Anda di halaman 1dari 29

BAB I KASUS

I.1. Identitas Pasien Nama : An. Ayudia Tsaqib

Jenis Kelamin : Perempuan Usia Alamat Suku bangsa Agama Masuk IGD : 13 bulan : Seroyudan, RT 06/02 Suroyudan Tegalrejo, Magelang : Jawa : Islam : 26 Februari 2014 pk.19.10

I.2. SUBJEKTIF Alloanamnesis dilakukan terhadap Ayah dan Ibu pasien pada tanggal 26 Februari 2014 pk.19.10 di IGD dan pukul 20.30 di Bangsal Flamboyan.

A. Keluhan utama: Demam B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien baru datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun sepanjang hari. Demam biasanya dirasakan mulai naik pada sore/ malam hari dan suhu tubuh turun disertai berkeringat pada siang hari. Pasien juga mengeluh batuk berdahak dan pilek. Dahak berwarna kuning kadang kehijauan dan susah dikeluarkan. Sering batuk pada malam hari, membuat terbangun dan rewel menangis terus. Pilek dengan lendir berwarna putih keruh terkadang berwarna kuning. Ibunya merasa suara nafas anaknya berbunyi seperti ngik-ngik dan grok-grok seperti susah bernafas. Anaknya dirasa seperti sesak yang hilang timbul. Nafsu makan berkurang dan hanya mau minum susu/ menetek terus. Dalam 5 hari terakhir pasien muntah sudah 2x berupa makanan dan cairan. BAK lancar, BAB normal.

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit Asma Riwayat kejang demam : disangkal : disangkal

Riwayat kejang tanpa demam : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga Asma disangkal Riwayat batuk lama disangkal Riwayat TBC disangkal Riwayat penyakit epilepsi disangkal

E. Riwayat pemakaian obat : Pasien sudah berobat ke bidan setempat dan mendapatkan obat penurun panas, antibiotik serta obat batuk tetapi tidak ada perubahan dan anaknya agak susah minum obat.

F. Riwayat alergi : disangkal G. Riwayat Kehamilan : Saat hamil pasien, ibu pasien rutin ANC ke bidan dekat rumah. Kurang lebih ANC sebanyak 1-2x setiap bulan.

H. Riwayat Persalinan Pasien lahir spontan (persalinan pervaginam) pada usia kehamilan 9 bulan dengan Berat Badan Lahir 2600 gram.

I.

Riwayat Imunisasi : Imunisasi segera setelah lahir = Hepatitis B DPT 1 Polio 1 :+ :+

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

J.

Riwayat Tumbuh Kembang Tidak ditanyakan

K. Riwayat Nutrisi

Pasien minum ASI eksklusif sejak lahir sampai sekarang, PASI sejak usia 6 bulan hingga saat ini. PASI awalnya berupa bubur bayi instan, sayur-sayuran.

I.3. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF) Keadaan umum Kesadaran Berat Badan Vital sign o o o Nadi Pernafasan Suhu : 136 x/menit : 42 x/menit : Pukul 19.10 38,3 C ( IGD) axilla, Pukul 20.30 38 C (bangsal) axilla, Kepala & Leher : o o o o o o o o Mata tidak cekung Konjungtiva anemis Sklera ikterik Hidung Mukosa mulut Lidah KGB : (-/-) : (-/-) : Nafas cuping hidung (-) : basah : dbn : dbn : rewel, menangis terus. Tampak Sakit Sedangedang : GCS E4V5M6, Compos Mentis : 8,2 kg

T1-T1 hipermis (-), granuler (-)

Thorax o Paru :

- I : simetris, normochest, retraksi otot dada (-)


KEJANG DEMAM KOMPLEKS 3

- P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris - P : perkusi paru sonor kanan dan kiri - A : suara nafas dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki +/+ o o Jantung : - A : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen - I : datar - A : bising usus (+) di semua regio abdomen, 6x/menit - P : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik - P : tympani o Ekstremitas : Superior dextra/sinistra = akral dingin Inferior dextra/sinistra = akral dingin, jari-jari kaki agak kebiruan. :

I.4. DAFTAR MASALAH


Demam

Batuk berdahak berwarna kuning kadang kehijauan dan susah dikeluarkan. Sering batuk pada malam hari, membuat terbangun dan rewel menangis terus
Pilek, lendir warna putih keruh, kadang berwarna kuning, bau(-) Sesak nafas, terdengar suara grok-grok dan terkadang ngik-ngik. Nafsu makan turun Mual muntah Suhu

Pukul 19.10 38,3 C ( IGD) axilla, Pukul 20.30 38 C (bangsal) axilla,

I.5. ASSESMENT Observasi Febris hari ke-5 Bronkopneumonia


KEJANG DEMAM KOMPLEKS 4

I.6. PLANNING Planning diagnostik : - Darah lengkap Darah rutin : WBC, Diff Count, Hemoglobin, Ht, Platelet - UL - Ro. Thorax Planning Terapi

Terapi Suportif Infus D5 NS 800 cc/ 24 jam O2 kalau perlu

Terapi Simptomatis Inj. Norages 3 x 100 mg Inj. Zantadin 2 x amp. ( kalau mual muntah) Ambroxol drops 3 x 1 ml

Terapi Kausatif Inj. Cefotaxime 3 x 1/3 gr

Planning monitoring Keadaan Umum Vital sign : RR, Nadi, Temperatur Asupan makanan Produksi urin

Planning Edukasi : Bed rest Kompres bila demam Tingkatkan intake minum air putih dan nutrisi

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 27 Februari 2014

Jenis Pemeriksaan WBC RBC HB HCT PLT PCT MCV MCH MCHC RDW MPV PDW

Hasil 15,2x 103/mm3 4,86 106/mm3 11,8 g/dl 3635 % 314 x 103/mm3 228 % 75 um
3

Referensi 3,5 -10 3,8-5,8 11,0-16,5 35-50 150-390 0.10-0.50 80-97 26,5-33,5 31,5-35 10-15 6,5-11 10-18

24,2 pg 32,4g/dl 15,3 % 7,3 um3 13,2%

Diff Count Jenis % Lym % Mon % Gra Hasil 51,9 % 7,1 % 41,0 % Referensi 17-48 4-10 43-76 Jenis # Lym # Mon # Gra Hasil 7,8 103/mm3 1,0 103/mm3 6,4 103/mm3 Referensi 1,2-3,2 0,3-0,8 1,2-6,8

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

FollowUp Hari ke-1 Tanggal 27 Februari 2014 pkl. 06.00 S


Demam (-) Batuk berdahak (+) berwarna kuning Pilek (+) lendir berwarna hijau Muntah (-) Nafsu makan belum membaik. Makan sedikit. Minum (+) BAK normal BAB + hari ini.

O
Keadaan umum : Sakit ringan Kesadaran : GCS E4V5M6, Compos Mentis Vital sign o Nadi : 136 o Suhu : 36,3C o Pernafasan : 40 Kepala & Leher : o Mata tidak cekung o Konjungtiva anemis : (-/-) o Sklera ikterik : (-/-) o Hidung : Nafas cuping hidung (-) o Mukosa mulut : basah, Tonsil T1-T1 o Lidah :dbn o KGB :dbn o -

A
Susp. Bronkopneumonia

P
Planning Terapi Planning diagnostik : Ro. Thorax Planning Terapi

Terapi Suportif - Infus D5 NS 800 cc/ 24 jam - O2 kalau perlu Terapi Simptomatis - Inj. Norages 3 x 100 mg - Inj. Zantadin 2 x amp. ( kalau mual muntah) - Ambroxol drops 3 x 1 ml Terapi Kausatif Inj. Cefotaxime 3 x 1/3 gr Planning monitoring Keadaan Umum Vital sign : RR, Nadi, Temperatur Asupan makanan Produksi urin Planning Edukasi : Bed rest Kompres bila demam Tingkatkan intake minum air putih dan nutrisi

Anak tampak rewel Tangis kencang Gerak aktif

Thorax : Paru : I : simetris, normochest P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris - P : perkusi paru sonor kanan dan kiri - A : suara nafas dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki +/+ o Jantung : A : bj I dan II regular, murmur (-), gallop (-) o Abdomen : - I : datar - A : bising usus (+) di semua regio abdomen, 6x/menit - P : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik - P : tympani o Ekstremitas : - Akral hangat (-), kebiruan (-) - Edema (-) -

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

FollowUp Hari ke-2 Tanggal 28 Februari 2014 pkl. 05.30


S
Demam (-) badan berkeringat sejak tadi malam Batuk berdahak (+) berwarna kuning Pilek (+) Muntah 2x berupa asi Nafsu makan belum membaik. Makan sedikit. Minum (+) BAK normal BAB (-)

O
Keadaan umum : Sakit ringan Kesadaran : GCS E4V5M6, Compos Mentis Vital sign o Nadi : 136 o Suhu : 35,5C o Pernafasan : 44 Kepala & Leher : o Mata tidak cekung o Konjungtiva anemis : (-/-) o Sklera ikterik : (-/-) o Hidung : Nafas cuping hidung (-) o Mukosa mulut : basah, Tonsil T1-T1 o Lidah :dbn o KGB :dbn o -

A
Bronkopneumonia

P
Planning Terapi Planning diagnostik : Ro. Thorax Planning Terapi

Terapi Suportif - Infus D5 NS 800 cc/ 24 jam (AFF) Terapi Simptomatis - Ambroxol drops 3 x 1 ml - Fartolin 3x 1 ml + NaCl 0.9 % 1 ml Terapi Kausatif - Cefila syr 2 x 1 ml Planning monitoring Keadaan Umum Vital sign : RR, Nadi, Temperatur Asupan makanan Planning Edukasi : Bed rest Kompres bila demam Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Anak tampak rewel

Thorax : Paru : I : simetris, retraksi (+) P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris - P : perkusi paru sonor kanan dan kiri - A : suara nafas dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki +/+ o Jantung : A : bj I dan II regular, murmur (-), gallop (-) o Abdomen : - I : datar - A : bising usus (+) di semua regio abdomen, 6x/menit - P : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik - P : tympani o Ekstremitas : - Akral hangat (+), kebiruan (-) - Edema (-)

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Foto Ro. Thorax

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

FollowUp Hari ke-3 Tanggal 1 Maret 2014 pkl. 06.00


S
Demam (-) Batuk berdahak (+) susah dikeluarkan, tp sudah berkurang Pilek (+) lendir berwarna hijau Muntah (-) Nafsu makan belum membaik. Makan sedikit. Minum (+) BAK normal BAB + hari ini. lembek

O
Keadaan umum : Sakit ringan Kesadaran : GCS E4V5M6, Compos Mentis Vital sign o Nadi : 132 o Suhu : 36,2C o Pernafasan : 32 Kepala & Leher : o Mata tidak cekung o Konjungtiva anemis : (-/-) o Sklera ikterik : (-/-) o Hidung : Nafas cuping hidung (-) o Mukosa mulut : basah, Tonsil T1-T1 o Lidah :dbn o KGB :dbn Thorax : o Paru : - I : simetris, retraksi intercostae (+) - P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris - P : perkusi paru sonor kanan dan kiri - A : suara nafas dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki +/+ berkurang o Jantung : A : bj I dan II regular, murmur (-), gallop (-) o Abdomen : - I : datar - A : bising usus (+) di semua regio abdomen, 6x/menit - P : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik - P : tympani o Ekstremitas : - Akral hangat (-), kebiruan (-) - Edema (-)

A
Bronkopneumonia

P
Planning Terapi Planning Terapi

Terapi Simptomatis - Ambroxol drops 3 x 1 ml - Fartolin 3x 1 ml + NaCl 0.9 % 1 ml Terapi Kausatif - Cefila syr 2 x 1 ml Planning monitoring Keadaan Umum Vital sign : RR, Nadi, Temperatur Asupan makanan Planning Edukasi : Bed rest Kompres bila demam Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

10

FollowUp Hari ke-4 Tanggal 2 Maret 2014 pkl. 06.00


S
Demam (-) Batuk berdahak (+) susah dikeluarkan, tp sudah berkurang Pilek (+) lendir berwarna hijau Muntah (-) Nafsu makan belum membaik. Makan sedikit. Minum (+) BAK normal BAB + hari ini. lembek

O
Keadaan umum : Sakit ringan Kesadaran : GCS E4V5M6, Compos Mentis Vital sign o Nadi : 132 o Suhu : 36,4C o Pernafasan : 28 Kepala & Leher : o Mata tidak cekung o Konjungtiva anemis : (-/-) o Sklera ikterik : (-/-) o Hidung : Nafas cuping hidung (-) o Mukosa mulut : basah, Tonsil T1-T1 o Lidah :dbn o KGB :dbn Thorax : o Paru : - I : simetris, retraksi intercostae (-) - P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris - P : perkusi paru sonor kanan dan kiri - A : suara nafas dasar vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki +/+ berkurang o Jantung : A : bj I dan II regular, murmur (-), gallop (-) o Abdomen : - I : datar - A : bising usus (+) di semua regio abdomen, 6x/menit - P : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik - P : tympani o Ekstremitas : - Akral hangat (-), kebiruan (-) - Edema (-)

A
Bronkopneumonia

P
Planning Terapi Planning Terapi

Terapi Simptomatis - Ambroxol drops 3 x 1 ml - Fartolin 3x 1 ml + NaCl 0.9 % 1 ml Terapi Kausatif - Cefila syr 2 x 1 ml Planning monitoring Keadaan Umum Vital sign : RR, Nadi, Temperatur Asupan makanan Pasien Boleh Pulang

Obat pulang Ambroxol drops 3 x 1 ml Cefila syr 2 x 1 ml

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BRONKOPNEUMONIA

II.1

DEFINISI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.12

Gambar 1. Bronkopneumonia

II.2

EPIDEMIOLOGI

Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 12 Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia
KEJANG DEMAM KOMPLEKS 12

komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.12

II.3

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : a. b. c. d. e. f. Usia Status imunologis Status lingkungan Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) Status imunisasi Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 13

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

13

Gambar 2. E.colli

Gambar 3. Pseudomonas sp

Gambar 4. Klebsiella sp

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.13

Tabel 1. Etiologi Pneumonia

Usia Lahir hari 20

Etiologi yang sering Bakteri E.colli Streptococcus grup B Listeria monocytogenes

Etiologi yang jarang Bakteri Bakteri anaerob Streptococcus grup D Haemophillus influenza Streptococcus pneumonie

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

14

Virus CMV HMV 3 miggu 3 bulan Bakteri Clamydia trachomatis Streptococcus pneumonia Virus Adenovirus Influenza Parainfluenza 1,2,3 Bakteri Bordetella pertusis Haemophillus influenza tipe B Moraxella catharalis Staphylococcus aureus Virus CMV

4 bulan 5 tahun

Bakteri Clamydia pneumoniae

Bakteri Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumonia Virus Adenovirus Rinovirus Influenza Parainfluenza 5 tahun Bakteri Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumonia

Moraxella catharalis

Staphylococcus aureus

Neisseria meningitides Virus Varisela Zoster

Bakteri Haemophillus influenza Legionella sp

remaja

Staphylococcus aureus

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

15

Virus Adenovirus Epstein-Barr Rinovirus Varisela zoster Influenza Parainfluenza

II.4

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 13

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris Pneumonia lobularis (bronkopneumoni) Pneumonia interstitialis b. Berdasarkan asal infeksi Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur
KEJANG DEMAM KOMPLEKS 16

d. Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal e. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu Tipe Klinis Pneumonia Komunitas Epidemiologi Sporadis atau endemic; muda atau orang tua Pneumonia Nosokomial Pneumonia Rekurens Pneumonia Aspirasi Pneumonia pada gangguan imun Didahului perawatan di RS Terdapat dasar penyakt paru kronik Alkoholik, usia tua Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

II.5

PATOGENESIS

Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 14

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

17

Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia

Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi

imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. 14 Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.15 Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan
KEJANG DEMAM KOMPLEKS 18

debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.15 Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.15 Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah

menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.15

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

19

II.6

GEJALA KLINIS

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.16

II.7

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut : Suhu tubuh 38,5o C

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Takipneu berdasarkan WHO: Usia < 2 bulan Usia 2-12 bulan Usia 1-5 tahun Usia 6-12 tahun 60 x/menit 50 x/menit 40 x/menit 28 x/menit

Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun. Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.16
KEJANG DEMAM KOMPLEKS 20

II.8

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadangkadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.17

2. C-Reactive Protein (CRP) Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.17 Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP 120 mg/l dan prokalsitonin 5 ng/ml. 17

3. Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.18

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

21

4. Pemeriksaan serologis Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.18

5. Pemeriksaan Roentgenografi Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.18 Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari: Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
KEJANG DEMAM KOMPLEKS 22

Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,

bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. 18

II.9

DIAGNOSIS

Diagnosis

etiologik

berdasarkan

pemeriksaan

mikrobiologis

dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayibayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.18 Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria
KEJANG DEMAM KOMPLEKS 23

diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 18 Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut. Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun : Pneumonia berat Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5 tahun 40 x/menit Adanya retraksi Sianosis Anak tidak mau minum Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi) Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5 tahun 40 x/menit Adanya retraksi Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Pneumonia -

Bayi berusia di bawah 2 bulan Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut : Pneumonia Bila ada nafas cepat 60 x/menit atau sesak nafas Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

24

II.10 PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan antibiotika Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit Pneumonia ringan Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB. Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari Pneumonia berat Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : ampicillin + aminoglikosid amoksisillin-asam klavulanat amoksisillin + aminoglikosid sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) beta laktam amoksisillin amoksisillin-amoksisillin klavulanat golongan sefalosporin kotrimoksazol
KEJANG DEMAM KOMPLEKS 25

makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg). Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).19

3. Penatalaksanaan bedah Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.19

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

26

II.11 PROGNOSIS

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.19

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Orenstein DM, Bronchiolitic. In Nelson WE, Editor Nelson, Textbook of Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-1485. 2. Hartoyo E. Naning R. Mengi Berulang Setelah Bronkiolitis Akut Akibat Infeksi Virus [serial Online] Jan 2002 [ akses 2006 Okt 10 ]; [ 7 Halaman]. Di akses dari: URL : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012002/pus-1.htm 3. Hasan R, Alatas H, Bronkiolitis Akut, dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Volume 3, Jakarta : Info Medika FK UI ; 1996. hal. 1233. 4. DeNicola LK, Gayle M O, Bronchiolitis, [serial online ] Sept 1998 [ akses 2006 URL: Okt 10 ]; [12 Halaman ]. Di akses dari :

http://www.dcmsonline.org/jax-

medicine/1998journals/september98/bronchiolitis.htm 5. Howard EW, Acute Viral Bronchiolitis, Respiratory Illness in Children. Oxford : Blackwell Scientific Publication; 1998. p. 41-48. 6. Anonim, Bronchiolitis , [serial online] 2004 [ akses 2006 Okt 10 ]; [ Gambar 1]. Di akses dari URL : www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=943&idktg=19&idoba t=&UID=20060926150740222.124.htm 7. Orenstein DM, Obliterans Bronchiolitic. In Nelson WE, Editor Nelson, Textbook of Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1486. 8. Mayo Foundation staff , Bronchiolitis, [serial online] Okt 2006 [akses 2006 Okt 10 ]; [15 Halaman]. Di akses dari : URL : http://www.mayoclinic.com/health/bronchiolitis/DS00481/DSECTION=9.htm 9. Pianosi P, Diagnosis and Management of Bronchiolitis, [serial online] Okt 2006 [akses 2006 Okt 10]; [66 halaman]. Di akses dari URL : http//:www.aap.org.us/Diagnosis_and_Management_of_Bronchiolitis_-_subcommittee_on_Diagnosis_and_Management_of_Bronchiolitis_118_(4)_1 774 _Pediatrics.htm 10. McIntosh K, Respiratory Syncytial Virus. In : Vaughan VC, et al (eds). Nelson Textbook. of Pediatrics. 13 th ed. Toronto : WB Saunders Company; 1987.p . 1112 - 1114.

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

28

11. Louden M, Bronchiolitis, [serial online] Feb 2006 [akses 2006 Okt 10]; [8 halaman]. Di akses di URL : http//:www.emedicine.com/bronchiolitis.htm 12. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889. 13. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554. 14. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465. 15. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005. 16. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005. 17. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010. 18. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804. 19. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

29

Anda mungkin juga menyukai