Anda di halaman 1dari 2

(Gatau mau bikin judul apa, bikinin yaa) Konflik internal yang melanda Suriah sampai kini masih

menjadi isu hangat dalam hubungan internasional. Kehadiran para pemberontak yang berafiliasi dengan kelompok teroris Al Qaeda, senjata kimia pemusnah massal, hingga ketegangan politik di antara AS dengan Rusia kerap menjadi topik utama dalam pertemuan negara-negara di PBB. Terutama karena persoalan ini ikut menjadi fokus dari perhatian dunia akan stabilitas politik internasional. AS sebagai negara penjunjung tinggi nilai demokrasi awalnya melihat bahwa gerakan pemberontakan dapat menjadi jalan bagi Suriah untuk mencapai demokrasi, sehingga AS mendukung dan bahkan memberikan bantuan bagi para pemberontak. Namun ketika kenyataannya memperlihatkan bahwa pasukan pemberontak bekerjasama dengan Nusra Front, organisasi radikal yang berkaitan erat dengan Al Qaeda, AS dan negara lainnya seperti Qatar, Saudi Arabia, dan Turki merasa bahwa apa yang telah mereka lakukan turut mendukung para teroris yang sebenarnya menjadi ancaman bagi negara mereka. Di sisi lain, kehadiran senjata kimia dalam pemerintahan Bashar Al-Assad turut menjadi fokus permasalahan yang turut membuat hubungan di antara AS dan Rusia menjadi tegang. Konflik internal Suriah menjadi suatu masalah kompleks yang menghadirkan ketegangan baru tidak hanya di wilayah Timur Tengah, tetapi juga di lingkup internasional. Meskipun begitu, ancaman terorisme tetap menjadi suatu aspek yang tidak dapat ditolerir oleh seluruh masyarakat internasional, termasuk pemerintah Suriah sendiri. Dalam suatu pertemuan di PBB, representatif dari pemerintah Suriah pun mengimbau kepada negaranegara lain untuk ikut serta memecahkan konflik tersebut, dikarenakan konflik ini sudah dikategorikan sebagai perang sipil dengan bahaya terorisme yang mengancam Suriah. Bahkan negara-negara tetangga Suriah seperti Lebanon, Turki, dan Irak juga ikut meminta PBB untuk membantu Suriah dalam menyelesaikan konflik internalnya. Padahal di saat yang bersamaan, Suriah tengah dikecam oleh masyarakat internasional dengan adanya pemakaian senjata kimia terhadap masyarakatnya sendiri. Dalam usaha penyelesaian konflik seperti ini, terlihat jelas peran penting dari sebuah organisasi internasional. PBB menjadi jalan bagi aktor-aktor penting dalam dunia internasional yang terkait dengan kasus ini untuk menempuh jalan negosiasi. Hal ini bukan semata-mata merupakan strategi Suriah, AS, ataupun Rusia untuk mengambil perhatian dan dukungan dari masyarakat internasional, tetapi memang merupakan sebuah keteraturan sosial yang sejak lama sudah diciptakan dan dilakukan oleh negara-negara. Meskipun pemerintah

Suriah menganggap AS mendukung berkembangnya gerakan teroris di Suriah dan AS sangat menentang keberadaan senjata kimia serta turut memberikan ancaman agresi militer, kedua pihak tersebut, didampingi oleh Rusia sebagai aliansi dekat Bashar Al-Assad, tetap mau berunding bersama di bawah naungan PBB untuk menghasilkan resolusi. Bahkan baik AS maupun Suriah sama-sama memiliki ketakutan akan kelompok teroris yang mungkin saja dapat mengambil alih kekuasaan di Suriah. Nilai universal yang sama-sama dipegang membuat usaha penyelesaian konflik dalam lingkup internasional menjadi teratur. AS sebagai negara super power pun tidak langsung mengambil tindakan militer dan mengintervensi konflik internal Suriah, tetapi tetap berpegang kepada keputusan bersama yang ditempuh melalui jalan diplomasi. Sebuah pandangan yang sama akan bahaya dari gerakan kelompok teroris Al Qaeda yang radikal menjadi pemersatu pikiran di antara Suriah dan AS. Mereka percaya bahwa stabilitas order merupakan hal yang perlu dijaga. Oleh karena itu, keduanya mau bekerjasama untuk menciptakan win-win solution yang tetap mendukung kepentingan nasional mereka.

Anda mungkin juga menyukai