Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS LEUKEMIA MIELOID AKUT Oleh: Nur Ilhaini Sucipto, S.Ked 052011101047 Pembimbing: dr.

Ali Santoso, Sp.PD Disusun untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Ilmu Penyakit D alam FK UNEJ - RSD dr.Soebandi Jember SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

PENDAHULUAN Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen ditandai dengan infiltrasi s el neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum tulang, dan jaringan lain ole h. Pada tahun 2006 perkiraan jumlah kasus baru leukemia mieloid di Amerika Serik at sebesar 16.430. Leukemia tersebut termasuk spektrum keganasan, tidak dapat di obati, mulai dari yang progresif cepat hingga progresif lambat. Berdasarkan hal tersebut, leukemia mieloid dibagi menjadi akut dan kronis1. Insiden leukemia mie loid akut (AML) adalah + 3,7 per 100.000 orang per tahun, dan kejadian yang dise suaikan menurut umur lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita (4.6 versus 3.0). Insiden AML meningkat sesuai umur, yaitu 1,9 pada individu <65 tahun dan 18,6 pada mereka yang berusia >65. Sebuah peningkatan yang signifikan pada insid en AML telah terjadi selama 10 tahun terakhir. Etiologinya meliputi hereditas, r adiasi dan paparan pekerjaan serta obat-obatan dan virus1. Terapi standar dari A ML adalah regimen kemoterapi tujuh tiga yaitu kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin. Sekitar 30-40 % pasien mengalami remisi komplit deng an terapi sitarabin dan daunorubisin yang diberikan sebagai obat tunggal, sedang bila diberikan sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60 % pa sien. Bila terdapat residual disease pada hari ke 28 perlu dipertimbangkanadanya gagal terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain1. P ada kasus tersebut, sebagai dokter umum, diharapkan mampu membuat diagnosis klin ik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan (misalnya: pemeriksaan sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya. 1

STATUS PASIEN IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Suku Stat us Pendidikan Pekerjaan : Ny.N : 26 tahun : Perempuan : Jl. Mxx 1/14 Umbulsari : Islam : Madura : Sudah Menikah : SD : Buruh Tani Tanggal masuk RS : 25 April 2011 No. RM : 33.34.13 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan di ruang interna wanita (RIW) RSD dr.Soebandi pada hari-8 masuk rumah sakit (MRS). 1. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas dan demam. 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak + 3 bulan SM RS, pasien mengeluh badannya terasa menjadi mudah lelah dan demam, demam naik tu run. Pasien juga merasa linu-linu pada kaki dan tangan baik kanan maupun kiri. L inu-linu sering terasa pada pagi hari. Pasien sering merasa demam sumer-sumer se panjang hari. Sejak + 1 bulan SMRS, pasien mengeluh sakit gigi, namun tidak mimi san dan tidak nyeri telinga. Sejak + 15 hari SMRS muncul bintik-bintik merah pad a wajah pasien kemudian timbul pada tangan dan kaki, bintik-bintik yang timbul p ada wajah pasien di rasakan perih dan panas, awalnya sebelum muncul bintik merah wajah pasien bengkak dan berwarna biru-biru. Pasien juga mengeluh kedua matanya merah Pasien mengatakan nafsu makannya berkurang hingga badannya terlihat 2

lebih kurus dari sebelumnya. Sebelum demam pasien mengeluh nyeri tenggorokan. Ha ri 1 MRS mata pasien kemerahan tampak berdarah dan gusi pasien membengkak. Hari 3 MRS pasien pilek dan batuk, tidak berdahak. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. 4. Riwayat Pengobatan Pasie n pernah periksa ke puskesmas diberi obat penurun panas. 5. Riwayat Alergi Disan gkal 6. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami gejal a penyakit seperti yang dialami oleh pasien saat ini. 7. Riwayat Sosial Ekonomi Dan Lingkungan Pasien tinggal bersama ibu, adik, suami, dan seorang anaknya. Sua mi pasien bekerja sebagai petani, sama halnya dengan pasien. Pasien sehari-hari makan dengan memasak sendiri (tidak beli di luar). Pasien minum dari air sumur y ang dimasak terlebih dahulu. Mandi dan mencuci di kamar mandi. Kesan : keadaan s osial, ekonomi dan lingkungan kurang baik. 8. Riwayat Gizi Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi berupa nasi, lauk pauk (tahu dan temp e) dan sayur. Selama sakit, nafsu makan menurun. Kesan : kebutuhan gizi kurang. ANAMNESIS SISTEM a.Sistem Serebrospinal b. Sistem Kardiovaskular c. Sistem Perna fasan : tidak ada keluhan : tidak ada keluhan : pilek dan batuk berdahak d. Sistem Gastrointestinal : nafsu makan turun, BAB sehari 3x berwarna kekuninga n. 3

e. Sistem Urogenital : kencing lancar, warna kuning, sehari 2- 3x, tidak ada nyeri BAK. f. Sistem Integumentum : bercak kemerahan pada wajah, tangan dan kaki. g. Sistem Muskuloskeletal : linu-linu pada kedua tangan dan kaki Kesan : Pada an amnesis sistem ditemukan nafsu makan turun, BAB sehari 3x berwarna kekuningan BAK lancar warna kuning. PEMERIKSAAN FISIK a. Pemeriksaan Umum : 1. Keadaan umum 2. Kesadaran : Lemah : Composmentis GCS 45-6 3. Tanda tanda vital - Tekanan darah - Nadi - Temperatur 4. Gizi : 100/60 mm Hg : 100 x/menit : 39,5C - Frekuensi pernapasan: 20 x/menit : baik BB: 58 kg TB: 156 cm BMI: 58 (1,56)2 5 . Kulit 6. Kelenjar limfe : tampak purpura pada wajah, tangan dan kaki : Tidak a da pembesaran limfe colli, aksila, dan Inguinal 7. Otot 8. Tulang : Tidak terdap at atrofi otot : Tidak ada deformitas x 100% = 23,8% Kesan : pada pemeriksaan umum didapatkan purpura pada wajah, tangan dan kaki 4

b. Pemeriksaan Khusus 1. Kepala Bentuk : lonjong, simetris. Rambut : hitam, luru s, pendek, tidak mudah dicabut. Mata - Konjungtiva - Sklera - Palpebra - Refleks pupil - Sekret : sulit dievaluasi (sde). : sde : terdapat edema baik kanan maup un kiri : normal, pupil isokor 3 mm/3 mm, terdapat refleks cahaya kanan maupun k iri. : darah. Telinga : tidak didapatkan sekret dan perdarahan. Hidung : tidak terdapat sekret , perdarahan, maupun napas cuping hidung. Mulut : tidak terdapat sianosis maupun halitosis, mukosa mulut tidak pucat, namun terdapat pembengkakan gusi. Kesan: d idapatkan edema palpebra dan perdarahan pada kedua mata serta terdapat pembengka kan gusi. 2. Leher Inspeksi : tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening (KGB ) leher. Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher. Kesan: tidak didapatkan ke lainan pada leher 3. Dada Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Batas kanan : redup p ada ICS IV PSL D Batas kiri Auskultasi : redup pada ICS V MCL S : S1S2 tunggal : : Iktus kordis tidak terlihat Iktus kordis tidak teraba Kesan: tidak didapatkan kelainan pada jantung 5

Paru Ventral Inspeksi Simetris Tidak terdapat retraksi Tidak terdapat ketinggalan ger ak Palpasi Fremitus raba N N N N N N Perkusi S S S S S S S S S S S S Auskultasi Suara dasar suara dasar V V V V V V V V V V V V Rhonki rhonki Dorsal Inspeksi Si metris Tidak terdapat retraksi Tidak terdapat ketinggalan gerak Palpasi Fremitus raba N N N N N N Perkusi S S S S S S S S S S S S Auskultasi Suara dasar suara d asar V V V V V V V V V V V V Rhonki rhonki Wheezing wheezing Wheezing wheezing Kesan: tidak didapatkan kelainan pada paru 6

4. Abdomen Inspeksi : cembung Auskultasi : Bising usus normal Palpasi Perkusi 5. Anogenital : hepar/ lien/ ren tidak teraba : timpani Kesan : abdomen tidak ada kelainan : Anus (+) Kesan : anogenital tidak ada kelainan 6. Extremitas : Atas : Akral Hangat Oedem Bawah : Akral Hangat Oedem : positip / positip : negatip/ negatip : positip / po sitip : negatip / negatip Kesan: tidak ada kelainan pada ekstremitas 7

c. Pemeriksaan Penunjang Hasil laboratorium Darah Hb LED Leukosit Hitung Jenis HCT Trombosit MCV MCH MCHC H0 4,0 110/160 96, 2 H2 3,9 H4 7,1 H5 8,1 25/40 267,5 H8 11,8 4/9 252,1 Normal L: 13,4-17,7; P : 11 ,415,1gr/dl L:0-15; P: 0-25 mm/jam L:4.3-10.3 P:4.3-11.3X109/ L 0-4/0-1/3-5/54-6 2/25-33/3-5 Eos/Bas/Stab/Seg/Lim/Mono L 40-50%; P 37-45% 150-450X10 9/l 82-92 fL 27-31 pg 32-37 gr/dl 0.8-2.0 % 130/165 50/100 162,1 Curiga Sel Muda 11,2 15 233,4 20,5 22 11,6 8 100,9 34,8 34,5 0,03 Retikulosit corrected Evaluasi Hapusan E: Hipokrom normositter, anisositosis L: Kesan jumlah meningkat, didominasi selsel mononuklear, bentuk inti irregular dan berlekuk, nukleolus +, curiga sel mud a + T: Kesan jumlah menurun, anisositosis, mega trombosit + Kesan: S leukemia ak ut?? Saran: Ulang evaluasi hapusan darah tepi 23,8 31,8 37 52 88,2 29,9 33,9 1,0 corrected E: Hipokrom normositter, anisositos is. Sel polikromasia (+), normoblast + 12% L: Kesan jumlah meningkat, didominasi sel-sel mononuklear, bentuk inti irregular dan berlekuk, nucleolus (+), blast ( +) +/- 10% T: Kesan jumlah menurun, anisositosis, Kesan: leukemia akut (AML M5M6 ) Saran: BMA 8

Faal Hati Faal hati Bilirubin direct Bilrubin Total SGOT SGPT Albumin H0 0,33 0,79 34 36 3 ,0 H10 0,78 1,47 90 37 3,4 Normal 0.2-0.4 mg/dl <1.2 mg/dl L 10-35; P 10-31 U/L L 9-43; P 9-36 U/L 3.4-4.8gr/dl Elektrolit Elektrolit ISE Natrium Kalium Chlorida Calsium Magnesium Fosfor H0 135,3 2,65 10 0,1 1,90 0,45 0,54 H10 137,3 2,84 96,8 3,37 1,39 Normal 135-155 mmol/L 3.5-5.0 m mol/L 90-110 mmol/L 2.15-2.57 mmol/L L 0.73-1.06; P 0.77-1.03 mmol/L 0.85-1.60 m mol/L Faal Ginjal Faal Ginjal Kreatinin Serum BUN Urea Asam Urat H0 1,3 10 22 5,9 Normal L 0.6-1.3 ; P 0.5-1.1 mg/dl 6-20 mg/dl 10-50 mg/dl L 3.4-7; P 2-5.7 mg/dl Lemak Lemak Trigliserida Kolesterol Total Kolesterol HDL Kolesterol LDL H0 194 69 10 3 0 Normal <150 mg/dl < 220 mg/dl Low < 40; high >60 mg/dl <200 mg/dl 9

Urin Lengkap Urine Lengkap Warna pH BJ Protein Glukosa Urobilin Bilirubin Nitrit Eritrosit Le kosit Epitel skuamos Kristal Silinder Bakteri/ yeast/ Trichomo Keton H0 kemeraha n 8,0 1,010 Positip 3 ~ 150 mg/ dl Normal Normal Negatip Positip >100 2-5 5-10 C a oxalate 2-5 Negatip Negatip Negatip 4.8-7.5 1.015-1.025 Negatip Normal Normal Negatip Negatip 0-1 sel/lpb 1-4 sel/lpb 5-15 /Lpb Negatip Negatip Negatip Negati p Normal RESUME Sejak + 3 bulan SMRS, pasien mengeluh badannya terasa menjadi mudah lelah dan demam, demam naik turun. Pasien juga merasa linu-linu pada kaki dan tangan baik kanan maupun kiri. Linu-linu sering terasa pada pagi hari. Pasien sering me rasa demam sumer-sumer sepanjang hari. Sejak + 1 bulan SMRS, pasien mengeluh sak it gigi, namun tidak mimisan dan tidak nyeri telinga. Sejak + 15 hari SMRS muncu l bintik-bintik merah pada wajah pasien kemudian timbul pada tangan dan kaki, bi ntik-bintik yang timbul pada wajah pasien di rasakan perih dan panas, awalnya se belum muncul bintik merah wajah pasien bengkak dan berwarna biru-biru. Pasien ju ga mengeluh kedua matanya merah Pasien mengatakan nafsu makannya berkurang hingg a badannya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Sebelum demam pasien mengeluh n yeri tenggorokan. Hari 1 MRS mata pasien kemerahan tampak berdarah dan gusi pasi en membengkak. Hari 3 MRS pasien pilek dan batuk, tidak berdahak. 10

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis. P emeriksaan kepala pada konjungtiva anemis dan pada pemeriksaan umum didapatkan p urpura pada wajah, tangan dan kaki. Selain itu, didapatkan edema palpebra dan pe rdarahan pada kedua mata serta terdapat pembengkakan gusi. Hasil pemeriksaan lab oratorium, meliputi 1. Darah lengkap: a. Anemia, b. Leukositosis, c. Trombositop eni. d. Evaluasi Hapusan didapatkan Eritrosit: hipokrom normositter, anisositosi s. Sel polikromasia (+), normoblast + 1-2%. Lekosit: kesan jumlah meningkat, did ominasi sel-sel mononuclear, bentuk inti irregular dan berlekuk, nucleolus (+), blast (+) +/- 10%. Trombosit: kesan jumlah menurun, anisositosis. Kesan: leukemi a akut (AML M5-M6) . Saran: BMA. 2. Urin lengkap: a. Hematuri (eritrosit >100), b. Protein +3-150mg/dl, dan Ca oxalat 2-5 DIAGNOSIS Leukemia Mieloid Akut PENATA LAKSANAAN Infus RL 20 tpm Injeksi cefotaxime 3 x 1 gram Injeksi Kalnex 3 x 1 am ul Injeksi Sotatik 3 x 1 ampul Aspar K 3 x 1 tablet transfusi PRC 1 kolf/hr Kons ul spesialis mata dan kulit PROGNOSIS Dubia ad malam 11

PEMANTAUAN PEMERIKSAAN HARI KE-1 S demam (-), BAK (+) warna kuning, BAB (+) warna kuning, ruam pada wajah, tangan dan kaki (+), lemah (+), lebam pada tangan dan kaki (+), sakit kepala, linu-lin u di kaki (+) 100/40 mmHg 88 x/menit 22 x/menit 39,5 a/i/c/d = +/-/-/-, tampak r uam pada kedua pipi, mata kemerahan DbN I A P P Cembung BU (+) normal Timpani So epel, nyeri tekan (-), H/L/R = -/-/Ekstremitas A Suspect leukemia akut P Infus R L 20 tpm cefotaxim 3x1 kalnex 2x1 Aspar K 3x1 Transfusi WB 1 kolf/hari Akral han gat +, edema O VS: tek. darah: Nadi : RR : Suhu : Kepala leher : Thorax : C/P Abdomen 12

PEMERIKSAAN HARI KE-2 (26 April 2011) S mual (+),muntah (+), demam (+), lemas, BAK (+) warna kuning, BAB (+), lemah (+ ), sakit kepala (+), linu-linu di kaki (+) 100/70 mmHg 90 x/menit 22 x/menit 38, 0 a/i/c/d = +/-/-/-, tampak ruam pada kedua pipi, mata kemerahan DbN I A P P Cem bung BU (+) normal Timpani Soepel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-) H/L/R = -/-/Ekstremitas Akral hangat +, edema O VS: tek. darah: Nadi : RR : Suhu : Kepala leher : Thorax : C/P : Abdomen A Suspect leukemia akut P Infus RL 20 tpm cefotaxim 3x1 kalnex 2x1 Aspar K 3x1 T ransfusi WB 1 kolf/hari 13

PEMERIKSAAN HARI KE-3 (27 April 2011) S mual (+),muntah (-), demam (+), lemas, BAK (+) warna kuning, BAB (+), lemah (+ ), sakit kepala (+), linu-linu di kaki (+) 90/50 mmHg 120 x/menit 30 x/menit 38, 0 a/i/c/d = +/-/-/-, tampak ruam pada kedua pipi, mata kemerahan Cor I: IC tampa k P: IC teraba P: redup A: S1S2 tunggal Abdomen I A P P Pulmo I: Simetris P: Fre mitus +/+ P: Sonor +/+ A: BV +/+, Wh -/-, Rh -/O VS: tek. darah: Nadi : RR : Suhu : Kepala leher : Thorax : C/P : Flat, tampak ruam pada abdomen BU (+) normal Timpani Soepel, nyeri tekan (-), he patosplenomegali (-) H/L/R = -/-/Ekstremitas Akral hangat +, edema -, lebam (+) A Suspect leukemia akut P Infus RL 20 tpm cefotaxim 3x1 kalnex 2x1 Aspar K 3x1 T ransfusi WB 1 kolf/hari 14

PEMERIKSAAN HARI KE-4 (28 April 2011) S mual (+),muntah (-), demam (+), lemas, BAK (+) warna kuning, BAB (+), lemah (+ ), sakit kepala (+), linu-linu di kaki (+) VS: tek. darah: Nadi : RR : Suhu : Ke pala leher : 100/60 mmHg 110 x/menit 28 x/menit 37,7 a/i/c/d = +/-/-/-, tampak r uam pada kedua pipi, mata kemerahan Cor I: IC tampak Thorax : C/P : O P: IC tera ba P: redup A: S1S2 tunggal I A Abdomen P P Ekstremitas Pulmo I: Simetris P: Fre mitus +/+ P: Sonor +/+ A: BV +/+, Wh -/-, Rh -/Flat, tampak ruam pada abdomen BU (+) normal Timpani Soepel, nyeri tekan (-), he patosplenomegali (-) H/L/R = -/-/Akral hangat +, edema A Suspect leukemia akut P Infus RL 20 tpm cefotaxim 3x1 kalnex 2x1 Aspar K 3x1 K onsul Sp.Mata Transfusi WB 1 kolf/hari 15

PEMERIKSAAN HARI KE-5 (29 April 2011) S mual (+),muntah (-), demam (+), lemas, BAK (+) warna kuning, BAB (+), lemah (+ ), sakit kepala (+), linu-linu di kaki (+), mata berdarah (+) 100/60 mmHg 110 x/ menit 28 x/menit 37,7 a/i/c/d = sde, tampak ruam pada kedua pipi, mata berdarah Cor I: IC tampak P: IC teraba P: redup A: S1S2 tunggal Abdomen I A P P Pulmo I: Simetris P: Fremitus +/+ P: Sonor +/+ A: BV +/+, Wh -/-, Rh -/O VS: tek. darah: Nadi : RR : Suhu : Kepala leher : Thorax : C/P : Flat, tampak ruam pada abdomen BU (+) normal Timpani Soepel, nyeri tekan (-), he patosplenomegali (-) H/L/R = -/-/Ekstremitas Akral hangat +, edema -

A Suspect leukemia mieloid akut dengan retina hemorrhage dan hipertensi vaskulop ati Gr.II P Infus RL 20 tpm cefotaxim 3x1 kalnex 2x1 Aspar K 3x1 Vitrolenta drop ODS Dycinon 3x1 Lapibal 2x1 drop ODS Retvit plus 2x1 drop ODS Transfusi WB 1 kolf/hari 16

PEMERIKSAAN HARI KE-6 (30 April 2011) S mual (+),muntah (-), demam (+), lemas, BAK (+) warna kuning, BAB (+), lemah (+ ), sakit kepala (+), linu-linu di kaki (+), mata berdarah (+) 90/50 mmHg 74 x/me nit 23 x/menit 36,7 a/i/c/d = sde, tampak ruam pada kedua pipi, mata berdarah Co r I: IC tampak P: IC teraba P: redup A: S1S2 tunggal, murmur (+) Abdomen I A P P Pulmo I: Simetris P: Fremitus +/+ P: Sonor +/+ A: BV +/+, Wh -/-, Rh -/O VS: tek. darah: Nadi : RR : Suhu : Kepala leher : Thorax : C/P : Flat, tampak ruam pada abdomen BU (+) normal Timpani Soepel, nyeri tekan (-), he patosplenomegali (-) H/L/R = -/-/Ekstremitas Akral hangat +, edema -

A Suspect leukemia mieloid akut dengan retina hemorrhage dan hipertensi vaskulop ati Gr.II P Infus RL 20 tpm cefotaxim 3x1 kalnex 2x1 Aspar K 3x1 Vitrolenta drop ODS Dycinon 3x1 Lapibal 2x1 drop ODS Retvit plus 2x1 drop ODS Transfusi WB 1 kolf/hari 17

PEMERIKSAAN HARI KE-8 (1 Mei 2011) S mual (+),muntah (-), demam (+), lemas, BAK (+) warna kuning, BAB (+), lemah (+ ), sakit kepala (+), linu-linu di kaki (+), mata berdarah (+) O VS: tek. darah: 100/70 mmHg Nadi : 104 x/menit RR : 28 x/menit Suhu : 37,3 Kepala leher : a/i/c/ d = sde, tampak ruam pada kedua pipi, mata berdarah Thorax : C/P : Cor Pulmo I: IC tampak I: Simetris P: IC teraba P: Fremitus +/+ P: redup P: Sonor +/+ A: S1S2 tunggal, murmur (+) A: BV +/+, Wh -/-, Rh -/Abdomen I Flat, tampak ruam pada ab domen A BU (+) normal P Timpani P Soepel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali () H/L/R = -/-/Ekstremitas Akral hangat +, edema A Suspect leukemia mieloid akut dengan retina hemorrhage dan hipertensi vaskulopati Gr.II P Infus RL 20 tpm cefo taxim 3x1 kalnex 2x1 Aspar K 3x1 Vitrolenta 4x1 drop ODS Dycinon 3x1 Lapibal 2x1 drop ODS Retvit plus 2x1 drop ODS Transfusi WB 1 kolf/hari 18

PEMERIKSAAN HARI KE-9 (2 Mei 2011) S O mual (+),muntah (-), demam (+), lemas, BA K (+) warna kuning, BAB (+), lemah (+), sakit kepala (+), linu-linu di kaki (+), mata berdarah (+) VS: tek. darah: 100/70 mmHg Nadi : 104 x/menit RR : 28 x/meni t Suhu : 37,3 Kepala leher : a/i/c/d = sde, tampak ruam pada kedua pipi, mata be rdarah Thorax : C/P : Cor Pulmo I: IC tampak I: Simetris P: IC teraba P: Fremitu s +/+ P: redup P: Sonor +/+ A: S1S2 tunggal, murmur (+) A: BV +/+, Wh -/-, Rh -/ Abdomen I Flat, tampak ruam pada abdomen A BU (+) normal P Timpani P Soepel, nye ri tekan (-), hepatosplenomegali (-) H/L/R = -/-/Ekstremitas Akral hangat +, ede ma Suspect leukemia mieloid akut dengan retina hemorrhage dan hipertensi vaskulo pati Gr.II A P Infus RL 20 tpm cefotaxim 3x1 kalnex 2x1 sotatic 3x1 Aspar K 3x1 Vitrolenta 4x1 drop ODS Dycinon 3x1 Lapibal 2x1 drop ODS Retvit plus 2x1 drop ODS Tramenza 2x1 Transfusi WB 1 kolf/hari 19

TINJAUAN PUSTAKA Leukosit FISIOLOGI Pertahanan tubuh melawan infeksi merupakan peran dari leukosi t. Jumlah normal sel darah putih adalah 4000-10000/mm3 . Lima jenis sel darah pu tih yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah netrofil, eisonofil, ba sofil,monosit dan limfosit. Ketiga jenis pertama adalah granulosit artinya terda pat granula di sitoplasmanya. Sedangkan yang lainnya adalah agrunulosit. Jenis l eukosit yang merupakan sistem pertahanan tubuh yang primer melawan infeksi bakte ri adalah neutrofil yakni dengan fagositosis. Eisonofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang tidak dipahami secara jelas, Eisonofil kelihatannya berfungsi pada r eaksi antigen antibodi dan meningkat pada serangan asma, reaksi obat-obatan, dan infestasi parasit tertentu. Basofil membawa heparin, faktor-faktor pengaktifan histamin dan trombosit dalam granula granulanya. Kadar basofil meningkat pada ga ngguan mieloproliferatif. Monosit memiliki fungsi fagosit, membuang selsel cider a dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme. Sedangkan limfosit dibagi m enjadi dua jenis yang berfungsi berbeda yakni limfosit T (bergantung timus, dibe ntuk di sana, berumur panjang) bertanggungjawab atas respon kekebalan selular me lalui pembentukan sel yang reaktif antigen, sedangkan limfosit B jika dirangsang denagn semestinya berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang mnenghasilkan imm unoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral2. GRANU LOPOIESIS dan LYMFOSITOSIS Diferensiasi dini sel stem hematopoietik pluripoten m enjadi berbagai tipe sel stem commited diperlihatkan dalam gambar 1. Sel- sel st em ini selain membentuk sel darah merah , juga membentuk dua silsilah utama sel darah putih ,silsilah mielositik (pada bagian bawah) yang dimulai dengan mielobl as sedangkan pada bagian atas terdapat silsilah limfositik yang dimulai dengan l imfoblas3. 20

Gambar 1. Diferensiasi dini sel stem hematopoietik pluripoten3. Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang . Limfosit dan sel plasma terutama diproduksi di berbagai jaringan limfogen khususnya di kelenjar l imfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid dimana saja da lam tubuh seperti sumsum tulang dan plak paye di bawah epitel dinding usus3 . Se l darah putih yang dibentuk di sumsum tulang disimpan dalam sumsum sampai diperl ukan di sistem sirkulasi. Kemudian bila kebutuhan sel darah putih ini muncul , b erbagai macam faktor akan menyebabkan leukosit tersebut dilepaskan. Sedangkan li mfosit sebagian besar disimpan disimpan di berbagai area jaringan limfoid, kecua li sejumlah kecil limfosit yang diangkut dalam darah untuk sementara waktu3. Leu kemia Mieloid Akut (AML) DEFINISI Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit hete rogen ditandai dengan infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, su msum tulang, dan jaringan lain oleh. Pada tahun 2006 perkiraan jumlah kasus baru leukemia mieloid di Amerika Serikat sebesar 16.430. Kasus tersebut termasuk gan as, tidak dapat 21

diobati, mulai dari yang progresif cepat hingga progresif lambat. Berdasarkan ha l tersebut, leukemia mieloid dibagi menjadi akut dan kronis 1. KLASIFIKASI AML K lasifikasi menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) termasuk perbedaan secara bi ologi berdasarkan imunofenotip, kondisi klinis, sitogenetik dan molekul aabnorma l serta morfologinya. Berbeda dengan klasifikasi FrenchAmerican-British (FAB), k lasifikasi WHO hanya terbatas pada sitokimia. Perbedaan utama antara klasifikasi WHO dan FAB terletak pada diagnosis AML, pada klasifikasi WHO terdapat 20% sind rom mielodisplastik (MDS), sedangkan pada pada FAB 30% MDS. WHO mengklasifikasik an AML dengan 20-30% blast dapat mendapatkan terapi untuk MDS (seperti desitabin atau 5-azacitidin), dimana dahulu pernah Badan Pengelola Obat dan Makanan (FDA) 1. Tabel 1. Sistem Klasifikasi AML Menurut WHO 4. Klasifikasi Kriteria I AML dengan abnormal genetik berulang AML disertai t(8;21)(q22;q22);RUNX1/RUNX1T*b AML dise rtai eosinofil sumsum tulang abnormal [inv(16)(p13q22) or t(16;16)(p13;q22);CBFB /MYH11* Acute promyelocytic leukemia [AML disertai t(15;17)(q22;q12) (PML/RAR) d an variasinya]* AML dengan abnormalitas 11q23 (MLL) II AML dengan dysplasia mult ilineage Disertai MDS atau gangguan proliferative mielo Tanpa MDS antecedent AML dan MDS, yang berhubungan dengan terapi: Alkylating agent Topoisomerase type II inhibitor Tipe lain AML tidak terkategorikan AML terdeferensiasi minimal AML ta npa maturasi AML dengan maturasi Leukemia mielomonositik akut Acute monoblastic and monocytic leukemia Leukemia eritroid akut Leukemia megakarioblastik akut Leu kemia basofilik akut Panmielosis akut dengan mielofibrosis Sarkoma myeloid *Diag nosis AML tanpa memperhatikan jumlah blast. III IV 22

Tabel 1. Sistem Klasifikasi AML Menurut FAB5. Klasifikasi Kriteria M0 Leukemia b erdiferensiasi minimal M1 Leukemia mieloblastik tanpa maturasi M2 Leukemia mielo blastik dengan maturasi M3 Leukemia promielositik hipergranular M4 Leukemia miel omonositik M4Eo Variasi: peningkatan eosinofil sumsum abnormal M5 Leukemia monos itik M6 Eritroleukemia (DiGuglielmo's disease) M7 Leukemia megakarioblastik Insiden 5% 20% 30% 10% 20% 10% 4% 1% ETIOPATOGENESIS Pada sebagian besar kasus, etiologi dari AML tidak diketahui. Me skipun demikian ada beberapa factor yang diketahui dapat menyebabkan atau setida knya menjadi factor predisposisi AML pada populasi tertentu. Benzene, suatu seny awa kimia yang banyak digunakan pada industry penyamakan kulit dinegara berkemba ng, diketahui merupakan zat leukogenik untuk AML. Selain itu radiasi ionic juga diketahui dapat menyebabkan AML. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus AML pada orang-orang yang selamat dari seragan bom atom Hiroshi ma dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukogenik dari paparan ion radiasi terseb ut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6-7 ta hun sesudah pengeboman. Faktor lain yang diketahui merupakan predisposisi untuk AML adalah trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit sindroma down. Pasien sindroma down dengan trisomi kromosom 21 mempunyai resiko 10-18 kali lebih ting gi untuk menderita leukemia khusunya AML tipe M7. Selain itu beberapa sindrom ge netic seperti sindrom Bloom dan anemia fanconi juga diketahui memiliki resiko ya ng jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk penderita AML 1. Faktor lain yang dapat memicu terjadinya AML adalah pengobatan dengan kemoterapi tumor padat. Leukimia mieloid akut akibat terap adalah komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, myeloma multiple, kanker payudara, kanker ovariu m dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering 23

memicu timbulya AML adalah golongan alkylating agent dan topoisomerase inhibitor 1. Patogenesis utama AML adalah blockade maturitas yang menyebabkan proses dife rensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjad i akumulasi blast di sumsum tulang. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan hemato poiesis normal yang pada gilirannya akan mengakibatnkan sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan adanya sitopenia. Adanya anemia akan menyebabkan pa sien mudah lelah dan pada kasus yang berat dapat disertai dengans sesak napas, a danya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan sedang adanya leuc openia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportun itis dari for a normal yang ada di dalama tubuh manusia. Selain itu sel-sel blas t yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan ber infiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak, dan system saraf pusat serta merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya 1. MANIFESTASI KLINIK Gejala Pasien dengan AML seringkali menunjukkan gejala tidak spesifik yang dimulai dengan anemia, leukositosis, leucopenia atau disfungsi leu kosit, atau trombositopeni baik secara berangsur-angsur maupun tiba-tiba. Hampir sebagian besar menunjukkan gejala tersebut selama + 3 bulan sebelum didiagnosis leukemia 1. Sebagian besar menyebutkan gejala awal adalah fatigue (kelemahan) a tau anoreksia dan penurunan berat badan. Demam dengan atau tanpa infeksi merupak an gejala awal pada 10% pasien. Tanda perdarahan abnormal (berdarah, mudah lebam ) terjadi pada 5% pasien. Selain itu juga didapatkan nyeri tulang, limfadenopati , sakit kepala non spesifik atau diaphoresis 1. 24

A B C Gambar 2. A. Infeksi orbita pada seorang wanita. B. Gusi bengkak dan berdarah ka rena infiltrasi oleh sel leukemik. C. Purpura Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan dapat ditemukan demam, splenomegali, hepatome gali, limfadenopati, sternum melunak, dan adanya bukti infeksi dan perdarahan. P erdarahan gastrointestinal, intrapulmonary, atau intracranial seringkali didapatkan pada akut premyelosit leukemia (APL). Perdarahan akibat koagulopati d apat terjadi pada monositik AML disertai leukositosis atau trobositopenia yang p arah. Perdarahan retinal ditemukan pada 15% pasien. Infiltrasi leukemik blast pa da gingival, kulit, jaringan lunak atau meningen saat diagnosis merupakan karakt eristik subtype monositik dan kromosom 11q23 yang abnormal 1. Hematologi Pada um umnya didapatkan anemia yang parah. Derajat keparahan tersebut terlepas dari tem uan hematologi, splenomegali atau durasi dari gejala. Anemia yang terjadi biasan ya normositik normokrom. Penurunan eritropoiesis seringkali menurunkan jumlah re tikulosit dan sel darah merah (SDM) yang beredar pada pembuluh darah menurun aki bat destruksi. Perdarahan aktif juga mempengaruhi timbulnya anemia 1. 25

Rata-rata pada hitung leukosit didapatkan 15.000/ L. Sekitar 25-40% pasien didap atkan hitung leukosit < 5000/ L dan >100.000/ L. Kurang dari 5% tidak terdeteksi sel leukemia dalam darahnya. Morfologi sel ganas bervariasi, pada AML seringkal i sitoplasmanya terutama mengandung granula (nonspesifik), nukleus tajam, kromat innya kasar dengan satu atau lebih nukleolus yang menandakan sel immature. Granu la rod-shaped abnormal disebu auer rods tidak selalu ada, namun jika ada hamper selalu merupakan mieloid yang diturunkan (Gambar 3.) Gambar 3. Morfologi sel AML. A. Populasi sel myeloblas dengan kromatin imatur, n ucleolus pada beberapa sel, dan didominasi granula sitoplasmik. B. Myeloblas leu kemik yang mengandung auer rod. C. Sel promyelositik leukemia dengan sitoplasma prominen yang didominasi granula. D. Pewarnaan peroksidase menunjukkan warna bir u gelap yang merupakan karakteristik granula pada AML 1. Hitung platelet <100.000/ L ditemukan pada 75% pasien AML, dan sekitar 25% didap atkan hitung platelet <25.000/ L. Morfologi dan fungsi abnormal platelet dapat d iobservasi, termasuk besar dan bentuk yang aneh dengan granulasi abnormal dan ke tidakmampuan platelet untuk agregasi (berumpul) dan adesi (menempel) secara norm al antara yang satu dengan yang lain 1. 26

PENATALAKSANAAN Pada umumnya pengobatan pasien yang baru didiagnosis AML terdiri dari dua fase, yaitu fase induksi dan penatalaksanaan postremisi (Gambar 4.). T ujuan utama pengobatan adalah tercapainya remisi lengkap. Sekali diperoleh remis i lengkap, selanjutnya terapi pasti dapat membuat pasien bertahan lama dan menca pai penyembuhan. Terapi induksi awal dan terapi postremisi seringkali dipilih be rdasarkan usia. Pengaruh terapi secara intensif menggunakan agen kemoterapi trad isional seperti sitarabin antrasiklins pada pasien usia muda (<60 tahun) menunju kkan peningkatan penyembuhan AML. Pada pasien yang lebih tua, keuntungan diberik an pengobatan yang teratur masih kontroversial 1. Gambar 4. Algoritma terapi baru AML untuk semua bentuk AML kecuali APL, terapi s tandar termasuk infus sitrabin selama 7 hari (100-200 mg/m2 per hari) dan daunor ubisin selama 3 hari (60 mg/m2 per hari) atau idarubisin (12-13 mg/ m2 per hari) dengan atau tanpa etoposid selama 3 hari. Pasien yang menjalani terapi post rem isi konsolidasi, termasuk yang mendapatkan sitarabin dosis tinggi, SCT, kombinas i kemoterapi dengan SCT alogenik atau terapi baru berdasarkan prediksi risiko ka mbuh (risiko terapi). Pasien dengan APL biasanya menerima tretinoin bersama-sama dengan kemoterapi antrasiklin untuk induksi remisi dan kemudian kemoterapi kons olidasi (danorubisisn) diikuti oleh tretinoin maintenance dengan atau tanpa kemo terapi. Peran 1 sitarabin pada induksi APL dan konsolidasi masih kontroversial . Kemoterapi Induksi 27

Regimen yang sering digunakan untuk remisi lengkap adalah regimen induksi (untuk pasien dengan APL) terdiri dari kemoterapi kombinasi dengan sitarabin dan antra siklin. Sitarabin adalah antimetabolit spesifik siklus sel fase S yang mengubah phosphorylated intraseluler menjadi triphosphate bentuk aktif yang mengganggu si ntesis DNA. Antrasiklins are DNA intercalaters. Mekanisme kerjanya melalui pengh ambatan topoisomerase II, yang menyebabkan pemutusan DNA. Sitarabin biasanya dib erikan melalui infus selama tujuh hari. Terapi antrasiklin pada umumnya terdiri dari daunorubisin intravena pada hari 1, 2, dan 3 (7 dan 3 regimen). Terapi deng an idarubisin selama 3 hari dikombinasikan dengan sitarabin selama tujuh hari me lalui infus setidaknya sama efektivitasnya bahkan lebih baik dibandingkan daunor ubisin pada pasien yang lebih muda. Penambahan etoposide dapat meningkatkan dura si remisi lengkap 1. Setelah kemoterapi induksi, sumsum tulang diperiksa untuk m enentukan apakah leukemia telah dieliminasi. Jika terdapat 5% blast dengan 20% s elularitas, pasien biasanya diobati kembali dengan sitarabin dan antrasiklin dos is yang sama seperti awal, namun masing-masing hanya selama 5 dan 2 hari. Pasien yang gagal mencapai remisi lengkap setelah dua program induksi harus segera dil anjutkan dengan transplantasi sel induk alogenik (SCT) jika tersedia donor yang sesuai. Pendekatan ini hanya diterapkan untuk pasien usia kurang dari 70 tahun d engan fungsi end-organ yang dapat diterima 1. Pada 65-75% orang dewasa dengan AM L de novo dibawah usia 60 tahun dapat mencapai remisi lengkap dengan 7 dan 3 reg imen sitarabin/ daunorubisin seperti diuraikan di atas. Dua per tiga mencapai re misi lengkap setelah terapi tunggal, dan satu per tiga membutuhkan 2 program. Se kitar 50% pasien tidak mencapai remisi lengkap karena tidak tahan denga obat leu kemia, dan 50% tidak mencapai remisi lengkap karena komplikasi fatal aplasia sum sum tulang atau gangguan pemulihan sel-sel induk normal. Tingginya mortalitas ak ibat terapi induksi dan frekuensi ketahanan terhadap penyakit telah diamati seir ing dengan bertambahnya usia dan pada pasien dengan gangguan hematologi sebelumn ya (MDS atau sindroma mieloproliferatif) atau kemoterapi untuk keganasan lainnya 1 . 28

Berbasis regimen cytarabin dosis tinggi memiliki tingkat remisi lengkap yang san gat tinggi setelah satu siklus terapi. Ketika diberikan dalam dosis tinggi, sita rabin dapat masuk ke dalam sel, saturasi sitarabin menginaktivasi enzim dan meni ngkatkan kadar 1-b-D arabinofuranylcytosine-triphosphate,suatu metabolit aktif yan g bermanfaat untuk DNA. Dengan demikian, sitarabin dosis tinggi dapat meningkatk an hambatan sintesis DNA dan oleh karena itu dapat mengatasi resistensi sitarabi n dosis standar. Dalam dua penelitian acak, sitarabin dosis tinggi dengan antras iklin menghasilkan tingkat remisi lengkap yang sama dengan yang dicapai regimen standar 7 dan 3. Namun durasi remisi lengkap sitarabin dosis tinggi lebih lama d ibandingkan dengan sitarabin dosis standar 1. Toksisitas hematologi sitarabin do sis tinggi pada regimen induksi lebih besar dibandingkan 7 dan 3 regimen. Toksis itas sitarabin dosis tinggi meliputi myelosupresan, toksisitas pulmonal dan kada ng-kadang toksisitas serebelar ireversibel. Semua pasien yang diterapi dengan si tarabin dosis tinggi harus diawasi secara ketat terhadap toksisitas serebelar. P emeriksaan serebelar lengkap harus dilakukan sebelum dosis masing-masing diberik an, jika terbukti terdapat toksisitas serebelar maka dosis sitarabin harus ditur unkan. Toksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami kerusakan ginj al dan pasien usia lebih dari 60 tahun oleh karena itu penggunaan cytarabin dosi s tinggi dibatasi pada pasien AML dengan usia tua 1. Perawatan penunjang Perawatan dilakukan untuk selama beberapa minggu mengatasi t imbulnya granulositopenia dan trombositopenia yang sangat penting untuk keberhas ilan terapi AML. Pasien dengan AML harus dirawat oleh ahli. Faktor pertumbuhan h ematopoietik rekombinan telah dimasukkan dalam uji klinis pada AML. Percobaan in i dirancang untuk menurunkan tingkat infeksi setelah kemoterapi. GCSF dan faktor stimulasi koloni makrofag granulosit (GM_CSF) mengurangi waktu rata-rata pemuli han neutrofil rata-rata 5-7 hari. Cepatnya pemulihan neutrofil bagaimanapun juga masih belum dapat diartikan bahwa infeksi telah teratasi atau dapat mempersingk at rawat inap.Sebagian besar penelitian acak yang 29

dilakukan menunjukkan bahwa G-CSF dan GM-CSF gagal meningkatkan remisi lengkap, disease-free survival, dan kemampuan hidup keseluruhan. Meskipun reseptor G-CSF dan GM-CSF terdapat pada AML, efikasi terapi tidak meningkatkan maupun menghamba tnya. Penggunaan factor pertumbuhan sebagai terapi penunjang pasien AML masih co ntroversial. Terapi tersebut direkomendasikan pada pasien usia lanjut dengan terapi yang rumit, mereka yang m enerima regimen postremisi secara intensif, pasien dengan infeksi yang tidak ter kendali, atau mereka yang berpartisipasi dalam uji klinis 1. Kateter multilumen atrium kanan harus dipasang pada pasien yang baru terdiagnosis AML segera setela h kondisinya stabil. Kateter tersebut digunakan untuk memasukkan obat intravena dan transfuse serta untuk pengambilan darah. Perlu dipertimbangkan memasang kate ter yang dilapisi antibiotik jika risiko infeksi tinggi 1. Dukungan bank darah y ang adekuaat dan memadai sangat penting pada terapi AML. Transfusi trombosit har us diberikan untuk mempertahankan hitung trombosit >10.000-20.000/ L. Jumlah tro mbosit harus tetap tinggi pada pasien demam dan selama episode perdarahan aktif atau DIC. Pasien dengan penambahan jumlah trombosit yang sedikit post transfusi, akan lebih baik jika diberikan trombosit dari antigen leukosit manusia (HLA) da ri donor yang sesuai. Transfusi sel darah merah harus diberikan untuk menjaga ka dar hemoglobin >80 g/L (8g/dL) jika tidak terdapat perdarahan aktif, DIC atau ga gal jantung kongestif. Produk darah leukodepletion harus digunakan untuk menghin dari atau menunda terjadinya aloimunisasi serta reaksi demam. Produk darah juga harus diiradiasi unuk mencegah graft-versus-host disease (GVHD). Produk darah ya ng tidak mengandung cytomegalovirus (CMV) . Produk darah juga harus iradiasi unt uk mencegah transfuse terkait penyakit graft-versus-host (GVHD). Pada pasien yan g akan dilakukan allogenik SCT yang cytomegalovirus (CMV) seronegatif harus dibe rikan roduk darah yang tidak mengandung CMV. Produk darah leukodepletion juga efektif diberikan untuk pasien tersebut jika produk darah CM V negatif tidak tersedia 1. 30

Infeksi tetap merupakan komlikasi utama yang menyebabkan morbiditas dan kematian selama kemoterapi induksi dan post remisi. Pemberian antibiotic profilaksis jik a tidak terdapat demam masih controversial. Nistatin oral atau clotrimazole dire komendasikan untuk mencegah kandidiasis. Acyclovir profilaksis efektif diberikan untuk mencegah reaktivasi infeksi herpes oral late nt pada pasien yang memiliki titer positif terhadap antibody virus herpes simple ks 1. Pada kebanyakan pasien AML biasanya mengalami demam, namun infeksi hanya t erjadi pada separuh dari pasien yang demam. Secara empiris, pemberian antibiotik spektrum luas dan antijamur di awal secara nyata dapat mengurangi jumlah pasien yang meninggal akibat komplikasi infeksi. Regimen antibiotik gram negatif yang adekuat perlu diberikan diawal demam pada pasien dengan granulositopeni, termasu k pemeriksaan fisik lengkap, lokasi keluar kateter, dan pemeriksaan perirektal, serta kultur dan radiografi untuk mencari sumber demam. Regimen antibiotik spesi fik harus didasarkan sesuai dengan peta kuman tempat pasien dirawat. Regimen yan g dapat diberikan termasuk imipenemcilastin, penisilin semisintetik antipseudomo nal, misalnya piperasilin dikombinasikan dengan aminoglikosida, sefalosporin gen erasi dengan antipseudomonal, misalnya seftazidim atau sefepim atau kombinasi ga nda b-laktam (seftazidim dan piperasilin). Aminoglikosida harus dihindari pada pas ien dengan insufisiensi ginjal. Pada pasien yang alergi dengan penisiln, aztreon am dapat digunakan untuk menggantikan b-laktam. Aztreonam lebih baik dikombinasika n dengan aminoglikosida atau antibiotika kuinolon dibandingkan digunakan sendiri. Secara empiris vancomisin tidak diberikan di awal jika tidak dicurigai adanya infeksi g ram positif atau mukositis, namun harus diberikan diawal pada pasien neutropenia dengan demam yang menetap selama tiga hari, terapi empiris antijamur sistemik d itambahkan jika demam menetap sampai 7 hari. Efikasi vorikonazol sama dan toksis itasnya lebih kecil dibandingkan dengan amfoterisinB. Pemberian caspofungin atau amfoterisin liposomal dipertimbangkan jika tidak responsif atau tidak mentoleri r terhadap terapi lini pertama. Antibakteri atau antifungal harus dilanjutkan sa mpai pasien tidak neutropeni, terlepas penyebab demam telah ditemukan 1. 31

Terapi Post Remisi Induksi remisi lengkap pertama yang tahan lama sangat penting untuk jangka panjang kesembuhan AML. Namun tanpa terapi lanjutan biasanya pasie n akan kambuh. Sekali mengalami kekambuhan, pada umumnya hanya dapat diatasi den gan SCT. Post remisi terapi dirancang untuk mengeradikasi sel-sel leukemia resid ual untuk mencegah kekambuhan dan memperpanjang survival rate. Post remisi terap i pada AML sering berdasarkan pada usia (lebih muda dari 55-65 dan lebih tua dar i 55-65). Pada umumnya pasien yang lebih muda diberikan kemoterapi intensif dan SCT alogenik atau autologous. Dosis tinggi sitarabin lebih efektif dibandingkan sitarabin dosis standar. Kanker dan leukemia kelompok B (CALGB) misalnya, memban dingkan durasi remisi lengkap secara random pada pasien post remisi untuk empat siklus tinggi dosis sitarabin (3 g/m2, setiap 12 jam pada hari 1, 3, dan 5), int ermediet (400 mg/m2 selama 5 hari melalui infus) atau standar (10 mg/m2 selama 5 hari hari melalui infus). Dosis tinggi sitarabin secara nyata memperlama remisi lengkap dan meningkatkan fraksi penyembuhan pada pasien dengan baik pada sitoge netik normal, namun tidak secara nyata berefek pada pasien dengan kariotipe yang abnormal 1. Tabel 1. Agen baru terpilih berdasarkan penelitian untuk terapi AML pada dewasa 1. Jenis Obat MDR1 modulators Demethylating agents Histone deacetylase inhibitors H eavy metals Farnesyl transferase inhibitors FLT3 inhibitors HSP-90 antagonists B CR-ABL PDGFR/KIT inhibitors Telomerase inhibitor Contoh preparat Cyclosporine, L Y335979 Decitabine, 5-azacytidine, zebularine Suberoylanilide hydroxamic acid (S AHA), MS275, LBH589, valproic acid Arsenic trioxide, antimony R115777, SCH66336 SU11248, PKC412, MLN518, CHIR-258 17-allylaminogeldanamycin (17-AAG) or derivati ves Imatinib (ST1571, Gleevec), dasatinib, nilotinib GRN163L 32

Cell cycle inhibitors Nucleoside analogues Humanized antibodies Toxin-conjugated antibodies Radiolabeled antibodies Flavopiridol, CYC202 (R-Roscovitine), SNS-032 Clofarabine, troxacitabine Anti-CD 33 (SGN33), anti-DR4, anti-DR5, anti-KiR Gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg) Yttriu m-90-labeled human M195 Kekambuhan Sekali terjadi kekambuhan, pasien jarang bisa disembuhkan dengan meng unakan dosis standar. Pasien yang memenuhi syarat alogenik SCT harus mendapatkan transplantasi segera pada saat pertama kali timbul tanda kekambuhan 1. Prognosi s Beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan remisi lengkap, lamanya dan ting at kesembuhan remisi lengkap AML. Remisi lengkap ditetapkan dari hasil: 1. pemer iksaan darah dan sumsum tulang. Hitung neutrofil harus > 1000/ L dan hitung plat elet > 100.000/ L. Kadar hemoglobin tidak dipertimbangkan dalam penentuan remisi lengkap. Sirkulasi blast harus tidak ditemukan. Jika terd eteksi blast yang aneh pada darah selama regenerasi sumsum tulang, maka harus di lakukan pemeriksaan selama 3 hari berturut-turut. Selularitas sumsum tulang haru s >20% dengan maturasi trilineage. Pada pasien yang menunjukkan morfologi remisi lengkap, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan penyakit residual dengan menggunakan reverse transcriptase polymeras e chain reaction (RT-PCR) untuk mendeteksi AML-associated molecular abnormalitie s dan sitogenetik metaphase lainnya atau sitogenik interfase dengan fluorescence in situ hybridization (FISH) untuk mendeteksi AML-associated cytogenetic aberra tions 1. 2. Umur merupakan faktor resiko yang penting pada diagnosis. Semakin tu a umur pasien AML maka prognosisnya semakin buruk 1. 3. Kromosom. Pasien dengan t(15;17) 80% prognosisnya sangat baik, t(8;21) and inv(16) 50% prognosisnya baik , pasien tanpa abnormalitas sitogenetik 33

40% cukup menunjukkan hasil hasil yang. Pasien dengan kariotipe yang kompleks t( 6;9), inv(3), atau 7 prognosisnya sangat buruk 1. 4. Interval gejala yang berkep anjangan, pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, leukopenia, dan atau throm bositopenia selama lebih dari tiga bulan sebelum didiagnosis AML prognosisnya bu ruk 1. 5. Responsifitas terhadap kemoterapi 1. 34

DAFTAR PUSTAKA 1. Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwal d, Eugene; Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill, 2008. 2. Price, S A dan Wilson, L M.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses penyakit . Jakar ta : EGC, .2006. 3. Guyton, Arthur C.; Hall, John E.;. TEXTBOOK of Medical Physi ology 7th edition. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Inc, 2006. 4. ES Jaffe e t al: World Health Organization Classification of Tumours. Lyon, ARC Press, 2001 . 5. JM Bennett et al: Ann Intern Med 103:620, 1985. 35

Anda mungkin juga menyukai