Anda di halaman 1dari 12

ICT di Korea

Korea (Rep.) Studi Kasus The Republic of Korea has the worlds highest broadband Internet access penetration. Korea Selatan telah tertinggi di dunia penetrasi akses internet broadband. At 51.1 percent it also has the highest Internet penetration among the Asian economies. Pada 51,1 persen itu juga telah penetrasi internet tertinggi di antara ekonomi Asia. These are astounding achievements given that fact that Korea is not among the worlds most developed nations, on the basis of GDP per capita. Ini adalah pencapaian mengenalnya mengingat bahwa fakta bahwa Korea tidak di antara dunia negara-negara maju, berdasarkan PDB per kapita. It is classified as an uppermiddle-income economy; a group that includes nations such as Argentina, Botswana, Brazil, Turkey, South Africa and Venezuela. Hal ini diklasifikasikan sebagai atas-tengah-pendapatan ekonomi; kelompok yang termasuk negara-negara seperti Argentina, Botswana, Brazil, Turki, Afrika Selatan dan Venezuela. In addition, Korea has its own language and character set and few Koreans speak English well. Selain itu, Korea memiliki karakter bahasa dan menetapkan dan beberapa warga Korea berbahasa Inggris dengan baik. These factors would tend to work against a high level of Internet access. Faktor-faktor tersebut akan cenderung terhadap pekerjaan yang tinggi tingkat akses Internet. Instead, there are other factors besides wealth that have contributed to its success. Sebaliknya, ada faktor lain selain kekayaan yang telah berkontribusi untuk keberhasilan. These include: Termasuk: Government support -The state has assisted to boost Internet access as well foster broadband Internet access. Pemerintah dukungan-negara yang telah membantu untuk meningkatkan akses Internet juga mendorong akses internet broadband. There are a variety of programs to encourage Internet access such as wiring all primary and secondary schools with free Internet connections and providing training to ten million people, including housewives, soldiers and rural dwellers. Ada berbagai program untuk mendorong akses Internet seperti wayar semua sekolah dasar dan menengah dengan koneksi internet gratis dan memberikan pelatihan untuk sepuluh juta orang, termasuk ibu rumah tangga, tentara dan pedesaan dwellers. The government has also offered low-interest loans to companies providing broadband access. Pemerintah juga telah memberikan pinjaman bunga rendah-perusahaan untuk menyediakan akses broadband. A significant point is that the MIC is allowed to keep all income accruing from its regulatory activities (eg, license fees, etc.) for funding government programs in the sector. Sebuah titik signifikan adalah bahwa MIC diperbolehkan untuk menyimpan semua pendapatan dari peraturan accruing kegiatan (misalnya, lisensi, dll) untuk pendanaan program pemerintah di sektor. Urban geography -Thought 20 percent of the Korean population resides in rural areas, city dwellers tend to live closely clustered in apartment complexes which simplifies the task of providing broadband connections. Sehari-geografi perkotaan 20 persen dari populasi Korea tinggal di daerah pedesaan, kota dwellers cenderung erat clustered tinggal di kompleks apartemen yang akan menyederhanakan tugas memberikan koneksi broadband. Competition -Koreas broadband growth coincided with the introduction of competition in the local loop in April 1999. Persaingan Korea s broadband pertumbuhan bersamaan dengan diperkenalkannya kompetisi di local loop pada April 1999. The new competitor focused on providing DSL access in an effort to distinguish itself from the incumbent. Pesaing baru yang difokuskan pada memberikan akses DSL dalam upaya untuk membedakan diri dari pemegang jabatan. In addition, the availability of cable television offered another outlet for providing broadband access. Selain itu, ketersediaan kabel televisi lain yang ditawarkan outlet untuk menyediakan akses broadband. The competition among operators and technologies has resulted in among the lowest broadband access prices in the world. Persaingan antara operator

dan teknologi telah mengakibatkan terendah antara harga akses broadband di dunia. Games- Electronic games are very popular with young Koreans and the development of online games, played initially in Internet cafes (PC Bangs), have helped stimulate market demand. Elektronik permainan-permainan yang sangat populer dengan muda Korea dan pengembangan permainan online, awalnya diputar di kafe Internet ( PC poni), telah membantu merangsang permintaan pasar. These and other factors make the Korean story an fascinating case study. Tersebut dan faktor lainnya membuat Korea cerita menarik sebuah studi kasus. Its accomplishments and its way of getting there also offer a number of useful lessons to other nations. Dan para tentang cara mendapatkan ada juga menawarkan sejumlah pelajaran berguna untuk bangsa-bangsa lain. A mission to South Korea was carried out from 23-30 May 2002, involving Michael Minges, Tim Kelly, and Vanessa Gray. Sebuah misi ke Korea Selatan dilakukan dari 23-30 Mei 2002, melibatkan Michael Minges, Tim Kelly, dan Vanessa Gray. The mission and interviews were coordinated with the Ministry of Information and Communications (MIC). Misi dan wawancara dikoordinasikan dengan Departemen Informasi dan Komunikasi (MIC). http://alcob.com/~acenwebzine/archive_3/indonesia/special_issue2.htm Manfaat dan Kemungkinan Kerjasama Antarbangsa untuk Pendidikan Berbasis ICT Kecenderungan Global Kim Yeongrok(rockim@keris.or.kr) - Researcher at Public Relations and Overseas Team, Korea Education & Information Service Informatisasi di Korea dipimpin oleh pemerintah, dalam arti mirip dengan proses industrialisasi. Berkat kebijakan yang kuat dan upaya terus-menerus dari pemerintah untuk melaksanakan informatisasi, Korea dapat meraih keuntungan-keuntungan kompetitif di bidang informasi dan teknologi di arena internasional dan gelombang dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari sangat besar. Namun demikian, potensi ICT adalah jauh lebih besar bagi kepuasan kita, dan oleh karena itu untuk merealisasikan potensi tersebut harus dilakukan kerja keras. Lagi pula, tidak mungkin dapat merealisasikan potensi tersebut hanya semata-mata bergantung kepada kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan informatisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Beberapa peneliti mengatakan bahwa informatisasi mempunyai dua sisi seperti mata uang. Kalau sisi yang satu adalah teknologi, maka sisi lainnya adalah politik. Ini berarti bahwa kemajuan-kemajuan teknologi sendiri tidak dapat menjamin berhasilnya informatisasi. Lebih khusus lagi, jikalau kedua sisi gagal membentuk keharmonisan, maka informatisasi akan mengalami permasalahan-permasalahan yang sama dengan industrialisasi. Pentingnya keharmonisan antara keduanya berlaku juga bagi informatisasi pendidikan. Penggunaan ICT dalam pendidikan merupakan pusat perhatian global, dan meskipun demikian nampaknya sulit dan tidak realistis bagi semua negara di dunia ini untuk dapat menyelesaikan masalah ini secara serentak dan efektif. Dalam keadaan ini, kerjasama internasional telah meningkat banyak untuk memaksimalkan dampak penggunaan ICT dan demikian pula untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasannya. Bangsa-bangsa Eropa Melakukan Kerjasama dalam Sistem Pendidikan Bangsa-bangsa Eropa menunjukkan tingkat kerjasama yang tinggi untuk meningkatkan penggunaan ICT dalam pendidikan. Dapat dikatakan bahwa keadaan geografis sangat mendukung kerjasama antarbangsa mereka memiliki kesamaan dalam standar ekonomi, sistem pendidikan dan kesejahteraan masyarakat yang canggih, dan aspirasi tentang ekonomi terpadu. Faktor-faktor ini memainkan peranan penting dalam mempercepat kerjasama. Bangsa-bangsa Eropa telah berusaha keras memasukkan ICT ke dalam pendidikan. Karena usaha-usaha mereka untuk melaksanakan pendidikan berbasis ICT banyak memberikan hasil

di sekolah, mereka memutuskan untuk beralih ke kerjasama seperti yang dilakukan pada bidang-bidang lainnya. Sebagai hasilnya, dikembangkanlah sistem-sistem kerjasama untuk pendidikan. Di antaranya ialah Eurydice (www.eurydice.org), suatu jaringan informasi pendidikan Eropa. Jaringan ini diselenggarakan oleh Kementerian-kementerian Pendidikan negera-negara Eropa beserta institusi-institusi di bawahnya. Jaringan ini membandingkan dan memperlajari sistem-sistem pendidikan negara-negara tersebut dan tema-tema umum dari Uni Eropa. Sejak didirikannya pada tahun 1980, Eurydice telah berperan dalam berbagai kegiatan kerjasama dalam penelitian dan bisnis sejalan dengan upaya penyatuan bangsa-bangsa Eropa. Eurydice Homepage European Remote Education Network, European Schoolnet Baru-baru ini, Eurydice telah mencurahkan perhatian kepada tema-tema berikut: - Kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan apa saja yang dimiliki oleh setiap bangsa untuk pendidikan berbasis ICT? - Apakah setiap bangsa mempunyai kriteria khusus bagi pendidikan berbasis ICT? - Kerjasama pemerintah dan swasta macam apakah yang dlakukan untuk menggunakan ICT dalam pendidikan? - Apakah ada hal-hal khusus dalam sistem administrasi negara yang telah membuat pelaksanaan ICT sukses sehingga perlu diinformasikan kepada negara lain? Di sini ketika kerjasama antarnegara diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh masing-masing negara, maka usaha-usaha Eurydice dapat memberikan banyak saran. Efek sinergis dari kerjasama di bidang IT telah diuji. Melalui European Schoolnet (www.eun.org/eun.org2/eun/en/index_eun.html), suatu jaringan pendidikan jarak jauh Eropa, yaitu e-schoolnet, suatu layanan portal informasi pendidikan diresmikan pada tahun 2002 sehingga sekolah-sekolah yang berada di seluruh pelosok Eropa dapat mengambil manfaat dari ICT bagi pendidikan, dan melalui ini, mereka melakukan kerjasama di bidang pendidikan secara besar-besaran. Amerika Serikat Memajukan Kerjasama Jarak Jauh bagi Pendidikan Antar Universitas Walaupun contoh berikut ini tidak menyangkut kerjasama antarbangsa, namun secara pasti menunjukkan dampak-dampak dari kerjasama dalam pendidikan jarak jauh. The Brooklyn College Learning Cafe Project, yang dikembangkan oleh Amerika Serikat, adalah contoh yang baik sekali. Banyak institusi pendidikan pada tingkatan sekolah tinggi (college) melakukan bisnis kerjasama pendidikan jarak jauh dalam kaitannya dengan sekolah-sekolah K-12. Universitas menyediakan pengetahuan dan pendidikan tingkat-tinggi bagi sekolah menengah dan masyarakat dan sebaliknya, siswa-siswa sekolah menengah dan penduduk mendapatkan keuntungan dari mereka seperti pendidikan sekolah tinggi yang canggih, pendidikan sepanjang hayat, dan sebagainya., dan bahkan sebelum mereka mendaftarkan diri di sekolah tinggi. Ini cukup penting dari segi mendapatkan keragaman pendidikan. Proyek ini dikembangkan oleh universitas dengan maksud untuk mengembalikan keuntungan-keuntungan ekonomis kepada masyarakat dengan berperan sebagai jembatan. Proyek ini menyajikan model-model sangat pending dalam disiplin-disiplin ilmu kemanusiaan dan ilmu sosial yang diberikan oleh sekolahsekolah tinggi dan universitas-universitas di kota-kota besar di abad ke-21. Dan sekarang, proyek ini mendapatkan tempat sebagai proyek yang berhasil yang memperoleh bantuan dari Program Bantuan Infrastruktur dari Departemen Perdagangan dan Telekomunikasi serta Informasi. Proyek ini mengandung bayak hal bagi kita. Pada mulanya, teknologi merupakan masalah besar, akan tetapi dengan berjalannya waktu, isu besarnya adalah bagaimana membuat kerjasama dan mempertahankannya. Bagaimana pun juga, bisnis kerjasama pendidikan yang sukses mencairkan pemahaman terhadap perbedaan-perbedaan budaya dan kebijakan dari setiap organisasi dan menemukan saluran-saluran komunikasi terbuka.

Kerjasama APEC Cyber Education Sebagaimana disebutkan dalam pendahuluan, ICT Korea telah maju dan tingkat penggunaannya cukup tinggi. Informatisasi pendidikan melalui jaringan-jaringan informasi kecepatan-sangat-tinggi merubah pendidikan dari gaya produktif massal yang seragam yang ada sekarang ke gaya yang mengakui individualitas, yang menciptakan lingkungan yang optimal untuk menghasilkan manusia-manusia berkualitas yang akan memimpin masa depan. Sejumlah besar dana pemerintah dikerahkan untuk ini. Selain upaya-upaya pada tingkat pemerintah, muncul masalah-masalah yang hanya dapat diatasi melalui kerjasama dengan bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, penting untuk berbagi masalah dan menyelesaikannya melalui kerjasama dengan negara-negara lain. ACEC diluncurkan setelah Presiden Kim Daejung menekankan pentingnya proyek-proyek eeducation untuk mengurangi kesenjangan dalam IT di antara anggota-anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada pertemuan puncak ke-7 APEC yang diselenggarakan di New Zealand pada bulan September 1999. Tujuannya ialah untuk memfasilitasi informasi dan know-how (pengetahuan) dalam pemanfaatan ICT dalam bidang pendidikan dan untuk menghasilkan guru-guru yang berkualitas yang memiliki latar belakang kuat dalam ICT yang dituntut oleh sistem ekonomi baru. Sekarang Korea menduduki posisi ketua dalam APEC ACEC Consortium yang terdiri atas 4 negara (Korea, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Hong Kong). Terlepas dari usaha-usaha keras yang dilakukan oleh Korea, kerjasama yang lebih banyak belum dilakukan antara negara-negara bertetangga dekat seperti Korea, China dan Jepang, yang melemahkan semangat. Dalam kenyataannya, kesenjangan dalam sejarah, bahasa, dan sistem politik, kerjasama nampaknya tidak mungkin dilakukan terlepas dari dinamika dan potensi yang ada. Di masa yang akan datang, ketika sistem pendidikan jarak jauh yang bisa dinikmati oleh Korea, Jepang, dan China diluncurkan dan meningkatkan saling pengertian dan kerjasama, maka gelombang dampaknya akan sangat mengagumkan kita. Sistem pendidikan jarak jauh itu akan berfungsi sebagai jalan menuju ke upaya peningkatan saling pemahaman terhadap kebudayaan dan sistem bangsa-bangsa lain melalui berbagi informasi, yang merupakan inti dati informatisasi, dan untuk bertukar informasi dan pengetahuan yang dihasilkan dari kemajuan pendidikan. Penekanan hanya pada kemajuan-kemajuan teknologi dan pendidikan saja menjadi kuno untuk memimpin informatisasi ke arah sukses. Jika kita tidak dapat menghalangi informatisasi, sebaiknya kita bergabung dengannya sepenuh hati. Keberhasilan yang sebenarnya dari informatisasi akan datang dari kerjasama berbagai tingkat dan studi yang berkelanjutan. http://www.bkpm.go.id/id/node/2048 RI, Korea S . bersama-sama membangun ICT training center di Cikarang Jakarta, 9 Mei, 2008 Indonesia, bekerjasama dengan Korea Selatan, sedang membangun suatu Pusat Pelatihan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) di Cikarang, Jababeka, Jawa Barat. ANTARA News melaporkan (05/07/08). Menteri komunikasi dan Informasi Muhammad Nuh, didampingi Dutabesar Korea Selatan untuk Indonesia Lee Sun-Jin, meletakkan batu pertama dari bangunan yan akan menjadi pusat latihan di Cikarang pada hari Rabu. Pemerintah Indonesia mengembangkan suatu masyarakat yang berkualitas di bidang Informasi dan Komunikasi (ICT field ) karena kebutuhan menguasai teknologi semakin meningkat, katanay.

Menteri Riset dan Teknologi / Kepala Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), Aizirman Djusan, menyatakan pemerintah Korea Selatan telah memberikan bantuan berupa grant berjumlah $8.9 juta dolar AS dan pemerintah Indonesia telah menyediakan anggaran sebesar Rp10 milyar untuk pembangunan pusat latihan tersebut. Dia mengatakan pusat laithan itu diharapkan akan menjadi pusat keunggulan dan menjadi model pusat-pusat pelatihan yang serupa di Indonesia. Berdiri diatas lahan seluas 2.5 hektar, bangunan pusat latihan akan terdiri dari antara lain ruang-ruang kelas, laboratorium-laboratorium dan sebuah auditorium yang luas. Konstruksi dari Pusat Latihan (ITC Training Center) merupakan tindaklanjut dari suatu perjanjian yang ditandatangani Kementerian Komuikasi dan Informasi Indonesian dan Badan Kerjasama INternasional Korea / the Korean International Cooperation Agency (KOICA), kata Djusan. Sementara itu, Dutabesar Korea Selatan untuk Indonesia Lee Sun-Jin menyatakan pusat latihan itu adan difokuskan pada jaringan ITC, multimedia, database dan computer programming. Dutabesar mengharapkan pusat latihan itu dapat meningkatkan keterampilan ITC sekitar 5,000 orang pertahunnya. Menteri Nuh mengatakan Cikarang yang merupakan bagian dari kawasan Jababeka adalah lokasi yang sangat tapat untuk pusat pelatihan karena sekitar 1,350 perusahaan-perusahaan dimiliki para investor dari 27 negara juga berlokasi ditempat yang sama disana. Jadi, tamatan-tamatan dari ICT Training Center dapat langsung mencari kerja di kawasan Jababeka, kata menteri. Dengan keberadaan ICT Training Center, Jababeka dapat menjadi pusat hubungan dari kawasan cerdas, kata menteri menambahkan. http://www.ebizzasia.com/0326-2005/insights,0326,02.htm Digital Multimedia Broadcasting DMB & WiBro: Industri Unggulan Masa Depan Korea Korea Selatan semakin menunjukkan keunggulannya di dunia ICT, terutama melalui kepemimpinannya dalam mengembang-kan teknologi-teknologi unggulan, salah satu-nya Digital Multimedia Broadcasting. Kepemimpinan Korea Selatan dalam Internet broadband, tampaknya bukan satu-satunya keunggulan negeri ginseng ini di fora industri dan bisnis dunia. Ini dibuktikan dengan mencuatnya kembali nama Korea Selatan dalam bisnis Digital Multimedia Broadcasting (DMB) dan WiBro ( Portable Internet ). DMB merupakan teknologi yang mendukung munculnya layanan siaran TV di telepon seluler alias ponsel. Sedang WiBro ( wireless broadband ), memungkinkan para pengguna ponsel mengakses Internet berkapasitas besar, kapan dan di mana saja sehingga lebih mudah menerima berbagai layanan baru di ponsel, misalnya siaran TV, video on demand, download musik dan sebagainya. Dengan begitu, menyatunya kedua layanan tersebut di ponsel akan semakin mendorong pengembangan pasar ponsel berkemampuan DMB dan WiBro, ditambah siaran TV di ponsel.

Hal ini diperkirakan tidak hanya akan berdampak terhadap layanan-layanan baru di ponsel, yang sudah tentu didahului dengan tersedianya secara luas ponsel-ponsel berkemampuan DMB dan WiBro, juga akan semakin mendorong perkembangan industri konten dan terbukanya berbagai lapangan kerja baru dan tenaga kerja berbasis pengetahuan yang semakin luas. Dampak berikutnya adalah peningkatan ekonomi dan bisnis. Standar Dunia Dalam salah satu wawancara khususnya dengan majalah IT Times, Yim Chu-hwan, Pimpinan Electronics and Telecommunications Research Institute (ETRI), Korea Selatan, menyatakan bahwa bisnis DMB dan WiBro diperkirakan akan meningkatkan pendapatan domestik kotor per kapita (GDP) hingga mencapai $20,000. Dan, Yim Chu-hwan, juga menambahkan bahwa bisnis DMB akan menjadi isu yang paling panas tahun 2005 ini, tak hanya di Korea, melainkan juga di seluruh dunia. Korea sendiri, terutama dalam menyikapi pengembangan DMB, yang teknologinya telah dikembangkan di Korea sejak tahun 2002 lalu, tak hanya melihatnya dalam konteks kepemimpinan pengembangan teknologi, melainkan juga mendorong agar DMB dan WiBro dapat digunakan sebagai standar internasional. Jika hal itu terwujud, dan untuk itulah ETRI mendorong pemerintah Korea untuk melobi baik negara-negara maju maupun sedang berkembang guna memuluskan diadopsinya, khususnya standar DMB, secara internasional, maka keduanya akan semakin mendorong peningkatan industri dan bisnis ICT Korea Selatan. Saat ini, Eropa, telah mengadopsi standar tersebut. Namun, Korea tak ingin standarnya hanya diakui oleh negara-negara Eropa saja, melainkan menjadi standar dunia. Karena, dengan semakin luasnya penerimaan dunia terhadap standar dan teknologi DMB Korea ini, maka akan semakin terbuka luas pula penerimaan ponsel-ponsel berbasis DMB, dan juga berbagai produk dan layanan terkait lainnya di pasaran dunia. DMB merupakan sebuah perangkat penerima siaran bergerak (mobile broadcasting receiver) yang memungkinkan pengguna ponsel berkemampuan DMB menonton dan mendengar acara siaran TV di ponsel mereka, baik sedang dalam keadaan diam maupun terutama bergerak atau bepergian, misalnya dalam kendaraan yang melaju hingga 150 km/jam. Sedang WiBro, yang diharapkan akan mulai tersedia layanannya tahun 2006, adalah layanan Internet portabel, yang juga dapat diakses melalui ponsel. Dengan begitu, pengguna ponsel berkemampuan DMB dapat menonton video atau siaran TV sambil tetap bertelepon melalui ponsel yang sama. Dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna ponsel di seluruh dunia, Yim melihat bahwa begitu siaran TV tersedia dalam format mobile di ponsel, diperkirakan pasar akan meledak. Karena, layanan ini diperkirakan memang sudah banyak dinanti-nanti oleh para pengguna ponsel di seluruh dunia. Apalagi, saat ini para pengguna ponsel dunia cukup besar, yakni pengguna GSM mencapai 1,25 miliar, CDMA 202 juta, dan TDMA 120 juta. Di Korea sendiri, para pelanggannya diperkirakan akan meningkat secara cepat, yakni dari hanya sekitar 400 ribu tahun 2005 akan meledak hingga 10 juta pengguna tahun 2010 mendatang. Selama ini, teknologi DMB memang telah dikembangkan, namun lebih banyak tertuju pada penggunaan untuk keperluan audio dan video saja, sedang siaran TV merupakan layanan yang sama sekali baru. Layanan siaran TV ini dapat dilakukan dengan menggunakan satelit maupun terrestrial, sehingga dalam konteks jaringan dikenal jaringan berbasis satelit (SDMB) maupun terrestrial (T-DMB). (Untuk ulasan teknologinya, baca artikel: Digital Multimedia Broadcasting: Menghadirkan Siaran TV di Ponsel.) Dukungan Pemerintah Yang menarik, dalam pengembangan DMB ini, Korea mengambil sejumlah momentum kegiatan internasional sebagai upayanya mendorong peningkatan pasarnya di dunia. Pertama , Korea akan memanfaatkan pasar Eropa, yang telah mengadopsi standar DMB-nya, melalui ajang FIFA Germany World Cup 2006, yang diperkirakan akan mempengaruhi negara-negara Eropa lainnya, seperti Inggris, Italia dan Swiss. Sedang di kawasan Asia, Korea mengambil momentum ajang Beijing Summer Olympics , Beijing, 2008 untuk juga mempengaruhi pasar

Asia, termasuk Indonesia. Jika hal itu berhasil dilakukan dengan baik, diperkirakan tak kurang pasar DMB akan berkembang 137 persen per tahunnya, sehingga pada 2012 pasarnya dapat mencapai $3 miliar. Beberapa praktisi malah memperkirakan bahwa nilai pasar perangkat atau ponsel DMB dapat mencapai $5 miliar pada 2007. Perkembangan ini diraih melalui peningkatan penjualan ponsel, pengembangan solusi aplikasi, dan juga konten. Perkembangan yang dicapai Korea, baik saat ini maupun yang diperkirakan akan diperoleh lebih besar lagi di masa datang, tak terlepas dari dukungan kuat pemerintah Korea Selatan sendiri yang memang sangat antusias. Dukungan itu langsung didapat melalui kerja keras Kementerian Informasi dan Komunikasi ( Ministry of Information and Communication , MIC) dan Lembaga Riset Telekomunikasi dan Elektronik ( Electronics and Telecommunications Research Institute , ETRI), yang memang sangat mendukung perkembangan itu. Terutama, karena hal tersebut akan semakin meningkatkan industri dan bisnis di dalam negeri, dan sudah tentu pula ekonomi dan pendapatan masyarakat, kreativitas, serta profesionalisme pekerja berbasis pengetahuan ( knowledge worker ), khususnya di lingkungan industri ICT. Selain itu, dengan dukungan yang kuat dari pemerintah ini pula kalangan industri, terutama para pemanufaktur ponsel berkemampuan DMB, juga dinilai sangat positif. Dalam konteks ini, ETRI bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas transmisi dan teknologi, sedang perusahaan-perusahaan penyiaran, seperti KBS dan MBC, mengajukan bisnis model secara detil. Sedangkan kalangan pemanufaktur perangkat terminalnya (ponsel), termasuk utamanya Samsung dan LG, bertugas menyiapkan ponsel berkemampuan DMB, sehingga mampu menerima layanan siaran TV bergerak. Patungan Satelit Di sisi lain, SK Telecom, operator telepon seluler terbesar Korea, berhasil membangun satelit DMB pertama dunia yang memungkinkan disediakannya layanan DMB di ponsel, PDA atau perangkat portabel untuk kendaraan ( in-car devices ), yang secara esensial mengonvergensikan teknologi telekomunikasi dan penyiaran. Satelit DMB bernama Han Byul ini dikerjakan di Space Systems Loral, yang berada di Palo Alto, California, Amerika dan mampu menyediakan 25 kanal audio untuk layanan musik, berita dan pendidikan, dan 3 kanal untuk berbagai layanan informasi. Satelit DMB ini merupakan hasil patungan antara SK Telecom , Korea Selatan, dan Mobile Broadcasting Corporation (MBCO), Jepang. Peluncuran satelit ini bukan saja menjadi perhatian para operator satelit, melainkan juga perusahaan-perusahaan TI mancanegara, karena ini merupakan satelit DMB pertama dunia. Peluncuran satelit ini bukan saja menjadi unggulan, melainkan juga semakin memuluskan kepemimpinan, baik Korea maupun Jepang, dalam pasar DMB global. Yang menarik, patungan antara kedua perusahaan telekomunikasi besar ini, beban biaya pembelian satelit DMB tersebut didasarkan pada cakupan dan jumlah stasiun bumi yang akan mereka operasikan. Sehingga SK Telecom kebagian mendanai 34,66% atau sekitar 94,5 miliar won Korea Selatan ($1=1003,88 won) dari total biaya sebesar 272,0 miliar won. Sedang MBCO mendanai 65,34% atau sebesar 177,5 miliar won. Biaya itu mencakup pembelian, peluncuran, pengendalian, asuransi dan lain sebagainya. Bagi SK Telecom, patungan pembelian satelit ini setidaknya mampu menghemat biaya sekitar 150 miliar won dibandingkan kalau mengoperasikannya sendiri. Momentum bagi CDMA Nantinya, satelit DMB ini akan dioperasikan oleh TU Media, perusahaan yang 30 persen sahamnya dimiliki SK Telecom. Perusahaan ini akan menyediakan berbagai layanan satelit, antara lain menyediakan 11 hingga 12 kanal televisi, 26 kanal audio, dan juga layanan komunikasi data bagi tiga operator seluler lainnya. Sedang Samsung dan LG telah mengembangkan ponsel-ponsel berkemampuan DMB untuk mendukung layanan baru itu. Sedang layanan DMB dari TU Media ini diperkirakan baru akan diluncurkan sekitar September

tahun 2005 ini setelah izinnya diperoleh dari komisi penyiaran Korea . Dengan tingkat pengguna ponsel yang telah mencapai 75% dari total populasi Korea Selatan, para analis menilai bahwa layanan DMB akan mampu meraih 6 juta pelanggan dalam beberapa tahun dan 8 juta pelanggan hingga tahhun 2010. Hasil kajian Electronics and Telecommunications Institute , memperkirakan bahwa layanan DMB akan menciptakan pendapatan sekitar 14 triliun won dalam enam tahun ke depan, terutama dari layanan, perangkat dan konten. engan berkembangnya layanan DMB, maka ini seklaigus menjadi momentum bagi perkembangan teknologi komunikasi CDMA karena DMB berbasis teknologi komunikasi CDMA. Bagi Korea sendiri, CDMA akan menjadi mesin pertumbuhan baru dengan tingkat kebutuhan ponsel CDMA tak kurang dari 14 juta buah per tahun, yang berarti akan menciptakan pasar domestik untuk perangkat nirkabel hingga 1,3 triliun won pada tahun 2010 mendatang. Sementara, ponsel DMB ini dipekirakan akan dijual di pasaran dengan harga antara 700.000 won hingga 800.000 (7-8 juta rupiah). http://re2yellow.wordpress.com/ict-di-korea-2/ http://www.ebizzasia.com/0214-2004/column,0214,indra.htm Indra M. Utoyo Peluang NGN Membangkitkan Industri ICT Lokal Dalam kolom ini di edisi sebelumnya, saya telah membahas bahwa di bidang infrastruktur telekomunikasi kita tidak perlu mengikuti jalur urutan logika yang telah ditempuh negara-negara maju yang densitas teleponnya sudah tinggi, dan jaringan serat optiknya melimpah. Namun, justru kita bisa melompat ke teknologi yang lebih maju, terpadu dan lebih sederhana pengelolaan jaringannya, sekaligus menjamin penggelaran layanan multimedia di masa datang akan lebih cepat dan efisien. Saat ini, seluruh dunia menantikan harapan ini pada inisiatif yang disebut Next Generation Network (NGN). NGN merupakan integrasi telekomunikasi dengan teknologi informasi (ICT) dan lifestyle sehingga mampu menghadirkan layanan telekomunikasi multimedia yang inovatif. NGN secara alami menjadi kecenderungan global, dimana platform intinya berbasis Internet Protocol (IP) yang sudah makin matang sebagai platform masa depan, baik pada jaringan tulang punggung (core network) maupun jaringan ke pelanggan akhir (end user). NGN, pada dasarnya, sebuah konsep untuk mendefinisikan dan menggelar jaringan yang terdiri dari pemisahan komponen jaringan (decoupling) ke dalam aras-aras (service, signaling, dan media) dan bidang-bidang (akses dan aplikasi) yang terbangun secara independen dengan antarmuka terbuka untuk saling berbicara satu sama lain. Sehingga, NGN mampu memberikan lingkungan dimana penyedia layanan dapat menciptakan, menggelar, dan mengelola inovasi layanan baru dengan cepat, mudah, dan terintegrasi dan memaksimalkan layanan-layanan telekomunikasi yang telah ada baik layanan selular, PSTN, TV kabel maupun jaringan IP. Lahirnya NGN didorong oleh kenyataan teknologi dan alasan bisnis, antara lain usangnya teknologi sistem teleponi atau PSTN yang tidak lagi memiliki masa depan untuk menopang multimedia karena mahalnya biaya operasi dan pemeliharaannya. Juga terbatasnya kemampuan untuk menghadirkan layanan-layanan baru. Sementara itu, dari pertimbangan bisnis, NGN menawarkan biaya investasi dan operasi yang lebih rendah karena satu jaringan data paket dapat digunakan untuk semua layanan suara maupun data, arsitektur yang sederhana dengan pengelolaan terpusat, serta kebutuhan SDM operasi minimal. Dampaknya,

NGN memberi kemampuan penciptaan pendapatan baru dari layanan-layanan nilai tambah. Pada akhirnya NGN mendorong terwujudnya lingkungan kompetitif yang memanjakan pelanggan melalui layanan-layanan inovatif, murah, dan cepat. Bagi kita, NGN bisa menjadi berkah untuk membangkitkan industri ICT di dalam negeri, dimana infrastruktur telekomunikasi semakin sarat software dengan teknologi yang semakin terbuka. Krisis ekonomi, memberi pelajaran bahwa ketergantungan teknologi infrastruktur asing yang harus diimpor seluruhnya membuat kemampuan membangun infrastruktur menjadi terhambat. Setengah abad lebih layanan telekomunikasi hadir, namun kemampuan industri penopangnya tidak terwujud. Sementara, negara lain yang juga terkena krisis, seperti Korea, yang telah memiliki kapabilitas industri telekomunikasi dalam negeri, tetap mampu membangun secara agresif dan bahkan di bidang penerapan ICT, Korea adalah salah satu yang terdepan di dunia. Berbeda dengan teknologi rutin seperti pada industri baja, kimia, atau farmasi, yang relatif stabil dan perkembangannya lambat serta risetnya mahal, industri ICT sangat cocok untuk negara berkembang. Hal ini karena ICT relatif merupakan investasi paling aman. ICT tidak mengenal siapa kuat siapa lemah. Sesuai dengan industri berbasis pengetahuan, semua punya kesempatan yg sama untuk berkarya di bidang ICT, sisanya adalah marketing dan gimmick komunikasi. Saat ini industri ICT dunia, sebagai teknologi inti di era informasi dan komunikasi didominasi oleh etnis Asia, utamanya India dan Cina. Mereka mampu menguasai teknologi serta pasar domestik. Industri perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) memiliki karakteristik umum, yaitu knowledge gampang didapat dan inovasi mudah direplika. Oleh karena itu, untuk membangun keunggulan daya saing para industriawan ICT di India dan Cina tidak masuk dalam pendekatan big firms tetapi melalui jalinan kolaborasi dengan smallmedium firms agar bergerak lincah dan efisien. Selanjutnya, keunggulan dibangun dengan menguasai design & system architecture bukan fabrikasi (assembly). ICT adalah teknologi strategis era ekonomi jaringan, yang membuat orang bisa berinteraksi dengan siapapun dan apapun. Sangatlah wajar bagi negara besar seperti Indonesia menganut pendekatan keamanan. Keamanan bukan dalam arti teknologi (security technology), tetapi keamanan dari ketergantungan atau meraih kemandirian. Sehingga sangatlah wajar jika industri ICT harus digalang dan dikuasai. Salah satu kuncinyanya adalah melalui penguasaan pasar domestik. Di tengah kancah persaingan regional-global, kita yakini pemahaman pasar lokal harus merupakan entry-point bagi kekuatan industri dalam negeri dan menjadi barrier-to-entry bagi pihak lain. Dengan begitu, pasar domestik ini merupakan suatu potensi pasar utama yang perlu ditumbuhkan secara benar dan memberi manfaat nyata bagi pasar Indonesia yang cukup luas. Peran Pemerintah dalam kemandirian Industri ICT Langkah membangun kemandirian biasanya melalui kebijakan Memperkuat Diri Sendiri (Affirmative Actions). Di negara maju (seperti Singapore, Malaysia, Jerman, dan Amerika) hal ini dilakukan melalui pengutamaan sektor swasta (private sector) pribumi untuk memperkuat teknologi dan industri. Dari sisi mahzab liberalisasi, negara tidak boleh mengintervensi mekanisme pasar. Tetapi pemerintah boleh intervensi di tahap sebelum pasar (Pre Competitive), misalnya pembangunan standarisasi teknologi, dukungan untuk pengembangan riset, pengembangan SDM, dan pre-proteksi/preferensi produk domestik. Banyak negara melakukan hal ini secara diamdiam. Jadi mereka investasi untuk diri mereka sendiri yang tidak perlu dipublikasi ke negara lain.

Namun hal ini harus ada link and match dengan pengembang an sektor swasta yang tangguh. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan kebijakan industri yang pro-kemandirian, antara lain: Pertama, orientasi pemerintah tidak hanya pada penerimaan negara, seperti misalnya pada industri migas (sementara kapabilitas industri ada pada perusahaan asing), melainkan juga melalui penggalangan mata rantai industri untuk menciptakan nilai tambah yang maksimal melalui SDM yang tangguh; Kedua, Regulator, Fasilitator, Pengusahaan (BUMN), dan Controller sebaiknya tidak pada satu pihak (Pemerintah), sehingga dimungkinkan adanya pengembangan sektor swasta yang tangguh. Diharapkan bisa dihasilkan pengembangan lingkungan kompetisi yang menghasilkan entrepreneur unggul; Ketiga, kapabilitas industri difokuskan pada pengembangan Design House bukan pada fabrikasi (Assembly). Dalam jangka pendek, bisa dilakukan melalui pemanfaatan kapasitas fabrikasi alih daya. Untuk jangka panjang, sejauh skala ekonomi memadai, industri dapat melengkapi diri dengan penggunaan teknologi mutakhir untuk one-stop design & fabrication; Keempat, yang tidak kalah pentingnya adalah membangun kemasan branding dan marketing communication produk-produk domestik yang unggul; Selanjutnya adalah pemanfaatan potensi pasar (Customer Base) untuk produk domestik melalui preferensi dan standarisasi. Revitalisasi Hubungan Institusi Riset dan Industri ICT Saat ini, dalam era persaingan global, pendekatan berpusat pada teknologi di kalangan institusi riset dan perguruan tinggi di Indonesia tidak akan mampu menunjang kemajuan yang berarti. Pustaka perguruan tinggi di masa lalu hanya berisi temuan IPTEK, namun sedikit sekali yang siap masuk ke kancah aplikatif. Oleh karena itu semangat budaya inovasi- produksikelanggengan perlu dikemas secara serius mulai dari proses awal. Adanya gairah untuk dapat memahami paradigma budaya ini, merupakan tolok ukur yang penting atas suatu jaminan adanya perubahan untuk membangun kapabilitas industri yang aplikatif Institusi riset dan perguruan tinggi perlu diberdayakan menjadi agen perubahan dan mereposisi diri agar mampu mencetak industriawan (berorientasi nilai tambah) bukan pengrajin (berorientasi teknologi). Pengembangan Entrepreneurship di lingkungan Perguruan Tinggi misalnya, perlu dilakukan dengan mengapreasi kreasi dan inovasi individu dari komunitasnya, untuk membangun kompetensi industri. Contoh kasus yang menarik adalah perguruan tinggi MIT di Amerika memiliki 4000 perusahaan dengan total pendapatan USD 230 Milyar per tahun sama dengan penghasilan negara terkaya ke 24 di dunia. Di sisi lain, khususnya dalam menyongsong era NGN, keberadaan pelaku industri, seperti operator telekomunikasi yang selalu sarat akan kepentingan bisnisnya, harus menyadari secara proaktif kepentingan komersial jangka pendek dan kelanggengan jangka panjangnya. Hal ini antara lain dengan melihat pentingnya membangun pusat unggulan (network of excellences) yang mandiri untuk berkiprah dalam pengembangan IPTEK yang mendukung secara langsung proses bisnisnya. Contoh menarik membangun network of excellences yang dilakukan oleh TELKOM adalah melalui pembentukan konsorsium perusahaan lokal untuk membangun industri NGN, dengan komponen utama Softswitch. Selanjutnya R&D TELKOM memfasilitasi uji-tipe dan uji-fungsi bagi para pelaku industri ICT di bidang NGN. Teknologi softswitch karya konsorsium domestik

selanjutnya diadopsi di beberapa lokasi rural. Tahun 2004 Ditjen POSTEL merencanakan penggelaran teknologi lokal ini untuk solusi USO di sekitar 45.000 desa. Kita berharap semoga kebangkitan industri ICT domestik bisa terwujud dan memberi manfaat nyata bagi pasar Indonesia yang cukup luas. Kalau peluangnya ada, kenapa tidak kita raih! Indra M. Utoyo General Manager eBusiness, Divisi Multimedia PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. http://tekno.kompas.com/read/xml/2008/05/07/15325012/ict.center.25.hektare.dibangun.di.kota.j ababeka ICT Center 2,5 Hektare Dibangun di Kota Jababeka Dok Depkominfo Menkominfo Muhammad Nuh, Duta Besar Korea Selatan Lee Sun-jin, dan sejumlah pejabat pemerintah memulai pelatakan batu pertama pembangunan Korea Indonesia ICT Training Center seluas 2,5 hektare di Kota Jababeka, Rabu (7/5). Rabu, 7 Mei 2008 | 15:32 WIB BEKASI, RABU Pusat pelatihan ICT (information and communication technology) seluas 2,5 hektare dibangun di Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi. Peletakan batu pertama dilakukan Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh mewakili pemerintah Indonesia dan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Lee Sun-jin, Rabu (7/5). Mari kita jadikan pekerjaan ini bukan sekadar hitungan-hitungan bisnis an sich, tapi ada value untuk membantu generasi muda, anak-anak kita menguasai ICT sehingga mandiri di kehidupannya dan membawa kemajuan bagi kita semua, ujar Menkominfo. Ia mengatakan pusat pelatihan Korea-Indonesia ICT Training Center ini tidak akan menjadi profit center. Pembangunan fasilitas training tersebut didanai hibah dari pemerintah Korea Selatan melalui KOICA (Korea Organization Intenational Cooperation Agency) sebesar 8,9 juta dollar AS dan dana pendamping dari pemerintah sebesar Rp10 miliar. Lahan disediakan PT Jababeka sementara operasionalnya akan dilakukan di bawah pengelolaan Yayasan Al Azhar. Sedikitnya ada lima pelatihan yang akan dilakukan di ICT Training Center, di antaranya bidang ICT network, multimedia, database, dan program komputer yang akan melatih sekitar 5000 orang dalam setahun, ujar Lee. Di kompleks tersebut akan dibangun ruang kelas, laboratorium, fasilitas olahraga, termasuk asrama dengan total luas bangunan satu hektare. Ia menambahkan pusat pelatihan ini akan selesai dalam dua tahun dan mulai Mei 2009 dapat memulai kegiatannya. Pemerintah Korea Selatan sangat berkepentingan karena sekitar 200 perusahaan yang ada di kawasan industri Jababeka berasal dari Negeri Ginseng tersebut dan membutuhkan banyak tenaga ahli. Sementara itu, menurut Presiden Direktur PT Jababeka, Setyono Djuandi Darmono, di Kota Jababeka ada 7 kawasan industri dengan lebih dari 1350 tenant dari 27 negara yang siap menyalurkan sumber daya terlatih. Pihaknya juga sudah menyiapkan fasilitas pendukung seperti sumber daya manusia, jaringan kabel optik, air, termasuk pembangkit listrik 130 MW di kawasan terpadu seluas 3000 hektare tersebut.

Fasilitas ini melengkapi Jababeka Research Center yang sudah dikembangkan sebelumnya bersama Kementrian Ristek untuk mendukung riset di Indonesia, khususnya ICT, hardware design, dan biodiversity, ujar Darmono. Ia berharap selain Korea Selatan, dukungan untuk membangun pusat riset kelas dunia di kawasan tersebut juga diikuti negara-negara asing lainnya.

Anda mungkin juga menyukai