Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar belakang Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah merupakan suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannnya adalah sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan keseluruhan, khususnya terhadap darah sendiri. Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau ribosom. Sel darah merah tidak dapat bereproduksi atau melakukan fosforilasi oksidatif sel atau sintesis protein. Sel darah merah mengandung protein hemoglobin, yang menganjut sebagaian besar oksigen dari paru ke sel-sel diseluruh tubuh. Hemoglobin menempati sebagian besar ruang intrasel eritrosit. Sel darah merah diproduksi di dalam sumsum tulang yang berespon terhadap fakto pertumbuhan hemopoetik, terutama eritropoetin, dan memerlukan zat besi, asam folat serta vitamin B12 untuk melakukan sintesis. Pada saat sel darah merah hampir matang, sel akan dilepaskan keluar dari sumsum tulang, dan mencapai fase matang di dalam aliran darah, dengan masa hidup sekitar 120 hari. Selanjutnya, sel ini akan mengalami disentigrasi dan mati. Sel darah merah yang mati diganti sel-sel baru yang dihasilkan dari sumsum tulang. Jika sel darah merah yang mati dalam jumlah yang berlebihan, sel darah merah yang belum matang akan dilepas dalam jumlah yang lebih banyak dari normal,akibatnya meningkatkan kadar retikulosit yang bersirkulasi yang dikenali sebagai salah satu jenis anemia.

B. Rumusan masalah 1. Bagaimana fisiologi sel darah merah? 2. Bagaimana konsep dasar penyakit anemia defisiensi besi? 3. Bagaimana askep pada pasien dengan anemia defisiensi besi?

C. Tujuan 1. Tujuan umum Memenuhi tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah imun dan hematologi. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui fisiologi sel darah merah b. Mengetahui konsep dasar penyakit anemia c. Mengetahui askep pada pasien anemia

BAB II PEMBAHASAN A. Fisiologi sel darah merah Volume darah manusia sekitar 8% dari berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Sel darah merah atau eritrosit berbentuk cakram bikonkaf yang tidak berinti dan berdiameter sekitar 8 m. Namun sangat fleksibel, sehingga mampu melewati kapiler yang diameternya 4 m, tebal bagian tepi 2 m, pada bagian tengah tebalnya hanya 1 m atau kurang. Membran sel darah merah sangat tipis,sehingga gas seperti oksigen dan karbondioksida dapat dengan mudah berdifusi melaluinya. Sel darah merah dewasa terdiri atas hemoglobin, yang menyusun sampai 95% massa sel. Sel ini tidak mempunyai inti dan hanya sedikit memiliki enzim metabolisme dibandingkan sel lainnya. Adanya sejumlah besar hemoglobin memungkinkan sel ini menjalankan fungsi utamanya, yaitu sebagai alat pengangkut oksigen antara paru dan jaringan. 1. Karakteristik sel darah merah Sel darah merah berukuran kecil, berbentuk diskus bikonkaf(dua sisi) seperti donat tanpa lubang ditengahnya dan tidak memiliki inti. Area permukaan sel darah merah yang tinggi memungkinkan untuk proses difusi cepat oksigen dan karbondioksida, sementara ukurannya yang kecil (berdiameter 7 m) dan relatif fleksibel memungkinkan SDM untuk menyelip masuk ke dalam pembuluh darah kapiler bahkan yang berukuran terkecil tanpa kerusakan. 2. Hemoglobin Hemoglobin terdiri dari materi yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam satu sel darah merah. Setiap hemoglobin memiliki empat tempat pengikatan untuk oksigen. Oksigen yang terikat dengan hemoglobin disebut oksihemoglobin. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan ke udara (Elizabeth J. Corwin. Hlm 401).

3. Produksi sel darah merah Sel darah merah kira-kira 5 juta/mm2 darah pada rata-rata orang dewasa. Darah merah berumur 120 hari, keseimbangan tetap dipertahankan antara kehilangan dan penggantian sel setiap hari. Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon glikoprotein, suatu eritroppetin yang berasal dari ginjal. Pembentukan eritropoetin dipengaruhi hipoksia jaringan (kekurangan kadar oksigen dalam darah). Pembentukan sel darah merah dimulai dari adanya proeritoblast yang kemudian berdifrensiasi menjadi eritoblast di dalam sumsum tulang. Eritolast (sel berinti yang dalam proses pematangan di sumsum tulang menimbun hemoglobin) pada 24 jam kemudian menjadi basofil eritoblast dan pada hari berikutnya menjadi polikromatofil eritroblast. Selanjutnya nukleus keluar dari inti sel pada hari ke-4 (Price,1995). Pada hari berikutnya sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit sumsum tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah belum matang dan mengandung jala yang terdiri atas serat-serat retikular. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selam 24 sampai 48 jam pematangan. Retikulum kemudian larut dan menjadi sel merah yang matang. Pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit yang disertai dengan menghilangnya material berwarna gelap dan sedikit penyusutan ukuran. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi (Arif Muttaqin. Hlm 385). 4. Pemecahan sel darah merah Apabila sel darah merah mulai berdidintegrasi pada akhir masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan hemoglobinya ke dalam sirkulasi. Hemoglobin diuraikan di hati dan limpa. Molekul globulin di ubah menjadi asam-asam amino yang digunakan kembali oleh tubuh. Besi disimpan di hati dan limpa sampai digunakan kembali.sisa molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, kemudian diekskresikan melalui feses sebagai empedu atau urine. Normalnya kecepatan pemecahan sel darah merah sama dengan kecepatan sintesis. Dalam kondisi tertentu, proses sintesis atau pemecahan melebihi satu sama lain (Elizabeth J. Corwin, hlm 401). Sisa hem dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin atau warna kuning empedu dan biliverdin, yaitu warna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar (Kus irianto. Hlm 81).

B. Konsep Penyakit Anemia defisiensi besi 1. Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik-hipokromik yang terjadi akibat defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan darah secara lambat dan kronis. Zat besi adalah komponen esensial hemoglobin yang menutupi sebagian besar sel darah merah (Elizabeth J. Corwin, hlm 427). Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal. Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia paling sering pada semua kelompok umur (arif muttaqin, hlm 408). 2. Etiologi Ada beberapa keadaan yang memungkinkan terjadinya defisiensi besi, meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Perdarahan, misalnya ulkus, gastritis atau tumor saluran pencernaan, hemorhoid, dan infeksi cacing tambang, hematuria, hemoptoe. b. Malabsorbsi besi, besi tidak dapat diabsorbsi dengan baik bila klien diet dengan serat sangat tinggi, serta kondisi gastrektomi. c. Menoragia (menstrusi berlebihan), setiap mili liter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun, wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat. Hal ini terjadi karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat, fetus, serta untuk mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan. d. Klien dengan alkoholisme kronis sering mengalami kekurangan asupan besi dan kehilangan zat besi akibat hilangnya darah dari traktus gastrointestinal sehingga menimbulkan anemia. e. Kebuthan besi meningkat seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan f. Faktor nutrisi, akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak mengandung serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).

3. Tanda dan Gejala a. Gejala umum Gejala umum pada anemia defisiensi besi jika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl, berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunangkunang, telinga mendenging, serta telapak kaki dan tangan dingin. Pada anemia defisiensi besi, gejala seringkali tidak ada gejala yang mencolok, karena hemoglobin turun dengan perlahan. b. Gejala khas 1. Koilorikia : kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok. 2. Atrofi papila lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang, lidah tampak pucat, berwarna merah daging, meradang dan sakit. 3. Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. 4. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. 5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida c. Gejala dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi, misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning. 4. Patofisiologi dan Nursing pathway Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer, sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya.

Nursing pathway
perdarahan Malabsorbsi zat besi Faktor nutrisi Kebutuhan meningkat

Jumlah eritrosit berkurang

Kadar besi tubuh turun

Cadangan besi tubuh kurang

Kadar Hb turun bersamaan dgn penurunan eritrosit anemia

Produksi eritrosit & hemoglobin sedikit bahkan abnormal

RR meningkat

Sedikit oksigen yang dikirimkan ke jaringan

Perfusi GIT kurang

Hipoksia jaringan Pola napas tidak efektif Mekanisme kompensasi tubuh : Peningkatan curah jantung,meningkatkan pelepasan O2 & Hb, mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ vital Anoreksia,naus ea, konstipasi / diare, stomatitis, BB turun

Kondisi & prognosis

Ansietas HR, beban kerja jantung,hipertr opi ventrikel, curah jantung Penurunan perfusi jantung

Nutrisi kurang dari kebuthan tubuh

Aliran darah sistemik tdk adekuat

Aliran jantung,otak tdk adekuat

Kelemahan fisik Sakit kepala,iskemia,miokard Gg. Pemenuhan ADL

ketidakefektifan Perfusi jaringan

5. Komplikasi a. Nilai hemoglobin kurang dari 5 g/100 mL dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian. b. Takikardi c. Gangguan kehamilan d. Gangguan pertumbuhan dan mudah terkena infeksi bila terjadi pada anak.

6. Pemeriksaan penunjang a. Analisis darah memperlihatkan anemia dengan sel mikrositik (MCV < 87) dan penurunan besi serum. Kapasitas pengikatan besi dalam darah meninggi karena protein yang berikatan dengan besi kurang dari kebutuhan. b. Pemeriksaan feses untuk mencari darah samar mungkin positif, yang mengisyaratkan perdarahan atau karsinoma saluran cerna. c. Studi sumsum tulang memperlihatkan simpanan zat besi menipis atau tidak ada(yang dilakukan saat pewarnaan) dan hiperplasia normoblastik d. Kadar serum feritin, jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai dengan 60 Ug/dl. e. Protoporfirin eritrosit meningkat(>100 Ug/dl). 7. Penatalaksanaan Kecuali pada kasus kehamilan, penting dicari penyebab defisiensi besi. Anemia bisa merupakan tanda adanya keganasan gastrointestinal yang dapat

disembuhkan, kelainan uterus atau kanker. Spesimen tinja harus diperiksa untuk menemukan perdarahan tersembunyi. Berbagai penangananan yang dapat dilakukan antara lain : a. Terapi kausal Terapi kausal bergantung pada penyebabnya, misalnya pengobatan cacing tambang, hemoroid,dan menoragia. b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh 1. Besi peroral Lebih murah dan aman dibandingkan parenteral. Besi oral harus memenuhi syarat bahwa tiap tablet atau kapsul 50-100 mg besi elemental yang mudah dilepaskan dalam lingkungan asam, mudah diabsorbsi dalam bentuk fero, dan kurang efek samping. Ada empat jenis yaitu sulfat,

glukonat, fumarat, suksinat. Pengobatan diberikan sampai enam bulan sampai kadar HB normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. 2. Besi parenteral Diberikan bila ada indikasi seperti malabsorbsi, kurang toleransi melalui oral, klien kurang kooperatif, dan memerlukan peningkatan HB secara cepat. Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex dan iron sorbitol citic acid complex yang dapat diberikan secara IM atau IV. Efek samping pemberian intramuskular biasanya sakit pada bekas suntikan sedangkan intravena bisa terjadi renjatan atau tromboplebitis. c. Pengobatan lain 1. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi yang tinggi protein terutama protein hewani. 2. Vitamin C diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi 3. Transfusi darah, indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah : a. Adanya penyakit jantung anemik b. Anemia yang simptomatik c. Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat C. Askep anemia defisiensi besi 1. Pengkajian keperawatan Pada anemia, karena semua sistem organ terlibat, maka dapat dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas. Oleh krena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang dikirimkan ke jaringan. a. Anamnesis 1. Keluhan utama. Pada klien anemia biasanya mengeluhkan cepat lelah. 2. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi tanda dan gejala penurunan kadar eritrosit dan hemoglobin dalam darah, yaitu kelemahan fisik, pusing dan sakit kepala, gelisah, takikardia,

diaforesis,pucat dan gejala anemia lainnya. Namun, pengurangan hebat jumlah sel darah merah dalam waktu beberapa bulan memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri dan biasanya klien asimtomatik.

3. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: a. Apakah klien sebelumnya pernah menderita anemia? b. Apakah meminum obat tertentu dalam waktu yang lama? c. Apakah pernah menderita penyakit malaria? d. Apakah pernah mengalami pembesaran limfe? e. Apakah pernah mengalami penyakit keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia, dan multiple meiloma? f. Apakah pernah kontak dengan zat kima toksik, dan penyinaran dengan radiasi? g. Apakah pernah mengalami penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati? h. Apakah pernah mengalami kekurangan vitamin penting, seperti vitamin B 12, asam folat, vitamin C dan besi. 4. Psikososial Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri. Interaksi sosial ; stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping dengan stresor yang ada.

b. Pemeriksaan fisik Keadaan umum klien pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk

memperbesar pengiriman oksigen ke 0rgan-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu,dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa bibir serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan. 1. B 1 (breathing) Dispnea(kesulitan bernapas),napas pendek dan cepat lelah waktu

melakukan aktivitas merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen. 2. B 2 (bleeding)

Takikardia dan bising jantung menggambarkan beban kerja jantung yang meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan, serta membran mukosa bibir dan konjungtiva. Pada anemia berat, dapat menimbulkan gagal jantung kongestif akibat otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. 3. B 3 (brain) Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing, kelemahan, dan tinitus (telinga berdenging). 4. B 4 (bladder) Gangguan ginjal, penurunan produksi urine 5. B 5 (bowel) Penuruna intake nutrisi disebabkan anoreksia, nausea, konstipasi atau diare, serta stomatitis (sariawan lidah dan mulut). 6. B 6 (bone) Kelemahan dalam melakukan aktivitas c. Pemeriksaan diagnostik 1. Jumlah darah lengkap di bawah nilai normal (hemoglobin, hematokrit, trombosit dan sel darah merah). 2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi zat besi 3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa 4. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin 5. Aspirasi sumsum tulang, sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk 6. Tes Schilling digunakan untuk mendiagnosis defisiensi vitamin B12 2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya pengangkutan oksigen ke jaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah merah di sirkulasi. b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan respon peningkatan frekuensi pernapasan. c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake, mual dan muntah. d. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi krisis, ancaman atau perubahan kesehatan.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan dengan kebutuhan oksigen tubuh ditandai dengan lemah dan letih.

3. Perencanaan Keperawatan Dx
A

Tujuan dan KH
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam perfusi perifer meningkat KH : klien tidak mengeluh pusing, TTV normal, konjungtiva merah, CRT<3 detik, urine>600 ml/hari

Intervensi
1. Kaji status mental klien secara teratur 2. Kaji faktor yang menyebabkan penurunan sel darah merah/Hb 3. Kaji warna kulit,suhu,sianosis,nadi perifer,dan diaforesis secara teratur 4. Pantau urine output 5. Catat adanya keluhan pusing 6. Pantau frekuensi jantung dan irama 7. Berikan makanan kecil/mudah dikunyah tapi sering, batasi asupan kafein 8. Kolaborasi pemberian transfusi darahPertahankan cara masuk heparin IV sesuai indikasi 9. Pemantauan laboratorium

Rasional
1. Mengetahui derajat hipoksia otak. 2. Menentukan penatalaksanaan yang tepat sesuai penyebab. 3. Mengetahui derajat hipoksia dan tahanan perifer. 4. Penurunan curah jantung menurunkan produksi urine(syok kardiogenik). 5. Pusing menandakan penurunan suplai darah ke jaringan otak 6. Perubahan menunjukkan disritmia. 7. Makanan besar meperberat kerja jantung, kafein mempercepat kerja jantung. 8. Memenuhi kekurangan sel darah 9. Melihat perkembangan pasca intervensi 1. Indikasi edema paru akibat dekompensasi jantung 2. Mengetahui kelebihan volume cairan 3. Mengetahui penuruna curah jantung 4. Perubahan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan 5. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh 6. Mengurangi beban kerja jantung , menurunkan volume plasma 7. Hipokalemia dapat

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas KH : klien tidak sesak napas,RR normal(16-24 kali/menit)

1. Auskultasi bunyi napas (krakels) 2. Kaji adanya edema 3. Ukur intake dan output 4. Timbang berat badan 5. Pertahankan pemasukan total cairan 2.000/hari sesuai toleransi kardiovaskuler 6. Kolaborasi diet rendah garam,pemberian diuretik, 7. Pantau data laboratorium elektrolit kalium

membatasi keefektifan terapi

Dx C

Tujuan dan KH
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan nutrisi. KH : klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan nutrisi sesuai anjuran,asupan meningkat pada porsi yang disediakan.

intervensi
1. Jelaskan manfaat makan bila dikaitka dengan kondisi klien saat ini. 2. Anjurkan klien memakan makanan yang disediakan RS. 3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan keadaan hangat dengan prinsip TKTP. 4. Libatkan keluarga klien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak bertentangan dengan penyakitnya. 5. Ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan. 6. Beri motivasi dan dukungan psikologis 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian makanan, pemberian multivitamin.

Rasional
1. Klien menjadi lebih kooperatif. 2. Menghindari makanan yang mengganggu penyembuhan. 3. Meningkatkan selera, mencegah mual dan mempercepat perbaikan gizi. 4. Membantu proses pemenuhan nutrisi sesuai kebiasaan dirumah. 5. Oral hygiene meningkatka nafsu makan. 6. Meningkatkan motivasi klien. 7. Memenuhi keseimbangan gizi sesuai status klien dan memperbaiki daya tahan. 1. Cemas berkelanjutan berdampak negatif. 2. Menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah. 3. Meningkatkan marah dan menurunkan kerjasama. 4. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. 5. Menurunkan ketakutan. 6. Orientasi dapat menurunkan kecemasan. 7. Menghilangkan ketegangan. 8. Mengalihkan dan mnurunkan perasaan terisolasi. 9. Meningkatkan

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang. KH : klien mengatakan kecemasan berkurang,mengenal perasaannya,dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya,kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.

1. Bantu klien mengekspresikan perasaan. 2. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan. 3. Hindari konfrontasi 4. Beri lingkungan yang tenang dan nyaman. 5. Tingkatkan kontrol sensai klien/managemen relaksasi. 6. Orientasikan klien pada prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. 7. Beri kesempatan klien mengungkapkan kecemasannya. 8. Berikan privacy untuk klien dan orang terdekat. 9. Kolaborasi pemberian antiansietas.

relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Dx E

Tujuan dan KH
Tujuan : kemampuan ADL klien meningkat. KH : klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat,terutama mobilisasi ditempat tidur.

Intervensi
1. Catat frekuensi dan irama jantung serta perubahan TD selama dan sesuadah aktivitas. 2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas,dan berikan aktivitas senggang yang bisa ditoleransi. 3. Anjurkan klie untuk menghindari peningkatan abdomen, misalnya mengenjan saat defekasi. 4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Contoh : bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama sejam setelah makan. 5. Pertahankan tirah baring selama klien sakit. 6. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis. 7. Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi. 8. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas. 9. Selama aktivitas kaji EKG,dispnea,sianosis,kerj a dan frekuensi napas,serta keluhan subyektif.

Rasional
1. Respon terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium. 2. Menurunkan kerja miokardium. 3. Mengejan dapat mengakibatkan peningkatan TD. 4. Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,meningkatka n regangan,mencegah aktivitas berlebih. 5. Mengurangi beban kerja jantung. 6. Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran vena balik. 7. Mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan aktivitas. 8. Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung. 9. Melihat dampakdari aktivitas terhadap fungsi jantung.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal. Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia paling sering pada semua kelompok umur. Penyebabnya bisa perdarahan, malabsorbsi besi, dan klien dengan gaya hidup alkoholisme. Penatalaksanaan tergantung pada penyebab yang menyebabkan defisiensi besi, preparat yang digunakan yaitu zat besi, baik secara oral maupun parenteral, serta pengobatan lainnya seperti transfusi darah jika dibutuhkan. B. Saran Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran khususnya dalam mata kuliah Keperawatan IMUN DAN

HEMATOLOGI II, Selain itu diperlukan lebih banyak referensi dan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta ; EGC Handayani Wiwik, Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem HEMATOLOGI. Jakarta ; Salemba Medika Irianto Kus. 2004. Struktur dan Fungsi tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung ; YRAMAWIDYA Muttaqin Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta ; Salemba Medika Nanda internasional alih bahasa sumarwi made, dkk. 2010. Dianosis keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta; EGC Reedeer. Sharon , Martin dkk. 2003. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita Bayi dan Keluarga. Volume 2 Edisi 18. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai