Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Retinoblastoma merupakan suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel batangdan sel kerucut) atau sel glia, yang ganas, bersifat kongenital dan terjadi pada anak-anak.

Gejala klinis retinoblastoma beraneka ragam, seperti adanya leukokoria, strabismus, peradangan (iritis), buphtalmos, hifema spontan dan retinal etachment. Hal ini menyebabkan beberapa pemeriksaan khusus sangat diperlukan seperti oftalmoskopi (direct dan indirect), USG, X-Ray, dan CT-Scan, serta pemeriksaan histology.

Pengobatan retinoblastoma tergantung dari stadium, gambaran histology dan ada atau tidaknya komplikasi. Jenis pengobatan dapat berupa operasi (enukleasi bulbi dan eksenterasi orbita), penyinaran, khemoterapi, fotokoagulasi, dan krioterapi, yang dapat diberikan secara tersendiri atau kombinasi.

Prognosis retinoblastoma sangat ditentukan oleh diagnosis dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.Retinoblastoma bisa terjadi secara unilateral dan bilateral. Frekuensi retinoblastoma bilateral kira-kira 30% dari seluruh kasus retinoblasma.

1.2

Batasan Masalah

Pembahasan makalah ini dibatasi pada diagnosis dan penataksanaan retinoblastoma.

1.3

Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan makalah ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur ilmiah.

1.4

Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk memahami cara mendiagnosis dan menatalaksana yang tepat pada retinoblastoma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ANATOMI RETINA

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran dari serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata. Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat bercak mengkilap yang

merupakan reflek fovea. Kira-kira 3 mm ke arah nasal, kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.

Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron: 1. Sel bipolar 2. Sel ganglion 3. Sel horizontal

4. Sel amakrin

1. Retinal pigment epithelium (RPE) 2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar.(Rods/Cones) 3. Membran limitans eksterna - Lapisan yang membatasi bagian dalam fotoreseptor dari inti selnya 4. Lapisan luar inti sel fotoreseptor 5. Lapisan luar plexiformis - Pada bagian makular, ini dikenal sebagi "Lapisan serat Henle" (Fiber layer of Henle). 6. Lapisan dalam badan inti 7. Lapisan dalam plexiformis 8. Lapisan sel ganglion - Lapisan yang terdiri dari inti sel ganglion dan merupakan asal dari serat syaraf optik. 9. Lapisan serat syaraf - Yang mengandung akson - okson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus opticus. 10. Membran limitans interna - Tempat sel-sel Mller berpijak.

2.2

FISIOLOGI RETINA Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk dapat melihat, mata harus

berfungsi sebagai alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan2. Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel

kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel Kerucut mampu membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral. 1. Fotokimiawi Penglihatan Baik sel batang ataupun kerucut mengandung bahan kimia rodopsin dan pigmen kerucut yang akan terurai bila terpapar cahaya. Bila rodopsin sudah mengabsorbsi energi cahaya, rodopsin akan segera terurai akibat fotoaktivasi elektron pada bagian retinal yang mengubah bentuk cis dari retinal menjadi bentuk all-trans. Bentuk all-trans memiliki struktur kimiawi yang sama dengan bentuk cis namun struktur fisiknya berbeda, yaitu lebih merupakan molekul lurus daripada bentuk molekul yang melengkung. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi retinal all-trans tidak lagi cocok dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka terjadi pelepasan dengan skotoopsin. Produk yang segera terbentuk adalah batorodopsin, yang merupakan kombinasi terpisah sebagian dari retianal all-trans dan opsin. Batorodopsin sendiri merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan dalam waktu singkat akan rusak menjadi lumirodopsin yang lalu berubah lagi menjadi metarodopsin I. Metarodopsin I ini selanjutnya akan menjadi produk pecahan akhir yaitu metarodopsin II yang disebut juga rodopsin teraktivasi, yang menstimulasi perubahan elektrik dalam sel batang yang selanjutnya diteruskan sebagai sinyal ke otak6. Rodopsin selanjutnya akan dibentuk kembali dengan mengubah all-trans retinal menjadi 11-cis retinal. Hal ini didapat dengan mula-mula mengubah all-trans retinal menjadi menjadi all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Selanjutnya, di bawah pengaruh enzim isomerase, all-trans retinol diubah menjadi 11-cis retinol lalu diubah lagi menjadi 11-cis retinal yang lalu bergabung dengan skotopsin membentuk rodopsin6.

2. Adaptasi Terang dan Gelap Bila seseorang berada di tempat yang sangat terang untuk waktu yang lama, maka banyak sekali fotokimiawi yang yang terdapat di sel batang dan kerucut menjadi berkurang karena diubah menjadi retinal dan opsin. Selanjutnya, sebagian besar retinal dalam sel batang dan kerucut akan diubah menjadi vitamin A. Oleh karena kedua efek ini, maka konsentrasi bahan kimiawi fotosensitif yang menetap dalam sel batang dan kerucut akan sangat banyak berkurang, akibatnya sensitivitas mata terhadap cahaya juga turut berkurang. Keadaan ini disebut adaptasi terang. Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat gelap dalam waktu yang lama, maka retinal dan opsin yang ada di sel batang dan kerucut diubah kembali menjadi pigmen yang peka terhadap cahaya. Selanjutnya, vitamin A diubah kembali menjadi retinal untuk terus menyediakan pigmen peka cahaya tambahan, dimana batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut. Keadaan ini disebut adaptasi gelap. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan : pemeriksaan subjektif tajam penglihatan penglihatan warna, dan lapang pandangan.

Pemeriksaan objektif adalah: Elektroretino-gram (ERG) Elektro-okulogram (EOG) Visual Evoked Respons (VER)

2.3

Definisi Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang terdiri dari sel-sel embrionik yang

berasal dari blastema suatu organ atau jaringan kongenital ganas yang terdapat baik dalam bentuk herediter maupun sporadik, terdiri dari sel-sel tumor yang berasal dari retinoblas, muncul pada salah satu atau kedua mata anak di bawah usia 5 tahun dan biasanya didiagnosis pertama kali berdasarkan adanya refleks pupil putih atau kuning terang (leukokoria).

2.4

Epidemiologi Frekuensi dari penyakit ini diperkirakan antara 1: 14.000 sampai 1:20.000 dari

kelahiran hidup, tergantung pada negara masing-masing. Diperkirakan 250-300 kasus baru muncul di Amerika serikat setiap tahunnya atau sekitar 4 kasus per 1 juta penduduk di Amerika serikat. Diseluruh dunia idiperkirakan nsiden retiblastoma sekitar 11 kasus per 1 juta anak yang berusia kecil dari 5 tahun. Di Filipina diperkirakan insiden lebih dari 1 kasus per 18.000 kelahiran hidup.

Retinoblastoma adalah tumor okuler maligna yang paling sering diantara anakanak. kejadiannya sekitar satu dalam 20.000 kelahiran, dan 30% dari semua kasus adalah retinoblastoma bilateral.

2.5

Etiologi Pada retinoblastoma terdeteksi adanya mutasi somatic pada sekitar 95% pasien.

Pada pasien lain ditemukan adanya penurunan gen autosomal dominan. Mutasi pada gen RB1 yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom 13 lokus 14 (13q14) deobservasi pada mutasi germ-cell. Kedua kopi gen RB1 ini harus bermutasi supaya dapat terbentuk tumor. retinoblastoma bisa terjadi pada beberapa lokasi di retina ataupun dapat terjadi bilateral.

2.6

PATOFISIOLOGI Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada

anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom. Massa tumor dapat tumbuh ke dalam (endofilik) dan tumbuh menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-kadang tumor berkembang difus. Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik timbul dari lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina.

10

Tipe eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina yang solid.

Kedua jenis retinoblastoma, secara bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama nervus optikus ke otak dan lebih jarang disepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emirasi di sklera ke jaringan orbita lainnya. Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri atas sel-sel kecil, tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang membentuk rosette Flexner-Wintersteiner yang khas, menandakan adanya diferensiasi fotoreseptik.

11

2.7

Klasifikasi

Reese-Ellsworth classification of retinoblastoma

Group 1

A Tumor ekuator

B soliter, 4 DD / belakang Tumor ekuator multipel, 4 DD belakang

Tumor soliter, 4-10 DD belakang Tumor multipel, 4-10 DD belakang ekuator ekuator Tumor soliter 10 DD posterior sampai ekuator

Lesi anterior sampai ekuator

4 5

Tumor mulitipel > 10 DD Tumor masif atau > retina

Lesi anterior ke ora serata Vitreous seeding

International classification of Retinoblastoma:


Tumor yang kecil ( 3mm) terbatas pada retina; > 3 mm dari fovea; > 1,5 mm dari diskus optikus Grup B Tumor (<3mm) terbatas pada retina pada beberapa lokasi, dengancairan subretinal yang bersih 6mm dari tepi tumor Grup C Berlokasi di vitreous dan atau benih tumor di subretinal (<6 mm dari tepi tumor) jika lebih dari satu bagian subretinal/vitreus, total luas tumor harus < 6mm Grup D Difus pada vitreus dan atau penyebaran di subretinal ( < 6 mm dari tepi tumor) jika lebih dari 1 bagian pada subretinal/viteus, total luas tumor harus 6mm. cairan subretinal > 6 mm dari tepi tumor Grup E No visual potential atau adanya 1 atau lebih dari gejala berikut ini

Grup A

Tumor di bagian segmen anterior Tumor didalam atau diatas badan siliar Glaukoma Neovascular

12

Perdarahan vitreus yang berasal dari tumor yang menyebabkan hipema Phthisical atau pre-pthisical eye Selulitis pada mata

2.8 a.) b.)

Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan Fisik Temuan klinis seluruh stadium retinoblastoma bervariasi. 1. Leukokoria (refleks pupil putih atau refleks mata kucing) 2. Strabismus (esotropia 11% dan exotropia 9%) Strabismus yang muncul sebagai hasil dari hilangnya penglihatan merupakan temuan kedua yang sering didapatkan. 3. Retinoblastoma dapat menyebabkan perubahan sekunder di mata termasuk glaukoma, sobekan retina dan inflamasi sekunder karena nekrosis tumor 4. Proptosis

13

Gejala Klinis Retinoblastoma Berdasarkan Persentase


Gejala atau Tanda Refleks mata kucing Strabismus Esotropia Exotropia Mata merah dan terasa nyeri dengan glaukoma Pandangan kabur Pemeriksaan rutin Selulitis orbital Midriasis unilateral Iridis heterokromia Hyphema Gambaran dismorfik Nistagmus Bercak putih pada iris Anoreksia, gagal tumbuh Persentase 56% 20% 11% 9% 7% 5% 3% 3% 2% 1% 1% 0,5% 0,5% 0,5% 0,5%

(Tabel ini dimodifikasi dari Abramson DH, Frank CM, Susman M, et al: presenting sign of retinoblastoma. J. Pediatr 1998 Mar ; 132 (3 Pt 1):505-8)

c.) i.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari orang tua untuk analisa DNA. Ada metode direk dan indirek untuk analisis gen retinoblastoma. Metode direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang mempercepat pertumbuhan tumor, jadi pemeriksaan ini menentukan apakah mutasi terjadi pada sel benih

14

pasien. Metode indirek digunakan pada kasus dimana mutasi awal tidak dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi tersebut ada. Assays level Enzyme Humor Aqeous Digunakan untuk memperoleh informasi pada pasien dengan kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara metabolis. Secara normal, konsentrasi nya di dalam serum dan aqeous humor rendah. Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan peningkatan aktivitas LDH.

ii.

Pemeriksaan Pencitraan CT- scan Kranial dan Orbital metode sensitif untuk diagnosis dan deteksi kalsifikasi intraokuler dan menunjukkan perluasan tumor intraokuler bahkan pada keadaan tidak adanya kalsifikasi. USG berguna dalam membedakan retinoblastoma dari keadaan non neoplastik. USG berguna juga untuk mendeteksi kalsifikasi. MRI dapat berguna untuk memperkirakan derajat diferensiasi retinoblastoma namun tidak sespesifik CT-Scan karena kurangnya sensitivitas mendeteksi kalsium. MRI juga berguna dalam mengidentifikasi retinoblastoma yang berhubungan dengan perdarahan atau ablatio retina eksudatif. X-ray. Pada daerah dimana USG dan CT-Scan tidak tersedia, pemeriksaan X-ray dapat

15

merupakan modalitas untuk mengidentifikasi kalsium intraocular pada pasien dengan media opaq. d.) Gambaran Histopatologi Penemuan histology klasik pada retinoblastoma adalah Flexner-wintersteiner Rosettes. Terdapat berbagai variasi dalam gambaran histologi. Beberapa neoplasia menunjukkan gambaran nekrosis dan foci kalsifikasi yang nyata. Yang lain menunjukkan area diferensiasi glial

2.9 Penatalaksanaan Pengobatan retinoblastoma ialah enukleasi bulbi yang disusul dengan radiasi. Apabila retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka dilakukan eksenterasi orbita disusul dengan radiasi dan bila diberikan kemoterapi (Ilyas dkk, 2002). Harus dilakukan pemantauan teratur pada anak yang menderita retinoblastoma dan keturunan berikutnya. Konseling genetik harus ditawarkan dan anak dengan orang tua yang pernah mengalami retinoblastoma harus diawasi sejak bayi (James dkk, 2005). Bila tumor masih terbatas intraokular, pengobatan dini mempunyai prognosis yang baik. Tergantung dari letak, besar, dan tebal,pada tumor yang masih intraokular dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi laser, atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan visus. Pada tumor intraokular yang sudah mencapai seluruh vitreus dan visus nol, dilakukan enukleasi. Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi masih terbatas dirongga orbita, dilakukan kombinasi eksentrasi, radioterapi, dan kemoterapi. Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20-90% pasien retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma (mansjoer, 2005).

16

A) Terapi Beberapa cara terapi adalah : 1. Enukleasi mengangkat boila mata dan dioganti dengan bola mata prothese (buatan). 2. Penyinaran bola mata. Retino blastoma bersifat radiosensitif, sehingga terapi ini sangat efelktipo. Bahayanya jaringan sekitarnya dapat rusak akibat penyinaran. 3. Photocoagulation : terapi dengan sinar Laser ini sangat efektip pada ukuran Kanker yang kecil. 4. Cryotherapy : terapi dengan cara pendinginan (pembekuan) pada kanker ukuran kecil terapi ini berhasil baik. 5. Chemotherapy : diberikan obat-obatan anti kanker yang dapat mengecilkan ukuran kanker. Cara terapi mana yang dipakai tergantung dari : 1. Ukuran kanker 2. Lokasi kanker 3. Apakah sudah menjalar atauy belum 4. Bagaimana status/keadaan bola mata yang lain 5. Adanya komplikasi 6. Riwayat keluarga

17

7. Tersedianya fasilitas untuk terapi-terapi diatas.

B) Pembedahan: Enukleasi : Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada itraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bola mata dan meotong saraf optik sepanjang mungkin. 2.10 saat ini lebih dari 85%. Angka kesembuhan hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat dan enukleasi dilakukan sebelum tumor melewati lamina kribrosa. Angka ketahanan hidup menurun menjadi 60% jika tumor meluas melewati lamina kribrosa, bahkan jika batas pemotongan nervus optikus bebas dari tumor. Ekssentrasi Orbita : Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dengan mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa sisa sel tumor Prognosis Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi medis yang tepat. Angka ketahanan hidup seluruh pasien retinoblastoma di Amerika dan Inggris

Kematian terjadi sekunder karena perluasan intrakranial. Pengobatan dengan EBRT menghasilkan angka kesembuhan sebesar 85%

2.11

Komplikasi Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma.

Contohnya

18

osteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain, melanoma malignan, berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma, dan berbagai jenis tumor otak terlihat setelah EBRT menggunakan 70-75Gy dengan 200-350cGy per fraksi. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah terapi radiasi. Terjadi Komplikasi vaskular: kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan dapat

hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan dosis radiasi melebihi 3500 cGy.

19

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari retina yang bersifat ganas. Kelainan ini merupakan kelainan congenital yang terpaut dengan gen (Rb 1, pada kromosom 13 -13q14) yang sering ditemukan pada anak-anak usia 3-5 tahun, meskipun dapat juga ditemukan pada usia lanjut (40 tahun).

Penyakit keganasan ini bisa mengenai satu mata pada beberapa titik, namun bisa juga mengenai kedua belah mata pasien (sekitar 30%). Kasus retinoblastoma ini dapat dijumpai pada 1 dari 30.000 kelahiran. Dimana tidak ada perbedaan kejadian pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan. Penyakit ini dapat mengenai semua ras.

Tumor ini pertumbuhannya sangat cepat sehingga vaskularisasi tumor tidak dapat mengikuti pertumbuhan tumor. Oleh karena itu timbul degenerasi dan nekrosis disertai kalsifikasi.

Pengobatan retinoblastoma ialah enukleasi bulbi yang disusul dengan radiasi. Apabila retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka dilakukan eksenterasi orbita disusul dengan radiasi dan bila diberikan kemoterapi (Ilyas dkk, 2002).

B) Terapi Beberapa cara terapi adalah :

20

1. Enukleasi mengangkat boila mata dan dioganti dengan bola mata prothese (buatan). 2. Penyinaran bola mata. Retino blastoma bersifat radiosensitif, sehingga terapi ini sangat efelktipo. Bahayanya jaringan sekitarnya dapat rusak akibat penyinaran. 3. Photocoagulation : terapi dengan sinar Laser ini sangat efektip pada ukuran Kanker yang kecil. 4. Cryotherapy : terapi dengan cara pendinginan (pembekuan) pada kanker ukuran kecil terapi ini berhasil baik. 5. Chemotherapy : diberikan obat-obatan anti kanker yang dapat mengecilkan ukuran kanker. Cara terapi mana yang dipakai tergantung dari : 1. Ukuran kanker 2. Lokasi kanker 3. Apakah sudah menjalar atauy belum 4. Bagaimana status/keadaan bola mata yang lain 5. Adanya komplikasi 6. Riwayat keluarga 7. Tersedianya fasilitas untuk terapi-terapi diatas.

21

B) Pembedahan: Enukleasi : Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada itraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bola mata dan meotong saraf optik sepanjang mungkin. Ekssentrasi Orbita : Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dengan mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa sisa sel tumor

22

DAFTAR PUSTAKA
I. http//www.scribd.com/makalah-retino-blastoma yang di kutip dari :

1. American Acedemy of Ophtalmology, Section 4, 2009. 2. http://emedicine.medscape.com/article/1222849-overview 3. K. Lang, Gerald, Ophtalmology A Short Text Book, Thieme Stuttgart, New York, 2000. Dorland 4. K. Lang, Gerald, Ophtalmology A Short Text Book, Thieme Stuttgart, New York, 2000. 5. Vaughan, dkk. General Ophtalmology, Mc Graw Hill, New york, 2004. 6. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1586012/table/t3 7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20319/3/Chapter%20II.pdf 8. Manchelle Aventura Isidro. Retinoblastoma. Medscape Continually update reference. Diambil dari www.emedicine.com, 2008. 9. Ilyas sidharta. Ilmu penyakit mata Ed 3. Balai penerbit FKUI. Jakarta, 2005

23

Anda mungkin juga menyukai