Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia

Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDEN
PENYAKIT MALARIA DI KELURAHAN TELUK DALAM KECAMATAN
TELUK DALAM KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2005

Oleh: Suhardiono, S.K.M., M.Kes.


ABSTRAK
Malaria adalah salah satu penyakit yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat terutama di Indonesia. Kelurahan Teluk Dalam merupakan daerah
endemis penyakit Malaria dan jika dibandingkan dengan penderita malaria yang di
Provinsi lebih tinggi di Kelurahan Teluk Dalam, yaitu pada tahun 2004 dengan IR
sebesar 128 per 1.000 penduduk. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan insiden penyakit malaria tersebut dilakukan dengan jenis penelitian
explanatory research yang bersifat deskriptif analitik dengan desain Cross-Sectional
dengan tujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik individual, pengetahuan
responden, upaya pengendalian vektor, dan faktor lingkungan dengan insiden
penyakit malaria di Kelurahan Teluk Dalam, dangan besar sampel 100 Kepala
Keluarga (KK).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji Chi-Square diketahui ada
hubungan kebiasaan menggunakan kelambu dengan insiden penyakit malaria dengan
nilai p=0,000 (p<0,05), ada hubungan kebiasaan menggunakan kelambu dengan
insiden penyakit malaria dengan nilai p=0,004 (p<0,05), ada hubungan antara
kebiasaan masyarakat menggantungkan pakaian dalam kamar dengan insiden
penyakit malaria p=0,000 (p<0,05), ada hubungan antara kebiasaan tidur larut malam
dengan insiden penyakit malaria dengan nilai p=0,000 (p=<0,05), ada hubungan
antara kebiasaan bepergian ke daerah endemis dengan insiden penyakit malaria
dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
Terjadinya peningkatan penyakit malaria disebabkan oleh masih kurangnya
pengendalan vektor, kebiasaan tidak menggunakan kelambu, kebiasaan tidak
menggunakan anti nyamuk, kebiasaan menggantungkan pakaian, kebiasaan tidur
larut malam, kebiasaan bepergian kedaerah endemis, oleh sebab itu diharapkan
kepada pihak Pemda dan petugas kesehatan agar meningkatkan penyeluhan kepada
masyarakat secara rutin, dan kepada masyarakat diharapkan partisipasinya dalam
mendukung program dalam upaya pemberantasan vektor penyakit malaria.

Kata kunci: insiden penyakit malaria, faktor-faktor yang berhubungan

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan
merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Sasaran
pembangunan kesehatan adalah
pelayanan kesehatan yang semakin
bermutu, merata, dan mampu
mewujudkan manusia yang tangguh,
sehat, cerdas, dan produktif. Juga
dapat meningkatkan sumber daya
manusia, kualitas kehidupan,
peningkatan usia harapan hidup,
meningkatkan kesejahteraan keluarga
dan masyarakat. Serta mempertinggi
kesadaran masyarakat akan pentingnya
hidup sehat. Perhatian khusus diberikan
kepada masyarakat berpenghasilan
rendah, daerah umum perkotaan,
daerah pedesaan, daerah terpencil, dan
kelompok masyarakat pemukiman baru
(GBHN 1999).
Upaya-upaya pelayanan
kesehatan diarahkan pada program-
program seperti ditegaskan dalam UU
No. 23 tahun 1992, tentang kesehatan
22
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

bab V pasal 10 bahwa untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat
diselenggarakan upaya kesehatan
dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan (UU
Kesehatan tahun 1992).
Upaya perbaikan kesehatan
masyarakat terus ditingkatkan, antara
lain melalui pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular yang
dewasa ini masih merupakan masalah
kesehatan di negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia.
Program pemberantasan penyakit
menular bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit, menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian serta
mencegah akibat buruk lebih lanjut
sehingga tidak lagi menjadi masalah
kesehatan masyarakat (dalam Rencana
Pembangunan Kesehatan Menuju
Indonesia Sehat 2010, 1999).
Salah satu program
pemberantasan penyakit menular
adalah pemberantasan penyakit
malaria, di mana di Indonesia sampai
saat ini penyakit malaria masih
merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Angka kesakitan penyakit
ini masih cukup tinggi, kadang-kadang di
sertai dengan adanya kematian.
WHO memperkirakan saat ini
kira-kira 2,5 milyar manusia di dunia
tinggal atau hidup di wilayah-wilayah
endemis malaria, sampai saat ini
malaria masih menjadi masalah
kesehatan terbesar di dunia. Dapat di
ketahui dengan masih tingginya kasus
malaria di wilayah-wilayah Afrika
sebelah utara gurun sahara, kira-kira
275 juta dari 500 juta penduduknya
terinfeksi malaria, 100 juta di antaranya
dengan gejala-gejala klinis. Dalam
wilayah endemis yang luas itu setiap
tahun sebanyak 1 juta orang meninggal
karena penyakit malaria. Di luar benua
Afrika, kira-kira 100.000 orang
meninggal setiap tahun karena malaria
(dalam Malaria Secara Ringkas, 2004).
Di Indonesa malaria pertama kali
dilaporkan oleh dokter-dokter militer
pada permulaan abad ke-19, kemudian
dilaporkan bahwa adanya wabah malaria
seperti di Cirebon pada tahun 1852-1854
sebelum tahun 1925, Jakarta dan
sekitarnya, kota-kota di pantai utara
jawa serta beberapa daerah perkebunan
serta persawahan di Jawa Barat
merupakan daerah endemik malaria
(dalam Malaria, 2000).
Dari profil kesehatan Indonesia
tahun 2000, angka kesakitan malaria
cenderung naik, di pulau Jawa dari 12
kasus per 100.000 penduduk pada tahun
1997, meningkat menjadi 81 kasus per
100.000 penduduk pada tahun 2000 dan
di luar pulau Jawa, angka kesakitan
malaria dari 1600 kasus per 100.000
penduduk pada tahun 1997, meningkat
menjadi 3100 kasus per 100.000
penduduk pada tahun 2000. Di
perkirakan bahwa sekitar 46% penduduk
Indonesia atau lebih dari 90 juta orang
hidup didaerah endemik (dalam
Pembangunan Kesehatan Indonesia,
2004)
Dari hasil rekapitulasi data
indikator PPM dan PL tahun 2003, angka
kesakitan malaria di Sumatera Utara
cenderung naik, yaitu pada tahun 2002
terdapat 46,758 kasus per 1000
penduduk meningkat menjadi 60,268
kasus per 1000 pada tahun2003 dan
menurun menjadi 13,102 kasus per 1000
penduduk pada tahun 2004. (Depkes
2004).
Kelurahan Teluk Dalam Kecamatan
Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan
merupakan daerah pantai yang
memanjang dari Utara ke Selatan yang
mana permukaan laut lebih tinggi 1,5 m
dari daratan. Kelurahan Teluk Dalam
merupakan daerah endemis malaria,
diketahui dari Data tiga tahun terakhir
cenderung naik dan berfluktualisasi,
yang pada tahun 2002 terdapat 200
kasus per 1000 penduduk, menurun
menjadi 72 kasus per 1000 penduduk
23
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

pada tahun 2003, dan pada tahun 2004
naik menjadi 128 kasus per 1000
penduduk. Kasus malaria di Kelurahan
Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan
jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kasus Malaria di Provinsi
Sumatera Utara.
Beberapa faktor dapat diduga
sebagai penyebab terjadinya
peningkatan kasus malaria tersebut di
Kelurahan Teluk Dalam. Oleh karena
Kelurahan Teluk Dalam ini merupakan
daerah yang berada di pinggir pantai
yang dialiri beberapa sungai, di mana di
waktu pasang naik sungai tersebut
penuh diisi oleh air laut yang berasal
dari muara sungai dan bahkan
menggenangi daratan-daratan yang
berada di pinggiran di sekitar rumah
penduduk, serta terdapatnya selokan-
selokan pembuangan limbah,
pembuangan air limbah rumah tangga
yang kurang memenuhi syarat, dan juga
terdapat suatu daerah rawa-rawa yang
cukup besar yang ditumbuhi oleh
tumbuhan rumbia, airnya tergenang
setelah pasang surut, di tempat-tempat
ini dicurigai sebagai tempat perindukan
nyamuk Anopheles sebagai vektor
malaria di samping faktor-faktor lain
yang belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan data dan kenyataan
tersebut, maka penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang berhubungan atau
sebagai penyebab insiden penyakit
malaria maka perlu dilakukan penelitian
untuk meneliti faktor-faktor yang
berhubungan dengan insiden penyakit
malaria di Kelurahan Teluk Dalam
Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias
Selatan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dikemukakan di atas, maka
sebagai rumusan masalah adalah belum
diketahuinya faktor-faktor yang
berhubungan dengan insiden penyakit
malaria di Kelurahan Teluk Dalam
Kabupaten Nias Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan insiden
penyakit malaria di Kelurahan teluk
Dalam Kecamatan Teluk Dalam
Kabupaten Nias Sealatan Tahun 2005.

1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan
karakteristik individual (umur, jenis
kelamin, jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan) dengan insiden penyakit
malaria di Kelurahan Teluk Dalam
Kecamatan Teluk Dalam Kebupaten
Nias selatan.
2. Untuk mengetahui hubungan
pengetahuan responden dengan
insiden penyakit malaria di
Kelurahan Teluk Dalam Kecamatan
Teluk Dalam Kebupaten Nias
selatan.
3. Untuk mengetahui pengendalian
vektor dengan insiden penyakit
malaria di Kelurahan Teluk Dalam
Kecamatan Teluk Dalam Kebupaten
Nias selatan.
4. Untuk mengetahui hubungan faktor
lingkungan dengan insiden penyakit
malaria di Kelurahan Teluk Dalam
Kabupaten Nias Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Seksi
P2M terutama penyakit malaria baik
di puskesmas maupun di Dinas
Kesehatan Kelurahan Teluk Dalam
Kabupaten Nias Selatan.
2. Menambah pengetahuan penulis
tentang penyakit malaria.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti
lain yang ingin meneliti tentang
penyakit malaria.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Malaria
2.1.1. Pengertian, Gejala, dan
Penularan
Malaria adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus plasmodium.
24
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

Malaria pada Manusia disebabkan
Plasmadium Malariae (Lavaren, 1888),
Plasmodium Vivax (Grosi dan Felati,
1890), Plasmodium Falciparum (Welch
1897), dan Plasmodium ovale (Stephens
1992). Penularan malaria dilakukan oleh
nyamuk betina dari tribus Anopheles
(Ross 1897). Dari sekitar 400 spesies
nyamuk Anopheles telah ditemukan 60
spesies yang dapat menularkan malaria.
Di Indonesia ditemukan 80 spesies
nyamuk Anopheles, tetapi hanya 16
spesies yang berperan sebagai vektor
malaria.
Penyakit malaria yang dikenal
secara umum adalah adalah malaria
klinis, yaitu penyakit malaria yang
ditemukan berdasarkan gejala-gejala
klinis dengan gejala demam, menggigil,
secara berkala dan sakit kepala.
Kadangn-kadang disertai dengan gejala
klinis, badan terasa lemas dan pucat,
mual, kadang-kadang diikuti muntah,
sakit kepala berat terus-menerus,
khususnya pada infeksi dengan
falciparum.
Keadaan menahun (kronis) gejala
di atas disertai pembesaran limpha.
Pada malaria berat, gejala di atas
disertai kejang-kejang dan penurunan
kesadaran hingga koma.
Gejala-gejala klasik (umum)
malaria biasanya terdiri atas 3 (tiga)
stadium berurutan, yaitu:
a. Stadium dingin (cold stage)
Mulai menggigil, kulit dingin, kering,
dan pucat. Stadium ini berlangsung
selama 15 menit sampai 1 jam
diikuti dengan meningkatnya
temperatur.

b. Stadium panas (hot stage)
Muka penderita merah, kulit panas
dan kering, nadi cepat, dan panas
badan tetap tinggi dapat sampai 40
C atau lebih, terjadinya
peningkatan respirasi. Nyeri kepala,
muntah-muntah dapat juga terjadi
syok (tekanan darah turun). Periode
ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai 2 jam atau lebih diikuti
dengan keadaan berkeringat.

c. Stadium berkeringat (sweting
stage)
Penderita berkeringat mulai dari
temporal diikuti seluruh tubuh
sampai basah, temperatur turun,
penderita merasa capek dan sering
tidur. Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan
pekerjaan biasa.

Penularan penyakit malaria
dapat terjadi sebagai berikut.
a) Penularan secara Alamiah (Natural
Infection)
Yaitu penularan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.
b) Penularan secara Tidak Alamiah
1. Malaria bawaan (congenital),
yaitu penularan pada bayi, yang
terjadi karena terpindahnya
malaria dari ibu ke bayinya
melalui peredaran darah
plasenta waktu bayi masih dalam
kandungan.
2. Penularan secara mekanik, yaitu
penularan melalui transfusi
darah atau melalui jarum suntik
yang tidak steril.
2.1.2. Epidemiologi
Secara epidemiologi, distribusi
penyakit malaria:

a. Distribusi Penyakit Malaria Menurut
Orang
Secara umum dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya setiap orang
dapat terkena malaria. Perbedaan
prevalens menurut umur dan jenis
kelamin sebenarnya berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan karena
variasi keterpaparan kepada gigitan
nyamuk. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perempuan
mempunyai respons imun yang lebih
kuat dibandingkan dengan laki-laki,
namun kehamilan menambah risiko.

b. Distribusi Penyakit Malaria Menurut
Tempat
Penyakit malaria dapat pada
wilayah-wilayah yang terbentang luas.
25
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

Secara umum malaria berkurang pada
ketinggian di atas 2000-2500 m, di atas
permukaan laut jarang ada transisi
Malaria.

c. Distribusi Penyakit Malaria Menurut
Waktu
Penyakit malaria pada musim
hujan, umumnya akan memudahkan
nyamuk dan terjadinya epidemiologi
malaria. Besar kecilnya pengaruh
tergantung pada jenis dan derasnya
curah hujan, jenis vektor, dan jenis
tempat perindukan. Hujan yang diselingi
panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

2.1.3. Vektor
2.1.3.1 Jenis Vektor
Vektor penular penyakit malaria
adalah nyamuk Anopheles, di bumi ini
terdapat sekitar 400 spesies nyamuk
Anopheles, tetapi hanya 60 spesies
berperan sebagai vektor malaria. Semua
vektor hidup sesuai kondisi ekologi
setempat, antara lain ada yang hidup di
air payau pada tingkat sanitasi tertentu
(Anopheles sundalio cus, Anopheles
supbicus), ada yang hidup di sawah,
yaitu (Anopheles aconitus), air bersih di
pegunungan (Anopheles mculatus),
genangan air yang dapat sinar matahari
(Anopheles punclolatus, Anopheles
parauti).

2.1.3.2. Morfologi Penyakit Malaria
Sesuai klasifikasinya sebagai
protozoa, parasit malaria adalah sejenis
binatang yang terdiri dari hanya satu
sel. Bagian-bagian utama dari organisme
yang berukuran sangat kecil ini terdiri
dari sitoplasma , inti, dan bagian-bagian
yang ada pada keduanya. Walaupun
susunan jasadnya sangat sederhana,
bentuk, atau morfologi parasit malaria
sangat beragam, bukan saja disebabkan
oleh perbedaan spesies, melainkan juga
oleh berbagai perubahan bentuk dan
komposisi yang terdiri dalam berbagai
fase perkembangannya dalam hospes
vertebrata (manusia) dan hospes
nyamuk. Keanekaragaman ini ditambah
oleh adanya perubahan-perubahan yang
khas pada sel darah merah yang di
infeksi parasit malaria.
Morfologi empat spesies
Plasmodium manusia diuraikan
berdasarkan pada bentuknya yang
terlihat dalam sediaan darah tipis, sel
darah merah masih utuh, dengan parasit
malaria berada didalamnya. Atas dasar
morfologi dalam sediaan darah tipis,
morfologinya dalam sediaan darah tebal
bisa dikenali, walaupun lebih sulit
karena parasitnya sedikit mengalami
perubahan bentuk, dan sel-sel darah
merah tidak ada lagi karena telah
hancur.
Sifat-sifat morfologi dari 4
(empat) spesies Plasmodium pada
manusia adalah seperti di bawah ini:
1. Plasmodium Vivax
Trofozoit muda tampak seperti cincin
stempel, dengan titik kromatin pada
satu sisi. Pada stadium yang lebih tua
dari stadium cincin, eritrosit yang
diinfeksi membesar dan menjadi
pucat, karena kekurangan hemoglobin
p. vivax mempunyai kecenderungan
menginfeksi sel darah muda atau
retikulosit (yang secara alami
mempunyai ukuran yang lebih besar
dari pada eritrosit yang dewasa),
sehingga sel darah merah yang
diinfeksi p. vivax memberi kesan
adanya pembesaran yang lebih nyata
dari yang sebenarnya. Troposit yang
tumbuh bentuknya bertambah besar
tidak beraturan, mempunyai pigmen
yang halus dan menunjukan gerakan
amoeboid yang jelas. Setelah 36 jam,
tropozoit itu memenuhi lebih dari
separuh eritrosit yang membesar,
intinya mulai membelah menjadi
sizon. Sekarang geraknya menjadi
minimal, parasit memenuhi eritrosit
yang besar, pigmen banyak
berkumpul dalam sitoplasma. Setelah
48 jam sizon, mencapai ukurannya
yang maksimal pula. Pigmen
berkumpul di pinggir, dan terdapat
16-18 sel merozoit yang berbentuk
bulat atau lonjong, berdiameter 1,5-2
mikron.
26
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005


2. Plasmodium Falciparum
Berbeda dengan spesies lain, pada
infeksi P. falciparum bentuk atau fase
yang di temukan di dalam darah tepi
hanyalah bentuk cincin atau
gametosit. Namun dalam infeksi yang
besar, fase lain seperti tropozoit
dewasa dan sizon mungkin ditemukan
dalam darah tepi, di samping bentuk
cincin atau gametosit. Sizogoni
terjadi di dalam kapiler organ-organ
dalam, juga di dalam jantung.
Eritrosit yang sudah diinfeksi tidak
bertambah besar. Sering di temukan
lebih dari satu bentuk cincin dalam
satu eritrosit (multiple infektion).
Bentuk cincin yang menempel pada
pinggir membran eritrosit (occole)
merupakan tanda yang khas pada
spesies ini. Adanya bentuk cincin yang
halus dan seragam dalam jumlah
banyak, sering dengan titik kromatin
rangkap (doble dot), walaupun tidak
ditemukan gametosit yang berbentuk
khas, ini merupakan tanda-tanda yang
mencukupi untuk menetapkan
diagnosis spesies ini. Dua titik
kromotin (doble dot) didalam satu
bentuk cincin sering ditemukan pada
infeksi dengan p. falciparum,
sedangkan infeksi dengan p. Vivax
atau p. Malariae hanya kadang-
kadang di temukan.

3. Plamodium Malariae
Di bandingkan p. vivax, spesies ini
mempunyai ukuran lebih kecil,
kurang aktif, jumlahnya sedikit, dan
memerlukan sedikit hemoglobin.
Bentuk cincin mirip dengan p. vivax,
hanya warna sitoplasmanya lebih
biru, dan parasitnya lebih kecil,
lebih padat, lebih seragam.
Tropozoit yang tumbuh mempunyai
butir-butir pigmen yang kasar,
berwarna tengguli tua yang hitam.
Dalam stadium ini bisa (tetapi tidak
selalu) mengambil bentuk seperti
pita yang melintang dalam eritrosit,
bentuk kromotin seperti benang,
kadang-kadang ada fakuola (band
form). Pigmen berkumpul di pinggir
parasit. Dalam 72 jam, sizon
menjadi matang, mengisi seluruh
eritrosit yang ukurannya tidak
berubah. Bentuk parasit menyerupai
bunga seruni (daisy form), dengan
pigmen yang kasar dan berwarna
tengguli tua di tengah, dikelilingi
oleh 6-8 merozoit yang lonjong,
masing-masing dengan kromotin
biru. Pada pewarnaan yang kuat,
kadang-kadang terlihat tititk-titik
kecil berwarna merah muda (titik
ziemann/ziemanns dots).
Gametosit mirip bentuknya dengan
p. vivax, tetapi jumlah pigmennya
lebih sedikit.

4. Plasmodium Ovale
Plasmodium yang jarang di temukan
beberapa hal menyebabkan
perubahan eritrosit seperti yang
terjadi pada infeksi oleh p. vivax.
Sel darah merah yang diinfeksi
sedikit membesar, agak pucat,
berbentuk lonjong, dan mempunyai
titik schuffner yang kasar sejak
stadium lebih dini (bentuk cincin
yang tua). Eritrosit yang lonjong
serta bergerigi (fibriae) pada satu
ujungnya merupakan tanda yang
sangat diagnostik untuk spesies ini.
Bentuk parasitnya pada stadium
tropozoit yang sedang tumbuh dan
sizon muda mirip P.malariae,
walaupun tidak membentuk pita.
Pada sizon matang yang hampir
mengisi seluruh eritrosit, pigmen
yang berwarna tengguli terletak di
tengah-tengah. Sizon yang matang
mempunyai 8 buah merozoit yang
letaknya tidak beraturan. Bentuk
gametosit mirip dengan p.vivax.

2.1.4. Penyebaran Malaria
Penyebaran malaria terjadi
dalam willayah-wilayah yang terbentang
luas meliputi belahan bumi utara dan
selatan, antara 64 Lintang Utara (Kota
Archangel di Rusia) dan 32 Lintang
Selatan (Kota Cordoba, Argenthina).
Penyebaran malaria dapat berlangsung
27
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

pada ketinggian Wilayah yang sangat
bervariasi, dari 400 meter di permukaan
laut, misalnya di londiani, Kenya, atau
2.800 meter di atas permukaan laut,
misalnya Cochabamba, Bolivia.
P. Vivax mempunyai wilayah
penyebaran paling luas, dari wilayah
beriklim dingin, subtropics, sampai
wilayah beriklim tropis. P. falciparum
jarang ditemukan di wilayah beriklim
dingin, tetapi paling sering ditemukan
pada wilayah beriklim tropis. Wilayah
penyebaran p. malariae mirip dengan
penyebaran P. falciparum, tetapi p.
malariae jauh lebih jarang ditemukan,
dengan distribusi yang sporadis. Dari
semua spesies plasmodium manusia, p.
ovale paling jarang di temukan di
wilayah-wilayah Afrika beriklim tropis,
dan sekali-sekali ditemukan di kawasan
Pasifik Barat.
Di Indonesia, secara umum
spesies yang paling sering ditemukan
adalah P. falciparum dan P. vivax. P.
ovale jarang ditemukan di Indonesia
bagian timur, sedangkan P. ovale lebih
jarang lagi. Penemuannya pernah di
laporkan dari Flores, Timor, dan Irian
Jaya.

2.1.5. Siklus Hidup Malaria
Siklus hidup malaria dimulai bila
seseorang digigit nyamuk Anopheles
(betina) yang mengandung sporozoit.
Sporozoit- sporozoit yang masuk
bersama ludah nyamuk masuk ke
peredaran darah. Dalam waktu yang
sangat singkat (30 menit) semua
sporozoit menghilang di peredaran
darah, masuk ke sel-sel hati (hepatosit)
sporozoit membelah diri secara
aseksual, dan berubah menjadi sizon
hati (sizon kriptozoik). Seluruh proses
tadi memerlukan fase ekso-eritrositik
primer (fase pre-eritrositik). Siklus tadi
memerlukan waktu antara 6-12 hari
untuk menjadi lengkap, tergantung
pada spesies parasit malaria yang
menginfeksi. Sesudah sizon kriptozoik
dalam sel hati menjadi matang, bentuk
ini bersama sel hati yang diinfeksi pecah
dan mengeluarkan 5.000-30.000
merozoit, tergantung dari spesiesnya,
yang segera masuk ke sel-sel darah
merah.
Dalam sel darah, merozoit-
merozoit yang dilepas dari sel hati tadi
berubah menjadi trofozoit muda
(bentuk cincin). Trofozoit muda tumbuh
menjadi trofozoit dewasa, dan
selanjutnya membelah diri menjadi
sizon. Sizon yang sudah matang, dengan
merozoit-medrozoit didalamnya dalam
jumlah maksimal tertentu tergantung
dari spesiesnya, pecah bersama sel
darah merah yang diinfeksi, dan
merozoit-merozoit yang dilepas itu
kembali menginfeksi sel-sel darah
merah lain yang mengulang siklus tadi.
Keselurahan siklus yang terjadi berulang
dalam sel darah disebut siklus
eritrositik aseksual atau sizogono
darah. Peristiwa pecahnya sizon-sizon
bersama sel-sel darah yang diinfeksinya
disebut proses sporulasi, dan ini
berkolerasi dengan munculnya gejala-
gejala malaria, yang ditandai dengan
demam dan menggigil secara periodik.
Satu siklus sizogoni darah berlangsung
lengkap antara 44 sampai 49 jam untuk
P. falciparum, P. Vivax, dan P. ovale,
menyebabkan pola periodisitas tertian
(tiap hari ketiga), dan 27 jam untuk P.
malariae, menyebabkan pola kuartana
(tiap hari keempat).
Setelah siklus sizogoni darah
berulang beberapa kali, beberapa
merozoit tidak menjadi sizon, tetapi
berubah menjadi gametosit dalam sel
darah merah, yang terdiri dari
gametosit jantan dan betina. Jika
gametosit yang matang diisap oleh
nyamuk Anopheles, di dalam lambung
terjadi proses ekflagelasi pada
gametosit jantan, yaitu dikeluarkannya
8 sel gamet betina. Selanjutnya
pembuahan terjadi antara sel gamet
jantan (mikrogamet) dan satu sel gamet
betina (makrogamet), menghasilkan
zigot dengan bentuk yang memanjang,
lalu berubah menjadi ookinet yang
bentuknya fermiformis dan bergerak
aktif menembus mukosa lambung. Di
dalam dinding lambung paling luar
28
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

ookinet mengalami pembelahan inti
menghasilkan sel-sel yang memenuhi
kista yang membungkusnya, disebut
ookista. Di dalam ookista menghasilkan
puluhan ribu sporozoit, yang
menyebabkan opokista pecah dan
menyebarkan sporozoit- sporozoit yang
berbentuk seperti rambut keseluruh
bagian rongga badan nyamuk (hemosel),
dan dalam beberapa jam saja
menumpuk di dalam kelenjar ludah
nyamuk. Sporozoit bersifat infektif bagi
manusia jika masuk keperedaran darah.
Seluruh fase perubahan yang dialami P.
Falciparum dalam tubuh nyamuk
Vektonya berlangsung antara 11-14,9-12
hari untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P.
malariae.

2.1.6. Pencegahan Malaria
Pencegahan malaria secara garis
besarnya mencakupi tiga aspek sebagai
berikut:
1. Mengurangi pengandung
gametosit yang merupakan
sumber infeksi (reservoir).
2. Memberantas nyamuk sebagai
vektor malaria.
3. Melindungi orang yang rentan
dan beresiko terinfeksi malaria.

2.1.7. Pemberantasan Malaria
Program pemberantasan malaria
dapat didefinisikan sebagai usaha
terorganisasi untuk melaksanakan
berbagai upaya menurunkan penyakit
dan kematian yang diakibatkan oleh
malaria, sehingga tidak menjadi
masalah kesehatan yang utama.
Antara tahun 1959 dan 1968 di
Indonesia, sesuai dengan kebijakan WHO
yang diputuskan dalam Word Health
Assembly (WHA) 1955, melaksanakan
program pemberantasan malaria di
Jawa-Bali. Program pemberantasan ini
pada mulanya sangat berhasil, namun
kemudian mengalami berbagai
hambatan, baik yang bersifat
administratif maupun teknis, sehingga
pada tahun 1969 di tinjau kembali oleh
WHA. Meskipun pemberantasan tetap
menjadi tujuan akhir, cara-cara yang di
tempuh disesuaikan dengan keadaan
dan kemampuan masing-masing negara
dan wilayah.
Pemberantasan malaria
berlangsung dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase persiapan: pengenalan
wilayah, penyediaan tenaga,
bahan, alat, dan kendaraan.
2. Fase penyerangan:
penyemprotan rumah dengan
insektisida yang mempunyai
efekresidual disertai dengan PCD
dan ACD.
3. Fase konsolidasi: fase ini dimulai
bila API (Annual Parasite
Incidence) kurang dari 1%.
Kegiatan terpenting adalah PCD
dan ACD. Fase ini berakhir bila
selama tiga tahun berturut-turut
ditemukan lagi kasus malaria
indigenous.
4. Fase pemeliharaan
(maintenance): fase ini dapat
berjalan beberapa tahun untuk
mempertahankan hasil yang
dicapai sampai dinyatakan bebas
malaria oleh WHO setelah syarat
dipenuhi, antara lain
berfungsinya suatu jaringan
pelayanan kesehatan primer.

2.2. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Insiden Malaria
2.2.1. Kerentanan Penduduk
Meningkatnya penduduk yang
rentan sering disebabkan oleh masuknya
penduduk yang tidak imun ke suatu
daerah endemik.

2.2.2. Reservoir (Penderita Infeksi)
Masuknya penduduk dengan
spesies yang baru atau yang tidak ada di
daerah tersebut, kelompok ini mungkin
tanpa gejala klinik tapi dalam darahnya
beredar gametosit yang siap ditularkan
kepada penduduk setempat. Hal ini
akan menjadi reservoir yang baru.

2.2.3. Vektor Penular
Perubahan iklim atau
menurunnya jumlah ternak sehingga
nyamuk yang tadinya zoofilik berubah
29
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

menjadi anthorofilik akan meningkatkan
kepadatan vektor penular dalam rumah.
2.2.4. Efektifitas Vektor
Meningkatnya efektifitas vektor
setempat dalam menularkan malaria.

2.2.5. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
1. Suhu
Suhu mempengaruhi
perkembangan parasit dalam
nyamuk suhu yang optimal
antara 20 - 30
0
C. Makin tinggi
suhu (sampai batas tertentu)
maka pendek masa inkubasi
ekstrinsik.
2. Kelembaban
Kelembaban yang rendah mem-
perpendek umur nyamuk,
meskipun tidak berpengaruh
pada parasit. Tingkat
kelembaban 60% merupakan
batas paling rendah untuk
memungkinkan hidupnya
nyamuk. Pada kelembaban yang
lebih tinggi nyamuk menjadi
lebih aktif dan sering menggigit,
sehingga meningkatkan
penularan malaria.
3. Ketinggian
Secara umum malaria berkurang
pada ketinggian yang semakin
bertambah. Hal ini berkaitan
dengan menurunnya suhu rata-
rata. Pada ketinggian di atas
2000 meter jarang ada transmisi
malaria.
4. Angin
Kecepatan dan arah angin dapat
mempengaruhi jarak terbang
nyamuk dan ikut menentukan
jumlah kontak antara nyamuk
dan manusia.
5. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari pada
terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda.
A.Sundaicus lebih suka tempat
yang teduh. An. Hyrconus dan
An. Pinctualatus spp lebih
menyukai tempat yang terbuka.
An. Barbirostris dapathidup baik
di tempat yang teduh maupun
yang terang.
6. Arus air
An. Barbirostris menyukai per-
indukan yang artinya
statis/mengalir lambat,
sedangkan An. Minimus
menyukai aliran air yang deras
dan An. Letifer menyukai air
tergenang.
7. Kadar Garam
An. Sundaicus tumbuh optimal
pada air payau yang kadar
garamnya 1218% dan tidak
berkembang pada kadar garam
40% ke atas. Namun di Sumatera
Utara ditemukan perindukan An.
Sundaicus dalam air tawar.

b. Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut,
ganggang, dan berbagai tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva
karena dia dapat menghalangi sinar
matahari atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai
jenis ikan pemakan larva seperti ikan
kepala timah (panchax spp), gambusia,
nila, mujair, dan lain-lain akan
mempengaruhi populasi nyamuk di suatu
daerah. Adanya ternak seperti sapi,
kerbau, dan babi dapat mengurangi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia,
apabila ternak tersebut dikandangkan
tidak jauh dari rumah.

c. Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan berada di luar rumah
sampai larut malam, di mana vektornya
bersifat eksofilik dan eksofagik akan
memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat
kesadaran masyarakat tentang bahaya
malaria akan mempengaruhi kesediaan
masyarakat untuk memberantas malaria
antara lain dengan menyehatkan
lingkungan, menggunakan kelambu,
memasang kawat kasa pada rumah dan
menggunakan anti nyamuk. Berbagai
kegiatan manusia seperti pembuatan
bendugan, pembuatan jalan, per-
tambangan dan pembangunan
pemukiman baru/transmigrasi sering
30
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

31
mengakibatkan perubahan lingkungan
yang menguntungkan penularan malaria.
Oleh sebab itu, untuk
mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan insiden penyakit
malaria, landasan teori yang digunakan
dapat digambarkan sebagai
berikut.













KARAKTERISTIK
INDIVIDUAL
PENGETAHUAN
RESPONDEN
Vektor
a. Kepadatan
b. Efektifitas
Lingkungan
a. Fisik
b. Biologik
c. Sosial
INSIDEN
PENYAKIT
MALARIA






Karakteristik penduduk yang
berhubungan dengan kerentanannya
terhadap penyakit termasuk masuknya
penduduk dengan spesies parasit yang
baru atau yang tidak ada di suatu
daerah, menurut Soemirat (1999), ada
beberapa karakteristik individual yang
perlu dikaji sehubungan kejadian suatu
penyakit, yaitu: umur, jenis kelamin,
jenis pekerjaan, tingkat pendidikan,
status gizi, dan perilaku sehari-hari.
Oleh sebab itu, karakteristik inilah yang
hendak dikaji dalam penelitian ini
kecuali status gizi karena memerlukan
pengukuran tersendiri dan perilaku
hanya dibatasi pada aspek pengetahuan
karena sikap dan tindakan individu yang
berhubungan dengan penyakit menular
sangat dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat sehingga dapat dimasukkan
ke dalam kelompok lingkungan sosial.
Kepadatan dan efektivitas vektor
hanya dapat diukur dengan metode
khusus sehingga dalam penelitian ini
dieliminasi. Selain itu kepadatan dan
efektivitas vektor akan mempengaruhi
kejadian penyakit secara keseluruhan
(masyarakat dan bukan individu)
sehingga dapat diperkirakan jawaban
responden untuk setiap kelompok
masyarakat akan sama. Walaupun
demikian, penulis akan memasukan
upaya pengendalian vektor sebagai
salah satu variable bebas mengingat
bahwa upaya ini berbanding terbalik
dengan kepadatan dan efektivitas
vektor dalam arti bahwa semakin baik
upaya pengendalian vektor, maka
semakin rendah pula kepadatan dan
efektivitas vektor.
Iklim Nias selalu berada pada
kisaran suhu 20 30
0
C dengan
kelembaban udara di atas 60% dengan
ketinggian berada di bawah 2000 meter
dari permukaan laut sehingga memang
sangat kondusif untuk
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

perkembangbiakan vektor malaria.
Demikian juga daerah pemukiman di
Nias yang banyak dialiri sungai semakin
kondusif berkembangnya vektor
malaria.

2.3. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas,
kerangka konsep penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut.

Lingkungan
a. Fisik
b. Biologik
c. Sosial
INSIDEN
PENYAKIT
MALARIA
KARAKTERISTIK
INDIVIDUAL
Umur
Jenis Kelamin
Jenis Pekerjaa
Tingkat Pendidikan
PENGETAHUAN
RESPONDEN
UPAYA
PENGENDALIAN
VEKTOR


2.4. Hipotesis
1. Ada hubungan karakteristik
individual dengan insiden
penyakit malaria di Kelurahan
Teluk Dalam Kecamatan Teluk
Dalam Kabupaten Nias Selatan.
2. Ada hubungan pengetahuan
dengan insiden penyakit di
Kelurahan Teluk Dalam
Kecamatan Teluk Dalam
Kabupeten Nias Selatan.
3. Ada hubungan upaya
pengendalian vektor dengan
insiden penyakit malaria di
Kelurahan Teluk Dalam
Kecamatan Teluk Dalam
Kabupaten Nias Selatan.
4. Ada hubungan faktor lingkungan
dengan insiden penyakit
malaria di Kelurahan Teluk
Dalam Kecamatan Teluk Dalam
Kabupaten Nias Selatan.

3. METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah
explanatory reseach yang bersifat
deskriptif analitik dengan menggunakan
rancangan penelitian cross-sectional
dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan karakteristik individual, upaya
pengendalian vektor dan faktor
lingkungan sebagai variabel bebas
dengan kejadian penyakit malaria
sebagai variabel terikat di Kelurahan
Teluk Dalam Kecamatan Teluk Dalam
Kabupaten Nias Selatan.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Teluk Dalam Kecamatan
Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan
selama 2 (dua) bulan atau sampai
seluruh data yang dibutuhkan terkumpul
yang dimulai dari bulan April 2005.
32
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi penelitian ini adalah
seluruh Kepala Keluarga (KK) di
Kelurahan Teluk Dalam yang
berdasarkan data yang ada berjumlah
1041 KK.


Sampel
Sampel dalam penelitian ini
adalah sebagian dari penelitian.
Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive random sampling dengan
jumlah sampel diperoleh melalui rumus:
) ( 1
2
d N
N
n
=
=

Keterangan:
n = besar sampel dengan populasi
<10.000
N = besar populasi
d = persisi absolut yang diinginkan (0,1)

Sehingga sampel yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah sebanyak:
) 01 , 0 ( 104 1
1041
=
= n
n = 91,2
atau dibulatkan menjadi 100 KK

Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri atas:
1. Variabel bebas, yaitu:
a). Karakteristik individual
b). Pengetahuan
c). Upaya Pengendalaian Vektor
d). Lingkungan
2. Variabel terikat, yaitu kejadian
penyakit malaria.

Definisi Operasional
1. Karakteristik individual adalah ciri-
ciri individu yang berhubungan
dengan kejadian penyakit, terdiri
atas:
a. Umur adalah lamanya hidup
responden sewaktu menderita
penyakit malaria yang
dikelompokkan atas umur 1-4
tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun,
15-19 tahun, 20-39 tahun, 40-49
tahun dan 60 tahun ke atas.
b. Jenis kelamin adalah laki-laki
dan perempuan.
c. Jenis pekerjaan adalah mata
pencaharian responden yang
dikelompokkan menjadi petani,
nelayan, rumah tangga, PNS/
ABRI, dan tidak bekerja.
d. Tingkat pendidikan adalah
jenjang pendidikan formal yang
pernah dilalui oleh responden,
terdiri dari: tidak tamat SD,
tamat SD, tamat SLTP, tamat
SLTA, dan perguruan tinggi.

2. Pengetahuan adalah segala yang
diketahui oleh resopnden tentang
malaria, yaitu penyebab, gejala,
cara penularan, tempat perindukan
vektor, dan pencegahan. Dalam hal
ini pengetahuan terdiri dari 7
pertanyaan dan setiap pertanyaan
terdiri dari beberapa option yang
jawabannya benar. Jika responden
memilih opsi maka skor 1, jika
responden memilih 2 maka maka
diberi skor 2, dan jika responden
memilih sama dengan 3 atau lebih
maka diberi skor 3.
Yang dalam analisis pengetahuan
dikategorikan menjadi 3
(Notoatmojo 1985), yaitu:
1. Baik, jika skor total nilai
pertanyaan pengetahuan 75%.
2. Sedang, jika skor total nilai
pertanyaan pengetahuan 40
75%.
3. Kurang, jika skor total nilai
pertanyaan pengetahuan 40%.

Dengan aspek pengetahuan:
1. Baik, jika nilai pertanyaan
Responden tentang pengetahuan
terhadap penyakit malaria > 16.
2. Sedang, jika nilai pertanyaan
Responden tentang pengetahuan
terhadap penyakit malaria 8
16.
3. Kurang, jika nilai pertanyaan
Responden tentang pengetahuan
terhadap penyakit malaria < 8.
33
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia
Vol.1,No.2,EdisiDesember2005

34
3. Upaya pengendalian vektor adalah
kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan vektor penyakit
malaria, yaitu: pemakaian kelambu,
pemakaian obat anti nyamuk.
4. Keadaan lingkungan adalah kondisi
lingkungan tempat tinggal
responden, yang terdiri atas:
a. Fisik, kepemilikan fentilasi,
pemakaian fentilasi, dan
kebiasaan meletakkan pakaian
habis digunakan, dan penerangan
sinar matahari di dalam rumah.
b. Biologik, yaitu kepemilikan
ternak dan kebersihan halaman.
c. Sosial, yaitu kebiasaan
responden menggantungkan
pakaian dalam kamar, kebiasaan
responden tidur larut malam,
dan kebiasaan responden
bepergian ke daerah endemis.

5. Insiden penyakit malaria adalah ada
tidaknya rumah responden yang
menderita penyakit malaria selama
1 (satu) tahun terakhir.

Metode Pengumpulan dan Pengolahan
Data
Data yang akan dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah dalam
bentuk data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dengan metode
wawancara dengan menggunakan
kuesioner sedangkan data sekunder
diperoleh dari puskesmas Teluk Dalam
dan kantor Kelurahan Teluk Dalam.
Data yang sudah dikumpul,
selanjutnya diolah dan dikelompokan
menurut variabel penelitian secara
manualdan komputerisasi.

Penyajian Data
Data yang telah diolah kemudian
disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi dan juga diuraikan dalam
bentuk narasi.

Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dari
hasil wawancara diolah secara statistik
dengan menggunakan uji Chi-square.

Anda mungkin juga menyukai