Anda di halaman 1dari 132

EFEKTIVITAS ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH

ALFI RUMIDATUL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Bnn PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Arang aktif sebagai Adsorben Pada Pengolahan Air Limbah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

Alfi Rumidatul NIM E051030261

ABSTRAK

ALFI RUMIDATUL. Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah. Dibimbing oleh KURNIA SOFYAN sebagai ketua dan GUSTAN PARI sebagai anggota. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi yang optimum dalam pembuatan arang aktif dengan retort kapasitas 100 kg dan mengaplikasikan arang aktif yang mempunyai kualitas terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk gergaji, kayu Mangium ( Acacia mangium) dan tempurung kelapa ( Coconus nucifera). Kondisi proses aktivasi arang adalah suhu aktivasi 700 C, waktu steam 1, 2 dan 3 jam serta tanpa steam sebagai kontrol. Peningkatan mutu arang aktif dilakukan dengan menggunakan larutan H3 PO4 5 %. Pengkajian perubahan pola struktur dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer infra merah, difraksi sinar X dan mikroskop elektron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif terbaik diperoleh dari kayu Mangium (Acacia mangium) yang direndam dengan H3 PO4 5 % tanpa diaktivasi dengan uap H2 O yang menghasilkan rendemen 40,54 %; kadar air 5,25 %; kadar abu 2,31 %; kadar zat terbang 7,01 %; dan kadar karbon terikat 90,69 %. Sifat lainnya yaitu d aya serap iod 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl4 8,39 %; CHCl3 13,24 %; formaldehida 6,57 % dan benzene 7,13 %. Derajat kristalinitas 58,23 %; tinggi lapisan aromatik (Lc) 4,02 nm; lebar lapisan aromatik (La) 4,22 nm; jumlah lapisan aromatik (N) 10,84 dan jarak lapisan aromatik (d) 0,21 nm serta diameter pori 0,14 0,35 m. Konsentrasi arang aktif terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga adalah 1 % karena dapat menurunkan Kebutuhan Oksigen Biologis sebesar 98,03 %; zat padat total 97,66 %; minyak dan lemak 76,92 %. Sedangkan nilai pH terjadi peningkatan sebesar 6,15 %. Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan konsentrasi arang aktif 2 % karena dapat menurunkan nilai pH 17,50 %; zat padat total 93,06 %; ammonia 76,09 %, phosphat 33,06 % dan bakteri koli 90 %. Sedangkan Kebutuhan Oksigen Biologis dan Kebutuhan Oksigen Kimia mengalami peningkatan masing- masing sebesar 330,79 % dan 135,91 %. Konsentrasi arang aktif terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah industri pelapisan nikel adalah 2 %, karena mampu menurunkan kadar zat padat total 84,72 %; Cr 39,50 %; Cu 66,67 %; Zn 91,50 %; Ni 73,75 % dan Cd 71,43 %. Nilai pH mengalami peningkatan 242,84 % dan kadar Pb tetap.

ABSTRACT ALFI RUMIDATUL. Effectivity Of Activated Charcoal As Adsorbent For Wastewater Treatment. Under the Guidance of KURNIA SOFYAN as the Committee Chairman, and GUSTAN PARI as the Committee Member. The main purpose of this research was to study the optimum condition for production activated charcoal in a retort with 100 kg capacity and to apply the best activated charcoal as adsorbent for wastewater treatment. The raw materials used in this research were wood sawdust, mangium wood (Acacia mangium) and coconut shell. The charcoal was activated using the condition : activating temperature at 700 C continued by steaming with H2 O for 1, 2, 3 hours and without steaming as a control. In Order to improve the qualities of the activated charcoal, further activation was conducted using H3 PO4 solution at 5 % concentration. The possible changes in structure were evaluated using Infrared Spectrophotometry, X-ray Difraction and Scanning Electron Microscope. The results showed that the best quality of activated charcoal was achieved by Acacia mangium by soaking in H3 PO4 5 % solution without steaming. The yield of activated charcoal was 40,54 %; moisture content 5,25 %; ash content 2,31 %; volatile matter 7,01 %; fixed carbon 90,69 %. Adsorptive capacity of iodine was 657,20 mg/g; metanol 7,13 %; CCl4 8,39 %; CHCl3 13,24 %; formaldehida 6,57 % and benzene 7,13 %. Degree of crystalinity 58,23 %; height of aromatic layers (Lc) 4,02 nm; width of aromatic layers (La) 4,22 nm; number of aromatic layers (N) 10,84 and distance of aromatic layers (d) 0,21 nm with pore diameter of 0,14 0,35 m. The best c oncentration of activated charcoal as adsorbent for domestic wastewater treatment was 1 % concentration. It decreased Biological Oxygen Demand (BOD) 98,03 %; Total Suspended Solid 97,66 %; oil and grease 76,92 % and pH value increased 6,15 %. For hospital wastewater treatment, the best condition was achieved using activated charcoal at 2 % concentration. It could decreased pH value 17,50 %; Total Suspended Solid 93,06 %; ammonia 76,09 %, phosphat 33,06 % and coliform bacteri 90 %. BOD and Chemical Oxygen Demand ( COD) increased 330,79 % and 135,91 %. The best concentration of activated charcoal as adsorbent for nicel coated industry wastewater treatment was 1 % concentration. It decrease Total Suspended Solid 84,72 %; Cr 39,50 %; Cu 66,67 %; Zn 91,50 %; Ni 73,75 % and Cd 71,43 %. pH value increase 242,84 %, but Pb value was not changed.

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006


Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

EFEKTIVITAS ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH

ALFI RUMIDATUL

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Judul Tesis Nama NIM

: Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah : Alfi Rumidatul : E051030261

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Ketua

Dr. Gustan Pari, MS, APU Anggota

Diketahui,

Plh. Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS

Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 21 September 2006

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Dengan memanjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ya ng berjudul Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah ini dapat diselesaikan antara lain berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya, khususnya kepada Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan, selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Gustan Pari, MS, APU selaku anggota komisi pembimbing, serta teknisi Laboratorium Pengolahan Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami, anak-anakku, ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga semua yang disajikan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan khususnya di bidang Teknologi Hasil Hutan.

Bogor, September 2006

Alfi Rumidatul

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan tanggal 21 november 1974 sebagai anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan M. Afandi (almarhum) dan Hj. Arumiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Alun-alun II Lamongan tahun 1987, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 di Lamongan tahun 1990 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 di Lamongan tahun 1993. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan tinggi Strata-1 (S1) di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung dan lulus tahun 1998. Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Bandung pada tahun 1998 sampai sekarang. Pada tahun 2003, penulis memasuki pendidikan tinggi Strata-2 (S2) pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... PENDAHULUAN ................................................................................ Latar Belakang ....................................................................... Perumusan dan Pemecahan Masalah ......................................... Tujuan Penelitian ....................................................................... Hipotesis Penelitian ................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................... Kerangka Pemikiran ................................................................... TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... Pengertian Arang dan Arang Aktif ........................................... Pembuatan Arang Aktif ............................................................ Sifat dan Struktur Arang Aktif .................................................. Adsorpsi .................................................................................... Kegunaan Arang Aktif ............................................................. Pencemaran Air ......................................................................... Limbah ....................................................................................... BAHAN DAN METOD E .................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... Bahan dan Alat ......................................................................... Metode Penelitian ...................................................................... Pembuatan Arang ................................................................ Pembuatan Arang Aktif ..................................................... Karakterisasi Pola struktur Arang ....................................... Karakterisasi Struktur Arang Aktif ..................................... Peningkatan Mutu Arang Aktif .......................................... Aplikasi Arang Aktif .......................................................... Diagram Alir Penelitian ....................................................... Prosedur Penetapan Mutu Arang Aktif .............................. Analisis Kualitas Air ......................................................... Rancangan Percobaan dan Analisis Data .. viii ix xi xiii xv 1 2 3 5 6 6 6 8 8 9 12 16 19 21 26 29 29 29 30 30 32 33 35 35 35 36 38 46 47

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji . Identifikasi Gugus Fungsi pada Kayu Mangium ................ Identifikasi Gugus Fungsi pada Tempurung Kelapa .......... Identifikasi Pola Struktur Kristalit Serbuk Gergaji ............. Identifikasi Pola Struktur Kristalit Tempurung Kelapa ...... Identifikasi Pola Struktur Kristalit Kayu Mangium ............ Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap Mutu Arang Aktif ................... Rendemen ............................................................................ Kadar Air ............................................................................. Kadar Zat Terbang ............................................................... Kadar Abu ............................................................................ Kadar Karbon Terikat .......................................................... Daya Serap Iodium .............................................................. Daya Serap Metanol ............................................................ Daya Serap CCl4 .................................................................. Daya Serap CHCl3 ............................................................... Daya Serap Formaldehida .................................................... Daya Serap Benzena ............................................................ Peningkatan Mutu Arang Aktif ...................................................... Identifikasi Gugus Fungsi Arang Aktif .............................. Identifikasi Pola Struktur Kristalit Arang Aktif ................. Identifikasi Topografi Permukaan Pori Arang Aktif .......... Mutu Arang Aktif ............................................................... Aplikasi Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Air Limbah ............. Limbah Rumah Tangga ........................................................ Limbah Rumah Sakit ............................................................ Limbah Industri Pelapisan Nikel .......................................... SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... Simpulan ........................................................................................... Saran ................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................

48 48 48 49 50 52 58 59 61 61 62 64 67 69 72 75 77 78 80 82 84 85 86 87 87 90 90 93 96 100 100 101 102 106

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya 3. Bilangan Gelombang Serapan IR Serbuk Gergaji 4. Bilangan Gelombang Serapan IR Kayu Mangium 5. Bilangan Gelombang Serapan IR Te mpurung Kelapa 6. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik serbuk gergaji 7. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik kayu Mangium 8. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak antar Lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik tempurung kelapa 9. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori Serbuk Gergaji 10. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori tempurung kelapa 11. Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori Kayu Mangium 12. Rendemen Arang aktif Serbuk Gergaji, Acacia mangium dan Tempurung Kelapa pada Suhu 700 C dengan Waktu Aktivasi 3 jam 13. Hasil Analisa Kadar Air (%) Arang Aktif 14. Hasil Analisa Kadar Zat Terbang (%) Arang Aktif 15. Hasil Analisa Kadar Abu (%) Arang Aktif 16. Hasil Analisa Kadar Karbon Terikat (%) Arang Aktif 17. Hasil Analisa Daya Serap Iodium (mg/g) Arang Aktif

Halaman

18. Perbandingan Mutu Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H2O dan H3PO4 5 % 19. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif 20. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Sakit Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif 21. Perubahan Kualitas Limbah Industri Pelapisan Nikel Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka Pemikiran 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair 3. Kiln Drum Hasil Modifikasi 4. Kiln Semi Kontinyu Type P3THH 5. Retort untuk Aktivasi Arang Kapasitas 100 Kg (0,6 m3 ) 6. Skema Tinggi Lapisan (Lc), Jumlah Lapisan (N) dan Lebar Lapisan (La) Aromatik 7. Diagram Alir Penelitian 8. Spektrum Serapan IR Serbuk Gergaji Kayu Campuran (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif 9. Spektrum Serapan IR Kayu Mangium (Acacia mangium) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif 10. Spektrum Serapan IR Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif 11. Difraktogram XRD Serbuk Gergaji Kayu Campuran 12. Difraktogram XRD Kayu Mangium (Acacia mangium) 13. Difraktogram XRD Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) 14. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Campuran Dengan Pembesaran 2000 Kali 15. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Kayu Mangium (Acacia mangium) Dengan Pembesaran 2000 Kali

Halaman 16. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Dengan Pembesaran 2000 Kali

17. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Air Arang Aktif 18. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Zat Terbang Arang Aktif 19. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Abu Arang Aktif 20. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Aktif 21. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Iodium Arang Aktif 22. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Metanol 23. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CCl4 24. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CHCl3 25. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Formaldehida 26. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Benzen 27. Spektrum Serapan IR Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3 PO4 5 % 28. Difraktogram XRD Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3 PO4 5 % 29. Topografi Permukaan Arang Aktif yang Diaktivasi dengan H3 PO4 5 % 30. Perubahan Warna Air Limbah Rumah Tangga (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

Halaman

31. Perubahan Warna Air Limbah Rumah Sakit (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 % 32. Perubahan Warna Air Limbah Pelapisan nikel (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rekapitulasi Data Mutu Arang dan Arang Aktif 2. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Metanol 3. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap CCl4 4. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap CHCl3 5. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Formaldehida 6. Daya Serap Arang dan Arang Aktif terhadap Benzen 7. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Air Arang Aktif 8. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Zat Terbang Arang Aktif 9. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar AbuArang Aktif 10. Hasil Analisis Statistik untuk Kadar Karbon Terikat Arang Aktif 11. Hasil Analisis Statistik untuk Daya Serap Iodium Arang Aktif 12. Hasil Analisis Statistik untuk Daya Serap Arang Aktif terhadap Gas

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pada era industrialisasi di Indonesia, kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang dibangun, baik industri pangan maupun non pangan yang menggunakan arang aktif dalam proses produksinya. Sebagian besar kebutuhan arang aktif di Indonesia masih diimpor, karena mutu arang aktif domestik masih rendah. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan industri arang aktif di Indonesia adalah proses pembuatan yang dapat menghasilkan arang aktif berkualitas tinggi. Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik bahan organik maupun anorganik. Beberapa bahan baku yang digunakan antara lain kayu, tempurung kelapa, limbah batubara dan limbah pengolahan kayu maupun limbah pertanian seperti kulit buah kopi, sabut buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol dan pelepah jagung. Bahkan dari bahan polimer seperti poliakrilonitril, rayon dan resin fenol (Asano et al. 1999). Industri arang aktif di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1980 dengan bahan baku utamanya tempurung kelapa. Beberapa sifat arang aktif dari tempurung kelapa antara lain adalah strukturnya sebagian besar mikropori, kekerasannya tinggi, mudah diregenerasi dan daya serap iodinnya tinggi sebesar 1100mg/g (Actech, 2002 dalam Pari, 2004). Di pihak lain arang aktif dari tempurung kelapa ini mempunyai keterbatasan dalam penerapannya, yaitu kurang

efektif bila digunakan untuk menyerap senyawa yang berdiameter makropori, sehingga perlu dicari alternatif bahan baku lain seperti kayu. Menurut Pari dan Hendra (2000), sekitar 300 industri penggergajian kayu dan 2.505 industri kecil membutuhkan log 15,6 juta m3 dan limbah yang
3 dihasilkan sebanyak 7,8 juta m termasuk serbuk gergajian kayu 0,78 juta m3 ,

belum lagi ditambah limbah pengolahan industri kayu hasil illegal logging. Dengan demikian akan terjadi penumpukan beribu-ribu meter kubik limbah yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik, merupakan pemborosan terhadap kayu. Oleh karena itu mengingat potensi limbah penggergajian kayu cukup besar, maka salah satu alternatif adalah mengolah limbah tersebut menjadi arang aktif. Perkembangan teknologi dan industri juga mendorong peluang yang cukup besar terhadap arang aktif karena arang aktif merupakan suatu produk yang dihasilkan dari modifikasi karbonisasi yang sudah lama dikenal sejak perang dunia kedua dan mempunyai banyak kegunaan. Diantaranya adalah untuk menyerap gas pada masker, filter pada rokok, penjernih air, industri makanan, industri kimia dan industri lainnya. Penggunaan arang aktif terus berkembang hingga digunakan untuk menyerap gas-gas organik dari polutan gas pada bahan bangunan seperti gas aldehida dan heksan yang dikeluarkan dari cat dan perekat, karena gas- gas tersebut dapat menyebabkan penyakit alergi, paru-paru dan gangguan pada pernafasan (Asano et al. 1999). Permasalahan lingkungan untuk saat ini perlu mendapat perhatian, karena berbagai kegiatan pada sektor pemukiman, pertanian, pertambangan dan industri dapat menghasilkan air limbah y ang dibuang ke lingkungan. Apabila air limbah

tersebut tidak dilakukan pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran air yang menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu maka air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu usaha untuk mengolah air limbah tersebut adalah menggunakan arang aktif yang dapat berfungsi sebagai adsorben bahan pencemar (polutan) yang terdapat pada air limbah. Perumusan dan Pemecahan Masalah Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air akibat pencemaran oleh air limbah. Air limbah yang mengandung zat organik akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan gas. Selain itu air limbah juga mengandung bakteri patogen dan bahan beracun, yang menyebabkan penyakit atau kematian. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi bahan pencemar (polutan) air limbah dengan menggunakan bahan baku kayu mangium (Acacia mangium Willd) dengan pertimbangan antara lain di lapangan tersedia dalam jumlah yang banyak, pemanfaatannya belum maksimal dan untuk industri tertentu kebutuhan arang aktif dari kayu masih impor. Dalam penelitian ini juga digunakan serbuk gergaji kayu campuran karena harganya murah juga sekaligus dapat mengurangi dampak buruk ke lingkungan karena serbuk kayu gergajian merupakan limbah pada industri kayu. Disamping itu juga menggunakan bahan baku tempurung kelapa karena industri arang aktif di Indonesia bahan baku utamanya adalah tempurung kelapa. Berbeda dengan pembuatan arang, pembuatan arang aktif belum dikenal baik oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah proses aktivasi pada suhu tinggi dengan tujuan untuk menghilangkan tar, cairan destilat atau deposit yang menutupi pori-pori arang. Dengan cara ini luas permukaan pori menjadi lebih besar, sehingga dapat meningkatkan daya serap pori tersebut. Peningkatan pengolahan arang menjadi arang aktif sejalan dengan peningkatan daya guna dan harga jual. Ada 27 jenis industri yang menggunakan arang aktif untuk keperluan adsorben atau penyerapan polutan gas, padat dan cair antara lain industri air minum, minyak goreng, sirop, minyak atsiri, tambang emas dan tekstil. Harga jual arang per kg berkisar antara Rp 800,00 1.000,00 setelah menjadi arang aktif harganya lebih mahal, yaitu pada kisaran Rp 5.000,00 6.000,00 (Nurhayati dkk, 2002).

Penelitian pembuatan arang aktif skala laboratorium (retort kapasitas 500 gram) telah banyak dilakukan, diantaranya untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis bahan kimia, suhu aktivasi dan pengaruh penggunaan jenis kayu serta jenis lain. Sedangkan penelitian pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) belum pernah dilakukan, disamping itu juga belum diketahui komponen mana dari kayu yang berperan dalam pembentukan pori. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) dengan cara kombinasi fisika dan kimia yaitu menggunakan uap H2 O dan H3 PO4 5 %. Selanjutnya arang aktif yang diperoleh diuji kemampuannya sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pola struktur dan karakter arang aktif dari bahan biomasa yang berbeda. 2. Mencari kondisi pembuatan arang aktif skala industri kecil (retort kapasitas 100 kg) yang optimum sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. 3. Menguji tingkat efektivitas arang aktif yang dihasilkan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. 4. Mendapatkan konsentrasi pemakaian arang aktif yang efektif sebagai bahan penyerap polutan air.

Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Pola struktur arang aktif berbeda untuk setiap jenis bahan baku. 2. Terdapat pengaruh waktu aktivasi terhadap struktur dan kualitas arang aktif. 3. Arang aktif yang dibuat dari serbuk gergaji kayu campuran, kayu Acacia mangium dan tempurung kelapa memiliki kemampuan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan arang aktif dalam skala industri kecil terutama dalam peningkatan mutu dan arang aktif yang dihasilkan dapat bermanfaat sebagai adsorben pada pengolahan air limbah.

Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan kerangka pemikiran seperti tertera pada Gambar 1 berikut ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Arang dan Arang Aktif Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon melalui proses pirolisis. Sebagian dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko dkk, 1985). Proses pirolisis terdiri dari dua tingkat yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada suhu 150 300C (proses lambat) dan pada suhu 300 - 400C (proses cepat). Hasil dari proses primer lambat adalah arang, H2 O, CO dan CO2 . Sedangkan hasil pirolisis primer cepat adalah arang, gas, H 2 O dan uap. Pirolisis sekunder adalah proses pirolisis yang terjadi pada gas-gas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600C dan hasil prosesnya adalah CO, H2 dan hidrokarbon. Umumnya proses pirolisis sekunder ini digunakan untuk gasifikasi (Alvarez et al. 1998; Agustina, 2002 dalam Pari, 2004). Arang yang merupakan residu dari peruraian bahan yang mengandung karbon sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi akibat peruraian panas. Proses pemanasan ini dapat dilakukan dengan jalan memanasi bahan langsung atau tidak langsung di dalam timbunan, kiln, retort dan tanur (Djatmiko dkk, 1985).

Roy (1993) mendefinisikan arang aktif adalah arang yang telah mengalami proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaan melalui pembukaan pori-pori sehingga daya adsorpsi dapat ditingkatkan. Definisi lain mengatakan arang aktif adalah arang yang sudah diaktifkan, sehingga pori-porinya terbuka dan
2 permukaannya bertambah luas sekitar 300 sampai 2000 m /g. Permukaan arang

aktif yang semakin meluas ini menyebabkan daya adsorpsinya terhadap gas atau cairan makin tinggi (Kirk dan Othmer, 1964). Daya adsorpsi arang aktif yang tinggi disebabkan jumlah pori-pori yang besar (Lenntech, 2004). Sedangkan menurut Sudrajat dan Salim (1994), arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta rongga atau pori dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas atau daya adsorpsi terhadap cairan dan gas akan meningkat. Pembuatan Arang Aktif Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik organik maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur berpori (Sudrajat dan Salim, 1994). Arang aktif dapat dibuat dari arang biasa yang berasal dari tumbuhan, ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, serbuk gergaji, sekam padi, dan batu bara (Pari, 1995). Guerrero et al. (1970) menyatakan bahwa pembuatan arang aktif dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan arang bersifat amorf porous pada suhu rendah. Tahap kedua adalah proses pengaktifan arang untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga

10

meningkatkan porositas arang. Menurut Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995), pada kedua proses tersebut terjadi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Dehidrasi yaitu proses menghilangkan air 2. Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon, serta mengeluarkan senyawa-senyawa non karbon 3. Aktivasi yaitu proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga poripori menjadi lebih besar Pada prinsipnya arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika. Pada pembuatan arang aktif, mutu yang dihasilkan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya (Hartoyo et al. 1990). 1. Pembuatan Arang Aktif secara Kimia Prinsipnya yaitu perendaman arang dengan senyawa kimia sebelum dipanaskan. Pada proses pengaktifan secara kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600 - 900C selama 1 2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara selasela lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3 PO4 , NH4 Cl, AlCl3 , HNO3 , KOH, NaOH, KMnO 4 , SO3 , H2 SO4 dan K2 S (Kienle, 1986). Pemakaian bahan kimia sebagai bahan pengaktif sering mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan. Umumnya aktivator meninggalkan sisa-sisa berupa oksida yang tidak larut dalam air pada waktu pencucian, oleh karena itu dalam beberapa proses sering dilakukan pelarutan dengan HCl untuk

11

mengikat kembali sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan arang dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif. Hasil penelitian Botha (1992) dalam Pari (2004) yang membuat arang aktif dari batubara, lalu mengekstrak arang aktif tersebut dengan HCl 0,5 M menghasilkan arang aktif yang struktur mikroporinya lebih besar. 2. Pembuatan Arang Aktif secara Fisika Prinsipnya adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi lalu dipanaskan pada suhu 800 - 1000C. Selama pemanasan ke dalamnya dialirkan uap air atau gas CO2 . Pada suhu dibawah 800C, aksi oksidasi uap air ataupun gas CO2 berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu diatas 1000C akan menyebabkan kerusakan susunan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : C + H2 O C + 2H2 O C + CO2 CO + H2 CO2 + 2H2 2CO ?H = + 117 kJ ?H = + 75 kJ ?H = + 157 kJ

Reaksi yang terjadi adalah endoterm, sehingga aktivasi yang terjadi menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk menjadi berkurang. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membakar gas- gas yang terbentuk (Kienle, 1986). CO + O2 H2 + O2 CO2 H2 O ?H = -285 kJ ?H = -238 kJ

12

Selama pengaktifan dengan gas- gas pengoksidasi, lapisan- lapisan karbon kristalit yang tidak beratur akan mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gas-gas pengaktif yang lembam dapat mendorong residu-residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan senyawa lain yang menempel pada permukaan arang. Cara yang sangat efektif untuk mendesak residu-residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada permukaan materi karbon (Pari, 1996).

Sifat dan Struktur Arang Aktif Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al. 1997). Arang aktif berbentuk

kristal mikro, karbon non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menjerap gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan (Roy, 1985). Tiap-tiap kristal, biasanya terdiri dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20 30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et al. 1991). Selanjutnya Hartoyo (1974) mengemukakan bahwa sifat fisik arang aktif dibagi dua macam : 1. Sifatnya keras dan bobot jenis tinggi, sesuai untuk bahan adsorpsi gas 2. Sifatnya lunak dan bobot jenis rendah, sesuai untuk bahan adsorpsi cairan Menurut Hassler (1974), arang aktif adalah arang halus yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam dan pelarut organik. Arang aktif tidak terdekomposisi atau bereaksi setelah

13

digunakan. Arang aktif berbentuk amorf, yang terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelat-pelat dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksago nal mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak. Semua arang aktif memiliki struktur pori, biasanya dengan sejumlah hidrogen dan oksigen yang terikat secara kimia. Arang aktif biasanya mengandung 2 % mineral yang biasanya ditunjukkan oleh kadar abu atau residu pembakaran (Kienle dkk, 1996). Penyelidikan dengan sinar-X menunjukkan bahwa arang aktif berbentuk kristal yang sangat kecil mirip dengan struktur grafit. Grafit terdiri dari sejumlah pelat yang tersusun secara paralel dan masing- masing pelat mempunyai sistem heksagonal dengan enam atom karbon. Daerah kristalin hanya pada ketebalan 0,7 sampai 1,1 nm, lebih kecil dibanding grafit yang teramati. Hal ini berarti bahwa tiap-tiap kristalin biasanya hanya tiga atau empat lapis atom dengan 20 sampai 30 karbon heksagon pada masing- masing lapisan (Kienle dkk, 1996). Besar kecilnya ukuran pori dari kristalit-kristalit arang aktif selain tergantung pada suhu karbonisasi juga bahan baku yang digunakan. Ukuran porinya dapat berkisar antara 10 - > 250 A. Beukens et al. (1985) membagi besarnya ukuran pori kedalam tiga katagori yaitu :

14

1. Makropori Makropori didefinisikan sebagai ukuran pori arang aktif yang mempunyai diameter lebih besar dari 250 A dengan volume sebanyak 0,8 mL/g dan permukaan spesifik antara 0,5 2 m2 /g. 2. Mesopori Pori-pori arang aktif yang diameternya berkisar antara 50 250 A dengan volume 0,1 mL/g dan permukaan spesifik antara 20 70 m2 /g. 3. Mikropori Pori arang aktif dengan ukuran diameter lebih kecil dari 50 A dan terbagi atas tiga bagian yaitu : a. Maksi mikropori Maksi mikropori merupakan pori dengan diameter pori antara 25 50 A, dapat digunakan untuk menyerap pigmen tanaman dan sangat baik untuk adsorpsi molase. b. Mesi mikropori Diameter pori dari mesi mikropori adalah antara 15 25 A, yang sangat baik untuk menyerap zat warna terutama metilen biru. c. Mini mikropori Diameter pori mini mikropori lebih kecil dari 15 A, dan dapat digunakan dengan baik untuk penyerapan yodium dan fenol. Distribusi ukuran pori merupakan parameter yang penting dalam hal kemampuan daya serap arang aktif terhadap molekul yang ukurannya bervariasi. Disamping distribusi pori, bentuk pori merupakan parameter yang khusus untuk

15

daya serap arang aktif yang terjadi. Pori-pori dengan bentuk silinder lebih mudah tertutup yang menyebabkan tidak aktifnya bagian permukaan dari arang aktif tersebut. Bila arang aktif digunakan untuk penjernihan air, lebih banyak

dibutuhkan pori-pori yang terbuka karena air sebagian besar mengandung macam- macam partikel. Pengaruh dari ukuran pori untuk penyerapan fasa cair dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini (Beukens et al. 1985).

Gambar 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair Keterangan : 1. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang akan diserap dapat masuk. 2. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang lebih kecil yang akan diserap dapat masuk. 3. Daerah yang hanya dimasuki pelarut.

16

Adsorpsi Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorpsi sedang adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diadsorpsi. Jadi proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan dan cairan dengan padatan (Ketaren, 1986). Sedangkan menurut Setyaningsih (1995), adsorpsi adalah proses terjadinya perpindahan massa adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben. Adsorpsi merupakan peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antara permukaan dua fase. Walstra (2003) mendefinisikan adsorpsi sebagai proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Komponen yang terserap disebut adsorbat dan bahan yang dapat menyerap disebut adsorben. Adsorben dapat berupa padatan atau cairan. Adsorbat terlarut dalam cairan atau berada dalam gas. Dalam proses adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-tom, ion-ion atau molekul- molekul gas atau cairan lainnya (Microsoft, 2000), yang melibatkan ikatan intramolekuler diantara keduanya (Osmonics, 2000). Melalui proses pengikatan tersebut, maka

17

proses adsorpsi dapat menghilangkan warna (Kadirvelu et al. 2003) dan logam (Rossi et al. 2003). Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995) mengatakan bahwa ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physisorption ) dan adsorpsi secara kimia ( chemisorption). Adsorpsi secara fisik terjadi karena perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Waals) sehingga molekulmolekul adsorbat secara fisik terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini umumnya adalah lapisan ganda (multi layer) dalam hal ini tiap lapisan molekul terbentuk di atas lapisan- lapisan yang proporsional dengan konsentrasi kontaminan. Makin besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan maka makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorpsi fisik ini bersifat dapat balik (reversible) yang berarti atom-atom atau ion- ion yang terikat dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat ion yang diikat. Sedangkan adsorpsi secara kimia, ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia yang kuat dan bersifat tidak dapat balik (irreversible) karena pada pembentukannya diperlukan energi pengaktifan sehingga untuk melepaskannya diperlukan pula energi yang besarnya relatif sama dengan energi pembentukan. Menurut Setyaningsih (1995), mekanisme adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut : molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal); sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (disebut difusi internal). Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap

18

dasar, yaitu : zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori arang dan zat terjerap ke dinding bagian dalam dari arang. Menurut Azah dan Rudyanto (1984) daya serap arang aktif dapat terjadi karena (1) adanya pori-pori mikro yang sangat banyak yang dapat menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap (2) permukaan yang luas dari arang aktif (3) pada kondisi bervariasi hanya sebagian permukaan yang mempunyai daya serap, hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen, penyerapannya hanya terjadi peda permukaan yang aktif saja. Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan per satuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik maupun kimia (Setyaningsih, 1995). Kirk dan Othmer (1957) dalam Pari (1995) menyebutkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi adsorpsi arang aktif antara lain adalah : 1. Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas permukaan, ukuran pori dan komposisi kimia permukaan arang aktif. 2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran molekul dan komposisi kimianya. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair. 4. Karakteristik fasa cair, yaitu pH dan temperatur. 5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung. Menurut Kadirvelu et al. (2001) mekanisme adsorpsi ion logam oleh arang aktif adalah pertukaran ion. Alfarra et al. (2004) menambahkan bahwa pada

19

aplikasi penghilangan satu jenis ion, arang aktif sering dipertanggungjawabkan mempunyai perilaku sebagai penukar kation. Dalam kasus ini, adsorpsi tergantung pada tekstur karbon, dan akan meningkat dengan meningkatnya pH, jumlah permukaan dan konsentrasi larutan.

Kegunaan Arang Aktif Ada dua macam jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya (Setyaningsih, 1995) : 1. Arang penjerap gas (gas adsorbent carbon) Jenis arang ini digunakan untuk menjerap kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat pada arang jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan mampu melewatinya, tapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa. 2. Arang fasa cair ( liquid-phase carbon ) Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori-pori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batubara dan selulosa. Saat ini arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, pangan dan farmasi. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap dan pemurni, dalam jumlah kecil juga digunakan sebagai katalis.

20

Sudrajat dan Salim (1994) mengemukakan bahwa arang aktif dapat memurnikan produk yang dihasilkan industri dan juga berguna untuk mendapatkan kembali zat-zat berharga dari campurannya serta sebagai obat. Tabel 1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri
No. Tujuan Untuk Gas 1. Pemurnian gas 2. 3. Pengolahan LNG Katalistaor Pemakaian Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan asap Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah serta reaksi Katalisator reaksi/pengangkut vinil klorida dan vinil asetat Menghilangkan bau pada kamar pendingin Menyaring dan menghilangkan warna Menghilangkan warna dan bau Penyulingan bahan mentah, zat perantara Menyaring/menghilangkan warna, bau zat pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat penyulingan air Mengatur dan membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam berat Pemurnian, penghilangan bau dan warna Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil asetat dan lain-lain Pemurnian dan penghilangan bau Pemurnian Pemurnian Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak

4. Lain-lain Untuk Cairan 1. Industri obat dan makanan 2. Minuman ringan dan keras 3. Kimia perminyakan 4. Pembersih air

5. 6. 7.

Pembersih air buangan Penambakan udang dan benur Pelarut yang digunakan kembali

Lain-lain 1. Pengolahan pulp 2. Pengolahan pupuk 3. Pengolahan emas 4. Penyaringan minyak makan dan glukosa

(Sumber : PDII LIPI, 2004)

Kemampuan arang aktif sebagai bahan penyerap tidak sama antara satu dengan yang lainnya, karena suatu penyerapan belum tentu baik untuk proses penyerapan lainnya. Perbedaan ukuran partikel pori dan tingkat aktivasi dapat mempengaruhi optimalisasi penggunaan arang aktif (Bikerman, 1958 dalam Pari, 2004). Kegunaan arang aktif sebagai adsorben sangat luas. Arang aktif dapat digunakan untuk menyerap senyawa organik non polar seperti mineral minyak,

21

fenol poliaromatik hidrokarbon, menyerap substansi halogenasi, bau, rasa, produk-produk fermentasi dan substansi non polar yang tidak larut dalam air (Lenntech, 2004). Kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap ion logam telah dibuktikan antara lain oleh Kadirvelu et al. (2001) serta Kadirvelu dan Namasivayam (2003). Kadirvelu et al. (2001) telah membuktikan kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam limbah cair industri radiator, pelapisan nikel dan pelapisan tembaga. Kemampuan arang aktif sebagai penghilang logam tersebut dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi karbon. Kenaikan kadar karbon menaikkan persen adsorpsi ion l ogam. Sedangkan Kadirvelu dan Namasivayam (2003) mempelajari proses adsorpsi logam Cd(II) menggunakan arang aktif dari limbah padat pertanian. Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logam- logam seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna dan rasa yang terdapat dalam larutan atau buangan air. Karena arang aktif lebih bersifat non polar, maka komponen non polar dengan berat molekul tinggi (4 sampai 20 atom karbon) yang terdapat dalam air buangan pabrik dapat diadsorpsi oleh arang aktif (Buekens et al. 1985).

Pencemaran Air Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat

22

berfungsi

sesuai

dengan

peruntukannya

(Peraturan

Pemerintah,

2001).

Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lainlain (Effendi, 2003). Parameter kualitas air dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) sifat fisik, (2) sifat kimiawi, (3) sifat mikrobiologis dan (4) sifat radioaktif. Parameter fisik antara lain warna, bau dan rasa, padatan tersuspensi, daya hantar listrik dan kecerahan. Parameter kimiawi air dibagi menjadi dua yaitu (a) organik dan (b) anorganik. Parameter bakteriologis mencakup bakteri koliform total, koliform tinja, patogen dan virus. Parameter radioaktivitas mencakup zarah beta,
226 90

Sr dan

Ra (Daryanto, 1995)

Sumber Pencemar Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (non-point /diffuse source). Sumber pencemar point source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar dari point source biasanya relatif tetap. Sedangkan sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya : limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan.

23

Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 2. Tabel 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya
Sumber Tertentu (Point Source) Sumber Tak Tentu (Non Point Source) Limpasan Limpasan Daerah Daerah Pertanian Perkotaan X X X X X X X X X X X X -

Jenis Pencemar Limbah yang dapat menurunkan kadar oksigen 2. Nutrien 3. Patogen 4. Sedimen 5. Garam-garam 6. Logam yang toksik 7. Bahan organik yang toksik 8. Pencemaran panas Sumber : Davis dan Cornwell, 1991 1.

Limbah Domestik X X X X -

Limbah Industri X X X X X X X X

Bahan Pencemar (Polutan) Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).

24

Berdasarkan sifat toksiknya, polutan/pencemar dibedakan menjadi dua (Jeffries dan Mills, 1996) : 1. Polutan tak toksik Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. 2. Polutan toksik Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal ) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan artifisial lainnya. Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima yaitu : a. Logam (metals), meliputi : timbal, nikel, kadmium, zinc, copper dan merkuri b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon alifatik berklor, pelarut, surfaktan, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol dan formaldehida. c. Gas, misalnya klorin dan amonia d. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida dan sulfat e. Asam dan alkali

25

Jenis-jenis Pencemar Polutan yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai jenis polutan. Jika di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan maka kombina si pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga (Effendi, 2003) : 1. Additive : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan penjumlahan dari pengaruh masing- masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi zinc dan kadmium terhadap ikan. 2. Synergism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar daripada penjumlahan pengaruh dari masing- masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi copper dan klorin atau pengaruh kombinasi copper dan surfaktan. 3. Antagonism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling mengganggu sehingga pengaruh secara kumulatif lebih kecil atau

kemungkinan hilang. Misalnya, pengaruh kombinasi kalsium dan timbal atau zinc atau aluminium. Rao (1992) mengelompokkan bahan pencemar di peraiarn menjadi beberapa kelompok, yaitu : (1) limbah yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen demanding waste), (2) limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit (disease causing agents), (3) senyawa organik sintetis, (4) nutrien tumbuhan, (5) senyawa anorganik dan mineral, (6) sedimen, (7) radioaktif, (8) panas (thermal discharge), dan (9) minyak. Bahan pencemar (polutan) yang

26

masuk ke dalam air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis pencemar yang saling berinteraksi. Limbah Yang dimaksud dengan limbah atau benda/zat buangan yang kotor adalah benda/zat yang mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk dari industrialisasi (Daryanto, 1995). Sumber Air Limbah Daryanto (1995) menyebutkan bahwa biasanya air limbah dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : (1). Air limbah rumah tangga Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air limbah rumah tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari : Daerah pemukiman penduduk Daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lain- lain Daerah kelembagaan (kantor-kantor pemerintahan dan swasta) daerah rekreasi

(2). Air limbah industri Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat berva riasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada.

27

(3). Air limbah rembesan dan tambahan Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar.

Karakteristik Air Limbah Hindarko (2003) menyatakan bahwa m elebihi suatu karakteristik tertentu, buangan air limbah ke sungai, danau, laut dan lain- lain, akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai baku mutu air limbah yang dibuang ke badan air. Semula peraturan yang ada hanya berbentuk Baku Mutu Effulen Standar Departemen Kesehatan, yang sangat umum sifatnya. Kemudian disempurnakan dalam PP No. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, dimana badan air digolongkan atas empat kelompok utama, yaitu : (i). Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengelolaan terlebih dahulu (ii). Golongan B : air yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum (iii). Golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit tenaga listrik tenaga air (iv). Golongan D : air yang dapat dipakai untuk pelayaran dan lalu lintas air di sungai, danau dan laut (Hindarko, 2003).

28

Selanjutnya menurut Hindarko (2003), karakteristik fisik air limbah meliputi jumlah zat padat terlarut, bau, suhu, berat jenis dan warna. Karakteristik kimiawi air limbah meliputi bahan organik dalam air limbah (protein, karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan, peptisida), senyawa anorganik dalam air limbah (pH, alkalinitas, klor, nitrogen, phospor, logam berat dan senyawa beracun). Sedangkan karakteristik biologis dari air limbah meliputi jamur, ganggang, organisme pathogenik.

Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Ketiga jenis proses ini bertujuan mengubah sifat buangan kedalam bentuk yang lebih mudah diterima seperti sifat racun berkurang, konsentrasi lebih rendah, volume berkurang dan sebagainya (Daryanto, 1995). Secara lebih spesifik, ketiga cara pengolahan air limbah adalah sebagai berikut : 1. Pengolahan secara fisika : pengayakan, pengendapan, penjernihan, pengadukan cepat, penyaringan, evaporasi dan destilasi, stripper dan proses osmosis 2. Pengolahan secara kimia : netralisasi, presipitasi, koagulasi dan flokulasi, oksidasi dan reduksi serta desinfeksi. 3. Pengolahan secara biologi : sistem aerobik (kolam oksidasi, lumpur aktif, penambahan oksigen, trickling filter, lagon), sistem anaerobik (septik tank)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Bahan dan Alat Bahan Bahan baku untuk arang yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu campuran, kayu akasia ( Acacia mangium Willd) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera). Bahan kimia yang digunakan antara lain H3 PO4 , yodium, Na2 S2O3 , larutan kanji, metanol, karbon tetraklorida (CCl4 ), kloroform (CHCl3 ), formaldehida, benzena serta bahan untuk aplikasi adalah air limbah industri pelapisan nikel, limbah rumah sakit dan limbah rumah tangga.

Alat Alat yang digunakan antara lain desikator, oven, tanur listrik, plastik, gelas ukur, cawan porselin, cawan petri, buret, mortal dan penggerus, gegep, saringan, kiln drum hasil modifikasi, kiln semi kontinyu dan retort skala produksi kapasitas 100 kg.

30

Metode Penelitian

Pembuatan Arang 1. Pembuatan Arang Kayu Mangium (Acacia mangium) dan Tempurung Kelapa (Coconus nucifera) Kayu Mangium (Acacia mangium) dan tempurung kelapa (Coconus nucifera) diarangkan dalam kiln drum hasil modifikasi yang terbuat dari drum bekas pakai (Gambar 3). Kiln drum terdiri dari 4 bagian yaitu badan drum yang dibuka salah satu ujungnya, tutup kiln atas, cerobong asap dan lubang- lubang udara pada bagian bawah drum, lubang- lubang udara pada bagian bawah drum juga berfungsi sebagai tempat pembakaran pertama. Kayu Mangium (Acacia mangium) dipotong-potong dengan ukuran panjang maksimum 20 cm dan tempurung kelapa (Coconus nucifera) dimasukkan ke dalam kiln drum pada bagian atas dan ditata sedemikian rupa, kemudian dinyalakan dengan cara membakar bagian lubang udara dengan umpan bakar ranting- ranting kayu. Sesudah bahan baku menyala dan diperkirakan tidak akan padam maka kiln ditutup dan cerobong asap dipasang. Pengarangan dianggap selesai apabila asap yang keluar dari cerobong menipis dan berwarna kebiru-biruan, selanjutnya kiln diturunkan sejajar dengan tanah dan cerobong asap ditutup dengan kertas atau kain yang sebelumnya dibasahi dengan air.

31

Gambar 3. Kiln Drum Hasil Modifikasi


Spesifikasi : 1. Type 2. Tinggi kiln 3. Diameter 4. Tinggi cerobong 5. Diameter cerobong 6. Diameter lubang uadara : : : : : : silinder 90 cm 55 cm 40 cm 10 cm 2,5 cm

2. Pembuatan Arang dari Serbuk Gergaji Kayu Campuran Serbuk kayu gergajian diarangkan dalam kiln semi kontinyu yang terbuat dari logam (Gambar 4), serbuk dimasukkan ke dalam kiln yang bagian bawahnya dilengkapi dengan rak yang terbuat dari besi behel ukuran 10 dan 12 mm yang dibentuk persegi panjang. Proses pengarangan dilakukan di bagian bawah kiln dengan cara mengaduk serbuk yang turun pada bagian atasnya. Arang yang dihasilkan dimatikan dengan cara melewatkan arang membara ke dalam bak yang berisi air.

32

Gambar 4. Kiln Semi Kontinyu Type P3THH


Spesifikasi : 1. Type 2. Tinggi pengarangan 3. Tinggi ruang pembakaran 4. Tinggi leher cerobong 5. Tinggi cerobong 6. Diameter cerobong : : : : : : kubus (120 x 100 cm) 30 cm 130 cm 70 cm 146 cm 50 cm

Pembuatan Arang Aktif Arang dari serbuk gergaji kayu campuran, kayu Acacia mangium dan tempurung kelapa masing- masing dimasukkan ke dalam retort (kapasitas 100 kg), selanjutnya dipanaskan pada suhu 700 - 900C untuk mempercepat naiknya suhu pemanasan di dalam retort, sewaktu-waktu dialirkan udara dari kompresor. Apabila suhu telah tercapai, dialirkan uap air panas selama 1, 2 dan 3 jam pada tekanan 1 1,5 bar yang sebelumnya melewati tabung pemanas pada suhu 400C.

33

Gambar 5. Retort Untuk Aktivasi Arang Kapasitas 100 Kg (0,6 m3 )

Karakterisasi Pola Struktur Arang Arang yang dihasilkan diidentifikasi gugus fungsinya menggunakan (1) Spektrofotometer Inframerah untuk mengetahui perubahan gugus fungsi akibat kenaikan suhu karbonisasi. Analisis ini dilakukan dengan cara mencampur contoh dengan KBr menjadi bentuk pelet, yang selanjutnya diukur serapannya pada bilangan gelombang 600 4000 cm-1 . (2) Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui topografi permukaan arang aktif dan ukuran pori. dan (3) XRD untuk mengetahui derajat kristalinitas, tinggi, lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik dilakukan dengan cara menginterpretasi pola difraksi dari hamburan sinar X pada contoh. Penetapan derajat kristalinitas, tinggi (Lc), lebar (La), jarak

34

(d) dan jumlah lapisan (N) aromatik dilakukan menurut Kercher (2003) dalam Pari (2004) dengan perhitungan sebagai berikut : Bagian kristalin x 100 % Derajat kristalinitas (X) = Bagian kristalin + bagian amorf Jarak antar lapisan aromatik (d002 ): ? = 2 d sin ? Tinggi lapisan aromatik (Lc) pada ? 24-25: Lc(002) = K ? / cos ? Lebar lapisan aromatik (La) pada ? 43: La(100) = K ? / cos ? Jumlah lapisan aromatik (N): N = Lc / d ? = 0,15406 nm (panjang gelombang dari radiasi sinar Cu) = intensitas tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian ?) K = tetapan untuk lembaran graphene (0,89) ? = sudut difraksi X = derajat kristalinitas

Gambar 6. Skema Tinggi Lapisan (Lc), Jumlah Lapisan (N) dan Lebar Lapisan (La) Aromatik

35

Karakterisasi Struktur Arang Aktif Untuk membuat arang aktif, proses aktivasi dilakukan dengan cara mengalirkan uap H2 O selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Arang aktif yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Selain itu dilakukan uji mutu terhadap arang aktif yang dihasilkan berdasarkan SNI (1995) yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon, daya serap terhadap iodin, benzena, metanol, khloroform (CHCl3 ), karbon tetraklorida (CCl4 ) dan formaldehida.

Peningkatan Mutu Arang Aktif Untuk meningkatkan kualitas arang aktif, proses aktivasi dilakukan dengan cara kombinasi fisika dan kimia yaitu menggunakan larutan H3 PO4 5 % pada arang aktif yang memiliki daya serap terhadap iodin tertinggi, hasil dari uji kualitas arang aktif. Arang aktif yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Selain itu dilakukan uji mutu terhadap arang aktif yang dihasilkan berdasarkan SNI (1995) yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon, daya serap terhadap iodin, benzena, metanol, khloroform (CHCl3 ), karbon tetraklorida (CCl4 ) dan formaldehida.

Aplikasi Arang Aktif Arang aktif yang memenuhi standar dari hasil peningkatan mutu selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga, rumah

36

sakit dan industri pelapisan nikel dengan cara mencampurkan arang aktif pada ketiga air limbah tersebut dengan konsentrasi masing- masing 0, 1, 2 dan 3 %. Pengolahan terhadap air limbah ini dilakukan dengan cara menambahkan arang aktif masing- masing sebanyak 0, 1, 2 dan 3 gram ke dalam air limbah dengan volume 100 mL dalam gelas piala. Kemudian campuran tersebut diaduk sampai homogen dengan menggunakan shaker dan disaring. Air hasil saringan tersebut kemudian dianalisa kualitasnya.

Diagram Alir Penelitian Kegiatan penelitian tersebut di atas dapat digambarkan pada diagram alir seperti tertera pada Gambar 7. Bahan baku serbuk gergaji kayu campuran, kayu Acacia mangium dan tempurung kelapa diarangkan. Kemudian diuji pola strukturnya dengan FTIR, XRD dan SEM. Arang yang diperoleh kemudian dibuat arang aktif dengan menggunakan H2 O sebagai aktivator dengan lama aktivasi 1, 2 dan 3 jam. Setelah dilakukan pengkajian dengan FTIR, XRD dan SEM akan didapatkan struktur dan mutu arang aktif yang terbaik. Apabila hasilnya belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995), maka dilakukan peningkatan mutu arang aktif dengan menggunakan larutan H3 PO4 5 % sebagai aktivator. Arang aktif ini dicoba untuk mengadsorpsi bahan pencemar (polutan) yang terdapat pada air limbah industri pelapisan nikel, limbah rumah sakit dan limbah rumah tangga dengan jalan mencampurkan arang aktif pada air limbah dengan konsentrasi 1, 2 dan 3 %.

38

Prosedur Penetapan Mutu Arang Aktif (SNI 1995) Penetapan Rendemen Arang aktif yang diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian ditimbang. Perbandingan yang dihitung adalah perbandingan bobot bahan baku sebelum dan setelah melalui aktivasi. Berat arang aktif Rendemen (%) = Berat bahan baku Penetapan Kadar Air Contoh sebanyak 2 gram (bobot kering udara) dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 C selama 3 jam. Setelah itu, didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang sampai bobotnya tetap. Berat (sebelum sesudah) dikeringkan Kadar air (%) = Berat sesudah dikeringkan Penetapan Zat Mudah Menguap Contoh kering sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya. Kemudian contoh dipanaskan dalam tanur pada suhu 950C selama 10 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin (bila perlu diikat dengan kawat) selama pemanasan dan hindari pembakaran contoh. Jika contoh terbakar maka pengerjaan diulang. Berat contoh yang hilang Kadar Zat Mudah Menguap (%) = Berat contoh awal x 100 % x 100 % x 100 %

39

Penetapan Kadar Abu Contoh sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian ditempatkan dalam tanur listrik pada suhu 750C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator selama satu jam dan selanjutnya ditimbang hingga bobotnya tetap. Berat sisa contoh Kadar Abu (%) = Berat contoh awal x 100 %

Penetapan Kadar Karbon Terikat Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis selain abu (zat anorganik) dan zat- zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang. Definisi ini hanya berupa pendekatan. Kadar Karbon Terikat (%) = 100 % - (kadar abu + kadar zat mudah menguap)

Penetapan Daya Serap terhadap Iodium Contoh kering sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 mL larutan iodium 0.1 N dan dikocok selama 25 menit pada suhu kamar, larutan langsung disaring. Selanjutnya 10 mL contoh diambil dan dititrasi dengan larutan Na2 S2 O3 0.1 N sampai didapatkan larutan berwarna kuning muda lalu ditambahkan beberapa tetes larutan kanji 1% sebagai indikator. Kemudian titrasi dilakukan kembali sampai warna biru tepat hilang. [10 (mL x N Na2 S2O3 )] x 126.93 x fp Daya Serap Iodium (mg/g) = Bobot contoh (dalam gram)

40

Penetapan Daya Serap terhadap Gas Satu gram contoh kering dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang berisi contoh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan uap benzena, metanol, kloroform, CCl4 dan formaldehida kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 19 - 20C agar tercapai kesetimbangan adsorpsi. Sebelum ditimbang contoh dibiarkan selama 5 menit untuk mengeluarkan uap yang menempel pada permukaan kaca cawan petri untuk mengurangi kesalahan positif. Berat uap yang terserap Daya Serap Gas (%) = Berat contoh awal x 100 %

Prosedur Pe netapan Kualitas Air Limbah (Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater/SMEWW, 1998) Penetapan pH Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter, dimana pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Pada pH meter dipasang elektroda gelas kemudian dicelupkan ke dalam larutan penyangga yang mendekati pH contoh. Selanjutnya bersihkan elektroda dengan air suling, kemudian celupkan ke dalam contoh yang akan diperiksa. Derajat keasaman (pH) dapat langsung dibaca dari skala atau digital alat pH meter.

Penetapan Biological Oxygen Demand (BOD) Pengukuran BOD dilakukan dengan cara memeriksa oksigen terlarut nol hari dari salah satu botol yang berisi benda uji, kemudian masukkan botol yang

41

berisi benda uji ke dalam lemari pengeram bersuhu 20 C selama 5 hari. Selanjutnya periksa kadar oksigen terlarut pada lima hari dan hitung BOD dengan rumus berikut : (Xo X5 ) (Bo B5 ) (1 P) BOD = P Dimana : Xo = oksigen terlarut sampel pada saat t = 0 (mg O2 /L) X5 = oksigen terlarut sampel pada saat t = 5 hari (mg O2 /L) Bo = oksigen terlarut blanko pada saat t = 0 (mg O2 /L) B5 = oksigen terlarut blanko pada saat t = 5 hari (mg O2 /L) P = pengenceran

Penetapan Chemical Oxygen Demand (COD) Pipet 5 mL larutan campuran kalium dikromat merkuri sulfat dan masukkan ke dalam benda uji. Tambahkan 10 mL larutan campuran asam sulfat perak sulfat, aduk campuran di dalam tabung kemudian tutup. Ulangi cara tersebut terhadap 10 mL air suling untuk blanko. Kemudian masukkan ke dalam oven pada suhu 150 C selama 2 jam, lalu pindahkan campuran dari tabung ke dalam labu erlenmeyer 100 mL dan bilas dengan 10 mL air suling. Tambahkan 2 mL asam sulfat pekat, 3 tetes indikator feroin lalu titrasi dengan larutan fero amonium sulfat 0,0025 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi merah coklat. COD (mg O2 /L) = { (A B) x N x 800 } x p Dimana : A = mL larutan fero amonium sulfat untuk titrasi blanko B = mL larutan fero amonium sulfat untuk titrasi benda uji N = kenormalan larutan fero amonium sulfat p = pengenceran contoh uji

42

Penetapan Kadmium (Cd) Kadmium ditentukan dengan mengukur 100 mL contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 mL, tambahkan 5 mL HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring ke dalam labu takar 100 mL, kemudian encerkan sampai tanda batas. Salurkan masing- masing contoh dan catat pembacaan instrumen spektrofotometer serapan atom pada 228,8 nm. Cd (mg/L) = (1000 / volume contoh) x berat kadmium dalam contoh

Penetapan Kromium Total (Cr) Kromium total ditentukan dengan mengukur 100 mL contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 mL, tambahkan 5 mL HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring. Pipet 10 mL contoh masukkan ke dalam 50 mL gelas piala dan tambahkan 1 mL 8-hydroxyquinoline. Salurkan masing- masing contoh dan tetapkan serapan spektrofotometer yang bekerja pada panjang gelombang 540 nm. Penetapan Seng (Zn) Penentuan kadar seng dilakukan dengan cara spektrofotometri serapan atom pada 213,8 nm. Seng ditentukan dengan mengukur 100 mL contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 mL, tambahkan 5 mL HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan

43

berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring. Salurkan HNO3 setiap kali penentuan antara contoh-contoh. Penetapan Timbal (Pb) Timbal ditentukan dengan mengukur 100 mL contoh yang telah diasamkan ke dalam gelas piala 125 mL, tambahkan 5 mL HCl pada tiap contoh. Panaskan contoh di atas penangas listrik dalam ruangan asam sampai isi larutan berkurang 15-20 mL. Kemudian dinginkan dan saring contoh dengan kertas saring ke dalam labu takar 100 mL dan cuci kertas saring 2 atau 3 kali dengan air kemudian encerkan sampai tanda batas. Salurkan HNO3 setiap kali penentuan antara contoh-contoh dan catat pembacaan instrumen spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 283 nm. Penetapan Nikel (Ni) Kocok contoh air sampai bercampur rata. Pipet 50 mL contoh air sampel masukkan ke dalam labu takar 100 mL. Tambah 10 mL larutan amonium sitrat, 5 mL larutan iodium dan 20 mL larutan amoniakal dimetilgiloksim. Encerken dengan air sampai tanda batas, kocok dan diamkan selama 10 menit. Pindahkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan ukur serapan warna pada panjang gelombang 530 nm. Penetapan Tembaga (Cu) Kocok contoh air sampai bercampur rata. Pipet 100 mL contoh air sampel masukkan ke dalam corong pemisah 250 mL. Netralkan larutan contoh dengan penambahan HCl atau NH4 OH. Kemudian tambahkan 5 mL larutan hidroksilamin hidroklorida dan 10 mL CHCl3 , kocok selama 2 menit. Saring larutan ekstraksi ke

44

dalam kuvet dan tetapkan serapan spektrofotometer pada panjang gelombang 484 nm. Penetapan Amoniak (NH3 ) Dengan menggunakan pipet, pindahkan sampel sebesar 50 mL ke dalam labu takar 50 mL. Kemudian tambahkan 2 mL reagen Nessler ke dalam larutan tersebut. Kocoklah sampel dengan cara membalik-balik sampel ke dalam labu takarnya paling sedikit 6 kali. Biarkan reaksi berjalan paling cepat 10 menit. Dengan menggunakan pada 400-425 nm blanko. Penetapan Phosphat (PO4 ) Pipet 50 mL sampel tuang ke dalam erlenmeyer 250 mL dan tambah 1 tetes indikator fenolftalein. Kalau larutan berwarna merah, tambah larutan asam tetes demi tetes sampai warna merah tersebut hilang. Lalu tambah 1 mL lagi dari larutan asam tersebut, serta 0,4 g (NH4 )2 S2 O8 . Letakkan gelas erlenmeyer pada penangas listrik selama 30 menit atau volume larutan berkurang menjadi kira-kira 10 mL. Dinginkan, lalu tambah air suling sampai volume menjadi kira-kira 30 mL, tambah 1 tetes indikator fenolftalein dan netralkan dengan NaOH 1 N sampai warnanya kemerah- meraha n. Penetapan Total Suspended Solid (TSS) Lakukan penyaringan dengan vakum, kemudian pipet sampel dengan volume tertentu. Cuci kertas saring dengan 30 mL air suling, biarkan kering sempurna dan lanjutkan penyaringan dengan vakum selama 3 menit. Pindahkan kertas saring dari peralatan penyaring dan pindahkan ke wadah timbang spektrofotometer, ukurlah panjang gelombang standar

45

aluminium sebagai penyangga. Lalu keringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 103 105 C, kemudian dinginkan dalam desikator. Selanjutnya lakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan. (A B) x 1000 TSS (mg/L) = Volume contoh uji dimana A = berat kertas saring + residu kering B = berat kertas saring

Penetapan Minyak dan Lemak Pindahkan contoh uji ke corong pemisah, bilas botol contoh uji dengan 30 mL pelarut organik dan tambahkan pelarut pencuci. Kocok dengan kuat selama 2 menit. Biarkan lapisan memisah, keluarkan lapisan air. Keluarkan lapisan pelarut melalui corong yang telah dipasang kertas saring dan 10 g Na2 SO4 anhidrat. Jika tidak dapat diperoleh lapisan pelarut yang jernih dan terdapat emulsi lebih dari 5 mL, lakukan sentrifugasi selama 5 menit. Gabungkan lapisan air dan emulsi sisa atau padatan dalam corong pisah kemudian ekstraksi 2 kali dengan pelarut 30 mL tiap kalinya. Gabungkan ekstrak dalam labu destilasi dengan tambahan 10 20 mL pelarut. Destilasi pelarut dalam penangas air pada suhu 85 C, lalu dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang sampai diperoleh berat tetap. (A B) x 1000 Kadar minyak- lemak (mg/L) = Volume contoh uji

dimana A = berat labu + ekstrak B = berat labu kosong

46

Analisis Kualitas Limbah Pemeriksaan kualitas air limbah dilakukan berdasarkan metode analisis yang telah baku pada Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater (1998). Analisis dan pengukuran dilakukan di Laboratorium Air Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Parameter yang dianalisa pada air limbah industri pelapisan nikel mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri meliputi Total Suspended Solid (TSS), kromium total, tembaga, seng, nikel, kadmium, timbal dan pH (Peraturan Perundang-undangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Parameter yang dianalisa pada air limbah rumah sakit mengacu pada

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58/MENLH/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit meliputi parameter kimia (pH, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4) dan parameter mikrobiologik (MPN-kuman golongan koli/100 mL) (Peraturan Perundang-undangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Sedangkan parameter yang dianalisa pada air limbah rumah tangga mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112/MENLH/2003 tentang baku mutu air limbah domestik meliputi pH, BOD, TSS, minyak dan lemak (Peraturan Perundang- undangan Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

47

Rancangan Percobaan dan Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh jenis bahan baku dan lama aktivasi terhadap mutu arang aktif dilakukan perhitungan statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang dilanjutkan dengan uji sidik regresi serta uji Duncan. Model umum yang digunakan adalah (Sudjana, 1992) : Yijk = + Ai + Bj + (AB)ijk + Sijk Dimana : Yijk Ai Bj = Nilai respon yang diamati

= Nilai rata-rata = Pengaruh bahan baku dari taraf ke- i = Pengaruh waktu aktivasi dari taraf ke-j Pengaruh interaksi antara bahan baku taraf ke-i dengan waktu aktivasi taraf ke-j pada ulangan ke-k

ABijk =

Sijk

Pengaruh galat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan. Dengan analisis ini dapat diketahui perubahan gugus fungsi sebagai akibat dari proses pengarangan menjadi arang aktif, yang hasilnya tercantum pada Tabel 3 dan Gambar 8. Tabel 3. Bilangan Gelombang Serapan IR dari Serbuk Gergaji Kayu Campuran
Struktur
Bahan baku Arang Arang aktif

Bilangan gelombang (cm-1 ) 3412-2922-1731-1637-1508-1461-1425-1373-1326-1249-1161-1114-1032-897-667 3378-1702-1555-1420-1214-1167-873-820-767-521-474 3413-1555-1420-1155-1120-867-808-750-573-468

Pola spektrum serapan IR dari bahan baku pada bilangan gelombang 3412 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH bebas. Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 2922 cm-1 menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada bahan baku juga dijumpai gugus C=O, C-O dan C-H. Pola spektrum serapan IR pada arang menunjukkan adanya gugus OH yang terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3378 cm-1 . Selain itu pada arang juga dijumpai gugus C=O, C-O seperti halnya pada bahan baku serta gugus aromatik yang tersubstitusi.

Sedangkan pola spektrum serapan IR pada arang aktif juga menunjukkan adanya gugus OH yang terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3413 cm-1 . Pada arang aktif tidak dijumpai gugus C=O. Selain itu pada spektrum serapan IR

49

arang aktif juga menunjukkan adanya gugus mengalami substitusi.

C-O dan gugus aromatik yang

Gambar 8 . Spektrum Serapan IR Serbuk Gergaji Kayu Campuran (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Identifikasi Gugus Fungsi pada Kayu Mangium (Acacia mangium) Hasil analisis spektrum serapan IR dari acacia mangium tercantum pada Tabel 4 dan Gambar 9. Tabel 4. Bilangan Gelombang Serapan IR dari Kayu Mangium (Acacia mangium)
Struktur
Bahan baku Arang Arang aktif

Bilangan gelombang (cm-1 )


3378-2908-1731-1649-1508-1455-1420-1367-1337-1243-1155-1114-1055-897-667-603 3419-2924-2861-1719-1590-1367-1290-1237-1185-1108-1044-609-474

2931-1414-1073-873

Pola spektrum serapan IR dari bahan baku pada bilangan gelombang 3378 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH bebas. Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 2908 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkil. Selain itu pada bahan baku juga dijumpai adanya gugus C=O, C-O dan C-H.

Pola spektrum serapan IR pada arang menunjukkan adanya gugus OH yang terikat

50

(alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3419 cm-1 . Serapan pada bilangan gelombang 2924 dan 2861 cm-1 menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada arang juga dijumpai gugus C=O, C-O seperti halnya pada bahan baku. Sedangkan pola spektrum serapan IR pada arang aktif terjadi perubahan gugus fungsi yaitu tidak terdapat gugus OH, tetapi terdapat gugus C-H yaitu pada bilangan gelombang 2931 cm-1 . Selain itu pada arang aktif dijumpai gugus C-O.

Gambar 9. Spektrum Serapan IR Kayu Mangium (Acacia mangium) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif

Identifikasi Gugus Fungsi pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Hasil analisis spektrum serapan IR dari tempurung kelapa tercantum pada Tabel 5 dan Gambar 10. Tabel 5. Bilangan Gelombang Serapan IR dari Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Struktur Bilangan gelombang (cm-1 )
Bahan baku Arang Arang aktif 3401-2919-1737-1684-1596-1555-1508-1455-1420-1378-1243-1161-1114-1044 3401-2919-1584-1196-873-808-750-609-532 3448-2919-1584-1383-1120-1044-685-609-556-474

51

Pola spektrum serapan IR dari bahan baku pada bilangan gelombang 3401 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH bebas. Serapan pada bilangan gelombang 2919 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkil. Pada bahan baku dijumpai gugus C=O dan C-O. Pola spektrum serapan IR pada arang menunjukkan adanya gugus OH yang terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3401 cm-1 . Sedangkan serapan pada bilangan gelombang 2919 cm-1 menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada arang juga dijumpai gugus C-O dan gugus aromatik yang tersubstitusi. Sedangkan pola spektrum serapan IR pada arang aktif juga menunjukkan adanya gugus OH terikat (alkohol, fenol) yaitu pada bilangan gelombang 3448 cm-1 . Seperti halnya arang, spektrum serapan IR pada arang aktif juga menunjukkan gugus alkil. Selain itu pada arang aktif juga dijumpai gugus C-O, C-H dan gugus aromatik yang tersubstitusi.
%T

4000

3000

2000

1000

cm

-1

Gambar 10. Spektrum Serapan IR Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) (a) Bahan baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif

52

Identifikasi Pola Struktur Kristalit pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan difraksi sinar X (XRD) bertujuan untuk mengetahui struktur kristalit bahan baku serbuk gergaji kayu campuran, arang dan arang aktif. Dengan analisis ini dapat diketahui perubahan bentuk kristalit sebagai akibat dari pemanasan dan lama aktivasi. Difraktogram XRD dari serbuk gergaji kayu campuran hasilnya tercantum pada Tabel 6 dan Gambar 11. Tabel 6. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak Antar Lapisan (d), Tinggi (Lc) dan Lebar (La) Antar Lapisan serta Jumlah (N) Lapisan Aromatik pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Struktur X(%) ? d(nm) ? d(nm) Lc(nm) N La(nm) Bahan 51,84 (24) 0,3703 (43) 0,2101 4,0150 10,84 4,22 baku Arang Arang aktif 35,82 37,69 (30) (30) 0,2975 0,2975 (43) (43) 0,2101 0,2101 4,0658 4,0658 13,67 13,67 4,22 4,22

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik (d) arang dan arang aktif sama, sedangkan jarak antar lapisan aromatik bahan baku setelah menjadi arang dan arang aktif makin sempit. Hal ini menggambarkan terjadinya penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitas arang aktif makin meningkat daripada arang. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Saito dan Arima (2002) yang menyimpulkan bahwa derajat kristalinitas arang aktif akan meningkat akibat pengaruh aktivasi. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa tinggi lapisan aromatik (Lc) dan jumlah lapisan aromatik (N) bahan baku setelah menjadi arang dan arang aktif meningkat, tetapi antara arang dan arang aktif tinggi dan jumlah lapisan aromatik sama lebar.

53

Sedangkan lapisan aromatik (La) pada bahan baku, arang dan arang aktif relatif sama. Difraktogram dari XRD (Tabel 6) memperlihatkan perubahan struktur bahan baku menjadi kristalit arang aktif cenderung menimbulkan penataan ulang atom karbon yang bergerak ke arah vertikal, akibatnya tinggi lapisan aromatik (Lc) bertambah dan jumlah (N) lapisan kristalit y ang berbentuk aromatik meningkat (Jimenez et al. 1999). Perubahan tersebut diakibatkan oleh terjadinya pergeseran kristalit, yang semula tingkat keteraturannya tinggi (kristalin) menjadi tidak beraturan (amorf) (Gambar 11 ).

Intensitas

SG0 SG1 SG2

20

40 60 Sudut Difraksi (Derajat)

80

100

SG0 : Serbuk Gergaji SG! : Arang Serbuk Gergaji SG2 : Arang Aktif Serbuk Gergaji

Gambar 11. Difraktogram XRD Serbuk Gergaji Kayu Campuran

Identifikasi Pola Struktur Kristalit pada Kayu Mangium (Acacia mangium) Difraktogram dari XRD untuk kayu mangium (Acacia mangium) mulai dari bahan baku sampai menjadi arang aktif dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 12.

54

Tabel 7. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak Antar Lapisan (d), Tinggi (Lc) dan Lebar (La) Antar Lapisan serta Jumlah (N) Lapisan Aromatik pada Kayu Mangium (Acacia mangium)
Struktur X(%) ? d(nm) ? d(nm) Lc(nm) N La(nm)

Bahan baku Arang Arang aktif

47,98

(24)

0,3703

4,0150

10,84

47,99 40,68

(30) (24)

0,2975 0,3707

(43)

0,2101

4,0658 4,0150

13,67 10,84

4,22

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik (d) bahan baku setelah menjadi arang makin sempit, sedangkan setelah diaktivasi jarak antar lapisan aromatik (d) meningkat sama dengan bahan baku. Derajat kristalinitas arang aktif makin menurun apabila dibandingkan dengan bahan baku dan arang. Tabel 7 di atas juga menunjukkan bahwa tinggi lapisan aromatik (Lc) dan jumlah lapisan aromatik (N) bahan baku setelah menjadi arang meningkat, tetapi setelah diaktivasi menjadi arang aktif tinggi dan dan jumlah lapisan aromatik menurun. Fenomena ini menggambarkan adanya pengerutan ikatan antar atom karbon sehingga jumlah lapisan aromatik (N) berkurang dan pada arang aktif terdapat lebar lapisan aromatik (La) sedangkan pada arang tidak terdapat lebar (La) lapisan aromatik.

55

Intensitas

AM0 AM1 AM2

20

40

60

80

100

Sudut Difraksi (derajat) AM0: Kayu Acacia Mangium AM1: Arang Acacia Mangium AM2: Arang Aktif Acacia Mangium

Gambar 12. Difraktogram XRD Kayu Mangium (Acacia mangium)

Identifikasi Pola Struktur Kristalit pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Hasil difraktogram XRD untuk tempurung kelapa dari bahan baku sampai diaktivasi menjadi arang aktif dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 13. Tabel 8. Derajat Kristalin (X), Sudut Difraksi (?), Jarak Antar Lapisan (d), Tinggi (Lc) dan Lebar (La) Antar Lapisan serta Jumlah (N) Lapisan Aromatik pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera)
Struktur Bahan baku Arang Arang aktif X(%) 37,82 30,30 32,89 ? (24) (26) (24) d(nm) 0,3703 0,3423 0,3703 ? (43) (43) d(nm) 0,2101 0,2101 Lc(nm) 4,0150 4,0305 4,0150 N 10,84 11,77 10,84 La(nm) 4,22 4,22

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik (d) bahan baku setelah dibakar menjadi arang makin sempit, tetapi setelah diaktivasi menjadi arang aktif jarak antar lapisan aromatik (d) meningkat kembali sama seperti bahan baku. Derajat kristalinitas arang menurun dibandingkan dengan bahan baku, tetapi pada arang aktif meningkat akibat pengaruh aktivasi.

56

Tabel 8 juga me nunjukkan bahwa tinggi lapisan aromatik (Lc) dan jumlah lapisan aromatik (N) bahan baku setelah menjadi arang meningkat, tetapi setelah menjadi arang aktif berkurang. Sedangkan lebar lapisan aromatik (La) pada arang dan arang aktif relatif sama, pada bahan baku tidak mempunyai lebar lapisan aromatik (La).

Intensitas

TK0 TK1 TK2

20

40

60

80

100

Sudut Difraksi (Derajat) TK0= Tempurung Kelapa, TK1= Arang Tempurung Kelapa, TK2=Arang Aktif Tempurung Kelapa

Gambar 13. Difraktogram XRD Tempurung Kelapa (Cocos nucifera)

Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan elektron mikroskop bertujuan untuk mengetahui topografi permukaan bahan. Dengan analisis ini dapat diketahui proses pembentukan pori sebagai akibat dari aktivasi. Hasil analisis mikrofotograf SEM untuk serbuk gergaji kayu campuran dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 14. Tabel 9. Diameter Permukaan Pori Serbuk Gergaji Kayu Campuran Struktur Bahan baku Arang Arang Aktif Diameter pori (m) 0,07 0,14

57

Hasil fotograf SEM (Gambar 14) menunjukkan bahwa pada bahan baku secara fisik tidak menunjukkan adanya pori, setelah menjadi arang mulai terlihat adanya pori dengan ukuran diameter 0,07 m. Kemudian setelah menjadi arang aktif jumlah pori semakin meningkat dan ukuran diameter pori juga semakin besar yaitu 0,14 m akibat proses aktivasi. Hal ini menunjukkan semakin banyak pula jumlah komponen terdegradasi yang menguap. Penguapan bahan-bahan tersebut mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristalit dan mengubah struktur kristalitnya sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan struktur asalnya.

(a)

(b)

(c) Gambar 14. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Campuran Dengan Pembesaran 2000 Kali

58

Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori pada Tempurung Kelapa (Cocos nucifera) Hasil analisis mikrofotograf SEM untuk tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 15. Tabel 10. Diameter Permukaan Pori Tempurung Kelapa (Cocos nucifera)
Struktur Bahan baku Arang Arang Aktif Diameter pori (m) 0,07 0,07 0,14

Hasil fotograf SEM pada tempurung kelapa menunjukkan bahwa pada bahan baku belum menunjukkan adanya pori, setelah menjadi arang mulai terbentuk pori dengan ukuran diameter 0,07 m. Kemudian setelah menjadi arang aktif jumlah pori semakin meningkat dan ukuran diameter pori juga semakin besar yaitu 0,07 0,14 m akibat proses aktivasi. Menurut Beukens et al (1985),ukuran pori tersebut termasuk kedalam struktur makropori karena diameter porinya lebih dari 0,025 m. Bila dikaitkan dengan ukuran pori yang terbentuk ada kemungkinan bahwa semakin lebar dan besarnya diameter pori dengan proses aktivasi menunjukkan semakin banyak pula jumlah komponen bahan terdegradasi yang menguap. Penguapan bahan-bahan tersebut mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristalit dan mengubah struktur kristalitnya sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan struktur asalnya sebagaimana yang terlihat pada hasil identifikasi pola struktur dengan XRD. Adanya sejumlah produk dekomposisi bahan yang menguap tersebut akan menguntungkan karena bila tidak menguap, maka produk tersebut akan mengisi

59

atau menutup celah di antara lembaran kristalit arang aktif (Villages and Valle, 2001 dalam Pari, 2004), sehingga kinerja arang aktif kurang efektif.

(a)

(b)

(c)
Gambar 15. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Tempurung Kelapa (Cocos nucifera )

Identifikasi Pola Struktur Permukaan Pori pada Kayu Mangium ( Acacia mangium) Hasil analisis mikrofotograf SEM untuk kayu mangium dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 16.
Tabel 11. Diameter Permukaan Pori Kayu Mangium (Acacia mangium )
Struktur Bahan baku Arang Arang Aktif Diameter pori (m) 0,07 0,14

60

Hasil fotograp SEM pada kayu mangium juga menunjukkan bahwa pada bahan baku belum terlihat adanya pori, setelah menjadi arang mulai terbentuk pori dengan ukuran diameter 0,07 m. Kemudian setelah menjadi arang aktif jumlah pori semakin meningkat dengan ukuran diameter pori 0,14 m.

(a)

(b)

(c) Gambar 16. Topografi Permukaan (a) Bahan Baku, (b) Arang dan (c) Arang Aktif Kayu Mangium (Acacia mangium)

61

Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap Mutu Arang Aktif Rendemen Perhitungan rendemen didasarkan pada bobot kering oven bahan baku. Hasil perhitungan rendemen arang aktif dari serbuk gergaji, Acacia mangium dan tempurung kelapa pada suhu 700 C dengan waktu aktivasi 3 jam dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rendemen Arang aktif Serbuk Gergaji, Acacia mangium dan Tempurung Kelapa pada Suhu 700 C dengan Waktu Aktivasi 3 jam Bahan Baku Rendemen ( % ) Serbuk Gergaji 62,17 Acacia mangium 63,10 Tempurung Kelapa 65,82 Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 62,17 65,82 % (Tabel 12). Hasil ini apabila dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 67,40 99,40 % (Pari dkk, 2006), hasil rendemennya lebih rendah. Rendahnya rendemen arang aktif ini disebabkan oleh senyawa karbon yang terbentuk dari hasil penguraian selulosa dan lignin mengalami reaksi pemurnian dengan uap air yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa non karbon yang melekat pada permukaan arang. Namun demikian karena reaksi yang terjadi secara radikal maka atom C yang terbentuk akan bereaksi kembali dengan atom O dan H membentuk CO seperti yang teridentifikasi pada IR, CO2 , CH4 , sehingga rendemen yang dihasilkan akan lebih rendah. Rendemen terendah dihasilkan dari bahan baku serbuk gergaji dan rendemen tertinggi diperoleh dari bahan baku tempurung kelapa. Tempurung kelapa

62

memiliki struktur lebih keras apabila dibandingkan dengan serbuk gergaji dan kayu mangium sehingga rendemen yang dihasilkan juga lebih tinggi. Kadar Air Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis dari arang aktif. Kadar air arang sebelum menjadi arang aktif berkisar antara 1,01 5,08 %. Data selengkapnya untuk kadar air arang aktif tercantum pada Lampiran 1. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kadar air arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 1,31 5,44 %. Hasil ini apabila dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 8,39 15,90 % (Pari dkk, 2006), maka kadar air hasil penelitian masih lebih baik. Rendahnya kadar air ini menunjukkan bahwa kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat dalam bahan telah menguap selama proses karbonisasi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995), arang aktif disyaratkan memiliki kadar air kurang dari 15 %. Dari Tabel 13 terlihat bahwa semua arang aktif hasil percobaan memenuhi SNI. Kadar air terendah diperoleh dari arang serbuk gergaji yang diaktivasi selama 0 jam. Sedangkan kadar air tertinggi dihasilkan dari arang aktif tempurung kelapa dengan waktu aktivasi selama 1 jam. Tabel 13. Hasil Analisa Kadar Air (%) Arang Aktif Waktu Aktivasi (jam) 0 1 2 3 Serbuk gergaji 1,31 1,35 1,79 1,65 Acacia mangium 3,98 3,04 2,24 1,75 Tempurung kelapa 3,05 5,44 3,22 3,79 Kadar air arang aktif yang diinginkan adalah arang aktif dengan kadar air serendah mungkin. Hal ini disebabkan karena kadar air yang tinggi akan menurunkan daya serap baik terhadap gas maupun cairan (Pari, 1995). Oleh Bahan Baku

63

karena itu, dalam aplikasinya arang aktif yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu untuk menghilangkan air. Dari hasil uji sidik ragam dapat diketahui bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air (Lampiran 7a). Uji lanjut Tukey (Lampiran 7b) menunjukkan bahwa faktor bahan baku serbuk gergaji menyebabkan perbedaan kadar air yang nyata dengan Acacia mangium dan tempurung kelapa, sedangkan arang aktif Acacia mangium dan tempurung kelapa tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kadar air. Faktor waktu aktivasi baik selama 0, 1, 2 dan 3 jam tidak menyebabkan perbedaan kadar air yang nyata. Faktor interaksi bahan baku dan waktu aktivasi memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap kadar air. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 7c), dapat dilihat bahwa kadar air memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat linier untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG) dan Acacia mangium (AM), sedangkan kadar air untuk arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa (TK) memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik .
Serbuk Gergaji (SG) Tempurung Kelapa (TK) Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG AM : y = -1.3245x + 11.441 (R2 = 0.9735) 0 1 2 Waktu Steam (X, jam) 3 4 nilai dugaan AM nilai dugaan TK

7 Kadar Air (Y, %) 6 5 4 3 2 1 0

TK : y = 1.7492x3 - 8.52x2 + 10.216x + 10.045 (R2 = 0.9119) SG : y = 0.34x + 6.5525 (R2 = 0.3209)

Gambar 17. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Air Arang Aktif

64

Pada arang aktif tempurung kelapa terjadi peningkatan dan penurunan nilai kadar air jika waktu aktivasi terus ditambah dan mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi selama 2 jam. Pada arang aktif serbuk gergaji nilai kadar air cenderung meningkat seiring dengan penambahan waktu aktivasi, hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan sifat higroskopis arang aktif terhadap uap air dan terjadinya pengikatan molekul air oleh 6 atom karbon yang telah diaktivasi (Pari dkk, 2000). Sedangkan pada arang aktif Acacia mangium nilai kadar air cenderung menurun apabila waktu aktivasi bertambah. Kadar Zat Terbang Kadar zat mudah menguap atau zat terbang menunjukkan kandungan zatzat mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950 C. Zat-zat menguap ini berupa senyawaan karbon, sulfur dan nitrogen yang dapat menutupi pori-pori arang aktif. Data selengkapnya untuk kadar zat terbang tercantum pada Lampiran 1. Sedangkan Tabel 14 menunjukkan kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan pada setiap kombinasi perlakuan. Tabel 14. Hasil Analisa Kadar Zat Terbang (%) Arang Aktif Bahan Baku Serbuk gergaji Acacia mangium Tempurung kelapa 0 16,00 8,31 11,37 Waktu Aktivasi (jam) 1 2 14,34 14,42 8,04 7,42 6,99 8,02

3 12,87 8,03 7,26

Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 6,99 16,00 %. Sedangkan kadar zat terbang arang berkisar antara 19,92 26,49 %. Kadar zat terbang terendah diperoleh dari arang aktif tempurung kelapa dengan waktu aktivasi 1 jam, sedangkan kadar zat

65

terbang tertinggi diperoleh dari arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi selama 0 jam. Hasil kadar zat terbang ini apabila dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 6,08 11,70 % (Pari dkk, 2006), maka kadar zat terbang hasil penelitian lebih tinggi. Tingginya kadar zat terbang ini menunjukkan bahwa masih terdapatnya senyawa non karbon yang menempel pada permukaan arang aktif terutama atom H yang terikat kuat pada atom C pada permukaan arang aktif dalam bentuk C(H2 ) seperti yang teridentifikasi pada IR. Kadar zat terbang yang tinggi tidak diinginkan karena senyawa-senyawa yang menempel pada arang aktif dapat mengurangi daya serapnya terhadap gas atau larutan. Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) mensyaratkan bahwa kadar zat terbang maksimum untuk arang aktif adalah 25 %. Semua kadar zat tebang arang aktif hasil penelitian memenuhi SNI. Arang memiliki kadar zat terbang yang tinggi, hal tersebut menunjukkan bahwa aktivasi mampu menguapkan senyawa volatil. Komponen senyawa volatil dalam arang aktif adalah gas yang tidak terkondensasi seperti CO2 , CO, CH4 dan H2 (Pari,1995). Hasil uji sidik ragam (Lampiran 8a) menunjukkan bahwa seluruh faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar zat terbang. Pada uji lanjut Tukey (Lampiran 8b) dapat diketahui bahwa arang aktif Acacia mangium dan tempurung kelapa tidak menyebabkan perbedaan kadar zat terbang yang nyata, akan tetapi dengan arang aktif serbuk gergaji memberikan perbedaan kadar zat terbang yang nyata. Demikian pula arang aktif dari tempurung kelapa dengan

66

serbuk gergaji juga memberikan perbedaan kadar zat terbang yang nyata. Faktor waktu aktivasi selama 0 jam tidak menyebabkan perbedaan kadar zat terbang yang nyata dengan aktivasi selama 1 dan 2 jam, tetapi dengan aktivasi 3 jam memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan waktu aktivasi selama 1, 2 dan 3 jam tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kadar zat terbang. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 8c), dapat dilihat bahwa kadar zat terbang memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat linier untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG) dan Acacia mangium (AM), sedangkan kadar zat terbang untuk arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa (TK) memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik seperti yang terlihat pada Gambar 18 di bawah ini.
Serbuk Gergaji (SG) Tempurung Kelapa (TK) Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG SG : y = -0.7695x + 23.438 (R2 = 0.7935) TK : y = -0.9425x 3 + 4.99x 2 - 7.8425x + 19.685 (R2 = 0.9414) AM : y = -0.16x + 16.5825 (R2 = 0.084) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 nilai dugaan TK nilai dugaan AM

18 Kadar Zat Terbang (Y, %) 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Waktu Steam (X, jam)

Gambar 18. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Zat Terbang Arang Aktif Pada arang aktif tempurung kelapa terjadi penurunan dan peningkatan nilai kadar zat terbang jika waktu aktivasi terus ditambah. Kadar zat terbang tersebut mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 0 jam. Sedangkan pada

67

arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai kadar zat terbang cenderung menurun apabila waktu aktivasi terus bertambah.

Kadar Abu Kadar abu menunjukkan jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu yang terbentuk berasal dari mineral- mineral yang terikat kuat pada arang. Mineral tersebut misalnya kalsium, kalium dan magnesium. Data selengkapnya untuk kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 15. Hasil Analisa Kadar Abu (%) Arang Aktif Bahan Baku Serbuk gergaji Acacia mangium Tempurung kelapa 0 18,56 2,58 2,25 Waktu Aktivasi (jam) 1 2 22,19 12,04 4,55 3,35 2,16 2,04

3 27,17 4,04 2,26

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa kadar abu yang diperoleh berkisar antara 2,04 27,17 %. Apabila hasil ini dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 12,30 32,70 % (Pari dkk, 2006), maka arang aktif hasil penelitian masih lebih baik. Nilai terendah dihasilkan dari arang aktif tempurung kelapa dengan aktivasi selama 2 jam dan kadar abu tertinggi didapat dari arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi selama 3 jam. Untuk nilai kadar abu arang berkisar antara 1,81 7,17 %. Kadar abu yang disyaratkan Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) tidak lebih dari 10 %. Dari seluruh arang aktif yang dihasilkan hanya arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji yang memiliki kadar abu tidak memenuhi SNI baik yang diaktivasi selama 0, 1, 2 maupun 3 jam. Tingginya kadar abu ini disebabkan

68

oleh proses oksidasi. Kadar abu yang diinginkan adalah serendah mungkin sehingga adsorpsi gas ataupun cairan dapat berlangsung lebih baik. Hal ini disebabkan karena kandungan mineral dalam abu seperti kalsium, kalium, magnesium dan natrium dapat menyebar dalam kisi-kisi arang aktif dan menutupi pusat aktif (Pari, 1995). Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 9a), dapat diketahui bahwa faktor bahan baku, waktu aktivasi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh ya ng sangat nyata terhadap kadar abu. Dan berdasarkan uji Tukey (Lampiran 9b) dapat diketahui bahwa arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa dan Acacia mangium tidak memberikan perbedaan kadar abu yang nyata, sedangkan arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji memberikan perbedaan yang nyata. Faktor waktu aktivasi selama 0 jam tidak berbeda nyata dengan waktu aktivasi selama 1 dan 2 jam, tetapi dengan waktu aktivasi selama 3 jam memberikan perbedaan kadar abu yang nyata. Sedangkan waktu aktivasi selama 1 jam dan 3 jam tidak berbeda nyata. Interaksi antara bahan baku dan waktu aktivasi menyebabkan kadar abu yang beragam. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 9c), dapat dilihat bahwa kadar abu memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG) dan Acacia mangium (AM), sedangkan kadar abu untuk arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa (TK) memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kuadratik seperti yang terlihat pada Gambar 19 di bawah ini.

69

35 30 Kadar Abu (Y, %) 25 20 15 10 5 0 0

SG : y = 4.8942x 3 - 19.895x 2 + 17.616x + 25.495 (R2 = 0.9736)

Serbuk Gergaji (SG Tempurung Kelapa (TK) Acacia Mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK

TK : y = 0.175x 2 - 0.556x + 8.6715 (R2 = 0.3472) AM : y = 1.2783x 3 - 6.2425x 2 + 7.9992x + 9.28 (R2 = 0.9296) 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 nilai dugaan AM

Waktu Steam (X, jam)

Gambar 19. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Abu Arang Aktif Pada arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan Acacia mangium terjadi peningkatan dan penurunan nilai kadar abu jika waktu aktivasi ditambahkan. Nilai kadar abu untuk arang aktif serbuk gergaji mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 3 jam, sedangkan untuk arang aktif Acacia mangium mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 1 jam. Pada arang aktif tempurung kelapa nilai kadar abu cenderung menurun dan terus meningkat seiring dengan penambahan waktu aktivasi. Peningkatan kadar abu ini menunjukkan adanya proses oksidasi lebih lanjut terutama dari partikel halus. Nilai kadar abu ini mencapai titik minimum pada waktu aktivasi 2 jam.

Kadar Karbon Terikat Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis selain abu (zat organik) dan zat-zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang. Definisi kadar karbon terikat hanya berupa pendekatan.

70

Data selengkapnya tentang kadar karbon terikat tercantum pada Lampiran 1. Dari Tabel 16, dapat diketahui bahwa kadar karbon terikat yang diperoleh berkisar antara 59,97 90,86 %. Apabila hasil ini dibandingkan dengan penelitian arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu 54,60 79,70 % (Pari dkk, 2006), maka arang aktif hasil penelitian ini kualitasnya lebih baik. Kadar karbon terikat terendah diperoleh dari arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi selama 3 jam, sedangkan yang paling tinggi diperoleh dari arang aktif tempurung kelapa yang diaktivasi selama 1 jam. Sedangkan kadar karbon terikat arang yang diperoleh berkisar antara 67,63 77,69 %. Tabel 16. Hasil Analisa Kadar Karbon Terikat (%) Arang Aktif Bahan Baku Serbuk gergaji Acacia mangium Tempurung kelapa 0 65,44 89,11 86,39 Waktu Aktivasi (jam) 1 2 63,48 73,55 87,42 89,24 90,86 89,94

3 59,97 87,93 90,49

Kadar karbon yang diinginkan dalam pembuatan arang aktif adalah setinggi mungkin. Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) mensyaratkan kadar karbon terikat untuk arang aktif minimum 65 %, sehingga dengan demikian kadar karbon terikat arang aktif dari Acacia mangium dan tempurung kelapa memenuhi SNI sedangkan arang aktif dari serbuk gergaji yang diaktivasi selama 1 dan 3 jam tidak memenuhi persyaratan SNI. Rendahnya kadar karbon terikat ini menunjukkan banyak atom karbon yang bereaksi dengan uap air menghasilkan gas CO dan CO2 sehingga atom karbon yang tertata kembali membentuk struktur heksagonal sedikit. Besar kecilnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu dan zat terbang juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin yang

71

dapat dikonversi menjadi atom karbon (Pari, 2004). Kadar karbon terikat berbanding terbalik dengan kadar abu dan kadar zat terbang. Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa faktor bahan baku, waktu aktivasi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar karbon terikat (Lampiran 10a). Selanjutnya uji Tukey (Lampiran 10b) menunjukkan bahwa faktor bahan baku menyebabkan kadar karbon terikat saling berbeda satu sama lain. Faktor waktu aktivasi selama 0, 1 dan 3 jam tidak berbeda nyata, sedangkan aktivasi selama 2 jam menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kadar karbon terikat. Interaksi bahan baku dan waktu aktivasi juga menyebabkan kadar karbon terikat berbeda-beda pula. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 10c), dapat dilihat bahwa kadar karbon terikat memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG), tempurung kelapa (TK) maupun yang berasal dari Acacia mangium (AM) seperti yang terlihat pada Gambar 20 di bawah ini. Namun, persamaan kubik dari Acacia mangium ini tidak signifikan secara statistik (nilai sigf. > 0,05). Pada arang aktif serbuk gergaji terjadi peningkatan dan penurunan nilai kadar karbon terikat jika waktu aktivasi bertambah dan mencapai titik maksimum pada waktu aktivasi 2 jam. Begitu pula pada arang aktif tempurung kelapa dan Acacia mangium, nilai kadar karbon terikat cenderung naik turun jika waktu aktivasinya berubah. Namun, naik turunnya nilai kadar karbon terikat ini tidak terlalu menyimpang besar.

72

100 90 Kadar Karbon Terikat (Y, %) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Waktu Steam (X, jam) SG : y = -3.4517x 3 + 13.447x 2 - 9.9658x + 52.805 (R2 =0.9868) TK : y = 1.0458x 3 - 5.585x 2 + 8.5692x + 68.36 (R2 = 0.9791) AM : y = -1.0092x 3 + 4.6275x 2 - 5.1533x + 70.75 (R2 = 0.6291) Serbuk Gergaji (SG) Tempurung Kelapa (TK) Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK nilai dugaan AM

Gambar 20. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Karbon Terikat Arang Aktif

Daya Serap Iodium Daya serap terhadap iodium merupakan indikator penting dalam menilai arang aktif. Daya serap terhadap iodium menunjukkan kemampuan arang aktif menyerap zat dengan ukuran molekul yang lebih kecil dari 10 A atau memberikan indikasi jumlah pori yang berdiameter 10 15 A. Semakin tinggi daya serap iodium maka semakin baik kualitas arang aktif. Tujuan penetapan daya serap iodium adalah guna mengetahui kemampuan arang aktif untuk menyerap larutan berwarna. Daya serap iodium biasanya dijadikan indikator utama dalam menentukan kualitas arang aktif. Data selengkapnya untuk daya serap iodium dapat dilihat pada Lampiran 1. Daya serap iodium arang berkisar antara 120,9 279,0 mg/g. Sedangkan daya serap iodium arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 321,80 541,50 mg/g (Tabel 17). Daya serap iodium terendah terdapat pada arang aktif serbuk gergaji yang

73

diaktivasi selama 0 jam dan tertinggi adalah arang aktif Acacia mangium yang diaktivasi selama 2 jam. Tabel 17. Hasil Analisa Daya Serap Iodium (mg/g) Arang Aktif
Bahan Baku Serbuk gergaji Acacia mangium Tempurung kelapa 0 321,80 524,10 351,15 Waktu Aktivasi (jam) 1 2 342,45 390,00 528,30 541,50 334,25 325,15 3 353,75 526,55 416,05

Daya serap iodium yang diinginkan adalah daya serap iodium yang tinggi. Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) mensyaratkan daya serap iodium untuk arang aktif minimum 750 mg/g. Pada umumnya arang aktif yang dihasilkan tidak memenuhi SNI karena daya serap yang dihasilkan kurang dari 750 mg/g, tetapi untuk arang aktif Acacia mangium memenuhi syarat Standar Amerika (American WaterWorks Association/AWWA, 1978) karena daya serapnya lebih dari 500 mg/g. Apabila dilihat dari daya serap yang memenuhi standar AWWA maka aplikasi dari arang aktif ini lebih baik digunakan untuk menarik kotoran baik kation maupun anion yang terdapat dalam air. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yaitu berkisar antara 369 607 mg/g (Pari dkk, 2006), maka daya serap hasil penelitian tidak jauh berbeda. Namun demikian terdapat perbedaan yang nyata apabila dibandingkan dengan hasil penelitian skala laboratorium Pari (2000) yang menyimpulkan daya serap terhadap yodium antara 667 866,23 mg/g. Perbedaan ini lebih disebabkan oleh suhu aktivasi yang berbeda yaitu 900 C. Rendahnya daya serap ini mungkin juga disebabkan karena dinding pori karbon mulai rusak atau erosi sehingga luas permukaan pori menurun

74

kembali dan diikuti dengan menurunnya daya serap terhadap yodium. Selain itu rendahnya daya serap terhadap yodium ini menggambarkan terbentuknya struktur mikropori yang sedikit dan tidak dalam (Heng et al, 1985 dalam Pari 1995). Uji sidik ragam (Lampiran 11a) menunjukkan bahwa bahan baku, waktu aktivasi dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap daya serap iodium. Uji lanjut Tukey (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan tempurung kelapa tidak berbeda nyata dalam hal daya serap iodium, tetapi arang aktif Acacia mangium berbeda nyata. Sedangkan untuk waktu aktivasi 0 jam tidak berbeda nyata dengan 1 jam tetapi berbeda nyata dengan waktu aktiva si 2 dan 3 jam, kemudian waktu aktivasi 2 jam berbeda nyata dengan 3 jam dalam hal daya serap iodium. Interaksi antara bahan baku dengan waktu aktivasi menyebabkan daya serap iodium yang bervariasi. Dari hasil uji secara polinomial (Lampiran 11c), dapat dilihat bahwa daya serap iodium memiliki kecenderungan perubahan respon yang bersifat kubik untuk arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji (SG), tempurung kelapa (TK) maupun yang berasal dari Acacia mangium (AM) seperti yang terlihat pada Gambar 21 di bawah ini. Pada arang aktif yang berasal dari ketiga bahan di atas terjadi peningkatan dan penurunan nilai daya serap iodium jika waktu aktivasi terus bertambah. Daya serap iodium maksimum terjadi pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium dengan waktu aktivasi 2 jam, sedangkan pada arang aktif tempurung kelapa nilai maksimum terjadi waktu aktivasi 3 jam.

75

Serbuk Gergaji (SG) 600


Daya Serap Iodium (Y, %)

500 400 300

Tempurung Kelapa (TK)


AM : y = -6.4x + 23.825x - 13.225x + 524.1 (R = 0.9258)
3 2 2

Acacia mangium (AM) nilai dugaan SG nilai dugaan TK nilai dugaan AM

SG : y = -18.9x + 70.6x - 31.05x + 321.8 (R = 0.998)

200
TK : y = 15.367x - 42.2x + 9.9333x + 351.15 (R = 0.9955)
3 2 2

100 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5


Waktu Aktivasi (X, jam)

Gambar 21. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Iodium Arang Aktif

Daya Serap Metanol Daya serap metanol menunjukkan kemampuan arang aktif untuk menyerap gas yang berasal dari kelompok gugus alkohol dengan gugus fungsi hidroksil. Metanol atau metil alkohol merupakan salah satu alkohol rantai pendek yang larut dalam air atau biasa disebut dengan senyawa polar. Metanol biasa digunakan sebagai pelarut, antifreeze radiator mobil, sintesis formaldehid, metilamina, metilklorida, metilsalisilat dan lain- lain. Dari hasil percobaan didapatkan daya serap terhadap metanol berkisar antara 5,571 12,094 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 2. Untuk daya serap arang terhadap metanol berkisar antara 4,954 11,053 %. Daya serap metanol tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa yang diaktivasi selama 1 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 12,094 %. Sedangkan daya serap metanol terendah pada arang aktif serbuk gergaji kayu campuran yang diaktivasi 1 jam selama waktu inkubasi 3 x 24 jam yaitu sebesar 5,571 %.

76

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12a), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap metanol. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap metanol selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 22 di bawah ini. Pada arang aktif serbuk gergaji dan tempurung kelapa terjadi peningkatan dan penurunan nilai daya serap metanol jika waktu aktivasi terus ditambah. Sedangkan arang aktif Acacia mangium nilai daya serap terhadap metanol cenderung meningkat dan kemudian menurun seiring dengan

penambahan waktu aktivasi.


Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0

14 12 Daya Serap Metanol %) 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 Pengukuran Ke 6 7

AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3

SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam), H3PO4 : Asam Fosfat 5%

Gambar 22. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Metanol

77

Daya Serap Karbon Tetraklorida (CCl4 ) Daya serap arang terhadap CCl4 yang dihasilkan berkisar antara 3,808 8,565 %. Sedangkan daya serap arang aktif terhadap CCl4 berkisar antara 6,331 11,155 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 3. Angka ini tidak ada yang memenuhi standar Departemen Kesehatan (Sudrajat dan salim, 1994) dan standar Jepang (1967) karena daya serapnya kurang dari 40 % dan 60 %. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari serbuk gergajian sengon skala laboratorium yang menghasilkan daya serap antara 19,21 51,74 % (Pari dkk, 1996) maka arang aktif hasil penelitian kualitasnya masih lebih rendah. Daya serap CCl4 tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari serbuk gergaji kayu campuran yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 5 x 24 jam yaitu sebesar 11,155 %, sedangkan daya serap terendah terdapat pada arang aktif tempurung kelapa yang diaktivasi 3 jam selama waktu inkubasi 24 jam yaitu sebesar 6,331 %. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12b), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap CCl4 . Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap CCl4 selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 23. Pada arang aktif yang berasal dari Acacia mangium nilai daya serap CCl4 cenderung menurun dari waktu ke waktu. Pada arang aktif tempurung kelapa nilai daya serap CCl4 cenderung naik kemudian menurun jika waktu aktivasi terus

78

ditambah. Sedangkan pada arang aktif serbuk gergaji nilai daya serap CCl4 cenderung bersifat fluktuatif (naik-turun) dengan penambahan waktu aktivasi.
Arang SG

12

SG0 SG1 SG2 SG3

10 Daya Serap CCl4 (%)

Arang TK TK0 TK1

TK2 TK3

Arang AM AM0 AM1

AM2 AM3

0 1 2 3 4 Pengukuran ke
SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5%

AMH3PO4-0

AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3

Gambar 23. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CCl4

Daya Serap Kloroform (CHCl3 ) Kloroform merupakan senyawaan organohalogen yang bersifat racun dan harus digunakan secara hati- hati karena dapat menyebabkan kerusakan hati bila dihirup berlebihan. Daya serap kloroform memberikan indikasi kemampuan arang aktif dalam menyerap gas yang bersifat polar. Daya serap arang aktif terhadap kloroform hasil percobaan berkisar antara 9,389 16,832 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 4. Untuk daya serap arang berkisar antara 9,298 14,398 %. Angka ini tidak ada yang memenuhi standar Departemen Kesehatan (Sudrajat dan Salim, 1994) dan standar Jepang (1967) karena daya serapnya kurang dari 40 % dan 60 %. Rendahnya daya serap ini disebabkan karena terdapatnya gugus P2 O5 hasil dekomposisi

79

H3 PO4 yang menempel dan terikat pada permukaan arang aktif sehingga lebih bersifat polar. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari serbuk gergajian sengon skala laboratorium yang menghasilkan daya serap antara 20,75 42,28 % (Pari dkk, 1996) maka arang aktif hasil penelitian kualitasnya masih lebih rendah. Besar kecilnya daya serap arang aktif terhadap kloroform dan karbon tetra klorida banyak dipengaruhi oleh tingkat kepolaran dari permukaan arang aktif seperti adanya senyawa fenol, aldehid dan karboksilat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya serap arang aktif terhadap CHCl3 lebih besar dibandingkan dengan daya serap terhadap CCl4 . Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan permukaannya banyak mengandung senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehid dan karboksilat. Daya serap kloroform tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa yang diaktivasi 1 jam selama waktu inkubasi 2 x 24 jam yaitu sebesar 16,832 %. Sedangkan daya serap kloroform terendah pada arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi 1 jam selama waktu inkubasi 2 x 24 jam yaitu sebesar 16,832 %. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12c), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap kloroform. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap CHCl3 selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 24. Pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai daya serap CHCl3

80

mengalami fluktuatif (naik-turun) jika waktu aktivasi terus ditambah. Pada arang aktif tempurung kelapa nilai daya serap CHCl3 cenderung meningkat kemudian menurun seiring dengan penambahan waktu aktivasi.
Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0 AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3

18 16 Daya Srap CHCl3 (%) 14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 Pengukuran Ke 5 6 7

SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5%

Gambar 24. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap CHCl3

Daya Serap Formaldehida Daya serap formaldehida menunjukkan kemampuan arang aktif untuk menyerap gas.Dari hasil percobaan didapatkan daya serap arang dan arang aktif terhadap formaldehida berkisar antara 6,511 13,689 % dan 7,966 17,420 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 5. Arang aktif hasil penelitian ini masih berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asano et al. (1999) yang menyimpulkan senyawa formaldehida yang dapat diserap oleh arang dapat mencapai 40 90 %. Perbedaan ini lebih disebabkan oleh proses pembuatan arangnya yang mencapai suhu 1000 C. Hasil ini menunjukkan bahwa permukaan

81

arang aktif bersifat polar sehingga dapat menarik polutan yang juga bersifat polar seperti aldehid. Dari hasil ini mengindikasikan juga arang aktif hasil penelitian dapat digunakan di dalam ruangan atau pabrik untuk mengadsorpsi polutan yang dikeluarkan di dalam ruangan. Daya serap formaldehida tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 17,420 %. Sedangkan daya serap formaldehida terendah pada arang aktif serbuk gergaji yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 7,966 %. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12d), menunjukkan bahwa baik faktor bahan baku, waktu aktivasi maupun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya serap formaldehida. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap formaldehida selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 25. Pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai daya serap formaldehida mengalami fluktuatif (naik-turun) jika waktu aktivasi terus ditambah. Sedangkan pada arang aktif tempurung kelapa nilai daya serap formaldehida cenderung penambahan waktu aktivasi. meningkat kemudian menurun seiring dengan

82

20,000 18,000 Daya Serap Formaldehida (%) 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 1 2 3 4 Pengukuran Ke
SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5%

Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0 AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3

Gambar 25. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Formaldehida

Daya Serap Benzena Benzena merupakan senyawa aromatis yang paling sederhana. Berasal dari batu bara dan minyak bumi. Sifat fisika senyawa tersebut yaitu titik didih cairan 80 C, tidak berwarna, tidak larut dalam air, larut dalam kebanyakan pelarut organik, mudah terbakar dengan nyala yang berjelaga dan berwarna (karena kadar C tinggi). Penetapan daya serap benzena memberikan indikasi kemampuan arang aktif dalam meneyerap gas yang bersifat non polar dengan ukuran molekul kurang dari 6 A. Dari hasil percobaan didapatkan daya serap arang dan arang aktif terhadap benzena berkisar antara 4,045 7,797 % dan 3,394 7,173 %, untuk data selengkapnya terdapat pada Lampiran 6. Daya serap arang aktif terhadap benzena yang dihasilkan ini belum memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI, 1995) karena masih kurang dari 25 %. Rendahnya daya serap ini menunjukkan

83

bahwa masih terdapatnya senyawa non karbon yang menempel pada permukaan arang aktif terutama atom H dan O sehingga permukaan arang aktifnya lebih bersifat non polar. Apabila hasil ini dibandingkan dengan daya serap arang aktif dari kulit kayu mangium skala laboratorium yang menghasilkan daya serap antara 9,22 16,20 % (Pari dkk, 2006), maka arang aktif hasil penelitian masih lebih rendah. Dalam penelitian ini arang aktif yang dihasilkan mempunyai daya serap terhadap benzena lebih rendah bila dibandingkan terhadap CCl4 . Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan tingkat kepolaran, dimana CCl4 lebih bersifat non polar dibandingkan dengan benzena selain itu rendahnya daya serap terhadap benzena ini disebabkan oleh strukturnya yang berbentuk aromatik. Daya serap benzena tertinggi dihasilkan oleh arang aktif yang berasal dari acacia mangium yang diaktivasi 2 jam selama waktu inkubasi 6 x 24 jam yaitu sebesar 7,173 %. Sedangkan daya serap benzena terendah pada arang aktif acacia mangium yang diaktivasi 3 jam selama waktu inkubasi 7 x 24 jam yaitu sebesar 3,394 %. Untuk melihat lebih jelas kemampuan arang aktif terhadap daya serap benzena selama 7 (tujuh) hari dibuat diagram seperti tercantum pada Gambar 26. Pada arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa nilai daya serap benzena cenderung menurun dari waktu ke waktu, berbanding lurus dengan waktu aktivasi. Sedangkan pada arang aktif serbuk gergaji dan Acacia mangium nilai daya serap benzena ini turun naik.

84

9,000 8,000 Daya Serap Benzena (%) 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 1 2 3 4 Pengukuran Ke
SG : Serbuk Gergaji, TK : Tempurung Kelapa, AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3PO4 : Asam Fosfat 5%

Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0 AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3 5 6 7

Gambar 26. Histogram Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Benzena

Peningkatan Mutu Arang Aktif Mengingat dalam skala komersial, konsumen cenderung memilih arang aktif dengan mutu yang memenuhi standar maksimum terutama untuk keperluan ekspor, maka dilakukan upaya untuk mencapai standar dimaksud. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa untuk mendapatkan kondisi optimum arang aktif dalam hal daya serap, derajat kristalinitas dan ukuran pori arang aktif yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), maka perlu dilakukan peningkatan mutu terhadap ketiga bahan baku arang aktif (serbuk gergaji, tempurung kelapa dan Acacia mangium) yang memiliki kualitas terbaik terutama dalam hal daya serap terhadap iodium karena merupakan indikator utama dalam menentukan kualitas arang aktif. Selanjutnya guna mencapai mutu arang aktif yang memenuhi SNI, maka arang aktif yang memiliki kualitas terbaik yaitu daya serap iodnya memenuhi standar American Water Works Association (AWWA,

85

1978) dilakukan aktivasi dengan cara kombinasi kimia dan fisika, yaitu menggunakan larutan H3PO4 5 % dengan waktu aktivasi 0, 1, 2 dan 3 jam. Dalam penelitian ini arang aktif yang berasal dari Acacia mangium yang akan dilakukan peningkatan mutu.

Identifikasi Gugus Fungsi Arang Aktif Hasil identifikasi gugus fungsi dengan spektofotometri arang aktif Acacia mangium yang direndam dengan H 3 PO4 5 % menunjukkan adanya ikatan C-H dari senyawa aromatik yang ditunjukkan dengan adanya pita serapan di daerah bilanga n gelombang 1537 cm-1 . Disamping itu juga terdapat gugus C-O yang ditunjukkan dengan adanya pita serapan di daerah bilangan gelombang 1061 cm-1 dan serta terindikasi adanya struktur polisiklik pada pita serapan di daerah bilangan gelombang 873 cm-1 . Adanya gugus C-O menyebabkan permukaan arang aktif lebih bersifat polar.

Gambar 27. Spektrum Serapan IR Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3 PO4 5 %

86

Identifikasi Pola Struktur Kristalit Arang Aktif Hasil identifikasi pola struktur dengan XRD pada arang aktif Acacia mangium yang diaktivasi dengan H 3 PO4 5 % (Gambar 28) menunjukkan derajat kristalinitas lebih besar (58,23 %) bila dibandingkan dengan arang aktif yang diaktivasi dengan H 2 O (40,68 %) (Tabel 23). Akibat lain dari arang aktif yang diaktivasi dengan H3 PO4 5 % adalah tinggi antar lapisan aromatik (Lc) menjadi lebih pendek, yang semula 4,0658 nm menjadi 4,0150 nm. Sedangkan jarak antar lapisan (d) lebih besar yang semula 0,2975 nm menjadi 0,2055 nm. Lebar (La) antar lapisan relatif tetap dan jumlah (N) lapisan aromatik lebih sedikit yaitu dari 13,67 menjadi 10,84. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa arang yang diaktivasi dengan H 3 PO4 5 % pada strukturnya lebih kristalin dibanding dengan aktivator H2 O.
600 500 Intensitas 400 300 200 100 0 0 20 40 60 80 100 Sudut Difraksi (derajat)

Gamba r 28.

Difraktogram XRD Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H3 PO4 5 %

87

Identifikasi Topografi Permukaan Pori Arang Aktif Hasil analisis topografi permukaan arang aktif dengan SEM (Gambar 29) memperlihatkan bahwa ukuran diameter pori arang ya ng diaktivasi dengan H3 PO4 5 % lebih besar (0,14 0,35 m) bila dibandingkan dengan yang menggunakan aktivator H2 O (0,07 m) (Tabel 23).

Gambar 29. Topografi Permukaan Arang Aktif yang Diaktivasi dengan H3 PO4 5 %

Mutu Arang Aktif Hasil analisis (Tabel 23) menunjukkan bahwa arang yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % memiliki rendemen lebih rendah (40,54 %) bila dibandingkan dengan arang yang diaktivasi dengan H 2O (63,10 %). Kadar air dari arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % lebih besar, peningkatan kadar air ini dapat terjadi karena adanya reaksi oksidasi dan reduksi antara bahan baku dengan asam fosfat dimana asam fosfat tereduksi menjadi fosfat anhidrida yang bersifat dapat menarik uap air dari udara. Sedangkan kadar abu dan kadar zat terbang dari arang aktif yang diaktivasi dengan H 3PO4 5 % lebih rendah sehingga kadar karbon yang dihasilkan juga lebih besar. Rendahnya kadar zat terbang menunjukkan

88

bahwa residu-residu senyawa hidrokarbon yang menempel pada permukaan arang aktif terekstraksi dan pada waktu proses aktivasi dengan uap air terjadi, yang diikuti dengan pelepasan senyawa tersebut yang tereduksi oleh asam fosfat karena salah satu fungsi bahan pengaktif ini tidak menyebabkan residu hidrokarbon membentuk senyawa organik oksigen yang dapat bereaksi dengan kristalit karbon (Hassler, 1963 dalam Sudradjat dan Suryani, 2002). Hasil analisis daya serap arang aktif (Tabel 23) menunjukkan bahwa arang yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % daya serap terhadap iodin untuk aktivasi 0 dan 1 jam lebih besar dibandingkan dengan yang diaktivasi dengan H2 O. Besarnya daya serap ini menunjukkan bahwa proses oksidasi dan reduksi antara senyawa hidrokarbon dengan asam fosfat melalui efek interkalasi yaitu masuk atau terserapnya anion dari asam fosfat diantara pelat-pelat karbon heksagonal dalam struktur karbon sehingga terjadi pendesakan terhadap residu hidrokarbon yang berada diantara pelat-pelat karbon heksagonal dari kristalit yang dengan sendirinya akan meningkatkan pembentukan pori arang aktif. Daya serap yang dihasilkan belum memenuhi standar SNI karena masih kurang dari 750 mg/g, tetapi memenuhi standar Amerika (AWWA, 1978) hanya arang aktif yang diaktivasi 0 dan 1 jam. Sedangkan daya serap terhadap CCl4 dan formaldehida dari arang aktif yang diaktivasi denga n H3PO4 5 % lebih kecil kecuali yang diaktivasi 2 jam, daya serap terhadap CHCl3 juga lebih kecuali yang diaktivasi 3 jam. Untuk daya serap terhadap benzena arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 5 % lebih besar karena asam fosfat mampu mengoksidasi senyawa deposit hidrokarbon yang

89

terdapat pada permukaan kristalit arang aktif sehingga mengurangi tingkat kepolaran pada atom karbon.

Tabel 23. Perbandingan Mutu Arang Aktif Acacia mangium yang Diaktivasi dengan H2 O dan H3 PO4 5 % Sifat Bahan Waktu aktivasi (jam) pengaktif 0 1 2 3 Rendemen (%) H2O H3PO4 5 % Kadar air (%) H2O H3PO4 5 % Kadar abu (%) H2O H3PO4 5 % Kadar zat terbang (%) H2O H3PO4 5 % Kadar karbon terikat (%) H2O H3PO4 5 % Daya serap iodium (mg/g) H2O H3PO4 5 % Daya serap metanol (%) H2O H3PO4 5 % Daya serap CCl4 (%) H2O H3PO4 5 % Daya serap CHCl3 (%) H2O H3PO4 5 % Daya serap formaldehida (%) H2O H3PO4 5 % Daya serap benzena (%) H2O H3PO4 5 % Diameter pori (m) H2O H3PO4 5 % Derajat kristalinitas (%) H2O H3PO4 5 % Tinggi lapisan aromatik (nm) H2O H3PO4 5 % Lebar lapisan aromatik (nm) H2O H3PO4 5 % Jumlah lapisan aromatik H2O H3PO4 5 % Jarak antar lapisan aromatik, H2O nm (? 44) H3PO4 5 % 63,10 40,54 3,04 2,24 5,08 5,42 4,55 3,35 2,80 2,05 8,04 7,42 7,07 6,24 87,42 89,24 90,14 91,72 528,30 541,50 555,45 454,60 9,248 9,312 6,758 8,099 8,462 8,597 7,099 9,141 13,814 14,603 13,528 13,578 16,113 14,754 13,975 14,873 6,244 6,917 6,422 8,084 0,07 4,0150 4,22 10,84 0,2101 0,2975 13,67 4,22 40,68 4,0658

3,98 5,25 2,58 2,31 8,31 7,01 89,11 90,69 524,10 657,20 8,107 7,129 8,911 8,386 14,275 13,242 12,434 6,565 6,071 7,134 0,14 - 0,35

1,75 11,29 4,04 1,63 8,03 6,44 87,93 91,94 526,55 453,70 8,369 6,757 8,007 7,453 12,662 13,179 14,293 13,780 3,808 6,064 -

58,23

90

Aplikasi Arang Aktif Sebagai Adsorben pada Air Limbah

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa mutu arang aktif dengan aktivator larutan H3PO4 5 % memenuhi standar Amerika terutama yang diaktivasi 0 dan 1 jam, maka arang aktif yang mempunyai daya serap terhadap yodium paling besar yang akan digunakan sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. Dalam hal ini arang aktif yang dimaksud adalah arang aktif yang berasal dari Acacia mangium yang diaktivasi dengan larutan H3PO4 5 % tanpa diaktivasi dengan H2 O. Permasalahan air bersih sebenarnya ada pada pembuangan limbah cair yang dilakukan secara sembarangan dari hasil kegiatan industri serta limbah domestik perkotaan. Ditambah lagi dengan kurangnya usaha untuk mengolah limbah cair secara benar. Berdasarkan hal itu, maka dilakukan penelitian aplikasi arang aktif dimana proses pembuatannya dicoba skala industri kecil dengan retort kapasitas produksi 100 kg sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga, limbah rumah sakit dan limbah industri pelapisan nikel.

Limbah Rumah Tangga Limbah rumah tangga dalam penelitian ini berasal dari bekas hasil cucian pakaian yang menggunakan detergent sebagai pembersihnya. Perlakuan dengan arang aktif (Tabel 24) mampu menurunkan kadar Biological Oxygen Demand

91

(BOD), To tal Suspended Solid (TSS) serta minyak dan lemak. Sedangkan nilai derajat keasaman (pH) naik. Tabel 24. Perubahan Kualitas Limbah Rumah Tangga Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif
Kadar maksimum 6- 9 Hasil analisa sebelum diberi ar ang aktif 8,07 Hasil analisa setelah diberi arang aktif 1 % = 8,54 2 % = 8,50 3 % = 8,66 1 % = 23,3 2 % = 26,7 3 % = 20 1 % = 16 2 % = 16 3 % = 17 1 % = 12,11 2 % = 12,11 3 % = 13,68

No 1

Parameter analisis pH

BOD (mg/l)

100

1186

TSS (mg/l)

100

700

Minyak dan lemak (mg/l)

10

54,74

Derajat Keasaman (pH) Perlakuan arang aktif baik yang 1 %, 2 % maupun 3 % semuanya menyebabkan nilai pH naik tetapi nilainya masih di bawah kadar maksimum. Peningkatan nilai pH terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 % (mengalami kenaikan 7, 31 %) dan terendah pada perlakuan arang aktif 2 % (mengalami kenaikan 5, 33 %). Biological Oxygen Demand (BOD) Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat- zat organik yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD ini diperlukan untuk menentukan beban pencemaran air limbah yang disebabkan oleh senyawa organik yang dapat diuraikan oleh bakteri.

92

Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar BOD, penurunan BOD terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 % sebesar 98,31 % dan terendah pada konsentrasi 2 % sebesar 97,75 %. Total Suspended Solid (TSS) TSS adalah zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organik dan anorganik. Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar TSS, penurunan TSS terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 1 dan 2 % sebesar 97,71 % dan terendah pada konsentrasi 3 % sebesar 97,57 %. Hal ini menunjukkan arang aktif dapat menyerap zat- zat organik maupun anorganik yang terdapat dalam air limbah. Minyak dan Lemak Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar minyak dan lemak meskipun masih di atas kadar maksimum, penurunan minyak dan lemak terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 1 dan 2 % sebesar 77,88 % dan terendah pada konsentrasi 3 % sebesar 75,01 %.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 30. Perubahan Warna Air Limbah Rumah Tangga (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

93

Limbah Rumah Sakit Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung senyawa kimia lain serta mikroorganisme phatogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit dalam penelitian ini berasal dari kegiatan-kegiatan penunjang medis, seperti laboratorium, kamar operasi, farmasi dan gizi, sedangkan dari kegiatan penunjang non medis berasal dari dapur, pencucian dan saluran pembuangan. Tabel 25 . Perubahan Kualitas Limbah Rumah Sakit Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif
No 1 2 Parameter analisis pH BOD (mg/l) Kadar maksimum 6-9 100 Hasil analisa sebelum diberi arang aktif 7,18 17 Hasil analisa setelah diberi arang aktif 1 % = 6,80 2 % = 6,48 3 % = 4,49 1 % = 26,7 2 % = 71,5 3 % = 121,5 1 % = 116,58 2 % = 170,39 3 % = 261,87 1%= 4 2%= 3 3%= 3 1 % = 0,121 2 % = 0,011 3 % = 0,797 1 % = 73,5 2 % = 108,9 3 % = 2,452 43.104

3 4 5 6

COD (mg/l) TSS (mg/l) Amonia/NH3 (mg/l) Phosphat/PO4 (mg/l) Bakteri coli

80 30 0,1 2

77,55 48 0,046 3,663 43.105

94

Derajat Keasaman (pH) Perlakuan arang aktif baik yang 1 %, 2 % maupun 3 % semuanya menyebabkan nilai pH turun. Penurunan nilai pH terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 % sebesar 37,47 % dan terendah pada perlakuan arang aktif 1 % sebesar 5,29 %. Biological Oxygen Demand (BOD) Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat- zat organik yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD ini diperlukan untuk menentukan beban pencemaran air limbah yang disebabkan oleh senyawa organik yang dapat diuraikan oleh bakteri. Semua perlakuan arang aktif meningkatkan kadar BOD, peningkatan BOD terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 % sebesar 614,71 % dan terendah pada konsentrasi 1 % sebesar 57,06 %. Peningkatan kadar BOD pada konsentrasi arang aktif 1 dan 2 % masih di bawah batas maksimum sedangkan pada konsentrasi 3 % peningkatannya melebihi batas maksimum. Chemical Oxygen Demand (COD) COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik, angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan memalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Semua perlakuan arang aktif meningkatkan kadar COD, peningkatan COD terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 % sebesar 237,68 % dan terendah

95

pada konsentrasi 1 % sebesar 50,33 %. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif hasil penelitian tidak dapat mengoksidasi zat organik yang terdapat dalam air. Total Suspended Solid (TSS) TSS adalah zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organis dan anorganis. Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar TSS, penurunan TSS terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 2 dan 3 % sebesar 93,75 % dan terendah pada konsentrasi 1 % sebesar 91,67 %. Hal ini menunjukkan arang aktif dapat menyerap zat- zat organik maupun anorganik yang terdapat dalam air limbah. Amonia (NH3 ) Kadar amonia di perairan merupakan salah satu parameter kimia perairan yang penting karena NH3 merupakan bentuk terbanyak dari N anorganik dalam air. Tidak semua perlakuan arang aktif dapat menurunkan kadar amonia hanya perlakuan arang aktif dengan konsentrasi 3 % yang dapat menurunkan kadar amonia sebesar 76,09 %. Hal ini berarti arang aktif yang direndam dengan H3 PO4 5 % pori yang terbentuk tidak dapat menyerap NH3 dalam air secara sempurna. Phosphat (PO4 ) Tidak semua perlakuan arang aktif dapat menurunkan kadar phosphat hanya perlakuan arang aktif dengan konsentrasi 3 % yang dapat menurunkan kadar phosphat sebesar 33,06 %. Penurunan kadar phosphat ini masih di atas batas maksimum. Hal ini berarti arang aktif yang direndam dengan H 3 PO4 5 % pori yang terbentuk tidak dapat menyerap NH3 dalam air secara sempurna.

96

Bakteri Coli Untuk melihat efektivitas arang aktif terhadap penurunan bakteri coli, digunakan arang aktif dengan konsentrasi 1 % karena memiliki nilai BOD terendah bila dibandingkan dengan konsentrasi 2 dan 3 %. Hasil analisa menunjukkan bahwa arang aktif dapat menurunkan bakteri coli yang terdapat dalam air limbah sebesar 90 %.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 31. Perubahan Warna Air Limbah Rumah Sakit (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3%

Limbah Industri Pelapisan Nikel Limbah industri pelapisan nikel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari proses cleaning (larutan pembersih yang bersifat basa), pickling (bersifat asam), chemical treatment dan platting.

97

Tabel 26. Perubahan Kualitas Limbah Industri Pelapisan Nikel Sebelum dan Sesudah Perlakuan Arang Aktif
No 1 2 Parameter analisis TSS (mg/l) Kromium total/ Cr (mg/l) Tembaga/Cu (mg/l) Seng/Zn (mg/l) Kadar maksimum 20 0,5 Hasil analisa sebelum diberi arang aktif 24 2,604 Hasil analisa setelah diberi arang aktif 1%= 3 2%= 4 3%= 4 1 % = 2,143 2 % = 1,013 3 % = 1,570 1 % = 0,003 2 % = 0,002 3 % = 0,008 1 % = 0,069 2 % = 0,060 3 % = 0,051 1 % = 1,23 2 % = 0,54 3 % = 0,31 1 % = <0,0002 2 % = <0,0002 3 % = <0,0002 1 % = 0,01 2 % = 0,02 3 % = 0,01 1 % = 8,10 2 % = 7,61 3 % = 8,46

3 4

0,6 1,0

0,013 0,706

5 6 7

Nikel/Ni (mg/l) Kadmium/Cd (mg/l) Timbal/Pb (mg/l)

1,0 0,05 0,1

2,641 0,0007 0,01

pH

6 -9

2,35

Total Suspended Solid (TSS) TSS adalah zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organis dan anorganis. Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar TSS, penurunan TSS terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 1 sebesar 87,50 % dan terendah pada konsentrasi 2 dan 3 % sebesar 83,33 %. Hal ini menunjukkan arang aktif dapat menyerap zat-zat organik maupun anorganik yang terdapat dalam air limbah. Kromium (Cr) Kromium yang ditemukan di perairan adalah kromium trivalen (Cr3+) dan kromium heksavalen (Cr6+). Apabila masuk ke perairan, kromium trivalen akan dioksidasi menjadi kromium heksavalen yang lebih toksik. Efek dari logam Cr khususnya terhadap manusia akan mengakibatkan kanker saluran pernafasan dan infeksi kulit atau dermatitis.

98

Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar Cr, penurunan Cr terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 2 sebesar 61,10 % dan terendah pada konsentrasi 1 % sebesar 17,70 %. Meskipun terjadi penurunan tetapi kadar Cr masih di atas batas maksimum, hal ini menunjukkan arang aktif tidak dapat menyerap Cr terdapat dalam air limbah secara sempurna. Tembaga (Cu) Tembaga atau copper (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan merupakan unsur yang esensial bai tumbuhan dan hewan. Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar Cu, penurunan Cu terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 2 sebesar 84,62 % dan terendah pada konsentrasi 3 % sebesar 38,46 %. Seng (Zn) Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar Zn, penurunan Zn terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 sebesar 92,78 % dan terendah pada konsentrasi 1 % sebesar 90,23 %. Nikel (Ni) Semua perlakuan arang aktif mampu menurunkan kadar Ni, penurunan Ni terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif 3 sebesar 88,26 % dan terendah pada konsentrasi 1 % sebesar 53,43 %. Perlakuan arang aktif 1 % penurunan kadar Ni masih di atas batas maksimum. Kadmium (Cd) Semua perlakuan arang aktif konsentrasi 1, 2 maupun 3 % mampu menurunkan kadar Cd sebesar 71,43 %.

99

Timbal (Pb) Perlakuan arang aktif dengan konsentrasi 1 dan 3 % tidak mampu menurunkan kadar Pb dalam air limbah, sedangkan arang aktif konsentrasi 2 % meningkatkan kadar Pb sebesar 100 %. pH Semua perlakuan arang aktif baik 1, 2 dan 3 % meningkatkan nilai pH. Peningkatan terbesar terdapat pada perlakuan arang aktif konsentrasi 3 % dan terendah pada konsentrasi 2 %.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 32. Perubahan Warna Air Limbah Industri Pelapisan Nikel (a) Sebelum Perlakuan Arang Aktif, (b) Perlakuan Arang Aktif 1 %, (c) Perlakuan Arang Aktif 2 % dan (d) Perlakuan Arang Aktif 3 %

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah diperoleh, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses karbonisasi dapat mengubah pola struktur permukaan dengan membentuk pola baru yang berbeda dengan struktur asalnya. 2. Kualitas arang aktif terbaik berasal dari Acacia mangium yang direndam dengan H 3 PO4 5 % tanpa diaktivasi dengan H 2 O dan mampu berfungsi sebagai adsorben pada pengolahan air limbah. 3. Penggunaan arang aktif sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga dapat menurunkan nilai BOD 98,03 %, Total Suspended Solid (TSS) 97,66 % serta minyak dan lemak 76,92 %, sedangkan nilai pH menjadi meningkat. Konsentrasi arang aktif terbaik adalah 1 %. 4. Konsentrasi arang aktif terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah sakit adalah 2 % karena dapat menurunkan nilai pH 17,50 %; TSS 93,06 %; ammonia 76,09 %, phosphat 33,06 % dan bakteri koli 90 %. BOD and COD mengalami peningkatan masing- masing sebesar 330,79 % dan 135,91 %. 5. Konsentrasi arang a ktif terbaik sebagai adsorben pada pengolahan air limbah industri pelapisan nikel adalah 2 % karena dapat menurunkan nilai TSS sebesar 84,72 %; Cr 39,50 %; Cu 66,67 %; Zn 91,50 %; Ni

101

73,75 % dan Cd 71,43 %. pH naik 242,84 % sedangkan kadar Pb tidak mengalami perubahan.

SARAN

Disarankan untuk menggunakan arang aktif yang berasal dari Acacia mangium yang direndam dengan H3 PO4 5 % tanpa diaktivasi dengan H2 O sebagai adsorben pada pengolahan air limbah rumah tangga, rumah sakit dan industri pelapisan nikel. Berdasarkan kualitas arang aktif yang dihasilkan, maka pembuatan arang aktif dengan retort kapasitas 0,6 m3 (100 kg) masih diperlukan perbaikan proses dan memodifikasi pada bagian-bagian tertentu yang masih lemah. Dengan demikian kemampuan arang aktif seperti daya serap arang aktif terhadap yodium dapat memenuhi persyaratan standar Indonesia dan Jepang yaitu sebesar 750 mg/g dan 1050 mg/g.

102

DAFTAR PUSTAKA

Alfarra, A., Frackowiak, E., Beguin, F. 2004. The HSAB Concept as a Means to Interpret the Adsorption of Metal Ions on to Activated Carbons. 228:8492 Asano, N., J. Nishimura., K. Nishimiya., T. Hata., Y. Imamura., S. Ishihara and B. Tomita. 1999. Formaldehyde Reduction in Indoor Enviroments by Wood Charcoals. Wood Researsch No 86. AWWA. 1978. American Water Works Association Standard for Powdered Activated Carbon. B 600 78, Colorado. Azah, D dan J.S. Rudiyanto. 1984. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Inti sawit. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Medan. Baker, F.S., C.E. Miller, A.J. Repik dan E.D. Tollens. 1997. Activated Carbon. Di dalam D.M. Ruthven (Penyunting). Encyclopedia of Separation Technology, Volume 1 (A Kirk-Othmer Encyclopedia). John Wiley & Sons, New York. Buekens, A., H. Keirsse, J. Schoeters and A. Verbeeck. 1985. Production of Actived Carbon from Euphorbia Tiraculli, Brussel. Daryanto. 1995. Masalah Pencemaran. Tarsito, Bandung. Davis, M.L., and Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc, New York. 822 p. Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Setyahartini. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Agro Industri Press. Bogor. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Guerrero, A.E, M.F Collamates dan L.A. Reyes. 1970. Preparation of Actived Carbon from Coconut Cor Dust Dalam: Coconut Research and Development, Volume 3, United Coconut Association of The Philippines Inc, Manila Hartoyo. 1974. Arang Aktif Pembuatan dan Kegunaannya. Kehutanan Indonesia. Volume I Januari, Bogor.

103

Hartoyo, N. Hudaya dan Fadli. 1990. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dan Kayu Bakau dengan Cara Aktivasi Uap. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Bogor 8(1):8-16. Hassler, J.W.1974. Purification with Actived Carbon: Industrial Commercial, Environmental. Chemical Publishing Co. Inc, New York. Hindarko, S. 2003. Mengolah Air Limbah Supaya - Tidak Mencemari Orang Lain. Edisi Pertama. Esha, Jakarta Jankowska, H., Andrzes S., and Jerry C. 1991. Active Carbon. Ed ke-1. Ellis Horwood, New York. Jeffries, M and Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications. John Wiley and Soon, Chichester, UK. 285 p. Kadirvelu, K and Namasivayam, C. 2003. Actived carbon from Coconut Coipith as Metal Adsorben : Adsorption of Cd (II) from Aqueous Solution. Adv Environ Reg 7:471-478 Kadirvelu, K., Thamaraiselvi, K dan Namasivayam, C. 2001. Removal of Heavy Metals from Industrial Waste Waters by adsorption on to Activated carbon Preparad from an Agriculture Solid Waste. Bioresource Tech 76:63-65 Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kienle, H.V. 1986. Carbon Di dalam: F.T. Campbell, R. Pfefferkom and J.F. Rounsaville (Penyunting). Ulmans Encyclopedia of Industrial Chemistry. 5th Completely Resived Edition, Volume 5. Cancer Chemotherapy to Ceramics Colorants. VCH, Weinheim. Kirk, R.E. dan D.F. Othmer. 1964. Encyclopedia of Chemical Technology. The Intersience Inc, New York.Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater Pollution. Second Edition. Longman Scientific and Technical, New York. 351 p. Lenntech. 2004. Adsorption/Active Carbon. Lenntech. http://www.Lenntech.com/Adsorption.htm. 21 September 2004. Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater Pollution. Second Edition Longman Scientific and Technical, New York. 351 p. Microsoft Corporation. 2000. Adsorption. Microsoft Corporation. http://encarta.msn.com/find/consice.asp?ti=01AFA000.20 Juni 2001.

104

Nurhayati, T., Saepuloh dan Sylviani. 2002. Analisis Teknis dan Ekonomis Produksi Arang Aktif Industri Pedesaan. Buletin Penelitian Hasil Hutan (20) (5): 353. Osmoniscs, Inc. 2000. Activated Carbon. Osmonics, http://www.osmonics.com/products/page842.htm. 20 Juni 2001 Inc.

Pari, G. 1995. Pembuatan dan Karakteristik Arang Aktif dari Kayu dan Batubara. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sains Kimia, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Pari, G. 1996. Pembuatan Arang Aktif dari Serbuk Gergajian Sengon (Paraserianthes falcataria) dengan Cara Kimia. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Bogor. 14:308-320. Pari, G. 2000. Pembuatan Arang Aktif dari Batubara. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Bogor. 17 (4): 220-230. Pari, G. 2004. Kajian Struktur Arang aktif dari Serbuk Gergaji Kayu Sebagai Adsorben Emisi Formaldehida Kayu Lapis. Disertasi Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutana n Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Pari, G, Buchari dan Sulaeman. 1996. Pembuatan dan Kualitas Arang Aktif dari Kayu Sengon sebagai Adsorben. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Bogor. 14 (7): 274-289 Pari, G dan D. Hendra. 2000. Peningkatan Produksi dan Kualitas Arang Aktif Sebagai Adsorben Emisi Gas Formaldehida Kayu Lapis. Dephut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Puslitbang THH. Bogor. Pari, G, D. Hendra dan R. A. Pasaribu. 2006. Pengaruh Lama Waktu Aktivasi dan Konsentrasi Asam Fosfat terhadap Mutu Arang Aktif Kulit Kayu Acacia mangium. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Bogor. 24 (1): 33-46. Pari, G, Tjutju, N dan Hartoyo. 2000. Kemungkinan Pemanfaatan Arang Kulit Kayu Acacia mangium untuk Pemurnian Minyak Kelapa Sawit. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18 (1): 40-53. Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor. PDII LIPI. 1998. Arang Atif dari Tempurung Kelapa. Jakarta. Rao, C.S. 1992. Environmental Pollution Control Engineering. Wiley Eastern Limited, New Delhi. 431 p.

105

Rossi M, Gianazza M, Alamprese C, Stanga F. 2003. The Role of Bleaching Clays and Synthetic Silica in Palm Oil Physical Refining. Food Chem 82 : 291-296 Roy, G.M. 1985. Actived Carbon Application in the Food and Pharmacuetical Industries. Tachnomic, Lancaster. Saito, Y and T. Arima. 2002. Growth of Cone-shaped Carbon Material Inside the Cell Lumen by Heat Treatment of Wood Charcoal. Journal of Wood Science. 48 (5): 451-454. Setyaningsih, H. 1995. Pengolahan Limbah batik dalam Proses Kimia dan Adsorpsi Karbon Aktif. Tesis Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, Jakarta. Sudjana, M.A. 1992. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung. Edisi kelima. Sudrajat, R dan A. Suryani. 2002. Pembuatan dan Pemanfaatan Arang Aktif dari Ampas Daun Teh. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Bogor. 20 (1): 1-11. Sudrajat, R dan S. Soleh. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 1998. 20 th Edition. Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Dewan Standarisasi Nasional Jakarta. Walstra, P. 2003. Physical Chemistry of Foods. Marcel Dekker, Inc. New York.

106

Lampiran 1. Rekapitulasi data mutu arang dan arang aktif

Kadar Perlakuan Rendemen (%) Air (%) 1.01 Arang SG 1.46 1.21 SG0 1.40 1.28 SG1 62.17 1.41 1.60 SG2 1.98 1.29 SG3 2.01 3.24 Arang TK 3.22 2.65 TK0 3.44 5.00 TK1 65.82 5.88 3.16 TK2 3.27 3.66 TK3 3.92 5.08 Arang AM 4.45 3.90 AM0 4.05 3.22 AM1 63.10 2.85 2.35 AM2 2.12 1.78 AM3 1.71 5.22
AMH3PO4-0

Daya serap Karbon terikat (%) 67.88 67.63 64.08 62.80 64.10 62.85 72.88 74.21 59.50 60.43 73.12 71.70 86.45 86.33 91.04 90.67 90.42 89.46 90.47 90.50 77.69 76.92 89.65 88.57 87.74 87.10 90.20 88.27 88.31 87.55 90.74 90.63 90.63 89.65 92.11 91.33 91.50 92.38 Iodium (mg/g) 196.4 197.3 322.70 320.90 343.30 341.60 392.10 389.70 352.30 355.20 121.40 120.90 351.50 350.80 332.40 336.10 324.40 325.90 411.70 420.40 278.30 279.00 521.30 526.90 526.10 530.00 542.80 540.70 524.80 527.30 656.50 657.90 554.60 556.30 453.90 455.30 453.90 453.50

Zat terbang (%) 24.95 25.52 16.00 16.00 13.71 14.96 14.22 14.62 12.54 13.19 24.88 26.49 11.29 11.44 6.77 7.20 7.24 8.70 7.22 7.30 19.92 20.91 7.79 8.83 7.84 8.23 6.84 7.99 7.53 8.53 7.09 6.93 6.52 7.61 5.99 6.48 6.84 6.03

Abu (%) 7.17 6.85 19.92 17.20 22.19 22.19 12.90 11.17 27.96 26.38 2.00 1.81 2.26 2.23 2.19 2.13 2.24 1.84 2.31 2.20 2.39 2.17 2.56 2.60 4.42 4.67 2.96 3.74 4.16 3.92 2.17 2.44 2.85 2.74 1.90 2.19 1.66 1.59

5.27 5.19

AMH3PO4-1

40.54

4.97 5.29

AMH3PO4-2

5.54 11.26

AMH3PO4-3

11.32

107

Lampiran 2. Daya serap arang dan arang aktif terhadap metanol Pengukuran ke3 4 7.671 7.588 7.450 7.304 8.797 7.299 7.220 7.010 5.581 5.931 5.560 5.751 6.852 7.110 7.263 7.304 6.162 5.811 6.223 6.231 8.333 8.870 10.252 10.864 8.889 9.131 9.970 10.046 10.540 10.696 12.366 11.987 9.475 9.475 9.553 9.600 8.132 8.132 9.773 9.706 6.021 6.197 5.831 5.850 8.590 9.246 7.680 7.850 8.810 10.036 9.642 10.054 9.254 9.982 9.365 9.871 8.211 8.545 9.105 9.105 7.566 7.566 6.989 7.135 7.195 7.195 7.001 7.020 8.101 8.266 8.549 8.522 5.822 5.998 7.718 7.526

Perlakuan Arang SG

SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0 AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3
Keterangan: SG : Serbuk Gergaji TK : Tempurung Kelapa

1 7.921 7.315 7.215 6.814 5.757 5.413 6.938 7.012 5.634 6.080 9.098 10.104 9.452 10.502 11.005 12.013 10.094 10.238 8.946 8.869 5.844 4.954 8.507 7.236 8.478 9.270 9.091 9.268 7.706 8.513 7.058 5.564 6.856 5.241 7.769 8.023 5.733 7.659

2 7.671 7.412 6.960 6.982 5.757 5.501 7.366 7.245 6.075 6.190 9.551 10.673 9.532 10.586 11.466 12.359 10.248 10.448 10.061 9.930 5.666 5.237 8.590 7.685 8.644 9.503 9.254 9.379 7.960 8.930 6.972 6.002 6.856 5.704 7.441 8.208 5.377 7.505

5 7.921 7.832 7.552 7.341 6.192 5.983 7.452 7.450 6.162 6.342 9.098 11.053 9.051 10.002 10.149 12.006 9.083 9.600 8.784 10.018 6.021 5.601 8.507 7.522 9.140 9.873 9.254 9.351 7.706 8.734 7.650 6.893 7.279 6.716 8.183 8.441 5.998 7.526

6 8.579 8.212 7.971 7.522 6.019 5.876 7.791 7.483 6.425 6.351 8.946 10.917 9.292 10.186 10.696 12.507 9.475 9.810 8.214 9.561 6.197 5.582 8.837 7.526 8.976 9.542 9.417 9.038 8.212 8.463 7.397 7.747 6.941 6.928 7.518 8.217 5.644 7.608

7 8.579 8.102 8.715 7.923 6.624 5.876 7.706 7.395 6.685 6.504 9.098 11.040 9.292 10.180 11.770 12.418 9.708 10.002 8.214 9.508 6.109 5.503 8.258 7.458 8.227 9.276 9.009 8.826 7.959 8.019 7.566 7.701 6.856 6.820 7.935 8.208 6.957 7.528

AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H 3PO 4 : Asam Fosfat 5%

108

Lampiran 3. Daya serap arang dan arang aktif terhadap CCl 4 Perlakuan Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0 AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3 1 6.568 6.245 9.549 8.872 9.042 8.763 9.865 9.451 8.977 8.132 3.835 3.780 7.475 8.562 9.131 11.214 8.040 10.105 5.899 6.763 3.905 4.007 8.574 9.136 8.288 7.618 8.755 7.903 7.845 8.252 7.827 6.934 6.864 5.903 7.861 8.760 9.970 8.855 Pengukuran ke2 3 4 7.678 8.265 8.098 6.973 7.216 7.423 9.868 10.499 10.420 9.051 9.520 9.792 9.124 10.018 9.695 8.890 9.130 9.155 10.027 11.062 10.587 9.863 10.952 10.930 8.895 10.027 9.545 8.479 9.178 9.205 4.019 4.019 3.927 4.134 4.203 4.203 8.062 8.145 8.062 9.139 9.178 9.050 9.692 9.532 9.692 11.581 11.504 11.673 8.700 8.700 8.863 10.693 10.770 10.770 6.425 6.250 6.425 7.501 7.485 7.613 3.629 3.905 3.721 4.328 4.591 4.891 8.491 8.656 8.326 9.279 9.295 9.408 7.952 10.009 8.288 7.541 8.709 8.577 8.507 8.837 8.755 7.948 8.513 8.466 7.678 8.011 8.011 8.469 8.536 8.536 9.000 8.501 8.834 8.037 8.020 8.351 7.295 7.551 7.890 6.318 6.556 6.871 8.364 8.613 8.861 9.283 9.514 9.790 6.174 6.524 6.698 7.099 7.413 7.580

5 8.927 8.203 11.198 10.187 10.339 9.582 11.297 11.013 10.345 10.176 3.927 3.863 8.062 9.178 9.452 11.580 8.700 10.861 6.250 7.613 4.269 4.540 8.574 9.513 8.455 8.619 9.001 8.637 4.423 8.612 8.834 8.351 7.890 6.880 8.861 9.801 6.698 7.607

6 8.762 8.113 10.811 10.124 10.124 10.124 10.983 10.857 9.947 9.835 4.202 4.317 8.145 9.263 9.692 11.673 8.945 10.902 6.425 7.796 4.269 4.168 8.739 9.255 8.704 8.732 9.164 8.476 8.505 8.584 8.834 8.294 7.890 6.880 9.025 9.801 6.871 7.926

7 8.680 8.105 10.655 10.088 9.937 9.098 10.825 10.651 9.867 9.693 4.202 4.320 8.311 9.178 9.850 11.701 8.945 10.913 6.512 7.710 3.905 4.044 8.491 9.013 8.455 8.516 8.919 8.476 8.259 8.375 9.000 8.587 7.805 6.795 9.434 10.003 6.957 7.971

Keterangan: SG : Serbuk Gergaji TK : Tempurung Kelapa

AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3 PO4 : Asam Fosfat 5%

109

Lampiran 4. Daya serap arang dan arang aktif terhadap CHCl3 Pengukuran ke3 4 10.245 10.480 9.562 9.832 10.573 10.651 10.178 10.391 9.912 10.071 9.960 10.138 11.247 11.247 10.477 10.462 10.053 10.211 10.543 10.674 13.472 13.769 14.416 14.838 14.721 15.223 13.060 14.982 15.038 15.254 16.105 16.176 14.765 15.121 13.841 14.260 12.694 12.995 13.875 14.008 9.686 10.648 9.635 10.147 14.383 14.601 14.274 14.856 13.796 14.310 13.357 13.835 14.611 15.042 14.177 14.192 13.014 13.458 11.836 12.319 13.597 13.820 13.239 12.708 13.453 13.823 13.561 13.703 13.714 14.080 13.217 13.670 12.892 13.119 13.453 13.803

Perlakuan Arang SG

SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK

TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM

AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0 AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3

1 9.771 8.824 10.573 9.601 10.150 9.753 11.401 9.935 10.132 10.358 13.247 14.153 14.864 12.769 15.754 16.639 14.406 13.512 12.543 13.479 10.089 9.736 13.796 13.892 13.051 12.796 14.177 13.815 12.487 11.148 12.696 13.004 12.630 13.158 13.196 12.780 15.200 13.418

2 9.532 9.258 9.778 9.835 9.188 9.589 10.545 9.950 9.494 10.326 13.991 14.805 15.365 13.281 16.388 17.276 14.979 13.974 13.070 14.106 10.089 9.802 15.034 14.503 13.351 12.809 14.467 14.002 12.640 11.507 12.847 13.128 12.705 13.379 13.196 12.793 12.434 13.264

5 11.024 10.140 11.431 10.560 10.623 10.476 11.938 10.851 10.761 10.830 13.844 14.876 15.436 14.997 16.178 16.784 15.333 14.456 13.070 14.036 10.568 10.026 14.091 14.270 14.456 14.103 15.113 14.726 13.532 12.527 13.523 12.983 13.453 13.691 13.567 13.584 12.049 13.416

6 11.179 10.123 11.508 10.517 10.858 10.509 12.768 11.063 10.917 10.841 13.769 14.751 15.223 14.637 15.182 15.054 15.263 14.137 12.995 13.897 11.976 10.528 14.818 14.303 14.601 14.372 15.256 14.804 13.679 12.841 13.894 13.037 13.896 13.742 14.153 13.915 12.740 12.991

7 11.409 10.053 11.585 10.500 10.858 10.426 12.392 11.008 11.150 10.822 13.918 14.876 15.365 14.652 15.398 15.208 15.474 14.269 13.293 13.978 10.885 10.510 14.017 13.002 14.456 14.103 15.256 14.800 13.752 12.527 13.894 13.021 14.261 13.937 14.225 14.005 12.740 12.989

Keterangan: SG : Serbuk Gergaji TK : Tempurung Kelapa

AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3 PO4 : Asam Fosfat 5%

110

Lampiran 5. Daya serap arang dan arang aktif terhadap Formaldehida Perlakuan Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO4-0 AMH3PO4-1 AMH3PO4-2 AMH3PO4-3 1 10.419 10.528 9.333 9.503 8.960 8.573 9.660 9.530 8.037 9.011 7.044 6.124 10.250 12.161 11.661 12.762 11.426 13.320 10.238 12.246 6.320 6.702 10.275 11.426 13.206 13.514 12.446 13.239 11.842 11.903 5.606 4.527 11.600 10.508 13.300 13.576 11.200 12.364 2 9.532 10.51 8.025 9.525 7.622 8.309 8.597 9.763 8.704 9.821 8.066 7.553 12.587 13.283 14.015 13.992 14.163 15.278 12.554 13.582 6.839 6.918 12.218 11.836 15.123 14.265 13.419 14.006 13.511 12.874 5.652 7.604 11.798 10.672 12.337 14.002 11.101 12.107 Pengukuran ke3 4 10.973 11.052 10.783 10.975 10.132 10.526 10.791 11.475 9.776 10.098 9.390 9.852 10.461 10.698 10.025 10.275 7.952 9.033 8.950 10.375 6.957 8.318 7.101 7.815 12.511 13.488 13.298 14.507 13.867 16.037 13.705 14.270 13.867 15.683 15.013 15.976 13.077 14.250 14.169 14.350 7.608 7.608 7.025 7.236 14.731 14.080 12.265 12.090 17.506 18.714 15.172 15.874 15.088 15.934 14.875 15.615 15.333 15.759 14.302 14.736 5.767 5.792 7.800 7.857 14.723 15.514 12.995 13.760 14.419 14.924 14.721 15.128 13.242 13.981 13.679 13.913

5 13.944 11.253 13.997 11.882 13.944 11.235 16.043 12.236 13.264 10.903 8.318 7.917 13.710 14.964 16.178 14.481 16.107 16.206 14.753 14.350 7.945 7.514 14.587 12.623 18.249 16.504 15.159 15.329 15.617 14.534 5.865 7.914 16.291 13.913 15.139 15.828 14.780 14.835

6 14.164 12.514 14.858 12.765 14.962 12.685 16.735 14.552 14.661 12.216 8.402 7.917 13.488 14.507 15.182 14.270 15.326 16.134 14.753 13.445 8.280 7.550 14.515 12.174 17.778 16.486 15.934 15.380 15.688 14.507 5.851 7.914 16.915 14.823 16.057 16.205 15.281 15.304

7 14.890 12.487 15.702 13.103 16.097 13.972 17.886 15.670 15.339 13.726 8.569 7.980 15.591 14.874 18.500 14.557 18.633 16.206 17.182 13.607 7.692 7.472 9.229 12.021 17.027 16.157 15.017 15.110 15.261 14.267 5.851 7.900 17.122 15.014 16.266 16.319 15.776 15.352

Keterangan: SG : Serbuk Gergaji TK : Tempurung Kelapa

AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3 PO4 : Asam Fosfat 5%

111

Lampiran 6. Daya serap arang dan arang aktif terhadap Benzen Perlakuan Arang SG SG0 SG1 SG2 SG3 Arang TK TK0 TK1 TK2 TK3 Arang AM AM0 AM1 AM2 AM3 AMH3PO 4-0 AMH3PO 4-1 AMH3PO 4-2 AMH3PO 4-3 1 5.653 4.905 5.463 5.734 5.169 5.307 5.844 6.056 5.540 5.872 6.186 8.295 6.361 7.476 5.534 7.420 4.834 5.962 3.912 5.825 4.194 3.993 6.238 4.892 6.080 6.378 6.660 7.037 4.015 3.826 6.244 8.012 5.927 6.715 8.174 7.863 5.028 7.090 Pengukuran ke2 3 4 6.262 7.370 7.032 5.873 6.542 6.708 5.550 6.244 5.899 5.842 6.039 6.039 4.991 5.965 5.347 5.392 5.853 5.715 5.659 6.452 6.192 6.139 6.438 6.135 5.540 6.419 5.893 5.981 6.855 6.504 6.536 6.186 6.361 8.537 8.601 8.827 6.449 6.098 6.186 7.489 7.103 7.176 5.530 5.268 5.179 7.400 7.184 7.180 4.924 4.198 4.744 5.985 5.553 5.870 4.004 3.728 3.636 6.090 5.891 4.401 3.828 4.194 4.286 4.262 4.401 4.593 5.800 6.238 6.326 5.564 5.807 6.070 5.816 5.904 6.080 6.827 6.748 6.755 6.314 6.660 6.660 7.069 7.539 7.069 3.739 3.923 3.923 4.025 4.103 3.835 5.893 5.893 6.244 8.006 8.334 7.908 5.660 5.749 6.015 6.680 6.715 7.005 7.840 7.840 8.258 7.860 8.127 8.514 4.667 4.757 5.118 6.765 6.917 7.219

5 7.370 6.933 6.502 6.417 6.052 6.138 6.192 6.350 6.506 6.504 6.361 8.827 6.361 7.408 0.268 7.306 4.290 5.553 4.286 4.593 4.558 4.586 6.413 6.329 6.168 6.206 6.660 7.124 3.647 3.827 6.069 8.151 5.749 7.247 7.840 7.936 4.848 7.219

6 7.539 7.481 6.416 6.540 5.965 5.833 6.279 6.572 6.679 6.784 6.536 8.981 6.273 7.381 5.268 7.375 4.653 5.901 3.544 5.467 5.189 4.174 6.673 6.387 6.518 6.017 6.919 7.426 3.831 3.827 6.244 8.151 6.015 7.139 8.258 8.203 5.118 7.518

7 7.957 7.481 6.587 6.400 6.052 5.917 6.365 6.544 6.766 6.750 6.623 8.970 6.361 7.405 5.268 7.375 4.834 5.980 3.912 5.809 4.194 4.178 6.151 6.104 5.904 6.017 6.574 7.125 3.369 3.419 6.419 8.300 6.103 7.187 8.258 8.200 5.118 7.518

Keterangan: SG : Serbuk Gergaji TK : Tempurung Kelapa

AM : Acacia mangium 0, 1, 2, 3 : Waktu Aktifasi (jam) H3 PO4 : Asam Fosfat 5%

112

Lampiran 7. Hasil Analisis Statistik Untuk Kadar Air Arang Aktif a. Sidik Ragam Kadar Air Sumber DB JK Keragaman Perlakuan 11 105,81 A 2 71,94 B 3 6,53 AB 6 27,34 Galat 12 3,55 Total 23 109,36

KT 35,97 2,18 4,56 0,30

Fhit 119,90** 7,27** 15,20**

F Tabel 5% 1% 3,88 3,49 3,00 6,93 5,95 4,82

b. Uji Lanjut Tukey Kadar Air Faktor Rata-rata Klasifikasi Tukey SGo 6,55 a SG1 6,67 a SG3 7,34 a AM3 7,60 a SG2 7,70 a AM2 8,62 ab Tko 10,05 bc AM1 10,06 bc TK2 10,39 bc TK3 11,24 c Amo 11,54 cd TK1 13,49 d Ket : Rata-rata dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh signifikan c. Persamaan Kontras Polinomial Kadar Air
Dependent KA_SG KA_SG KA_SG KA_TK KA_TK KA_TK KA_AM KA_AM KA_AM Mth Rsq d.f. 6 5 4 F 2.83 1.37 1.34 Sigf .143 .335 .380 b0 6.5525 6.4300 6.5450 11.2185 10.5698 10.0450 11.4405 11.5542 11.5350 b1 .3400 .7075 -1.0942 b2 -.1225 1.6025 b3

LIN .321 QUA .354 CUB .501 LIN .001 QUA .215 CUB .912

-.3833

6 8.9E-03 .928 5 .68 .547 4 13.80 .014 220.30 117.87 65.51 .000 .000 .001

.0485 1.9947 -.6487 10.2158 -8.5200 -1.3245 -1.6657 -1.3642 .1137 -.1750

1.7492

LIN .973 6 QUA .979 5 CUB .980 4

.0642

113

Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Untuk Kadar Zat Terbang Arang Aktif a. Sidik Ragam Kadar Zat Terbang Sumber DB JK Keragaman Perlakuan 11 207,41 A 2 174,78 B 3 19,64 AB 6 12,99 Galat 12 4,07 Total 23 211,48

KT 87,39 6,55 2,17 0,34

Fhit 257,03** 19,26** 6,38**

F Tabel 5% 1% 3,88 3,49 3,00 6,93 5,95 4,82

b. Uji Lanjut Tukey Kadar Zat Te rbang Faktor Rata-rata Klasifikasi Tukey TK1 15,34 a TK3 15,62 a AM2 15,78 a TK2 16,42 a AM1 16,43 a AM3 16,43 a AM0 16,74 a TK0 19,69 b SG3 21,00 bc SG1 22,26 cd SG2 22,30 cd SG0 23,58 d Ket : Rata-rata dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh signifikan c. Persamaan Kontras Polinomial Kadar Zat Terbang
Dependent Mth KZT_SG KZT_SG KZT_SG KZT_TK KZT_TK KZT_TK Rsq d.f. 6 5 4 6 5 4 6 5 4 F Sigf b0 23.4380 23.4442 23.5800 18.6535 19.4023 19.6850 16.5825 16.8225 16.7400 b1 -.7695 -.7882 -2.9150 -1.1665 -3.4127 -7.8425 -.1600 -.8800 .4125 b2 .0062 2.0425 .7487 4.9900 .2400 -.9975 b3

LIN .793 QUA .794 CUB .892 LIN .602 QUA .800 CUB .941

23.05 .003 9.61 .019 11.05 .021 9.06 .024 10.00 .018 21.44 .006 .55 .486 .77 .512 .64 .628

-.4525

-.9425

KZT_AM LIN .084 KZT_AM QUA .235 KZT_AM CUB .324

.2750

114

Lampiran 9.Hasil Analisis Statistik Untuk Kadar Abu Arang Aktif a. Sidik Ragam Kadar Abu Sumber DB JK Keragaman Perlakuan 11 1645,00 A 2 1501,66 B 3 64,21 AB 6 79,13 Galat 12 4,78 Total 23 1649,78

KT 750,83 21,40 13,19 0,40

Fhit 1877,08** 53,50** 32,98**

F Tabel 5% 1% 3,88 3,49 3,00 6,93 5,95 4,82

b. Uji Lanjut Tukey Kadar Abu Faktor Rata-rata Klasifikasi Tukey TK2 8,12 a TK1 8,43 a TK0 8,63 a TK3 8,63 a AM0 9,28 ab AM2 10,54 bc AM3 11,61 bc AM1 12,32 c SG2 20,30 d SG0 25,50 e SG1 28,11 f SG3 31,43 g Ket : Rata-rata dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh signifikan c. Persamaan Kontras Polinomial Kadar Abu
Dependent KAB_SG KAB_SG KAB_SG KAB_TK KAB_TK KAB_TK KAB_AM KAB_AM KAB_AM Mth Rsq d.f. F .48 1.29 49.13 .08 1.33 1.16 1.89 1.73 17.60 Sigf .516 .354 .001 .787 .344 .428 .218 .268 .009 b0 24.8345 26.9632 25.4950 8.4965 8.6715 8.6250 10.1535 9.6635 9.2800 b1 b2 b3

LIN .073 6 QUA .340 5 CUB .974 4 LIN .013 6 QUA .347 5 CUB .465 4 LIN .240 6 QUA .410 5 CUB .930 4

.9995 -5.3867 2.1287 17.6158 -19.895 -.0310 -.5560 .1725 .5210 1.9910 7.9992 .1750 -.5225 -.4900 -6.2425

4.8942

.1550

1.2783

115

Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Untuk Kadar Karbon Terikat Arang Aktif a. Sidik Ragam Kadar Karbon Terikat Sumber DB JK KT Keragaman Perlakuan 11 1601,78 A 2 109,51 54,76 B 3 38,59 12,86 AB 6 1453,68 242,28 Galat 12 3,80 0,32 Total 23 1605,58

Fhit 171,13** 40,19** 757,13**

F Tabel 5% 1% 3,88 3,49 3,00 6,93 5,95 4,82

b. Uji Lanjut Tukey Kadar Karbon Terikat Faktor Rata-rata Klasifikasi Tukey SG3 50,74 a SG0 52,81 a SG1 52,84 a SG2 59,05 b TK0 68,36 c AM1 69,22 cd AM3 69,69 cd AM0 70,75 de AM2 70,88 de TK2 71,53 e 2K3 72,04 e TK1 72,39 e Ket : Rata-rata dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh signifikan c. Persamaan Kontras Polinomial Kadar Karbon Terikat
Dependent Mth KKT_SG KKT_SG KKT_SG KKT_TK KKT_TK KKT_TK KKT_AM KKT_AM KKT_AM Rsq d.f. F Sigf b0 b1 b2 -2.0850 13.4475 -.8787 -5.5850 .0862 4.6275 b3

LIN .000 6 QUA .442 5 CUB .987 4 LIN .495 6 QUA .791 5 CUB .979 4 LIN .037 QUA .046 CUB .629 6 5 4

3E-06 .999 53.8545 .0020 1.98 .233 51.7695 6.2570 99.91 .000 52.8050 -9.9658 5.89 .051 69.5525 9.45 .020 68.6738 62.56 .001 68.3600 .23 .650 .12 .889 2.26 .223 70.3610 70.4473 70.7500 1.0175 3.6537 8.5692 -.1515 -.4102 -5.1533

-3.4517

1.0458

-1.0092

116

Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik Untuk Daya Serap Iodium Arang Aktif a. Sidik Ragam Daya Serap Iodium Sumber DB JK KT Fhit Keragaman Perlakuan 11 180083,56 A 2 164556,99 82278,50 11364,43** B 3 4334,09 1444,70 199,54** AB 6 11192,48 1865,41 257,65** Galat 12 86,90 7,24 Total 23 180170,46

F Tabel 5% 1% 3,88 3,49 3,00 6,93 5,95 4,82

b. Uji Lanjut Tukey Daya Serap Iodium Faktor Rata-rata Klasifikasi Tukey SG0 321.8 a TK2 325.15 a TK1 334.25 bc SG1 342.45 cd TK0 351.15 d SG3 353.75 de SG2 390.9 f TK3 416.05 g AM0 524.1 h AM3 526.05 h AM1 528.3 h AM2 541.5 i Ket : Rata-rata dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh signifikan c. Persamaan Kontras Polinomial Daya Serap Iodium
Dependent DSIOD_SG DSIOD_SG DSIOD_SG Mth Rsq d.f. 6 5 4 6 5 4 6 5 4 F Sigf b0 330.580 316.130 321.800 328.810 355.760 351.150 527.155 522.180 524.100 b1 b2 b3

LIN .412 QUA .743 CUB .998

4.21 .086 7.24 .033 661.89 .000 3.08 .130 25.82 .002 292.52 .000 .59 .470 3.30 .122 16.63 .010

14.430 57.780 -14.450 -31.050 70.600 -18.900 18.560 -62.290 9.933 1.930 16.855 -13.225 26.950 -42.20 -4.975 23.825

DSIOD_TK LIN .339 DSIOD_TK QUA .912 DSIOD_TK CUB .995 DSIOD_AM LIN .090 DSIOD_AM QUA .569 DSIOD_AM CUB .926

15.367

-6.400

117

Lampiran 12. Hasil Analisis Statistik Untuk Daya Serap terhadap gas
a. Sidik Ragam Daya Serap metanol
Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan A B AB Galat Total DB 6 11 2 3 6 66 83 JK 1.49 453.91 341.91 24.690 69.69 25.48 480.88 KT 170.96 8.2 11.62 0.39 Fhi t 5% 438.36** 21.03** 29.79** 3.14 2.75 2.24 -

Arang Aktif

F Tabel 1% 4.95 4.10 3.09 -

b. Sidik Ragam Daya Serap CCl4


Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan A B AB Galat Total DB 6 11 2 3 6 66 83 JK 13.05 195.27 51.17 53.40 69.17 31.07 239.39 KT 25.59 17.80 11.53 0.47 Fhit 54.45** 37.87** 24.53** 5% 3.14 2.75 2.24 F Tabel 1% 4.95 4.10 3.09 -

c. Sidik Ragam Daya Serap CHCl3


Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan A B AB Galat Total DB 6 11 2 3 6 66 83 JK 12.14 468.77 387.60 27.38 27.15 9.56 490.47 KT 193.80 9.13 4.53 0.14 Fhit 1384.29** 65.21** 32.36** 5% 3.14 2.75 2.24 F Tabel 1% 4.95 4.10 3.09 -

d. Sidik Ragam Daya Serap Formaldehida


Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan A B AB Galat Total DB 6 11 2 3 6 66 83 JK 175.34 2227.64 2065.60 100.77 61.27 216.05 2619.03 KT 1032.8 33.59 10.21 3.27 Fhit 438.36** 21.03** 29.79** 5% 3.14 2.75 2.24 F Tabel 1% 4.95 4.10 3.09 -

e. Sidik Ragam Daya Serap Benzena


Sumber Keragaman Kelompok Perlakuan A B AB Galat Total DB 6 11 2 3 6 66 83 JK 2.76 216.98 7.81 81.38 112.20 65.27 285.01 KT 3.91 27.13 18.7 0.99 Fhit 438.36** 21.03** 29.79** 5% 3.14 2.75 2.24 F Tabel 1% 4.95 4.10 3.09 -

Anda mungkin juga menyukai