Anda di halaman 1dari 11

ACARA IV AMPLIFIKASI DNA MENGGUNAKAN PCR A. Pendahuluan 1.

Latar belakang Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Sitedirected mutagenesis of genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan. 2. Tujuan Pratikum Tujuan praktikum acara Prinsip Dasar dan Pengenalan Alat Serta Bahan Bioteknologi: a. Mengetahui tekhnik dasar uji hasil isolasi DNA b. Mengetahui prosedur uji hasil c. Mengetahui karakteristik DNA yang baik melalui uji hasil 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara I Prosesing Prinsip Dasar dan Pengenalan Alat Serta Bahan Bioteknologi dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 13 Maret 2014 bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang mempunyai temperatur yang berbeda. Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986, akan tetapi DNA polymerase awal yang

digunakan masih belum thermostable, dan harus ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain temperature 37C yang digunakan bias dan menyebabkan non-specific priming, sehingga menghasilkan produk yang tidak dikehendaki. Taq DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988. Ensim ini

tahan sampai temperature mendidih 100C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 92-95C. Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5 menuju ujung-3 untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan (Watson 2008). Proses pertama yang terjadi adalah denaturasi untai DNA templat. Denaturasi awal terjadi pada suhu 92-95oC selama 5 menit untuk memisahkan untai DNA templat. Proses denaturasi dipengaruhi oleh kandungan GC pada templat. Semakin tinggi kandungannya maka semakin susah kedua untai untuk memisah. Selanjutnya setelah kedua untai DNA templat terpisah, suhu diturunkan hingga 50-60oC untuk proses penempelan primer pada untai templat. Suhu annealing merupakan titik kritis dimana primer harus dapat menempel pada templat agar dapat dilakukan elongasi oleh enzim Taq polymerase. Suhu annealing optimal dipengaruhi oleh panjang primer, kandungan GC, stabilitas primer, konsentrasi ion. Apabila suhu annealing dibawah suhu annealing optimal, maka primer akan terjadi salah pasang (mispriming), dan mampu menempel pada daerah templat lainnya yang tidak berkomplemen, berakibat dihasilkannya produk PCR yang tidak spesifik. Namun jika suhu annealing terlalu tinggi, maka primer tidak dapat menempel pada templat, sehingga Taq polymerase tidak dapat melakukan proses elongasi. Penentuan suhu annealing didasarkan pada nilai Tm primer yang diperoleh dari perhitungan sewaktu mendesain primer. Setelah primer menempel pada templat, suhu kembali naik hingga temperature 72
o

C. Pada

temperature ini, enzim Taq polymerase melakukan proses elongasi dengan

menambahkan dNTP pada ujung 3 dengan kecepatan 1000 basa/menit. Lama proses elongasi bergantung dari panjang segmen templat yang akan diamplifikasi, aturan yang sering digunakan adalah 1 menit untuk 1000 pasang basa. Setelah proses elongasi, thermal cycler akan meningkatkan suhunya hingga 92-95 oC untuk memisahkan kedua untai produk untuk menjadi templat bagi reaksi polimerisasi siklus selanjutnya. Proses PCR berlangsung hingga 30 siklus dan menghasilkan hingga jutaan kopi segmen DNA templat. Produk PCR yang berukuran sama dengan panjang sekuens target, pertama kali terbentuk pada siklus ke-3 (Jamsari 2007). Pembuatan DNA templat dengan menggunakan metode lisis dapat digunakan secara umum, dan metode ini merupakan cara yang cepat dan sederhana untuk pendedahan DNA kromosom ataupun DNA plasmid. Prinsip metode lisis adalah perusakan dinding sel tanpa harus merusak DNA yang diinginkan. Oleh karena itu perusakan dinding sel umumnya dilakukan dengan cara memecahkan dinding sel menggunakan buffer lisis. Komposisi buffer lisis yang digunakan tergantung dari jenis sampel. Beberapa contoh buffer lisis yang biasa digunakan mempunyai komposisi sebagai berikut: 5 mM Tris-Cl pH8,5; 0,1 mM EDTA pH 8,5; 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL Proteinase-K (ditambahkan dalam keadaan segar) (Iqbal 2008). Metode PCR dapat diaplikasikan dalam banyak hal, diantaranya untuk deteksi mutasi penyakit genetik, kloning hasil PCR, sekuensing hasil PCR, kajian evolusi molekuler, dan kajian forensik (tersangka kriminal dan tersangka ayah pada kasus paternal). Kajian forensik untuk identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik korban dan pelaku), atau korban kecelakaan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprint (DNA sidik jari). Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah. Jika memiliki

kecocokan yang sangat tinggi maka identitasnya dapat dipastikan. Aplikasi lainnya yaitu dalam proyek pemetaan genom manusia (human genome project) untuk memetakan dan mempelajari fungsi dari gen manusia. Dengan demikian, penemuan dan manfaat metode PCR ini berdampak sangat luas terhadap kemajuan sains dan teknologi secara umum (Suzuki 2010). C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja 1. Alat a. Sentrifuge b. Tabung eppendorf c. Waterbath d. Thermalcycler e. Alat elektroforesis f. UV-transilluminator g. Kamera polaroid 2. Bahan a. Sampel DNA b. Buffer PCR c. Primer 1 d. Primer 2 e. Taq polimerase f. dH2O g. dNTP h. Gel agarosa i. Bromtimol blue 3. Cara Kerja a. Amplifikasi DNA Genom 1) Melakukan sentrifugasi terhadap sel-sel sejumlah 102-104 dengan kecepatan 1200-1500 g selama 10 menit. 2) Membuang supernatant, mensuspensinya pada pellet sel di dalam 5 ml PBS.

3) 4)

Melakukan sentrifugasi kembali seperti sebelumnya. Mensuspensi pellet sel di dalam 25 50 ul dH20, kemudian memindahkannya pada tabung eppendorf.

5)

Menginkubasinya di dalam waterbath selama 950 C selama 3-5 menit.

6)

Melakukan sentrifugasi di dalam sentrifus mikro selama 3 menit, kemudian memindahkannya ke tabung baru.

7)

Menggunakan sampel supernatant untuk PCR. Mencampurkan 50 ul sampel lisat sel dengan 50 ul 2x campuran reaksi amplifikasi (buffer PCR, primer, dNTP dan enzim) kemudian melakukan amplifikasi.

b. Amplifikasi 1) Mencampurkan dH2O, 10 x buffer PCR, 10 x stok dNTP, 10 x Primer 1, 10 x Primer 2, Taq DNA Polimerase dan air agar volume total 50 ul. 2) Menambahkan c. Elektroforesis PCR d. Visualisasi Hasil PCR-RAPD

D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil


Aquadest PCR Mix

DNA template

Primer mix PCR Mix

1. Menyiapkan 4 bahan utama yang disebut PCR primer yang terdiri dari taq DNA polymerase, Mgcl2, DNTPS dan buffer ekstruksi sebanyak 10 l yang dimasukkan ke dalam microtube

10 l

7 l Aquadest

2. Menambahakan aquades 7 l Cold H2O CH clumer


Primer

3. Menambahkan primer sesuai yang diinginkan sebesar 1 l

DNA template

4. Memasukkan microtube ke dalam PCR di dalam PCR akan terjadi 3 proses yaitu denaturasi annealing dan extension.

5. Hasil Amplifikasi DNA diperoleh

2. Pembahasan Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu proses

pembentukan cetakan DNA secara berulang kali dengan menggunakan prosedur dan waktu yang tertentu. PCR menggunakan teknik amplifikasi (perbanyakan) secara spesifik pada suatu segmen DNA secara in vitro dengan menggunakan DNA polimerase, cetakan (template), DNA genom, dan primer oligonukleotida yang akan menempel pada segmen yang akan diamplifikasi. Prinsip dasar dari teknik PCR tersebut

merupakan adanya enzim DNA polimerase yang digunakan untuk membuat cetakan dari segmen DNA yang diinginkan. Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. Fragmen pelacak yang digunakan dalam seleksi rekombinan merupakan molekul DNA untai ganda yang urutan basanya harus komplementer dengan sebagian urutan basa fragmen (gen) yang dilacak. Nandariyah (2007) menjelaskan fragmen pelacak ini dibuat secara in vitro menggunakan teknik PCR. Namun, teknik yang ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1987 ini, tidak hanya digunakan untuk membuat fragmen pelacak, tetapi secara umum teknik ini merupakan cara untuk menggandakan urutan basa nukleotida tertentu secara in vitro. Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 2030 kali. Setiap siklus terdiri dari tiga tahap yaitu, denaturasi template, annealing atau penempelan primer, dan polimerisasi atau pemanjangan primer.

Tahap peleburan (melting) atau denaturasi, tahap ini berlangsung pada suhu tinggi, 9496C, tahap penempelan atau annealing pada suhu antara 4560C dan tahap pemanjangan atau elongasi dengan enzim Taqpolimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76C. Teknik PCR didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA spesifik dimana terjadi penggandaan jumlah molekul DNA pada setiap siklusnya secara eksponensial dalam waktu yang relatif singkat. Teknik ini sangat ideal untuk mengidentifikasi patogen dengan cepat dan akurat. Secara umum proses ini dapat dikelompokkan dalam tiga tahap yang berurutan yaitu denaturasi templat, annealing (penempelan) pasangan primer pada untai tunggal DNA target dan extension (pemanjangan atau polimerisasi), sehingga diperoleh amplifikasi DNA antara 106-109 DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain yang dibutuhkan adalah: 1; Primer, primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan. 2; dNTP (deoxynucleoside triphosphate) dNTP alias building blocks sebagai batu bata penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. 3; Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase. 4; Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja. H2O yang digunakan sebanyak 36,7 l, enzim Taq-polimerase sebanyak 0,3 l, primer sebanyak 2 l, dNTPs sebanyak 3 l, fragmen DNA 3 l dan buffer sebanyak 5 l. Penggunaan komposisi larutan

berbeda-beda sesuai dengan fragmen dan jenis DNA yang digunakan. Saat praktikum menggunakan 23 tabung sentrifugasi dan menmbuat larutan sebanyak 25 x. Hal ini bertujuan supaya larutan yang masih menyisa di pipet dan sulit untuk dikeluarkan tidak mengurangi volume dari masing-masing larutan (Brown 2009). Terdapat tiga tahapan dalam PCR yaitu denaturasi, anneling dan yang terakhir adalah polimerasi atau extensi. Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Dilakukan pada suhu 94C selama 20 Tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50C 60C; namun saat praktikum dilakukan pada suhu 38C. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi. Tidak menempelnya primer pada DNA cetakan secara sempurna, dapat diakibatkan karena tidak tepatnya konsentrasi komponenkomponen PCR. Kualitas DNA cetakan juga berpengaruh. Adanya kandungan polifenol dan metabolit sekunder lain seperti tannin, terpen dapat menurunkan kemurniaan DNA dan menghambat menempelnya primer. Tahap terakhir adalah polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72C. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Apabila siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer

akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan 2n-2n dimana n adalah jumlah siklus. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3 dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler. PCR mempunyai beberapa manfaat atau kegunaan diantaranya amplifikasi urutan nukleotida, menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.

E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan praktikum ini yaitu: a. b. Perlu adanya kelengkapan alat dan bahan untuk analisis PCR PCR dengan RAPD mampu menjelaskan keragaman dari suatu varietas 2. Saran Saran yang diberikan untuk praktikum ini adalah sebaiknya sebelum dilakukan praktikum, coass menentukan terlebih dahulu hal-hal yang akan dilakukan dan diamati pada saat praktikum agar tidak ada kebingungan antara praktikum maupun coass itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA Brown TA. 2007. Genomes 3. Garland Science Publishing. Dale JW and Malcolm von Schantz. 2009. From Genes to Genomes. University of Surrey. John Wiley & Sons, Ltd. United of Kingdom. Iqbal Hanafi. 2008. Bioteknologi untuk kehidupan. UB Press. Malang. Jamsari. 2007. Bioteknologi Pemula, Prinsip Dasar Teknik Analisis Molekuler. Unri-Press.180 halaman. Jamsari, 2008. Pengantar Pemuliaan, Landasan Biologis, Genetis dan Molekuler. Unri Press. Nanadariyah. Kajian Keragaman Kultivar Salak Berdasarkan Penanda Morfologi dan RAPD. Disertasi untuk doktor UGM. UGM Press Yogyakarta. Nandariyah. 2009. Kajian Keragaman Kultivar Salak. Nusa Pustaka. Surakarta Suzuki DT AJF Griffith J H Miller RC Lewontin. 2010. An Introduction to Genetic Analysis. W.H. Freeman and Company. 768 pp Watson JK Brown. 2008. Molecular Biology of The Gene. Pearson Education, Inc, San Francisco. Wijayani A. 2007. Potensi Bioteknologi Pertanian. UGM Press. Yogyakarta. Yuwono Triwibowo.2006. Bioteknolgi Pertanian. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai