Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia menurut Worl Health Organization (WHO) pada tahun 1995 sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sektiar 900 juta berada dinegara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat ( 1 9 9 0 ) menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Jumlah penduduk di Asia Pasifik merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlima nya adalah remaja umur 10-19 tahun. Menurut Biro Pusat Statistik (1999) di Indonesia kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (Seotjiiningsih, 2012) Remaja merupakan suatu massa peralihan antara kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini, libido atau energi seksual menjadi hidup yang tadinya laten pada massa pra remaja. Akibat dari perubahan ini maka dorongan pada remaja untuk berprilaku seksual bertambah besar. Akibat dari perubahan ini maka adanya dorongan pada masa remaja untuk berprilaku seksual bertambah. Seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, baik pria maupun perempuan. Seperti tubuh dan jiwa yang berkembang, seksualitas juga berkembang sejak masa

kanak-kanak, remaja, sampai dewasa. Seksualitas diekpresikan dalam bentuk perilaku seksual, yang dialaminya mencakup fungsi seksual (Aini dkk, 2010). Masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Masa remaja merupakan masa antara kanakkanak dan dewasa. Pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan (Anon, 2010). Di negera-negara berkembang masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama ternyata selalu lebih muda dari pada usia ideal menikah. Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat. Secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang beresiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi (Annimous, 2012).

Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis resiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, Penyakit Menular Seksual (PMS), kekerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidak setaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup (Annimous, 2012). Isu remaja merupakan masalah yang menarik untuk dibahas, karena data menunjukkan kurang lebih 37 % dari jumlah penduduk di Indonesia adalah remaja, masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, mempunyai kesempatan dan risiko terhadap kesehatan reproduksinya. Remaja, seiring dengan perkembangannya mulai berekplorasi dengan diri, nilai-nilai identitas peran dan perilakunya. Dalam masalah seksualitas sering kali remaja bingung dengan perubahan yang terjadi pada dirinya. Ketika remaja memasuki masa puber, remaja mengalami perubahan fisik yang cepat, dan sudah memiliki kemampuan reproduksi. Tetapi justru banyak fenomena yang memperlihatkan sebagian remaja belum mengetahui dan memahami tentang kesehatan reproduksinya, misal tentang masa subur, menstruasi, kehamilan yang tidak diinginkan, Infeksi Menular Seksual (IMS) hingga HIV/AIDS (Human Immuno

Deficiency Virus/ Acquired Immune Deficiency Syindrome), dan banyak berkembang mitos-mitos seputar seks dan HIV/AIDS (Rachmat willy (2008). Permasalahan remaja saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Berbagai data menunjukkan penerapan pemenuhan hak reproduksi bagi remaja belum sepenuhnya mereka dapatkan, antara lain dalam hal pemberian informasi. secara umum permasalahan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) di Indonesia berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak (KPA) di 33 provinsi tahun 2008 tentang remaja SMP dan SMA yang pernah menonton film porno mencapai 97%. Remaja SMP dan SMA pernah ciuman, onani, dan oral sex mencapai 93, 7%, remaja SMP tidak perawan 62,7% dan remaja yang pernah aborsi mencapai 21,2 persen. Remaja yang rentan terkena dampak kesehatan reproduksi adalah remaja putus sekolah, remaja jalanan, remaja penyalah guna napza, remaja yang mengalami kekerasan seksual, korban pemerkosaan dan pekerja seks komersial (Muhaimin, 2012). Data tersebut lebih banyak lagi digambarkan oleh survey yang dilakukan oleh BKKBN terhadap 2880 remaja di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terungkap, bahwa 40% remaja menyatakan telah melakukan hubungan seksual pra nikah (Dinkes Prov NAD, 2010). Dan untuk wilayah kota Calang, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia selama tahun 2000-2002 terhadap 1000 orang remaja dan mahasiswa, diperoleh hasil bahwa 44,8% pernah melakukan hubungan seks.

Pentingnya remaja mengetahui kesehatan reproduksi agar mereka memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat tergantung pada informasi yang diterimanya baik melalui penyuluhan, media massa maupun orang tua serta kemampuan seseorang untuk menyerap dan menginterpretasikan informasi tersebut (Gani, 2008). Salah satu kasus kesehatan reproduksi adalah penyimpangan kelakuan remaja yang melakukan pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja baik tempat umum seperti bis, pasar, sekolah, kantor, maupun di tempat pribadi seperti rumah (Widyastuti, 2009). Menurut data kabupaten Aceh Utara, karena sebagai salah satu daerah ini menjadi lebih terbuka dalam menerima perubahan dan informasi. Beberapa orang responden yang ditemui peneliti menyatakan pernah melakukan hubungan seks pra nikah dan mengakui banyak diantara para remaja di daerahnya yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah (Dinkes RI, 2008) Kekerasan yang termasuk sering dialami usia remaja, terutama remaja wanita, adalah kekerasan seksual. Hal ini mencakup segala perlakuan mulai dari pelecehan sampai perkosaan. Menurut data statistik menyatakan bahwa ada 70 juta wanita di 29 negara telah mengalami mutilasialat kelaminnya. Lebih dari

10% anak perempuan dan 5% anak laki-laki mengalami pelecehan seksual. Sementara di Indonesia, Komnas Anak mencatat 62,7% dari kasus kekerasan adalah kekerasan seksual yang ironisnya justru pelaku kekerasan tersebut biasanya adalah orang yang dikenal korban (Annimous , 2012). Dari data di atas diketahui pelecehan yang terjadi pada perempuan lebih besar daripada pelecehan seksual yang terjadi pada laki-laki. Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga menemukan banyak aduan kekerasan pada anak pada tahun 2010. Dari 171 kasus pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8 persen terkait dengan kasus kekerasan. Dan dari kasus kekerasan tersebut yang paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7 persen (53 kasus). Pada tahun 2009 lalu ada 1998 kekerasan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2335 kekerasan dan sampai pada bulan maret 2011 ini paling tidak dari pantauan Komisi Nasional Perlindungan Anak ada 156 kekerasan seksual khususnya sodomi pada anak (KPAI 2012). Dari gambaran dan studi pendahuluan yang penulis lakukan melalui wawancara terhadap pihak guru dan beberapa siswi yang terlibat dalam khasus Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Kejadian Pelecehan Seksual sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Kejadian Pelecehan Seksual. Sebagai salah satu faktor resiko masalah kesehatan mental, kekerasan seksual tidak ada hubungannya dengan status finansial, kekerasan fisik atau usia. Kekerasan pelecehan seksual pada tingkat sekolah juga sering terjadi.

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Kejadian Pelecehan Seksual Di SMA Negeri 1 Lhokseukon. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang sudah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Kejadian Pelecehan Seksual di SMA Negeri I lhoksukon.

C. Ruang Lingkup Usia remaja awal 10 - 12 tahun, usia remaja menengah 13 - 15 tahun dan usia remaja akhir 16 - 19 tahun. Maka ruang lingkup dalam penelitian ini adalah remaja Akhir 16 17 tahun di SMA Negeri 1 Lhokseukon.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap remaja terhadap kejadian pelecehan seksual di SMA Negeri 1 Lhokseukon. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan remaja putri tentang pelecehan seksual di SMA Negeri I Lhoksukon. b. Untuk mengetahui sikap remaja tentang pelecehan seksual di SMA Negeri I Lhoksukon.

c. Untuk mengetahu kejadian pelecehan seksual di SMA Negeri 1 Lhoksukon. d. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan remaja terhadap pelecehan seksual di SMA Negeri I Lhoksukon. e. Untuk mengetahui pengaruh sikap remaja terhadap pelecehan seksual di SMA Negeri I Lhoksukon.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi responden Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kesehatan pelecehan seksual pada remaja akhir 16 17 tahun. 2. Bagi institusi pendidikan Dapat digunakan sebagai acuan untuk menambah sumber informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lebih lanjut bagi yang membutuhkan. 3. Bagi penelitian Dapat memberikan masukan hal-hal apa saja yang telah diteliti sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

F. Keaslian Penelitian 1. Kusumastuti (2010) dengan tujuan penelitian pengaruh pengetahuan dan sikap remaja terhadap kejadian pelecehan seksual Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap seksual pranikah remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja mempunyai pengetahuan baik tentang seksual pranikah dengan jumlah 116 remaja (63%), mempunyai pengetahuan cukup dengan jumlah 37 remaja (20,1%) dan mempunyai pengetahuan kurang 31 remaja (16,9%). Sedangkan sikap seksual pranikah remaja menunjukkan 62,5 % termasuk dalam kategori sikap negatif (kecenderungan untuk menghindari seksual pranikah) dan 37,5 % mempunyai sikap positif (kecenderungan untuk mendekati seksual pranikah). 2. Aini dan Asep (2010). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan positif antara pengetahuan remaja tentang seksualitas dengan sikap profile remaja yang melakukan hubungan seksual di luar nikah serta dampak yang ditimbulkan terhadap derajat kesehatan reproduksi di Indonesia. Hasil penelitian tidak sedikit pula diantaranya yang terjebak informasi salah, sehingga perilaku menyimpang dari remaja yang di akibat pesatnya perkembangan informasi saat ini dan ditambah keingintahuan remaja tentang masalah seks yang begitu besar sering mengakibatkan remaja mengalami perubahan pola pikir. Perubahan itu mempengaruhi cara pandang remaja terhadap seksualitas dan membentuk prilaku seksual tersendiri.

Anda mungkin juga menyukai