan perubahan kearah yang lebih baik. Kedua, kinerja pemerintah cenderung belum efektif dan efisien. Hal ini terlihat dari praktek operasionalisasi pelaksanaan pekerjaan/tugas-tugas pemerintah yang sepertinya masih begitu-begitu saja dan belum ada perubahan yang signifikan dengan pada masa lalu. Ketiga, kualitas ;pelayanan pulik dan akuntabilitas public masih rendah. Lihat saja kualitas pelayanan umum pada instansi-instansi pemerintah yang menjadi harapan masyarakat, misalnya Rumah Sakit Umum. Apakah Rumah Sakit pemernitah yang ada sudah mampu memberikan pelayanan kesehatan yang prima bagi masyarakat yang datang berubat. Penulis mengira bahwa semua jawaban yang diberikan positif akan ditolak oleh umum (public). Begitu juga dengan akuntabilitas yang diharapkan oleh masyarakat belum mampu diberikan secara oprtimal oleh aparatur. Keempat, fungsi manajemen belum berjalan secara konsisten dan bertanggung jawab. Coba di lihat sendiri mengenai criteria penerapan fungsi manajemen di kalangan aparatur pemerintah apakah telah berjalan seperti yang diharapkan ? Penulis masih meragukan jika kita mengatakan bahwa fungsi manajemen telah diterapkan dengan baik dan sempurna di dalam operasional pemerintahan.

Jika kita membandingkan dengan konsep dalam Islam, dimana tata kelola pemerintahan diarahkan untuk mewujudkan kemaslahatan, keadilan dan kesejahteraan, maka jika tata kelola pemerintahan telah terwujud sudah barang tentu akan terwujud pula baldatun thaibatun waghabbul ghafur. Dalam Islam perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik merupakan amanah bagi manusia yang mengemban tugas sebagai wakil Tuhan di bumi (khalifatullah fil ardh). Reformasi birokrasi yang selama ini kian nyaring disuarakan adalah keniscayaan yang mesti dilakukan secara baik dan terus menerus (berkesinambungan) sesuai dengan pesan Allah dalam al Quran, Surat ar-Radu 11, yang artinya lebih kurang sbb.: Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum tersebut yang berusaha untuk merubahnya. Hal ini merupan pertanda bahwa agama Islam sangat konsern dengan upaya-upaya pemberantasan korupsi. Islam sama sekali tdk membiarkan terjadinya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pada badan-badan pemerintahan. Maka sungguh naf jika ada umat Islam yang berkedok agama dalam menghalalkan kerupsi yang dlakukannya, nauzubillah ! IV. Penutup Mewujudkan kemaslahatan, keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat umum adalah amanah dan tanggung jawab yang sangat mulai bagi para aparatur pemerintah, Citacita itu belum bisa diwujudkan sebelum terciptanya system yang baik dan mendukung pelaksanaan hal tersebut, dan perlu juga didukung oleh pemangku amanah yang baik dan memiliki hati,

Sekali lagi, umat islam harus ingat bahwa korupsi adalah perbuatan setiap orang, baik pejabat pemerintah atau swasta yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau pemerintah. Sekali lagi, umat Islam perlu mengingat bahwa korupsi adalah tindakan pengkhianatan terhadap amanah rakyat (public) dan jika masih mengaku sebagai seorang yang Islam maka praktek korupsi, Kolusi dan nepotisme perlu dihentikan dan dijauhkan !

DAFTAR KEPUSTAKAAN Andi Hamzah, (2005), Pemberantasan Korupsi, Jakarta: Rajawali Press. Chaerudin, SH, MH., et al. (2008), Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Reflika Aditama. Evi Hartati, (2006), Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika. Ismantoro, Dwi Yuwono, et al, (2008), Para Pencuri Uang Rakyat, Jakarta: Pustaka Timur. Lilik Mulyadi, (2007), Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Jakarta: Penerbit Al Wiyono, R.(2006),Pembahasan Undang-Undang Penberantasan Korupsi, Jkt. Sinar Grafika Yudi Kristiana, (2006), Independensi Kejaksaan Dlm Penyelidikan Korupsi, Jkt. Citra Aditya Bhakti. (1998), Alquran dan Terjemahannya, Semarang: Penerbit Assyifa Said Hawwa, (2005), Terjemahan Al-Mustakhiyash Fi Tazkyati Anfusi, Jakarta: PT Pena

Anda mungkin juga menyukai