Anda di halaman 1dari 27

REFRAT SYOK KARDIOGENIK

Oleh : Fazmial Rakhmawati 1102009110 Pembimbing : dr. Herawati Isnanijah, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO PERIODE 15 APRIL 22 JUNI 2013

BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok irreversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang
1,2,3

cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai. Syok dapat dibagi dalam empat golongan: 1. Syok hipovolrmik : kondisi darurat di mana terjadi perdarahan yang hebat atau kehilangan cairan yang membuat jantung tidak mampu untuk memompa cukup darah ke tubuh. Jenis syok dapat menyebabkan banyak organ untuk berhenti bekerja. 2. Syok vasogenik disebabkan oleh vasodilatasi luas yang dicetuskan oleh zatzat vasodilator. Terdapat dua jenis syok vasogenik: syok septik dan syok anafilaktik. Syok septik, yang dapatmenyertai infeksi luas, ditimbulkan oleh zat vasodilator yang dikeluarkan oleh penyebab infeksi. Demikian juga pengeluaran zat histamin yang berlebih pada reaksi alergi berat dapat menyebabkan vasodilatasi ( syok anafilaktik) 3. Syok neurogogenik juga melibatkan vasodilatasi luas, tetapi bukan karena zat-zat vasodilatasi. Dalam hal ini, tonus vaskuler simpatis yang hilang menyebabkan vasodilatasi umum, serupa dengan hipotensi emosional tetapi lebih berat dan lama. Syok ini terjadi pada cedera benturan hebat ( crushing injury). 4. Syok kardiogenik. Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi ventrikel kiri cukup baik.1

Salah satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan
4,5,6

jiwanya dari ancaman kematian. Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark
2,5

yang dirawat di rumah sakit. Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat dengan infark miokard akut. Gagal ventrikel kiri terjadi pada hampir 80% dari syok kardiogenik akibat infark miokard akut. Sedangkan sisanya adalah akibat regurgitasi mitral berat akut, ruptur septum ventrikular, gagal jantung kanan predominan dan ruputr dinding atau tamponde.1 Terapi reperfusi segera (primary PCI) untuk kasus infark miokard akut menurunkan insiden syok kardiogenik tersebut. Kejadian syok kardiogenik sebagai komplikasi infark miokard menurun dari 20% pada tahun 1960an kemudian menetap kurang lebih 8% selama 20 tahun. Syok kardigenik kebanyakan terjadi pada infark miokard dengan elevasi segmen ST dibandingkan dengan yang tanpa disertai elevasi segmen ST.10 Penelitian menunjukan strategi revaskularisasi dini menurunkan mortalitas dalam 6 dan 12 bulan dan lebih superior dibandingkan terapi agresif awal. Walaupun tindakan percutaneus coronary intervention (PCI) dini atau coronary artery bypass graft sugery (CABG) bermanfaat, sekali di diagnosis ditegakan, laju mortalitas etap

tinggi (kurang lebih 50%), walau mendapat intervensi, dan separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan miokard luas yang ireversible dan kerusakan organ vital. Bukti baru menduga bahwa respon sitokin inflamasi sistemik, aktivasi komplemen, pelepasan sitokin inflamasi, ekspresi induceble nitric oxide synthesis (iNOS) dan vasodilatasi yang tak adequate mempunyai peranan pentig, tidak hanya pada genesis syok terapi juga outcome setelah syok.11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syok kardiogenik adalah keaadan akhir dari hipoperfusi organ karena gagal jantung. Yang termasuk dalam parameter syok kardiogenik adalah hipotensi persisten (tekanan darah sistolik < 80-90 mmHg selama minimal 30 menit, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata >30 mmHg. Penurunan cardiac index yang berat < 1.8 L.m .m tanpa bantuan atau < 2.0-2.2 L.m-1.m-2) Syok sendiri merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang ditandai dengan berbagai manifestasi hemodinamik. Petunjuk umum untuk syok adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan terus memburuk bila tidak ditangani selagi dini.2 Fisiologi jantung : Cardiac output
-1 -2

Curah jantung (Cardiac Output) adalah jumlah darah yang dipompa keluar dari ventrikel kiri setiap menit. Curah jantung normal adalah 4 sampai 6 liter per menit pada orang dewasa yang sehat dengan berat badan 70 kg saat istirahat. Volume darah yang bersirkulasi berubah sesuai kebutuhan oksigen dan metabolik tubuh. Misalnya, selama latihan, kehamilan, demam, curah jantung meningkat, tetapi selama tidur, curah jantug menurun. Curah jantung dapat dihitung dengan rumus berikut:

CO = SV x HR
Stroke Volume (Isi sekuncup)

Isi sekuncup (Stroke Volume) adalah jumlah darah yang dipompa jantung ke dalam aorta setiap denyut ventrikel. Volume sekuncup ditentukan oleh 3 faktor yaitu: 5

Kontraktilitas instrinsik otot jantung Derajat penegangan otot jantung sebelum kontraksi (preload) Tekanan yang harus dilawan otot jantung untuk menyemburkan darah selama kontraksi (afterload

2.2 Epidemiologi Menurut Wolfe RE dan Fischer CM (2007), mortalitas (angka/rerata kematian) penderita syok kardiogenik sangat tinggi, mencapai 50-80 persen. Menurut Fauci AS, et al. (2008), syok kardiogenik merupakan penyebab utama (leading cause) dari kematian pasien dengan infark miokard (myocardial infarct; MI) yang dirawat di rumah sakit. Terapi reperfusi dini untuk infark miokard akut (acute MI) menurunkan insidens syok kardiogenik. Penderita syok kardiogenik dengan komplikasi infark miokard akut sekitar 20 persen pada tahun 1960-an, namun telah berfluktuasi sekitar 8 persen selama lebih dari 20 tahun. Syok terutama berhubungan dengan ST elevation MI (STEMI) dan kurang umum berkaitan dengan non-ST elevation MI. Dua pertiga penderita syok kardiogenik memiliki flow-limiting stenoses di ketiga arteri koronaria mayor (major coronary arteries), dan 20% meninggalkan (left) stenosis di arteri koronaria utama (main coronary artery stenosis). Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah pada pasien infark miokard akut, dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insiden syok kardiogenik sebagai komplikasi sinderom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat beragam pada berbagai penelitian. Pria lebih sering terkena syok kardiogenik daripada wanita dikarenakan angka kejadian infark miokard akut lebih banyak pada pria dibangdingkan wanita.2 Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1% pasien infar miokard akut non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana yang sering dijumpai adalah komplikasi infark miokard akut dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien infark miokard akut yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan syok kardiogenik yang berkisar antara 5%

sampai 10 % dengan rata-rata 7,2%. Dimana tingkat mortalitas tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 80-90%. 2.3 Etiologi Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium ventrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam : 1. Gangguan ventrikular ejection a. Infark miokard akut b. Miokarditis akut c. Komplikasi mekanik : - Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris - Ruptur septum interventrikulorum - Ruptur free wall - Aneurisma ventrikel kiri - Stenosis aorta yang berat - Kardiomiopati - Kontusio miokard 2. Gangguan ventrikular filling a. Tamponade jantung b. Stenosis mitral c. Miksoma pada atrium kiri d. Trombus ball valve pada atrium e. Infark ventrikel kanan Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, diamana biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular atau ventrikular. Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi akhir dari disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia, maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif. Ciri khas pada syok kardiogenik akut adalah 7

hilangnya 40% atau lebih miokardium ventrikel kiri. Nekrosis fokal dapat terjadi karena ketidak seimbangangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi terganggu. Ventrikel kiri tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Picard MH et al, melaporkan, abnormalitas struktural dan fungsional jantung dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Mortalitas jangka pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri awal regurgitasi mitral yang dinilai dengan ekokradiografi, dan tampak manfaat revaskular dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada awal (baseline) atau adanya regurgitasi mitral.

2.4 Patofisiologi Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan gagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal

menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan adanya infark, maka ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium semakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi

akibat iskemia dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang dengan cepat sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-organ penting. Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain. Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen, beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (adenosin trifosfat) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya kerusakan lebih lanjut dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas. Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yangmematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edemaintra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria.Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicuterjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom distrespernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung kebelakang.
3,7,8

Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemihkurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanyamenurunkan pula keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensi natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunya laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bia hipotensi berat dan berkepanjanagan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal ginjal akut.1,5,10 Syok yang berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat berupa nekrosis hati yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya bermanifestasi

sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamat-oksaloasetat transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum(SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawalikomplikasi-komplikasi ini.2,4,13 Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis hemorhagik dari usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalamsirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaansyok.5,14 Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukanautoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral ternyata tidak mampu mempertahankan aliaran dan perfusi yang memadai pada tekanan darah di bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit neurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jikapasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguans erebrovaskular.8,9

10

11

Faktor mekanis jantung

Miopati (IMA)

Nekrosis miokard

Kerusakan otot jantung

Gangguan kontaktilitas miokardium

Disfungsi ventrikel kiri

Cardiac Output

Hipotensi

Aliran darah koroner

Perfusi jaringan

Syok kardiogenik

Gambar 3. Skema Patofisiologi Syok kardiogenik

12

Stadium-Stadium Syok Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:6 Stadium 1: anticipation stage (Gambar 2.1)

Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi dasar. Stadium 2. pre-shock slide (Gambar 2.2)

Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran normal.

13

Sadium 3. compensated shock (Gambar 2.3)

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-tanda berikut: Capillary refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin. Stadium 4: decompensated shock, reversible (Gambar 2.4)

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena dan/atau vasopresor Stadium 5. decompensated irreversible shock (Gambar 2.5)

14

Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi.

2.5 Prediktor

Pengenalan pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk berkembang menjadi syok dapat memfasilitasi pengiriman lebih awal pasien risiko tinggi sebelum timbulnya awitan (onset) instabilitas hemodinamik. Sejumlah sistem skor menggunakan model prediktif perkembangan syok telah dilaporkan untuk membantu strategi dalam menggambil keputusan. Pada penelitian GUSTO I, usia, tekanan darah sistolik, frekuensi jantung dan klas Kilip memberikan lebih 85% informasi prediktif. Empat variable yang sama, bermakna pada populasi GUSTO III dan memberikan lebih 95% informasi prediktif. Prediktor utama syok pada populasi PURSUIT mencakup usia, tekanan darah sistolik, depresi ST, frekuensi jantung, tinggi, infark miokard dan ronki pada pemeriksaan fisis. Studi awal pada infark miokard akut mengidentifikasi indikator signifikan untuk prognosis pasien berdasarkan gambaran klinis dan keadaan hemodinamik. Klasifikasi Killip dibuat berdasarkan gambaran klinis ( tanda-tanda gagal jantung kongestif, suara S3 gallop, ronki gambaran radiografik yang menunjukan gagal jantung kongestif, edema paru dan syok kardiogenik). Sedangkan klasifikasi Forrester dibuat berdasarkan keadaan hemodinamik yaitu: angka PCWP ( pulmonary capilarry wedge pressure) dan

15

CI (cadiac index) yang dihubungkan dengan tingkat mortalitas. Semakin tinggi PCWP dan semakin rendah CI maka angka mortalitas akan meningkat.

Berdasarkan pemeriksaan klinis I Tidak ada ronki dan bunyi S3

Berdasarkan monitoring invasif I Normal hemodinamik

(PCWP < 18, CI >2,2 II Ronki kasar, S3 gallop, dan II peningkatan tekanan vena jugular III Frank pulmonary edema IV Syok Kongesti pulmonal PCWP > 18, CI> 2,2 III Hipoperfusi perifer PCWP < 18, CI<2,2 IV Kongesti hiperfusi perifer PCWP> 18, CI <2,2 Table 1. klasifikasi hemodinamik pada pasien akut miokard infark4 pulmonal,

16

2.6 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis syok kardiogenik meliputi beberapa sistem, Sistem kardiovaskuler Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar Gangguan sirkulasi: perifer pucat, ekstremitas dingin, sianosis, diaforesis (mandi keringat). Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Vena perifer kolaps. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap menyingkirkan kemungkinan hipovolemia. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik. Nadi cepat dan halus, kecuali ada blok A-V. Tekanan darah rendah (< 80-90 mmHg). Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah. CVP rendah. Normalnya 8-12 cmH2O. Indeks jantung < 2,2 L/menit/m2. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 15mmHg (Kaligis, 2002; Azrifki, 2008; Ethan, 2008; Anonymous, 2009; Keller, 2011). Sistem respirasi Pernapasan cepat dan dangkal. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru (Azrifki, 2008; Anonymous, 2009). Sistem saraf pusat Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan (Azrifki, 2008). Sistem saluran cerna Bisa terjadi mual dan muntah (Azrifki, 2008). Sistem saluran kemih Produksi urin berkurang (< 20 ml/jam), biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam kemih. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (0,5 - 1 ml/kgbb/jam) (Azrifki, 2008).

17

2.7 Diagnosis Anamnesa Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri dada akut, dan mungkin sudah memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya. Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut, biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai minggu setelah onset infark tersebut. Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya terjadi gejala tiba-tiba yang menunjukan edema paru akut bahkan henti jantung.9 Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien merasakan letargi akibat kekurangan perfusi ke sistim saraf pusat. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan sistolik akan menurun sampai kurang 90 mmHg, bahkan bisa turun hingga kurang 80 mmHg pada pasien yang tidak mendapat pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya meningkat akibat stimulasi simpatis, demikian pula frekuensi pernafasan yang biasanya meningkat akibat kongesti di paru. Pemeriksaan dada akan menunjukan ronki. Pasien dengan infark ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurun studi sangat kecil kemungkinnya menyebabkan kongesti paru. Sistem kardiovaskular yang dapat di evaluasi seperti vena-vena dileher sering kali meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien kardiomiopati dilatas, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial atau tamponade. Irama gallop dapat timbul yang menunjukan adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan regurgitasi mitral atau septal defek ventrikel, bunyi bising atau murmur yang timbu sangat membantu untuk menentukan kelainan atau komplikai yang ada.7

18

Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukan beberapa tanda antara lain: pembesaran hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit diatasi. Pulsasi di perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin, menunjukan adanya penurunan perfusi ke jaringan. 2.7 Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiografi (EKG)

Elektrokardiografi gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menunjukan etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat dari gambaran tersebut. Demikian pula lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan makan akan terlihat proses di sadapan jantung sebelah kanan ( elevasi ST di sadapan V4). Begitu pula bila gangguan irama jantung, maka akan terlihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut. Foto Rontgen

Foto roentgen pada dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak

gambaran kongesti paru yang disertai kardiomegali, terutama pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukan kecil kemungkinan terdapat gagal jantung kanan yang dominan disertai keadaan hipovolemia. Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan modalitas yang non-invasf sangat banyak membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini sangat cepat dan aman dan dapat dilakukan langsung di tempat tidur pasien. Keterangan yang di dapat dalam pemeriksaan ini adalah: penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.

19

Pemantapan Hemodinamik

Pemantauan hemodinamik dengan mengunakan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta indikator evaluasi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kiri yang berat, akan menyebabkan tekanan baji paru meningkat. Bila pada pengukuran tekanan baji pembuluh paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukan volume intravaskular pasien tersebut adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan menunjukan tekanan baji pembuluh darah paru yang normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload (resistensi vaskular sitemik). Minimalisasi afterload sangat diperluka, karena bila terjadi peningkatan afterload akan menunjukan efek penurunan kontraktilitas yang akan menurunkan curah jantung. Saturasi Oksigen

Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang dapat mendeteksi adanya septal defek ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.

2.8

Penatalaksanaan

Volume pengisian ventrikel kiri harus diptimalkan, dan pada keadaan tanpa adanya bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 mL dapat dilakukan dalam 10 menit. Oksigen adekuat penting, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Hipotensi yang berlangsung memicu

kegagalan otot pernafasan dan dapat dicegah dengan pemberian ventilasi mekanis. Laporan adanya penurunan secara dramatis mortalitas syok kardiogenik dengan melakukan revaskularisasi awla muncul pada akhir tahun 1980. Uji klinis secara acak yang menguji superiotas dan generalisabilitas strategi revaskularisasi awal telah

20

dilakukan di USA yaitu SHOCK trial. Pada penelitian SHOCK dilaporkan peningkatan survival 30 hari dari 46,7% menjadi 56% dengan strategi revaskularisasi awal, namun perbedaan 9% absolut tidak bermakna (p=0,11). Pada pemantauan, perbedaan survival pada strategi revaskularisasi awal menjadi lebih besar dan bermakna setelah 6 bulan dan satu tahun untuk reduksi absolut. Manfaat revaskularisasi awal didapatkan pada semua subkelompok kecuali pada usia lanjut(kuran 75 tahun). Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik Langkah I. Tindakan resusitasi segera

Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin dan noradrenalin (norepinefrin). Tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata. Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum transportasi jika fasilitas tersedia. Analisa gas darah dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi mekanis jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus-menerus, dan peralatan defibrilator, obat antiartimia amiodaraon dan lidokain harus tersedia ( 33% pasien revaskularisasi awal SHOCK trial menjalani resusitasi kardiopulmoner, takikardi ventrikular menetap atau fibrilasi ventrikel sebelum randomisasi).11 Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan ST elevasi jika antisipasi ketelambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien dengan tekanan darah sistolik kurang 100 mmHg yang mendapat rombolitik pada metaanalisis FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo (95% CI 26 sampai 98, p < 0,001) meningkatkan tekanan darah dengan IABP pada keadaan ini dapat menfasilitasi trombolisis dengan meningkatkan tekanan perfusi koroner. Pada syok kardiogenik karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu katetrisasi, inhibitor glikoprotein Iib/IIIa dapat diberikan.

21

Langkah 2. Menentukan secara dini anatomi koroner

Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa iskemik yang dominan. Hipotensi diatasi segera dengan IABP. Syok mempunyai ciri penyakit 2 pembuluh darah yang tinggi, penyakit left main, dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat disfungsi ventrikel dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau lesi koroner kanan jarang mempunyai manifestasi syok pada keadaantanpa infark ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokard sebelumnya atau kardiomiopati. Langkah 3. Melakukan revaskularisasi dini

Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemulihan modalitas terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI dengan CABG pada syok kardiogenik. Trial SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left main atau penyakit 3 pembuluh besar. Laju mortalitas dirumah sakit dengan CABG pada penelitian SHOCK dan registr adalah sama dengan outcome dengan PCI, wlaupun lebih banyak penyakit arteri berat dan diabetes yaitu 2 kali pada pasien yang menjalani CABG. Rekomendasi PCI pada penyakit jantung koroner5 Tanda objektif iskemik luas Oklusi total kronis Risiko operatif tinggi, termasuk ejeksi fraksi < 35% Unprotected left main tanpa opsi tindakan revaskularisasi lain. Stent rutin pada lesi pembuluh darah koroner asli

22

Tanda klinis: hipoperfusi, CHF, edema paru akut penyakit dasar yang paling mungkin

Edema paru akut

hipovolem i

Low Output: syok kardiogenik

Aritmia

Pemberian 1. Furosemid IV 0,5-1 mg/kg 2. Morfin IV 2-4 mg 3. Oksigen bila perlu

Pemberian: Cairan Transfusi darah vasopressor Periksa tekanan darah

Bradikard i

Takikard i

TDS> 100mmHg Periksa tekanan darah

TDS 70100mmHg dan tanda syok (-)

TDS 70100mmHg dan tanda syok (+)

TDS < 70mmH g dan tanda syok (+)

Tekanan darah sistole > 100mmHg atau tidak kurang dari 30 mmHg dari TDS sebelumnya

Nitrogliserin 1020 mcg/menit IV

Dobutamin 220 mcg/menit IV

Dopamin 515 mcg/kg IV

Norepinefri ne 0,5- 30 mcg/menit IV

ACE-inhibitor golongan pendek misalnya: captopril 6,25 mg

Gambar 4. Skema penatalaksanaan syok kardiogenik

23

Peranan intraaortic baloon pump Sesuai dengan guidelines terakhir ACC/AHA, direkomendasi pemasangan IABP dini pada pasien syok kardiogenik yang merupakan kandidat strategi agresif. Penggunaan IABP menurunkan afterload, meningkatkan tekanan diastolik untuk perfusi koroner dan meningkatkan curah jantung. Balon intra-aorta ditempatkan pada aorta toraksika desenden yang terletak di distal arteri subklavia sinistra. Balon dimasukan perkutan atau melalui arteriotomi femoralis dan disusupkan retrogard melalui aorta abdominalis desenden. Balon

24

kemudian mengembang dan mengempis sesuai dengan peristiwa mekanis dari siklus jantung2 2.9 Komplikasi

1. Cardiopulmonary arrest 2. Disritmi 3. Gagal multisistem organ 4. Stroke 5. Tromboemboli 2.10 Prognosis

Prognosis syok kardiogenik secara umum sangat buruk meskipun insidennya telah menurun. Pada penderita syok akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya infark miokard. Mortalitas rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung sekitar 60-70%. Mortalitas tinggi bagi mereka yang menunjukkan tekanan pengisisan ventrikel kiri sangat tinggi dan penurunan indeks jantung. Bila tekanan tersebut normal atau sedikit dan hipovolemia relative, prognosis lebih baik. Sekitar 30% penderita menunjukkan respon terhadap ekspansi volume darah dengan dekstran atau albumin. Penderita dengan perubahan tekanan pengisisan ventrikel kiri dan indeks jantung ringan biasanya menunjukkan hasil yang baik dengan obat-obatan vasopresor.

Prognosis menurut pembagian KILLIP adalah sebagai berikut: Kelas I : Tidak ada tanda kongesti paru atau vena, mortalitas 0-5 persen. Kelas II: Gagal jantung kanan, kongesti hepar dan paru, gagal jantung kiri sedang, ronki pada basis paru, mortalitas 10-20 persen. Kelas III : Gagal jantung berat, edema paru, mortalitas 35-45 persen. Kelas IV : Syok, tekanan sistolik < 80-90 mmHg, sianosis perifer, gangguan mental, oliguri, mortalitas 85-95 persen.

25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat dengan infark miokard akut. Etiologi dari syok kardiogenik adalah komplikasi infark miokard akut. Komplikasi infark miokard akut antara lain: ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok. Pengenalan pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk berkembang menjadi syok dapat memfasilitasi pengiriman lebih awal pasien risiko tinggi sebelum timbulnya awitan (onset) instabilitas hemodinamik. Penelitian menunjukan strategi revaskularisasi dini menurunkan mortalitas dalam 6 dan 12 bulan dan lebih superior dibandingkan terapi agresif awal. Walaupun tindakan percutaneus coronary intervention (PCI) dini atau coronary artery bypass graft sugery (CABG) bermanfaat, sekali di diagnosis ditegakan, laju mortalitas etap tinggi (kurang lebih 50%), walau mendapat intervensi, dan separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan miokard luasyang ireversible dan kerusakan organ vital.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi Idrus, 2007, Syok Kardiogenik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal. 182-186 2. Price Sylvia, 2007, Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Srikulasi: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Hal 641. 3. Sherwood Lauralee, 2007, Pembuluh Darah dan Tekanan Darah: fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. EGC.Hal 338 4. Sabatine Marc. 2011. Acute coronary syndrome: Pocket Medicine 4th edition. Lippincott williams and Wilkins. Hal 1-7 5. Santoso T, 2007, Intervensi Koroner Percutan: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 15051509 6. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta.1995. Hal. 243-2492. 7. Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam 8. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KedoteranUniversitas Indonesia. 2000. Hal: 11-163. 9. Purwadianto A, Sampurna B.Kedaruratan Medik Pedoman

PenatalaksanaanPraktis. Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-574. 10. Kaligis RWM.Buku Ajar Kardiologi .Balai Penerbit Fakultas KedokteranIndonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-935. 11. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrisons Principlesof Internal Medicine vol.1. 13th ed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223 12. Harmony R. Reynolds and Judith S. Hochman, Cardiogenic Shock : Current Concepts and Improving Outcomes; Circulation is published by
the American Heart Association, 7272 Greenville Avenue, Dallas, TX 75231

27

Anda mungkin juga menyukai