Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 24

Disusun oleh : Nama NIM Kelompok Tutor : Felicia Ivanty : 04111401002 : B2 : dr. Junaidi AR, SpPD (K)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

Data Tutorial Tutor Moderator Sekretaris Meja Notulis Hari, Tanggal : dr. Junaidi AR, SpPD (K) : Tatia Indira : Ferina Auliasari Pohan : Kristian Sudana : Senin, 1 April 2014 Rabu, 3 April 2014

Skenario A blok 24 2014 Reygen, anak laki laki usia 11 buan, dibawa ibunya ke klinik karena BAB cair selama 3 hari 4-5x/ hari @ 1-2 sendok makan, kuning, tidak ada lendr, dan tidak ada darah. Tidak ada muntah. Sebelumnya, ia juga pernah mengalami diare pada usia 3 bulan, 8 bulan, dan 10 bulan. Reygen lahir normal, spontam, cukup bulan ditolong idan dengan berat lahir 2800 gram , panjang lahir 47 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. Reygen saat ini mengalami keterlambatan perkembangan, baru bisa merangkak dan duduk pada umur 9 bulan, tapi sejak sakit duduk harus dibantu Riwayat nutrisi sebelum sakit: ASI eksklusif dari lahir sampai umur 3 bulan, lalu usia setelah 3 bulan sampai sekarang: susu formula standar merk S 6x sehari @2 sendok takar dicampur air panas sampai 90 ml, dan bubur bayi beras merah merk C 3 kali 1 sachet sehari @20 gram (80 kalori). Menurut ibunya, cara membuat campuran susu formula sudah benar. Ibu tidak pernah membuat bubur bayi rumahan dan lebih suka memakai bubur bayi pabrikan. Reygen sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT2x, Hepatitis2x, dan polio 1x Reygen dilahirkan dari keluarga : ayah 35 tahun, tidak tamat SD dan tukang becak, ibu usia 32 tahun, tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang (usia 7,5, dan 3 tahun). Rumah masih menyewa, 3m x 7m, ventilasi jendela cukup, lantai semen, sumber air minum sumur gali, jarak sumur dengan MCK 6 meter. Pemeriksaan Fisik: kelihatan sangat kurus, kompos mentis, denyut nadi 124x/menit, isi tegangan cukup, pernapasan 30 x/menit, suhu 36,8 oC, setelah pengukuran antropometri: BB 5150 gram, PB 70cm, LK 46 cm, wajah seperti orang tuam tudaj ada dismorfik, mata tidak ada tanda defisiensi vitamin A, tidak ada edema, iga gambang, perut cekung, lengan tungkai kurus, terdapat baggy pants.

Klarifikasi istilah 1. Diare: Pengeluaran tinja berair berkali kali yang tidak normal 2. Keterlambatan Perkembangan: Tidak tercapainya tahap perkembangan sesuai usia anak 3. ASI eksklusif: Pemberian ASI sebagai sumber makanan tunggal selama 6 bulan 4. Susu formula: Susu dengan bahan dasar susu sapi yang telah dimofidikasi 5. BCG: Basil Calmette Guerin, imunisasi untuk tuberculosis 6. DPT: Diphteria Pertussis Tetanus 7. Antropometri: Pengukuran dimensi tubuh manusia seperti berat, tinggi, volume, dan lain lain 8. Iga Gambang: Iga yang menonjol akibat kurangnya lemak sub kutan 9. Dismorfik: Kelainan perkembangan morfologi 10. Baggy Pants: Gambaran kulit bagian bokong dan paha seperti memakai celana kedodoran 11. Perut cekung: Scaphoid, berbentuk seperti perahu Analisis Masalah 1. Reygen, anak laki laki usia 11 buan, dibawa ibunya ke klinik karena BAB cair selama 3 hari 4-5x/ hari @ 1-2 sendok makan, kuning, tidak ada lendr, dan tidak ada darah. Tidak ada muntah. a. Apa makna klinis BAB cair selama 3 hari 4-5x hari @ 1-2 sendok makan, kuning tidak ada lender, dan tidak ada darah dan tidak ada muntah? Reygen, anak laki laki usia 11 buan, dibawa ibunya ke klinik karena BAB cair selama 3 hari 4-5x/ hari @ 1-2 sendok makan, sebelumnya pernah mengalami diare pada usia 3 bulan, 8 bulan dan 10 bulan. Hal ini menunjukkan Reygen mengalami diare berulang (4 kali dalam 11 bulan). BAB cair warna kuning berarti ini adalah diare, bukan kolera (warna cucian beras), tidak ada lendir dan darah menunjukkan ini bukan disentri.

b. Apa etiologi dan bagaimana mekanisme dari keluhan utama?

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab: 1. Secara Enteral: a. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas b. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

c. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides

stercoralis d. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. 2. Parenteral: Otitis media akut, pneumonia. Travellers diarrhea: E. coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll. a. Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/ toksin: Clostridium perfringens, B. cereus, S. aureus, Streptococcus anhaemolytics dll. b. Alergi: susu sapi, makanan tertentu c. Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa), trigliserida disakarida protein: (sakarosa, asam amino laktosa), tertentu, lemak: celiac rantai sprue panjang gluten

malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral. 3. Imunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombination 4. Terapi obat: antibiotic, kemoterapi, antacid, dll 5. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi 6. Lain-lain: diabetic) Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomic (neuropati

Patofisiologi Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut: 1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic; 2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3) Malabsorbsi asam empedu, malabsorpsi lemak; 4) Defek system pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit; 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6) Gangguan permeabilitas usus; 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
4

1. Gangguan osmotic Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik intralumen dari usus halus meningkat yang disebabkan oleh obatobat/zt kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa/galaktosa) sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Diare tipe ini disebabkan meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone, reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat. 3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006). 4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006). 5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006). 6. Gangguan permeabilitas usus Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006). 7. Diare inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010). 8. Diare infeksi Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata, 2006).

Patogenesis Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host).Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktor daya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora normal usus. Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi V.cholera.Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit.Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal. Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.

Berdasarkan kemampuan invasi kuman menembus mukosa usus, bakteri dibedakan atas: 1) Bakteri non-invasif (enterotoksigenik) Misalnya V. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli (ETEC) dan C. perfringens tidak merusak mukosa, mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi yang mengaktivasi sekresi anion klorida dari sel ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion bokarbonat, natrium dan kalium sehingga tubuh akan kekurangan cairan dan elektrolit yang keluar bersama tinja. 2) Bakteri enterovasif Misalnya Enteroinvasive E. Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, dan C. perfringens type CV. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli dan C. perfringens. Dalam hal ini, diare terjadi akibat nekrosis dan ulserasi dinding usus. Sifat diarenya sekretorik eksudatif., dapat tercampur lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare koleriformis.

c. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan utama?

2. Sebelumnya, ia juga pernah mengalami diare pada usia 3 bulan, 8 bulan, dan 10 bulan. Reygen lahir normal, spontam, cukup bulan ditolong bidan dengan berat lahir 2800 gram , panjang lahir 47 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. a. Apa makna klinis dari riwayat diare sebelumnya?

b. Apa dampak diare berulang terhadap Reygen? Akibat dari diare berulang antara lain adalah dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu

gangguan dalam keseimbangan air yang disertai output yang melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang.Meskipun yang hilang terutama cairan tubuh ,tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena water depletion, sodium depletion, atau kekurangan keduanya bersamaan. Perubahan komposisi atau volume cairan tubuh, baik karena suatu penyakit (gastroenteritis, gagal ginjal menahun) atau karena suatu rudapaksa (perdarahan, luka bakar) atau karena suatu kesalahan tindakan (kekurangan cairan dan

elektrolit) akan menganggu keseimbangan cairan dan elektrolit, yang bilamana tidak ditangani benar akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita. Kekurangan air dan elektrolit dapat timbul sebagai akibat pemasukan yang kurang, yang disertai dengan kehilangan yang tetap sama banyaknya, sebagai akibat kehilangan yang berlebihan yang disertai atau tidak disertai pemasukan yang lazim atau sebagai akibat gabungan mekanisme-mekanisme tersebut. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan mengakibatkan dehidrasi berat dan gangguan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia). Keparahan gangguan klinik yang ditemukan secara khas bergantung pada besarnya kekurangan tersebut dalam hubungan dengan cadangan tubuh serta kecepatan kekurangan itu berkembang. Jenis kekurangan yang terjadi bergantung kepada hubungan yang terdapat diantara besarnya kehilangan air yang terdapat dan elektrolit terutama natrium. Akibat dari kekurangan cairan ini dapat mengarah ke berbagai komplikasi antara lain penderita dapat menjadi letargis, pucat, hipotensi, hipoglikemia/malnutrisi, hingga syok, dsb.
c. Bagaimana interpretasi data dari riwayat kelahiran? Riwayat kelahiran : WNL

3. Reygen saat ini mengalami keterlambatan perkembangan, baru bisa merangkak dan duduk pada umur 9 bulan, tapi sejak sakit duduk harus dibantu a. Bagaimana tahapan perkembangan normal, dan bagaimana perkembangan normal yang sudah seharusnya dicapai oleh Reygen? Tahapan Perkembangan Motorik Kasar: BBL, reflex menolehkan kepala 1 bln, mengangkat kepala bila ditengkurapkan 2 bln, mengangkat bahu bila ditengkurapkan 3 bln, mengangkat dada, kepala tegak bila ditengkurapkan 4 bln, berbalik dr depan ke belakang, bersanggah pada tangan, kepala tidak jatuh bila didudukkan 5 bln, berbalik dr belakang ke depan 6 bln, duduk sendiri 7-8 bln, merangkak, duduk dg baik 9-10 bln, bangkit untuk berdiri 8

10-11 bln, berjalan pegangan, merambat 12 bln, berjalan 15 bl, berjalan maju mundur 18 bl, berlari, menendang bola 24 bl, naik turun tangga dg langkah satu-satu 30 bl, berdiri satu kaki 36 bl, naik tangga dg langkah bergantian, bersepeda roda 3 48 bl, turun tangga dg langkah bergantian 60 bl, meloncat

Tahapan Perkembangan Motorik Halus: 1 bl, mengikuti objek ke garis tengah 2 bl, mengikuti objek melewati garis tengah 3 bl, telapak tangan terbuka 4 bl, menggapai benda-benda, membawa ke mulut 6 bl, memindahkanbenda dari satu tangan ke tangan lain 7 bl, memegang dg 3 jari 9 bl, memegang dg 2 jari 12 bl, membalik halaman buku 14 bl, menara dari 2 kubus 18 bl, menara dari 4 kubus 24 bl, menggambar garis vertikal & horizontal, menara dari 6 kubus 36 bl, menggambar lingkaran 48 bl, menggambar tambah, silang 60 bl, menggambar segi 4, menggambar orang dg 3 bagian 72 bl, menggambar segi 3, menggambar orang dengan 6 bagian

Perkembangan Bicara BBL bereaksi terhadap suara 1 bl, bersuara 2 bl, tertawa & bersuara bila bermain 4 bl, menoleh ke arah suara 6 bl, mengoceh, mama papa tidak spesifik 9 bl, bunyi konsonan (b,d,m,g), mama papa spesifik 12 bl, meniru beberapa kata baru, 9

18 bl, 10 kata, menunjuk bagian tubuh 24 bl, menyebut nama, kalimat dengan 3 kata 30 bl, kata ganti kepunyaan, kata tanya 36 bl, tahu umur, jenis kelamin, menghitung 3 objek 48 bl, bercerita, menghitung 4 mainan 60 bl, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10

Perkembangan social dan emosi BBL, memperhatikan wajah 1-2 bl, senyum sosial spontan 3 bl, melihat ke pembicara 5 bl, bereaksi (+) bila diajak bicara 6 bl, senyum diskriminatif 7 bl, sulit dipisah dari orang tua, cemas terhadap orang lain 9 bl, interaksi 2 arah, menunjuk & memegang benda yg diulurkan 12 bl, minum dari cangkir 13 bl, membentuk rantai interaksi komunikasi (ortu bawa botol, anak bilang susu) 15 bl, menggunakan sendok, tumpah 18 bl, interaksi melibatkan emosi yang kompleks (main ayunan, memberi makan boneka) 24 bl, mencuci & mengeringkan tangan 36 bl, menggunakan sendok dg benar, bermain paralel sederhana 48 bl, mencuci & mengeringkan wajah, bermain koordinatif (main rumah2 an) 60 bl, berpakaian tanpa dibantu

b. Bagaimana hubungan diare berulang Reygen dengan gangguan perkembangan pada Reygen? Diare berulang dapat menjadi penyebab maupun efek dari malnutrisi. Gangguan gizi ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan massa otot dan tulang sehingga kekuatan untuk berdiri kurang, juga mengganggu pertumbuhan otak sehingga otak tidak berfungsi dengan baik dalam gerakan motoric. 4. Riwayat nutrisi pabrikan

10

a. Bagaimana pemberian makan bayi baru lahir sampai 11 bulan yang seharusnya?

b. Bagaimana dampak pemberian ASI yang hanya 3 bulan dan dilanjutkan pemberian susu formula dan bubur beras merah? Pemberian MP-ASI yang terlambat dapat mengakibatkan intake nutrisi dan insufisiensi energy dan pertumbuhan yang buruk, tetapi pemberian secara premature dapat meningkatkan resiko terekspos pathogen, resiko infeksi dan mortalitas. ASI adalah minuman alamiah untuk semua bayi cukup bulan selama usia bulan-bulan pertama, ASI selalu tersedia segara dan bebas kontaminasi bakteri, yang akan mengurangi peluang gangguan gastrointestinal. Pada pemberian susu formula dapat menyebabkan alergi dan intoleransi yang menciptakan gangguan dan kesukaran makan yang berarti, yang tidak ditemukan pada bayi yang menyusu. Pada bayi yang menyusu sekurang-kurangnya 4 bulan menurunkan insiden otitis media pada usia tahun pertama. ASI juga berisi antibodi bakteri dan virus, termasuk kadar antibodi IgA sekretori yang relative tinggi, yang mencegah mikroorganisme melekat pada mukosa usus. Antibodi kolostrum ASI dan ASI yang tertelan ini dapat memberikan kekebalan gastrointestinal local pada organisme yang masuk tubuh melalui rute ini. Makrofag yang biasanya ada pada kolostrum manusia dan ASI mungkin dapat mensintesis koplemen, lisozim, dan laktoferin. Laktoferin adalah protein whey yang mengikat besi normalnya sekitar sepertiga terjenuh dengan besi, yang mempunyai pengaruh menghambat pertumbuhan E.coli dalam usus.

11

Tinja bayi yang minum ASI mempunyai pH lebih rendah daripada tinja bayi peminum susu sapi. Flora usus bayi peminum ASI dapat melindungi yang disebabkan oleh beberapa spesies E.coli. Lipase yang dirangsang garam empedu membunuh Giardia lamblia dan Entamoeba hystolitica. Pemindahan responsivitas tuberculin oleh ASI juga memberi kesan pemindahan imunisasi sel T pasif.

Dampak pemberian MP ASI terlalu dini:

Bayi lebih sering menderita diare. Hal ini disebabkan cara menyiapkan makanan yang kurang bersih juga karena pembentukkan zat anti oleh usus bayi yang belum sempurna.

Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu. Keadaan ini terjadi akibat usus bayi yang masih permeabel, sehingga mudah dilalui oleh protein asing.

Terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak. Bila makanan yang diberikan kurang bergizi dapat mengakibatkan anak menderita KEP (Kurang Energi Protein) dan dapat terjadi sugar baby atau obesitas bila makanan yang diberikan mengandung kalori yang terlalu tinggi.

Produksi ASI menurun, karena bayi yang sudah kenyang dengan MPASI tadi, maka frekuensi menyusu menjadi lebih jarang, akibatnya dapat menurunkan produksi ASI.

Tingginya solute load dari MP-ASI yang diberikan, sehingga dapat menimbulkan hiperosmolaritas yang meningkatkan beban ginjal.

Dampak jangka panjang: obesitas, hipertensi, arteriosklerosis, alergi makanan

c. Bagaimana cara pembuatan (takaran, jumlah air yang ditumbuhkan) susu formula yang benar? 12 langkah penyiapan susu formula menurut WHO: 1) Bersihkan alas tempat membuat susu hingga bersih 2) Cucilah tangan dengan air yang mengalir dan sabun, lalu keringkan dengan handuk bersih 3) Panaskan air hingga suhunya mencapai 100oC. apabila menggunakan kettle otomatis, tunggu hingga kettle mati dengan sendirinya. Apabila menggunakan panic, masa sampai mendidih 12

4) Bacalah dengan seksama ukuran pembuatan susu pada kaleng susu formula 5) Setelah air mendidih, tuangkan air pada botol susu yang telah dicuci bersih dan disterilkan, tunggu kurang lebih 15 menit agar suhu air mencapai lebih dari 70oC sebelum memasukkan susu. Suhu harus diturunkan agar protein dalam susu tidak rusak. Namun jangan sampai di bawah 70 oC agar bakteri Enterobacter sakazakii dapat mati 6) Masukkan susu sesuai takaran 7) Tutup botol susu, lalu kocok perlahan agar susu dan air tercampur dengan baik 8) Turunkan suhu susu sebelum diberikan ke bayi dengan cara melewatkan botol pada air mengalir melalui kran, dapat juga diturunkan dengan merendam botol dalam air baskom 9) Keringkan bagian luar botol 10) Teteskan pada punggung tangan untuk mengecek suhunya kembali sebelum diberikan pada bayi 11) Beri minum bayi 12) Buang susu apabila tidak terminum hingga kurun waktu 2 jam

d. Bagaimana kriteria susu formula dan bubur pabrikan yang baik? MP ASI harus diberikan dengan jumlah yang cukup baik secara kualitas dan kuantitas. Secara kualitas memenuhi 4 grup sumber makanan yaitu karbohidrat, protein, sayur/buah dan susu. Secara kuantitas diberikan energy 110-120 kkal/kgBB, protein 1 g/kgBB dikali berat badan ideal. Selain itu, juga harus mengandung mikronutrien penting tambahan seperti zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B, dan vitamin lainnya.

e. Bagaimana kebutuhan nutrisi dari lahir s.d. 11 bulan? Age/mo Age Group Sequence Texture Breastmilk / Formula +MP-ASI Strained/ Pureed (Thin consistency for cereal Mashed Ground/ Chopped Chopped Feeding Breastfeed/ Bottle feed Finely 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

13

Styles Spoon/ Cup feeding Self feed

THE 0-6 MO OLD INFANT Energy. Expressed per unit of body weight, the normal infant requires approximately three times more energy than the adult. This reflects primarily the higher metabolic rate of the infant vs. the adult and the infant's special needs for growth and development. The inefficient intestinal absorption of the infant vs. the adult contributes only minimally to the higher energy needs of the infant fed human milk or modern infant formulas. The currently recommended energy intakes are based on total energy expenditure measured by the doubly labeled water technique plus a reasonable allowance for growth based on changes in body composition. These are about 15% lower than the previous RDA or established requirements. There is no evidence that either carbohydrate or fat is a superior source of energy. Sufficient carbohydrate to prevent ketosis and/or hypoglycemia is required (5.0 g/kg/24 hr), as is enough fat to provide essential fatty acid requirements (0.5-1.0 g/kg/24 hr of linoleic acid plus a smaller amount of -linolenic acid). Currently, there is concern that infants also require long-chain, polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA). These fatty acids are more than 18 carbons in length and have two or more double bonds. Those that are most relevant to infant nutrition are arachidonic acid (20:46) and docosahexaenoic (22:63) acid. (By convention, the first number indicates the length of the carbon chain, the number after the colon indicates the number of double bonds, and 6 and 3 indicate the site of the first double bond from the noncarboxyl [] end of the molecule.) These two fatty acids are the most prevalent 6 and 3 fatty acids, respectively, in the central nervous system, and the latter comprises up to 40% of the fatty acid content of retinal photoreceptor membranes. Both are synthesized by the same series of desaturation and elongation reactions from the essential fatty acids linoleic (18:26) and -linolenic (18:33) acid. Although infants can convert linoleic and -linolenic acid, respectively, to arachidonic acid and docosahexaenoic acid, the content of arachidonic and docosahexaenoic acid in plasma and erythrocyte lipids is lower in formula-fed vs. breast-fed infants, and autopsy studies show that the low erythrocyte lipid content of docosahexaenoic acid, but not arachidonic acid, is accompanied by a lower concentration in brain. These differences are assumed to reflect the presence of LC-PUFA in human milk but not formula, suggesting that the synthetic pathway, while intact, does not synthesize enough LC-PUFA. The generally better visual and cognitive development of breast-fed vs. formula-fed infants also has been attributed to the presence of LC-PUFA in human milk but not formula. Because human milk contains a number of factors other than LC-PUFA that might be important for development, the specific role of LC-PUFA in visual and cognitive development of infants cannot be determined by studies of formula-fed vs. breast-fed infants. Moreover, there are major psychosocial and socioeconomic differences between mothers who choose breast-feeding vs. formula feeding. Thus, over the past decade, many studies have addressed differences in visual function and/or neurodevelopmental status of infants fed LC-PUFA-supplemented vs. unsupplemented formulas. Some of these have shown distinct advantages of LC-PUFA supplementation, but others have not; and the reasons for the different findings are not clear. A meta-analysis of the available data concerning the effect of LC-PUFA supplementation on visual function of term infants shows that supplementation confers advantages at some, but not all, ages. When detected, 14

the magnitude of the advantage equates to approximately one line on a Snellen chart. No such analysis of data concerning neurodevelopmental outcomes, some positive and some negative, is available. Although a report prepared to advise the U.S. Food and Drug Administration concerning desirable nutrient contents of term infant formulas marketed in the United States did not recommend inclusion of LC-PUFA, similar groups in other countries have advised supplementation. Formulas containing arachidonic and docosahexaenoic acid have been available for some time in many parts of the world and are now available in the United States. These appear to be safe and, in theory, may confer developmental advantages. In total, the specific needs for carbohydrate and fat, including LC-PUFA, amount to no more than 30 kcal (125.5 kJ)/kg/24 hr, or only about a third of the 0-6 mo old infant's total energy need. Whether the remainder should be comprised predominantly of carbohydrate, fat, or equicaloric amounts of each is not known. Human milk and most currently available formulas contain roughly equicaloric amounts of each. Because a higher percentage of energy as carbohydrate will increase osmolality and a higher percentage as fat may exceed the limited ability of the infant to digest and absorb fat, roughly equicaloric amounts of each seems appropriate. Protein. The protein requirement of the normal infant also is greater per unit of body weight than that of the adult. In addition, it is thought that the infant requires a higher proportion of essential amino acids than the adult. These include the amino acids recognized as essential (or indispensable) for the adult (i.e., leucine, isoleucine, valine, threonine, methionine, phenylalanine, tryptophan, lysine, and histidine) as well as cysteine, tyrosine, and, perhaps, arginine. The need for cysteine is thought to be secondary to delayed development of hepatic cystathionase activity; this key enzyme in conversion of methionine to cysteine does not reach adult levels until at least 4 mo of age. The reason for the infant's apparent need for tyrosine is not clear; the hepatic activity of phenylalanine hydroxylase, the ratelimiting enzyme for conversion of phenylalanine to tyrosine, is at or near adult levels early in gestation. It also appears that even preterm infants can convert phenylalanine to tyrosine. In general, human milk protein and all proteins currently used in infant formulas contain adequate amounts of all essential amino acids, including cysteine, tyrosine, and arginine. Furthermore, the sum of the highest estimates of the requirement of each amino acid is considerably less than the overall protein requirement. However, the required intake of a specific protein depends on its quality, which is usually defined as how closely its amino acid pattern resembles that of human milk. The overall quality of a specific protein can be improved by supplementing it with the essential amino acid(s) that result(s) in its quality being low, i.e., the limiting amino acid. Native soy protein, for example, has insufficient methionine, but when it is fortified with methionine its quality approaches that of bovine milk protein. Although the amino acid composition of human milk protein is considered ideal, the total protein content of human milk, though quite variable, averages only approximately 1.0 g/dL. Thus, on average, about 200 mL/kg/24 hr must be ingested to meet the current RDA for protein (i.e., 2.0-2.2 g/kg/24 hr). However, because few, if any, breast-fed infants develop protein deficiency, the high quality and easy digestibility of human milk protein obviously compensate for any quantitative deficiency. Bovine milk protein and modern preparations of soy protein, the protein sources of most infant formulas, also are very high quality proteins. Furthermore, if properly processed, these proteins are utilized nearly as well, perhaps as well, as human milk protein. Thus, the amount of these proteins needed to support normal growth is likely to be only minimally, if at all, higher than the amount of human milk protein needed. This possibility is reflected by the protein intakes recommended recently by an International Dietary Energy Consultative Group (IDECG). The "safe" protein intake recommended by this group is approximately 30% higher than 15

the estimated requirement but considerably less than the most recent RDA, particularly for infants older than 3 mo of age. The new AI for protein, released by the Food and Nutrition Board, National Academy of Sciences, is based on the intake of exclusively breast-fed infants. Electrolytes, Minerals, and Vitamins. Estimated safe and adequate intakes of sodium, chloride, and potassium have been available for some time (see Table 40-1), and infants who receive these intakes experience few problems. More recently, adequate intakes of most minerals and vitamins have been recommended. In general, these represent the amount of each nutrient in the average intake of breast milk by a healthy, normally growing, 0-6 mo old breast-fed infant. Although the normal newborn infant is thought to have sufficient stores of iron to meet requirements for 4-6 mo, iron deficiency is common during infancy (see Chapter 447). This reflects the fact that iron stores at birth as well as the absorption of iron are quite variable. Interestingly, although human milk contains less iron than most formulas, iron deficiency is less common in breast-fed infants. Nonetheless, to prevent iron deficiency, routine iron supplementation of breast-fed infants and use of iron-fortified formulas for formula-fed infants is often recommended. The widespread use of iron-fortified formulas over the past several years is thought to have dramatically reduced the incidence of iron deficiency. If protein intake is adequate, vitamin deficiencies are rare; if not, deficiencies of nicotinic acid and choline, which are synthesized, respectively, from tryptophan and methionine, may develop. In contrast, if bovine milk and bovine milk formulas were not supplemented with vitamin D, hypovitaminosis D would be endemic among formula-fed infants, particularly those with limited exposure to sunlight. Breast-fed infants may not be as susceptible to development of vitamin D deficiency as formula-fed infants, but routine vitamin D supplementation of breast-fed infants is often recommended. Reports of rickets in both breast-fed and formula-fed, dark-skinned infants and infants chronically protected from sunlight have led some to suggest routine vitamin D supplementation for all infants. Routine perinatal administration of vitamin K is recommended as prophylaxis against hemorrhagic disease of the newborn (see Chapters 92 and 472). Thereafter, deficiency of this vitamin is uncommon except in infants with conditions associated with fat malabsorption. Water. The normal infant's absolute requirement for water probably is 75-100 mL/kg/24 hr. However, because of higher obligate renal, pulmonary, and dermal water losses as well as a higher overall metabolic rate, the young infant is more susceptible to development of dehydration, particularly with vomiting and/or diarrhea or if solute intake is high, as it is in bovine milk. Thus, intake of bovine milk before 1 yr of age is discouraged and provision of a fluid intake of 150 mL/kg/24 hr is recommended. Because human milk and common formulas are at least 90% water, the typical breast-fed infant as well as the typical formulafed infant usually consumes this amount for the first several weeks to months of life and, hence, does not need additional water. THE 6-12 MO OLD INFANT The nutritional needs of the infant during the last half of the 1st yr of life are no more firmly based on experimental data than those of the younger infant. The AI for most nutrients cited for this age group by the Food and Nutrition Board, National Academy of Sciences (see Table 40-1), reflects the amount of that nutrient in the average volume of human milk consumed by the 6-12 mo old infant plus the amount in the average intake of complementary foods based on national surveys. The AI for other nutrients relies heavily on extrapolation of data obtained in older children and/or adults. These recommendations reflect the developmental differences between younger and older infants as well as the 16

greater level of activity and somewhat slower rate of growth after 6 mo of age. Despite the lack of experimental data concerning the nutrient needs during the second 6 mo of life, the reference intakes for this age group appear to be appropriate. The most recent EAR for energy (720 kcal [3,013 kJ]/24 hr) reflects estimates of energy needs based on measurement of energy expenditure by the doubly labeled water method and energy deposition as protein and fat (i.e., 90 kcal [376.6 kJ]/kg/24 hr), throughout the 1st yr of life. f. Bagaimana hubungan riwayat nutrisi dengan diare? Hubungan antara infeksi dan malnutrisi bersifat timbal balik. Infeksi mempengaruhi status nutrisional melalui reduksi intake diet dan absorpsi di usus, meningkatkan katabolisme dan sekuestrasi nutrient yang diperlukan untuk sintesis dan pertumbuhan jaringan. Di sisi lain, malnutrisi menjadi predisposisi terhadap infeksi karena efek negatifnya terhadap proteksi barrier oleh kulit atau membrane mukosa dan menyebabkan gangguan pada fungsi imun penjamu. Banyak studi yang mencari hubungan antara efek diare pada status nutrisi terhadap pertumbuhan anak. Banyak yang menyimpulkan bahwa kegagalan/keterlambatan pertumbuhan sebanyak 25-60% disebabkan oleh infeksi enteric. Banyak dari infeksi enteric ini terjadi pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif secara sempurna.

5. Reygen sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT2x, Hepatitis2x, dan polio 1x a. Bagaimana jadwal dan tujuan dari imunisasi pada anak? BCG: vaksin terhadap kuman tuberculosis. Diberikan sekali sebelum anak berumur 2 bulan DPT: vaksin terhadap Difteri, Pertusis, dan Tetanus, diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu. Hepatitis: imunisasi Hepatitis A diberikan 2 dosis dengan jarak 6-12 bulan, imunisasi hepatitis B harus diberikan 3 kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal 4 minggu Polio: diberikan 4 kali pada bayi usia 0-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu Campak 1 kali

6. Reygen dilahirkan dari keluarga jarak sumur MCK 6 meter. a. Bagaimana hubungan latar sosioekonomi dengan keluhan? Kondisi sosioekonomi yang buruk, factor pendidikan ibu dapat menjadi factor resiko gizi buruk pada bayi (pemberian makanan tidak memenuhi kebutuhan anak), kondisi rumah yang kurang bersih, menyiapkan makanan kurang higienis menjadi factor resiko diare pada anak. 17

b. Bagaimana kriteria rumah layak huni seharusnya untuk keluarga Reygen?

7. Pemeriksaan Fisik a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik? Pemeriksaan Fisik Kelihatan sangat kurus Kesadaran kompos mentis HR 124x/menit, isi tegangan cukup Normal Tidak kurus Kompos mentis interpretasi Gizi Buruk Normal

70 -120 x/menit (istirahat Normal tidur) 80-150 (istirahatbangun)

RR 30x/menit

30 -60 x/menit (Diag Fisis Anak) <50 x/min (WHO)


36,5 -37,5 oC

Normal

Suhu 36,8 oC BB 5150 gram, PB 70cm, LK 46cm Wajah seperti orang tua Tidak ada dismorfik, tidak ada tanda defisiensi vit A Tidak ada edema Iga gambang, perut cekung lengaan tungkai kurus, baggy pants

Normal

Gambaran klinis gizi buruk Normal

Gizi buruk tipe marasmus Gambaran klinis gizi buruk

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik pada kasus?

8. DD

9. How to Diagnose dan pem. Penunjang a) Anamnesis Anamnesis awal: mengetahui adanya tanda bahaya seperti syok/renjatan, letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi

18

Anamnesis lanjutan: Riwayat kehamilan & kelahiran, pemberian makan, imunisasi & vitamin A, penyakit penyerta/ penyulit, riwayat tumbuh kembang, riwayat kematian saudara kandung, status sosekbud keluarga

b) Pemeriksaan Fisik Awal: Gangguan sirkulasi/syok, gangguan kesadaran, dehidrasi, hipoglikemia, hipotermi Lanjutan: tanda klinis gizi buruk, pengukuran dan penilaian antropometri, tanda defisiensi vitamin A pada mata dan mikronutrien lain, tanda dan gejala klinis penyakit penyerta c) Pemeriksaan Penunjang Gula darah, Hb dan Ht, urin rutin, albumin, elektrolit, foto torak d) Analisis diet dan makanan Kuantitas asupan makanan (Food recall) Kualitas asupan makanan (Food frequency)

10. WD Reygen, bayi 11 bulan, menderita gizi buruk dengan keterlambatan perkembangan motoric karena kekurangan gizi dan imunisasi dasar belum lengkap. Sebagai factor predisposisi adalah factor social ekonomi keluarga dan tingkat pengetahuan ibu dalam menyiapkan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan.

11. Epidemiologi

12. Etiologi dan Faktor Risiko 1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat, tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. 2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. 3. Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Orang tua yang tidak berpendidikan, tidak mengerti pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, rentan gizi buruk.

13. Penatalaksanaan No Tindakan Stabilisasi Transisi (H 3-7) Rehabilitasi Tindak Lanjut

19

(H 1-2) 1 Mencegah dan

(mg 2-6)

(Mg 7-26)

mengatasi hipoglikemia 2 Mencegah dan

mengatasi hipotermia 3 Mencegah mengatasi dehidrasi 4 Memperbaiki gangguan kesembangan elektrolit 5 6 Mengobati infeksi Memperbaiki kekurangan mikro 7 Memberikan makanan utk stabilisasi dan zat gizi dan

transisi 8 Memberikan makanan utk tumbuh kejar 9 Memberikan stimulasi utk tumbuh kejar 10 Mempersiapkan untuk tindak lanjut dirumah

14. Komplikasi Kesadaran menurun Pneumonia berat Anemia berat Anoreksia Hipertermia Dehidrasi berat

15. Pencegahan

1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
20

2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat. 3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. 4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. 5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
16. Prognosis Dubia ad bonam

17. SKDI

Learning Issue

1. GIZI BURUK Pengertian Gizi Buruk Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup. Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi (overnutrition) yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya nutrien
21

spesifik secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan mengalami malnutrisi jika tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang mencukupi untuk diet sehat selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi. Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor. a. Penyebab Gizi Buruk Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu : 1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. 2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: 1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat 2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak 3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: 1. Keluarga miskin 2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak 3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare. b. Indikasi Gizi Buruk

22

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor. c. Tipe Gizi Buruk Tipe gizi buruk terbagi menjadi tiga tipe yaitu Kwasiorkor, Marasmus dan MarasmicKwashiorkor.

Kwasiorkor
Kwasiorkor memiliki ciri-ciri: 1. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab 2. Pandangan mata sayu 3. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok 4. Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel 5. Terjadi pembesaran hati 6. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk 7. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis) 8. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut 9. Anemia dan diare.

Marasmus
Marasmus memiliki ciri-ciri: 1. Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit 2. Wajah seperti orang tua 3. Mudah menangis/cengeng dan rewel 4. Kulit menjadi keriput 5. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar) 6. Perut cekung, dan iga gambang 7. Seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
23

8. Diare kronik atau konstipasi (susah buang air).

Marasmic-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok. Penilaian Status Gizi Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. a. Antropometri 1) Pengertian Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. 2) Penggunaan Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

3) Indeks Masa Tubuh (IMT) Atau Body Mass Index (BMI) Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih.

24

Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut Kategori Kurus Kurus sekali Normal Gemuk Obes Keterangan Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Normal Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat IMT <> 17,0 18,4 18,5 25,0 25,1 27,0 > 27,0

Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat badannya yaitu : jika 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 3900 gram Normal dan jika 4000 gram dianggap gizi lebih. Penilaian Gizi secara tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. a. Survei Konsumsi Makanan 1) Pengertian Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi 2) Penggunaan

25

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

b. Statistik Vital 1) Pengertian Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis dan beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan. 2) Penggunaan Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

2. PEMBERIAN MAKAN ANAK 0-6 bulan: ASI eksklusif >6 bulan: tambahan MP ASI Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Jadi selain makanan pendamping ASI, ASI-pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan, peranan makanan pendamping ASI sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan hanya untuk melengkapi ASI jadi dalam hal ini makanan pendamping ASI berbeda dengan makanan sapihan diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi ASI (Krisnatuti, 2008:14). Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah usia 6 bulan. Jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu dini (sebelum usia 6 bulan) akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi bisa mengalami gangguan pencernaan. Namun sebaliknya jika makanan pendamping ASI diberikan terlambat akan mengakibatkan bayi kurang gizi, bila terjadi dalam waktu panjang (Hendras, 2010). Standar makanan pendamping

26

ASI harus memperhatikan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan kelompok umur dan tekstur makanan sesuai perkembangan usia bayi (Azrul, 2003). b. Tujuan pemberian makanan pendamping ASI Tujuan pemberian makanan pendamping ASI. Pemberian makan pendamping ASI akan memberikan manfaat yang baik untuk bayi, karena pemberian makanan pendamping ASI memiliki tujuan sebagai berikut : ( Djitowiyono, 2010:43-44 ). 1) 2) Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam- macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk. 3) 4) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan. Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi .

c. Macam-macam makanan pendamping ASI Secara umum ada dua jenis MP-ASI (Aminah, 2010) yaitu : 1) MP ASI pabrik yaitu MP ASI hasil pengolahan pabrik yang biasanya sudah dikemas /instan, sehingga ibu tinggal menyajikan atau mengolah sedikit untuk diberikan kepada bayi. 2) MP ASI lokal yaitu MP ASI buatan rumah tangga atau hasil olahan posyandu, dibuat dari bahan-bahan yang sering ditemukan disekitar rumah sehingga harganya terjangkau. Sering juga disebut MP ASI dapur ibu, karena bahan-bahan yang akan dibuat makanan pendamping ASI di olah sendiri. d. Syarat-syarat makanan pendamping ASI. Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik yang baik yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu, dilihat dari segi kepraktisan, makanan bayi sebaiknya mudah disiapkan dengan waktu pengelohan yang singkat. Makanan pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan zat-zat tambahan lainnya (Krisnatuti, 2008:18). Dengan kerteria sebagai berikut:

27

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)

Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang cocok. Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik. Harga relatif murah. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Bersifat pada gizi. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah yang sedikit kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi.

Tanda-tanda Bayi Sudah Siap Diberikan MP-ASI 1) 2) 3) 4) Mempunyai kontrol yang baik terhadap kepala dan leher. Sudah bisa duduk sendiri Menunjukkan ketertarikan terhadap makanan.

Lidah tetap di dalam saat sendok dimasukkan ke dalam mulutnya. 5) Terbiasa pada tekstur dan makanan baru

6) 7) 8)

Menggapai makanan atau benda lain, meraih dan memasukkannya ke dalam mulut. Memindahkan sendok dari satu tangan ke tangan yang lainnya Bila sudah kenyang, bisa menunjukkannya dengan cara memalingkan kepala atau dengan menutup mulut rapat-rapat. (Almatseir, 2001)

i.

Waktu Pemberian MP-ASI Makanan pendamping ASI harus mulai diberikan ketika bayi tidak lagi mendapat cukup energi dan nutrient dari ASI saja. Untuk kebanyakan bayi, makanan tambahan mulai di berikan pada usia 6 bulan. Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup berkembang untuk memamah. Sebelum usia 4 bulan, bayi akan mendorong makanan keluar

28

dari mulutnya karena mereka belum bisa mengendalikan gerakan lidahnya dengan baik (WHO, 2003) j. Alasan MP-ASI Diberikan Pada Usia 6 Bulan 1) ASI adalah salah satu makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh bayi sampai berumur 6 bulan 2) Menunda makanan padat sampai bayi berumur 6 bulan dapat menghindarkan dari berbagai risiko penyakit 3) Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang 4) Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada bayi agar sistem yang dibutuhkan untuk mencerna makanan padat dapat berkembang dengan baik 5) Menunda pemberian makanan padat mengurangi risiko alergi makanan 6) Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat besi 7) Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari risiko terjadinya obesitas di masa datang 8) Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu untuk menjaga kesedian ASI 9) Menunda pemberian makanan padat membantu jarak pada kelahiran bayi 10) Menunda pemberian makanan padat membuat pemberiannya menjadi lebih mudah (Dian, 2006).

29

Anda mungkin juga menyukai