Esensi Politik
Di tengah persiapan mahasiswa alAzhar (baca: mahasiswa Indonesia) dalam menjelang ujian termin akhir mulai memanas, persaingan partai politik pun turut ikut memanasi Masisir seiring mendekatnya pesta demokrasi pemilu 2014. Secara serempak semua partai gencar menarik simpatisan guna mencari suara dan popularitas. Berbagai kampanye dilakukan. Sayangnya, sebagian partai mengimplementasikan politiknya secara praktis, memperjualkan agama di hadapan simpatisan, beranggapan bahwa methode perpolitikan yang diterapkan sesuai pembenaran Islam. Namun, sikap apatis mereka muncul ketika diajak dialog terkait pembenaran politik secara Islami. Acuh tak acuh. Tak luput dari itu semua, Indonesia sebagai negara penduduk terbanyak mayoritasnya Muslim, budaya dan tradisi yang beragam, serta ribuan suku dan ras yang berbeda-beda. Tentunya Indonesia sangat memiliki peran penting di kancah dunia Islam, terutama dilihat dari sisi politiknya. Apakah implementasi perpolitikan yang selama ini terjadi di Bumi pertiwi sesuai dengan ajaran Rasulullah dan para Sahabatnya? Syekh Usamah Sayyid al-Azhari pernah berkata Allah SWT marah kepada orang yang mengambil agama sebagai mainan, sementara sebagian orang mengambil agama sebagai wasilah atau alat untuk kepentingan-kepentingan politik. Ungkapan diatas sudah menjadi barang realita bahwa politik selalunya mencakar segala cara untuk kemenangan partainya. Sehingga tak ayal intensitas partai mereka melambung tinggi, sementara status agama mereka sudah tercoreng dari nama baik Islam. Lantas, dengan demikian apakah mereka yang ngakunya partai Islamisasi yang tabu sebaiknya tidak diperuntunkan menguasai kursi-kursi pejabat, disamping cara pola pikir dan gaya implementasi perpolitikannya yang berbeda dan mengundang anarkisme masyarakat? Pada hakikatnya, semuanya sah-sah saja, terlebih ia yang nantinya menduduki kekuasaan harus melayani umat bukan hanya golongannya saja. Namun yang mesti digaris bawahi adalah merubah pola pikir fanatik yang mewabah dalam dirinya. Berangkat dari itu semua TROBOSAN di edisi sekarang cukup lumayan berbeda dari edisi sebelumnya, karena TROBOSAN di Edisi khusus sekarang menyajikan opini-opini terkait perpolitikan dan Masisir yang kini menjadi bahan sorotan nusantara. Menyaksikan aksi unjuk gigi semua partai ketika berkampanye, juga berdampak pada praktik poliitik. Lantas penerapan politik seperti apakah yang dinilai cara berpola pikirnya tidak selayaknya gambaran diatas? Kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami nantikan. Karena dengan kritik dan saran andalah kami akan bangkit dan berdiri untuk mendongkrak semangat penulis dan khususnya para kru TROBOSAN. Terima kasih kami ucapkan dari lubuk hati kami yang paling dalam, atas saran dan kritik yang telah anda sampaikan pada kami selama ini. Selamat membaca! []
Sekapur Sirih, Esensi Politik Halaman 2 Sikap, Menyoal Kepekaan Masisir Halaman 3 Opini I, Masisir, Antara Apatisme dan Sikap Positif Halaman 4 Opini II, Masisir Berpolitik, Why Not? Halaman 5 Opini III, Masisir Berpolitik, Pentingkah? Halaman 6 Opini IV, Al-Quran Itu Pedoman, Bukan Mainan! Halaman 7 Opini V, Bagaimana Hubungan Ideal Mahasiswa Dengan Politik? Halaman 8,14 Opini VI, Politik Aktif Dua Arah Halaman 9 Opini VII, Masisir dan Politik Halaman 10 Opini VIII, Masisir, Antara Politik dan Ideologi Halaman 11, 14 Opini IX, Realitas Kita & Urgensi Politik Tingkat Tinggi Halaman 12, 15 Opini X, Politik Untuk Mahasiswa, Edukasi atau Indoktrinasi? Halaman 13, 14
Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Heni Septianing Pemimpin Redaksi: Supriatna. Pemimpin Perusahaan: Ainun Mardiyah. Dewan Redaksi: Tsabit Qodami, M. Hadi Bakri. Reportase: Abdul Latif Harahap, Ahmad Ramdani, Fachry Ganiardi, Rijal W. Rizkillah, Thaiburrizqi Ananda Hafifuddin, Zammil Hidayat, Ahmad Bayhaqi, Ikmal Al Hudawi, Aulia Khairunnisa, Isti`anah, Difla Nabila, Maimunah Hamid, Ukhti Muthmainnah Hamid,. Editor: Fahmi Hasan Nugroho. Lay Outer: Abdul Malik Pembantu Umum: Keluarga TROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: terobosanmasisir@yahoo.com. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01158270269 (Heni), 01122217176 (Fahmi), 01110578138 (Ainun)
Doc. Google.com
Seharusnya wajah perpolitikan tanah air yang sudah tercoreng itu membuat Masisir lebih kritis. Idealnya, mahasiswa merupakan kaum cerdik pandai yang menjadi saluran penyambung antara penguasa (baca: pejabat pemerintahan) dengan masyarakat biasa. Menutup mata akan fenomena perpolitikan-yang nantinya mengesahkan pejabat pemerintahan- berarti menyumbat saluran antara pemerintah dan masyakarat. Mirisnya, fenomena itu mulai nampak batang hidungnya di Mesir. Lihat saja yang nampak sekarang, hubungan Masisir dengan KBRI misalnya, hanyalah sebatas birokrasi dan hubungan yang hanya tersambung dengan proposal dan dana. Jika kita lihat pada skala yang lebih kecil, dalam dinamika perpolitikan Masisir yang disetir oleh PPMI misalnya. Saat ini, siapakah yang masih peduli dengan induk organisasi Masisir tersebut? Banyaknya permasalahan dalam tubuh PPMI yang diekspos oleh media tak lebih menjadi angin lalu. DPP PPMI yang tiba-tiba berubah menjadi broker dadakan, carut marut Camaba yang selalu berulang dan tak kunjung terselesaikan. Perjalanan SGS yang semakin jauh dari relnya, dan semakin hari semakin nampak cacatnya. Namun siapa lagi yang mau peduli? Mau tak mau awak media gigit jari, berita yang seharusnya mencambuk kepekaan Masisir itu tidak mendapat feed back yang setimpal dengan harapan.
Rubrik Sikap adalah editorial buletin TROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TROBOSAN terhadap suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.
ini jadi
Doc. Google.com
hal menpembela-
Salah satu penafsiran yang muncul adalah pengkaitan nomer urut surat di dalam al -Quran dengan nomor urut sebuah partai. Mereka dengan sengaja tanpa memperhatikan beberapa syarat dan ketentuan kaidah penafsiran, mencoba -lebih tepatnya memaksakan untuk mengambil kesimpulan antara makna surat tersebut dengan partai yang dimaksud. Hal ini tentunya tidak dibenarkan, karena semua kesimpulannya benar-benar tidak rasional. Semua penafsiran tersebut secara langsung untuk meraup simpati masyarakat, karena mungkin jika dikaitkan dengan al Quran maka akan memunculkan nilai atau kesan lebih baik. Contohnya ketika ada salah satu partai yang bernomer urut 24, maka sebagian mereka (red: oknum) mengaitkan nomer tersebut dengan surat yang ada di dalam al-Quran yang di mana surat ke-24 adalah surat al-Nur. Sehingga mereka pun mengambil kesimpulan bahwa partai tersebut dalam segala hal seperti cahaya. Jika memang seperti itu, berarti partaipartai lain selain partai tersebut adalah kegelapan? Apakah ada syarat atau tahapan -tahapan di mana sebuah partai bisa dikatakan partai yang bercahaya? Sungguh tidak masuk akal. Bisa jadi ada partai lain yang sepak terjangnya sebaik partai tersebut atau mungkin lebih baik sehingga lebih pantas disebut partai yang bercahaya. Ada lagi sebagian simpatisan (red: oknum) partai PAN yang mengajak masyarakat untuk mendukung mereka karena di dalam al-Quran hanya partai tersebut yang disebut, Kullu man alaihaa faan.
jelasannya di dalam agama Islam. Bahkan salah satu sabda Rasulullah Saw. ada yang mengandung kata siyasah atau politik. Kaanat banu Israil tasuusuhum al-Anbiya (HR. Bukhari). Pada akihirnya kita bisa mengambil beberapa poin penting. Pertama, agama dan politik benar-benar tidak bisa dipisahkan seperti halnya yang dipahami orang-orang liberal. Namun sebaliknya, karena sifat agama Islam yang universal, maka politik pun termasuk cakupannya, sebagaimana yang dikatakan Syeikh Ghadlban bahwa politik dengan segala apa yang terkait dengannya harus dikontrol atau di bawah naungan hukum syari. Kedua, sebagai insan akademis, kita secara tidak langsung bertanggungjawab dengan hal-hal yang terjadi di Indonesia, khususnya pesta demokrasi. Jika ada hal yang mengganjal atau bertentangan dengan agama, maka seyogyanya kita meluruskannya meski melalui tulisan yang mungkin tidak dibaca banyak orang, tapi kita minimal sudah memberikan kontribusi positif untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Ketiga, bagi partai yang merasa menjadi representasi dari agama, maka perlu hatihati dalam melangkah. Karena menurut saya, dewasa ini agama bukan lagi menjadi pedoman untuk berpolitik, tapi sebagai alat berpolitik. Hal inilah yang ditakutkan, karena jika ada kebijakan-kebijakan yang jauh dari nilai dan norma agama, maka masyarakat pun akan memandang negatif, bukan kepada partai saja tetapi juga pada agama itu sendiri. *Penulis adalah Mahasiswa tingkat akhir jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin.
Express Copy
Menerima segala jenis fotokopi Mahatthah Mutsallas, Hay `Asyir Building 102 Sweesry. Hp: 01001726484
Doc. Google.com
sejahtera, tanggung jawab tersebut telah kita lakukan dalam bentuk partisipasi aktif dalam Pemilihan Umum Legislatif pada 5 April kemarin. Pada hari itulah tonggak perjuangan dan penentuan nasib Indonesia selama lima tahun kedepan ditentukan. Dalam diri para politisi itulah amanat rakyat dititipkan. Mahasiswa yang notabene sebagai agen perubahan harus turut ambil bagian dalam mengembalikan cita -cita Indonesia sebagaimana yang dahulu diharapakan oleh para pendiri Bangsa yaitu; menjadikan pancasila sebagai jati diri bangsa dan dasar kehidupan bersama. Kita harus bergandeng tangan bersama dalam merekonstruksi pola pikir masyarakat Indonesia dari kepura puraan menjadi keterusterangan. Konsistensi gerakan perubahan dalam merekonstruksi pola pikir masyarakat di Indonesia inilah yang harus kita mulai dari sekarang. Tak hanya bermodal keluasan ilmu pengetahuan, idealisme yang bercokol dalam pikiran, melainkan partisipasi dan terjun ke dalam arena politik praktis pun kelak bisa jadi akan menelurkan gagasan-gagasan baru bagi pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Bukan akan menghancurkan kesakralan nama besar al-Azhar, melainkan kita
-To dan IngSelepas mencoblos di KBRI, To bertemu Ing lalu mengobrol santai. To : (menoleh kanan-kiri, lalu berbisik)Eh, ngomong-ngomong tadi lu nyoblos siapa? Ing : (dengan suara rendah) ssstt! Gue coblos pake istikhoroh lho. To : Jadi, lu coblos siapa? Ing : Itu jelas... Orang yang muncul di mimpi gue semalem! To : Subhanallah... emang lu mimpi ketemu siapa? Ing : (tersenyum mantap) Michael Jakson! To : (menjitak kepala Ing)Gubrak! Lu harusnya milih pake hati. Kayak gue! Ing : Gimana caranya tuh? To : Yah, sekarang kan banyak orang tertipu sama pencitraan, penampilan luar, cuma liat pake mata! Gue kan mahasiswa yang berhati mulia. Jadi nyoblos gak pake mata, tapi pake hati, bro! Ing : Wah, sumpah, lu keren! Terus lu coblos yang mana? To : Meneketehe! Kan gue nyoblos pake hati, gak pake mata. Ya gue nyoblos sambil merem! []