Anda di halaman 1dari 15

NEUROBLASTOMA I. TANDA dan GEJALA Neuroblastoma dapat menyerang setiap situs jaringan sistem saraf simpatik.

Sekitar setengah dari tumor neuroblastoma timbul di kelenjar adrenal, dan sebagian besar sisanya berasal dari ganglia simpatis paraspinal. Metastaseditemukan lebih sering pada anak pada usia > 1 tahun dari saat di diagnosis, terjadi melalui invasi lokal, hematogen, atau limfogen. Organ yang paling umum dituju oleh proses metastasis ini adalah kelenjar getah bening regional atau yang jauh, tulang panjang dan tengkorak, sumsum tulang, hati, dan kulit. Metastasis ke paru-paru dan otak jarang terjadi, terjadi pada kurang dari 3% kasus (Nelson, 2011). Neuroblastoma dapat menyerupai gangguan lain sehingga sulit untuk mendiagnosa. Tanda-tanda dan gejala dari neuroblastoma mencerminkan lokasi tumor dan luasnya penyakit. Proses Metastasis dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, termasuk demam, iritabel, kegagalan dalam amsa berkembang, nyeri tulang, sitopeni, nodul kebiruan pada subkutan, proptosis orbital, dan ekimosis periorbital. Penyakit lokal dapat bermanifestasi sebagai massa asimptomatik atau sebagai gejala yang muncul terkait massa, termasuk kompresi sumsum tulang belakang, obstruksi usus, dan sindrome vena cava superior (Nelson, 2011).

Gambar 1.Metasmate periorbital dari neuroblastoma dengan proptosis dan ekimosis (Nelson, 2011)

Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu: a) Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal. 1. Massa abdomen tidak teratur, tidak nyeri tekan, keras, yang melintasi garis tengah. 2. Perubahan fungsi usus dan kandung kemih 3. Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah 4. Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah 5. Defisit sensoris 6. Hilangnya kendali sfingter b) Gejala-gejala yang berhubunngan dengan masa leher atau toraks. 1. Limfadenopati servikal dan suprakavikular 2. Kongesti dan edema pada wajah 3. Disfungsi pernafasan 4. Sakit kepala 5. Proptosis orbital ekimotik 6. Miosis 7. Ptosis 8. Eksoftalmos 9. Anhidrosis Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung dari lokasi metastasenya: 1. Neuroblastoma retroperitoneal Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen, pemeriksaan menemukan masa abdominal yang konsistensinya keras dan nodular, tidak bergerak, massa tidak nyeri dan sering melewati garis tengah. Pasien stadium lanjut sering disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen, edema dinding abdomen.

2. Neurobalstoma mediastinal Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di mediastinum superior daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala, namun bila massa besar dapat menekan dan timbul batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila penekanan terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan. 3. Neuroblastoma leher Mudah ditemukan, namun mudah disalahdiagnosis sebagai limfadenitis atau limfoma maligna. Sering karena menekan ganglion servikotorakal hingga timbul syndrome paralisis saraf simpatis leher (Syndrom horner), timbiul miosis unilateral, blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata. 4. Neuroblastoma pelvis Terletak di posterior kolon presakral, relative dini menekan organ sekitarnya sehingga menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi, dan retensi urin. 5. Neuroblastoma berbentuk barbell Yaitu neuroblastoma paravertebral melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam canalis vertebral di ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku tegak, kelainan sensibilitas, nyeri. Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan paralisis.

Gambar 2. Manifestasi Klinis Neuroblastoma (Maris, 2010) Karena neuroblastomas paling banyak terjadi di retroperitoneum atau posterior mediastinum, gejala awal biasanya tidak spesifik (malaise umum, berat badan menurun, demam yang tidak jelas). Intra-abdominal

neuroblastomas sering hadir sebagai maasa asimptomatik yang terdeteksi secara kebetulan oleh orang tua atau dokter anak selama kunjungan klinik rutin. Tumor panggul dapat memampatkan rectosigmoid usus atau kandung kemih, sehingga terjadi sembelit atau retensi urin (Kim & Chung, 2009). Secara khusus, neuroblastoma toraks biasanya hadir dengan gejala nonspesifik dan terdeteksi sebagai massa insidental pada rontgen dada rutin yang diambil karena adanya gangguan nafas ringan. Perdarahan spontan dapat terjadi pada tumor, sehingga onset akut nyeri perut dengan malaise karena anemia. Pada pemeriksaan, massa yang relatif tetap dalam perut mungkin teraba. Metastasis hematogen sering hadir pada saat diagnosis (Kim & Chung, 2009).

Nyeri tulang dengan perubahan yang cepat dalam tingkat aktivitas dapat meramalkan tulang metastasis. Periorbital ecchymosis atau proptosis sebagai akibat keterlibatan tengkorak dapat menimbulkan kekeliruan yang dikaitkan dengan trauma. Nyeri lebam dengan warna kebiruan yang berbeda pada bayi yang memiliki penyakit stadium 4S disebut blueberry muffin dan menunjukkan kondisi yang menguntungkan dengan potensi tumor regresi secara spontan (American Cancer Society, 2012). Massa serviks yang kronis pada bayi dan anak, limfadenopati rutin, dapat mewakili primer atau metastasis

neuroblastoma. Sebuah tumor paraspinal melalui foramina vertebralis dan kompresi sumsum tulang belakang, menghasilkanmotorik defisit dan paraplegia progresif (Kim & Chung, 2009).

Keluhan Utama An. I demam c. Riwayat penyakit sekarang Terdapat benjolan di kepala bagian belakang An.I, dua bulan yang lalu terdapat uci-uci di lehernya. An. I pucat dan berat badannya turun 2 Kg. d. Riwayat penyakit masa lalu e. Riwayat penyakit keluarga Nenek menderita ca cerviks stadium akhir, Ibu sel BRCA (+) f. Riwayat alergi Tidak ada 1. Pemeriksaan Fisik B1 : RR 40x/menit (normal), tak ada penggunaan otot bantu napas, B2 : Hipertermi suhu badannya 390C, conjungtiva anemis, CRT > 3 Detik, pucat, BP: 80/60 (bradicardy), nadi 200x/menit B3 : tuli sensorineural dengan tes Rhyne (+) tes Weber lateralisasi pada sisi yang sehat B4 : normal, terpasang kateter, produksi urine normal 0,5 cc kgBB/jam, warna urin normal B5 : BB menurun, pemeriksaan serum albumin 2,0 dL , pemeriksaan Hb 8,5 g/dl (anemi), anak tampak lemas dan porsi makan menurun, tidak mengalami gangguan buang air besar B6 : nyeri di punggung, sulit tidur akibat massa di kepala Tanda-tanda Vital T: 39 C P: 200x/menit R: 40x/menit BP:80/60

II. PENEGAKKAN DIAGNOSIS A. Anamnesis Pada pasien penderita neuroblastoma, biasanya pasien datang dengan keluhan demam disertai benjolan di bagian belakang kepala. Keluah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu. Selain demam, pasien juga mempunyai gejala penurunan berat badan, lemah, disertai dengan warna kulit yang berubah menjadi pucat. Pasien pula mengeluhkan sulit tidur karena terdapat benjlan di belakang kepala (Ricafort, 2011). B. Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksaan fisik didapatkan kenaikan suhu tubuh, kulit pucat, konjungtiva anemis, bradikardi, serta terdapat massa di bagian belakang kepala. Pada pemeriksaan garpu tala, didapatkan tes rinne (+) dan tes weber laterarisasi ke telinga yang sehat (Ricafort, 2011). C. Pemeriksaan laboratorium: 1. Lactate Dehydrogenase Walaupun tidak spesifik, serum lactate dehydrogenase (LDH) dapat menentukan signifikansi prognostik. Nilai serum LDH yang tinggi menandai aktivitas proliferasi atau luasnya tumor. Nilai LDH > 1500 IU/L dihubungkan dengan prognosis yang buruk. LDH dapat digunakan untuk monitor aktivitas penyakit atau respon terapi (Ricafort, 2011). 2. Ferritin Nilai yang tinggi dari serum ferritin (>150 ng/mL) juga merupakan gambaran besarnya tumor atau cepatnya pembesaran tumor. Peningkatan serum feritin sering pada stadium advance dan mengindikasikan prognosis yang buruk. Nilai ini sering kembali normal selama remisi klinis (Ricafort, 2011). 3. Neuron Spesific Enolase Neuron spesific Enolase (NSE) adalah suatu isoenzim enolase glikolitik dan terdapat didalam neuron pada jaringan saraf pusat dan perifer. Pada

neuroblastoma, NSE berasal dari jaringan tumor dan nilai level serum biasanya berhubungan erat dengan kondisi klinis pasien. Sayangnya nilai yang tinggi pada NSE, tidak selalu spesifik untuk neuroblastoma, dan bisa juga terdapat pada pasien dengan tumor wilms, limfoma, hepatoma. Batas nilai teratas untuk serum NSE berkisar 14.6 ng/mL. Kadar NSE paling tinggi terdapat pada neuroblastoma yang meluas dan sudah metastasis, dibandingkan pada yang terlokalisir. Nilai serum yang lebih tinggi dari 100ng/mL, biasanya berhubungan dengan stadium lanjut yang memiliki prognostik buruk (Ricafort, 2011). 4. Katekolamin dan Metabolitnya Ketika sel-sel neuroblast yang berasal dari neural crest ini berubah bentuk menjadi neoplastik, mereka ditandai dengan tidak sempurnanya sintesis dari katekolamin dan prekursornya, seperti epinefrin (E), norepinefrin (NE), 3,4 dihydroxyphenilalanine (DOPA) dan dopamin (DA), dan juga metabolitnya seperti vanillymaandellic acid (VMA), homovanillic acid (HVA), methoxydopamine (MDA), dan

methanephrine (MN), normethanephrine (NME) dan 3 methoxytyramine (3MT). Neuroblastoma kekurangan enzim phenylethanolamine Nmethyltranferase, yang mengubah noreepinefrin menjadi epinefrin. Selsel neuroblastoma tidak memiliki kantong-kantong penyimpanan katekolamin, seperti layaknya sel-sel normal, sehingga katekolamin ini dilepaskan kedalam sirkulasi yang secara cepat mengalami degradasi menjadi VMA dan HVA. VMA dan HVA dapat dinilai dari urin, dan keduanya sangat berguna untuk diagnosis dan memonitor aktivitas penyakit. Hasil metabolit katekolamin urin meningkat 90-95% pada pasien neuroblastoma. Biasanya nilai urin tampung 24 jam dinilai, tetapi saat ini, urin sewaktu dengan menggunakan sensitivitas assay dapat juga digunakan dan memiliki sensitivitas yang sejajar. Nilai normal untuk VMA dalam urin 0.35 mmol/24 jam, sedangkan nilai normal untuk HVA dalam urin adalah 0,40 mmol/24 jam. Sayangnya, katekolamin dan metabolitnya ini, sangat tidak mungkin mendeteksi adanya kekambuhan selama perawatan pasien neuroblastoma yang sedang diterapi. Pada

beberapa kasus dengan diagnosis kekambuhan, metabolit-metabolit ini hanya meningkat 55%, jika dibandingkan saat awal presentasi, lebih dari 90% sensitifitasnya. Oleh karena itu, adanya relaps penyakit ini atau perkembangannya, tidak dapat dideteksi secara reliable hanya dengan petanda tumor saja (Sandoval et al, 2012). D. Pemeriksaan Radiologi 1. Radiografi Rontgen dada dapat digunakan untuk memperlihatkan massa

mediastinum posterior, biasanya neuroblastoma di toraks pada anak (Ricafort, 2011). 2. Ultrasonography Walaupun ultrasonography merupakan modalitas yang lebih sering digunakan pada penilaian awal dari suspek massa abdomen, sensitivitas dan akurasinya kurang dibandingkan computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk diagnosis neuroblastoma. Modalitas lain biasanya digunakan setelah screening dengan USG untuk menyingkirkan diagnosis banding. Gambaran USG neuroblastoma lesi solid, heterogen (Ricafort, 2011). 3. Computed Tomography (CT) CT umumnya digunakan digunakan sebagai modalitas untuk evaluasi neuroblastoma. Itu dapat menunjukkan kalsifikasi pada 85% kasus neuroblastoma. Perluasan intraspinal dari tumor dapat dilihat pada CT dengan kontras. Secara keseluruhan, CT dengan kontras dilaporkan akurasinya sebesar 82% dalam mendefinisikan luasnya neuroblastoma. Dengan akurasi mendekati 97% ketika dilakukan dengan bone scan.CT Scan adalah metode yang menggambarkan massa abdomen yang dapat dilakukan tanpa pembiusan, yang juga menunjukkan bukti daerah invasi, bungkus vaskuler, limfadenopati, dan kalsifikasi, yang sangat sugestif dari diagnosis, khususnya berkaitan dengan membedakan antara neuroblastoma dan tumor wilms (Ricafort, 2011). 4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI adalah modalitas imaging yang lebih sensitif untuk diagnosis dan staging dari neuroblastoma. MRI lebih akurat daripada CT untuk mendeteksi penyakit stadium 4. Sensitivitas MRI adalah 83%, sedangkan CT 43%. Spesifitas MRI 97% sedangkan CT 88%. MRI adalah modalitas pilihan untuk menentukan keterlibatan sumsum tulang belakang (Ricafort, 2011). 5. Scintigraphy Metaiodobenzylguanidine (MIBG) merupakan imaging pilihan untuk mengevaluasi penyebaran ke tulang dan bone marrow oleh neuroblastoma. Isotop 123 dari I-metaiodobenzylguanidine (123I-MIBG) selektif diambil sel tumor mensekresi katekolamin (ditunjukkan lebih dari 90%) (Ricafort, 2011). 6. Bone Marrow Examination Biopsi bone marrow adalah metode rutin dan penting untuk mendeteksi penyebaran bone marrow pada neuroblastoma. Aspirasi dan biopsi harus dilakukan, meskipun kedepannya mempunyai diagnosis yang lebih baik.untuk mengumpulkan informasi yang akurat, diambil spesimen dari lokasi multiple direkomendasikan (Ricafort, 2011).

III. TERAPI Menurut Cecily (2002), International Staging System untuk neuroblastoma menetapkan definisi standar untuk diagnosis, pertahapan, dan pengobatan serta mengelompokkkan pasien berdasarkan temuan-temuan radiografik dan bedah, ditambah keadaan sumsum tulang. Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi tahap I, II, III, tergantung cirri tumor primer dan status limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi menjadi tahap IV dan IV (S untuk spesial), tergantung dari adanya keterlibatan tulang kortikal yang jauh, luasnya penyakit sumsum tulang dan gambaran tumor primer (Cecily, 2002). Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan, pengobatan minimal, atau banyak reseksi. Reseksi dengan tumor tahap I.

Untuk tahap II pembedahan saja mungkin sudah cukup, tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan terkadang ditambah dengan radioterpi lokal. Neuroblastoma tahap IV S mempunyai angka regresi spontan yang tinggi, dan penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat (Cecily, 2002). Neuroblastoma tahap II dan IV memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan, transplantasi sumsum tulang autokolog atau alogenik, penyelamatan sumsum tulang,

metaiodobenzilquainid (MIBG), dan imunoterapi dengan antibody monklonal yang spesifik terhadap neuroblastoma. Pengobatan terdiri atas penggunaan kemoterapi multiagens secara simultan atau bergantian, yaitu (Cecily, 2002): 1. Siklofosfamid: menghambat replikasi DNA. 2. Doksorubisin: mengganggu sintesis asam nukleat dan memblokir transkripsi DNA. 3. VP-16: menghentikan metaphase dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat. Adapun Jenis terapi untuk neuroblastoma dibagi berdasarkan tingkatan risikonya, yaitu (Cecily, 2002): 1) Neuroblastoma berisiko rendah Perawatan untuk pasien neuroblastoma beresiko rendah meliputi: a) Operasi yang diikuti oleh watchful waiting (penungguan yang diawasi dengan ketat). b) Watchful waiting sendirian untuk bayi-bayi tertentu. c) Operasi diikuti oleh kemoterapi, jika kurang dari separuh dari tumor yang dikeluarkan atau jika gejala-gejala serius tidak dapat dibebaskan dengan operasi. d) Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi. e) Kemoterapi dosis rendah.

2) Neuroblastoma beresiko sedang Perawatan untuk pasien neuroblastoma berisiko sedang mungkin meliputi : a) Kemoterapi. b) Kemoterapi yang diikuti oleh operasi dan/atau terapi radiasi. c) Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan yang serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi. 3) Neuroblastoma beresiko tinggi a) Kemoterapi dosis tinggi yang diikuti oleh operasi untuk mengeluarkan sebanyak mungkin tumor. b) Terapi radiasi pada tempat tumor dan, jika diperlukan, pada bagianbagian lain tubuh dengan kanker. c) Transplantasi sel induk (Stem cell transplant). d) Kemoterapi yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid. e) Percobaan klinik dari monoclonal antibody therapy setelah kemoterapi. f) Percobaan klinik dari terapi radiasi dengan yodium ber-radioaktif sebelum stem cell transplant. g) Percobaan klinik dari stem cell transplant yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid. Sebuah modalitas gabungan operasi, kemoterapi, dan radioterapi berdasarkan stadium penyakit dan umur pasien pada presentasi digunakan untuk neuroblastoma (Cecily, 2002). Adapun untuk penjelasan mengenai jenis terapi pada ketiga tingkatan risiko neuroblastoma adalah sebagi berikut: 1. Pembedahan Tujuan dari intervensi bedah adalah reseksi lengkap dari tumor. Jika reseksi lengkap tidak layak, maka tujuannya adalah untuk melakukan biopsi tumor. Reseksi tumor primer dinilai menggunakan pencitraan, dengan mempertimbangkan ukuran tumor, ekstensi kedekatan struktur seperti sumsum tulang belakang, keterlibatan kelenjar getah nodal; dan

kemungkinan penyembuhan setelah bedah. Untuk tahap 1, 2A atau penyakit 2B, eksisi lengkap merupakan tujuan terapi utama, namun, ahli bedah harus menggunakan penilaian bedah suara untuk menghindari komplikasi yang dapat dicegah seperti cedera pada struktur yang berdekatan atau kehilangan darah. Misalnya, dumbbell tumor dengan komponen intraspinal mungkin lebih baik dikelola bertahap, dengan kemoterapi adjuvan atau penghapusan awal tumor intraspinal diikuti oleh reseksi bedah lengkap (Thiele, 2012). Untuk tahap lanjutan 3 dan 4, intervensi bedah awal harus dibatasi biopsi jaringan, yang didiagnosis bersama dengan analisis biomarker sitogenetik dan tumor. Menunda reseksi bedah sampai ajuvan kemoterapi diberikan telah mengakibatkan penurunan morbiditas dan tingkat reseksi lengkap. Untuk bayi yang telah stadium penyakit 4S, reseksi bedah dari tumor primer tidak menunjukkan manfaat signifikan bagi kelangsungan hidup pasien secara keseluruhan karena tumor ini sering ditemukan menunjukkan diferensiasi dan regresi spontan bahkan tanpa pengobatan khusus (Kim & Chung, 2009). 2. Kemoterapi Kemoterapi adalah pengobatan utama untuk stadium lanjut neuroblastoma. Ketika digunakan dalam kombinasi dan berdasarkan sinergi obat, mekanisme kerja, dan resistensi obat potensi tumor, pengobatan kemoterapi telah efektif untuk pasien yang memiliki luas primer, berulang, atau metastasis neuroblastomas (Henry, 2012). Agen umum digunakan sekarang adalah cyclophosphamide, iphosphamide, vincristine, doxorubicin, cisplatin, carboplatin, etoposid, dan melphalan. Peningkatan kelangsungan hidup jangka panjang dicatat dengan lebih intens pada terapi kombinasi dengan mengorbankan toksisitas. Pencarian untuk mengintensifkan efek samping kemoterapi telah menyebabkan penurunan sumsum tulang-ablatif. Terapi dengan iradiasi total tubuh atau melphalan diikuti oleh transplantasi sumsum tulang untuk pasien yang memiliki penyakit berisiko tinggi (Kim & Chung, 2009).

3. Radioterapi Secara umum, neuroblastoma dianggap radiosensitive. Ada sedikit manfaat radioterapi untuk tahap 1 dan 2 tumor meskipun ada sisa (Henry, 2012). Radioterapi, bagaimanapun, telah terbukti mengurangi tingkat kekambuhan lokal untuk neuroblastomas resiko tinggi. Iradiasi lokal ke hati ditunjukkan pada bayi yang memiliki neuroblastoma stadium 4S dan gangguan pernapasan akibat hepatomegali (Henry, 2012). Iradiasi lesi intraspinal kurang ideal karena seiring kerusakan tubuh vertebral mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan scoliosis. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi telah digunakan baru-baru ini untuk stadium lanjut penyakit untuk meningkatkan resectability. Penggunaan lain dari radioterapi untuk radiasi total tubuh, untuk mencapai ablasi sumsum tulang sebelum transplantasi sumsum. Target MIBG pengobatan, digunakan secara luas di Eropa, menunjukkan manfaat dalam pengobatan stadium lanjut neuroblastomas sebagai lini pertama terapi dan untuk

neuroblastomas refraktori, Namun, sejumlah komplikasi seperti terjadinya keganasan sekunder dan tiroid disfungsi telah dilaporkan (Henry, 2012). Neuroblastoma resiko tinggi terus menunjukkan respon yang jelek untuk modalitas pengobatan gabungan dan tetap sulit bagi kelompok tumor untuk mencapai kontrol lokal. Baru-baru ini, agresif bedah pengobatan dengan iradiasi lokal dan kemoterapi myeloablative dengan penyelamatan sel induk telah menunjukkan kontrol lokal yang sangat baik di neuroblastomas resiko tinggi (Henry, 2012).

IV. KOMPLIKASI Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sum-sum tulang, tulang, hati, otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri ekstremitas, artralgia, pincang pada anak.

Metastase ke sum-sum tulang menyebabkan anemia, hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008).

V. PROGNOSIS Kelangsungan hidup 5 tahun 60%. Kadang-kadang dilaporkan pemulihan spontan. Identifikasi factor prognosis spesifik adalah penting untuk perencanaan terapi. Prediktor paling menonjol bagi keberhasilan adalah umur dan stadium penyakit. Anak yang berusia kurang dari satu tahun agak lebih baik daripada anak berumur lebih tua dengan stadium penyakit yang sama. Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit berstadium rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau CST yang agresif, angka ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak lebih tua dengan penyakit lanjut jarang melebihi 20% (Nelson, 2011).

DAFTAR PUSTAKA: American Cancer Society. Neuroblastoma. Available at:

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003125pdf.pdf pada tanggal 15 April 2014. Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC. Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI. Kim & Chung. 2009. Pediatric Solid Malignancies : Neuroblastoma and Wilms Tumor. Available at:

http://pax6.org/physician/WilmsTumorPediatricSolidMalignancies.pdf pada tanggal 15 April 2014.

Maris, Jhon. 2010. Recent Advances in Neuroblastoma. Available at: http://www.nejm.org/ pada tanggal 15 April 2014. Nelson. 2011. Nelson Textbook of Pediatric 19th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. Thiele CJ. 2012. Neuroblastoma Cell Lines. Available at:

http://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/Papers/Neuroblastoma %20Cell%20Lines%20--%20Molecular%20Features.pdf pada tanggal 15 April 2014. Sandoval JA, Malkas LH, Hickey RJ. 2012. Clinical Significance of Serum Biomarkers in Pediatric Solid Mediastinal and Abdominal Tumors. Int J Mol Sci 2012; 13:1126-53. Ricafort R. 2011. Tumor Markers in Infancy and Childhood. Pediatric in Review 2011, 306-8. Henry, dkk. 2012. Neuroblastoma Update. Available at: pada

http://www.pediatricsurgicalservices.com/docs/Neuroblastoma.pdf tanggal 15 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai