gram positif bacillus dengan spora di ujung (terminal spore) sehingga berbentuk seperti pemukul genderang (drumstick appearance) spora mampu bertahan dalam suhu tinggi, kekeringan dan berbagai desinfectans, mati hanya bila dipanaskan 1200 C, 1,5 bar, 15 menit obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob) menghasilkan eksotoksin yang sangat kuat
C tetani di alam
kuman hidup di tanah margalit, terutama yang telah diolah untuk di tanami
C tetani di alam dalam keadaan yang tak menguntungkan, bentuk vegetatif akan membuat spora yang mampu bertahan selama bertahun-tahun Spora kuman Cl. tetani yang tahan kekeringan dapat bertebaran dimana-mana: dalam debu jalanan, debu diatas lampu operasi, bubuk antiseptic (dermatol) ataupun pada alat-alat suntik dan operasi. dalam lingkungan yang anaerob, spora dapat berubah kembali menjadi bentuk vegetatif yang akan menghasilkan eksotoksin
epidemiologi
Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia (global) Insidens tergantung pada cakupan imunisasi DTP/DT/TT dan tingkat pencemaran biologik lingkungan peternakan /pertanian
Kekebalan berkaitan dengan usia, dan kejadian berkaitan dengan risiko trauma pada kelompok umur tertentu upaya kausal menurunkan attack rate dengan jalan mengubah lingkungan fisik atau biologik atau merubah cara hidup pertanian atau peternakan hampir tidak mungkin.
tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum bersifat khusus, karena angka kematian tetanus neonatorum adalah 19.3% angka kematian bayi atau 39.5% angka kematian perinatal. Insidens Tetanus neonatorum di Indonesia di akhir tahun 80an masih cukup tinggi sekitar 6 - 7/1000 lahir hidup untuk daerah perkotaan dan 11 - 23/1000 lahir hidup untuk daerah pedesaan. Terdapat sekitar 60.000 kematian bayi tiap tahun Indonesia merupakan salah satu dari senbilan negara di dunia dimana 80% kasus tetanus neonatorum terjadi.
tetanus neonatorum
Program eliminasi tetanus neonatorum di Indonesia mengupayakan angka kematian tetanus neonatorum turun dari 110/10.000 menjadi 1/10.000 kelahiran hidup. Kematian tetanus neonatorum di lapangan sukar ditekan : tanpa terapi CFR (Case Fatality Rate) 80-100%, dengan terapi konventional sekitar 40%, dengan perawatan intensif di rumah sakit, CFR menjadi sekitar 6-11%, namun cara ini masih terlampau mahal untuk negara berkembang pada umumnya. Bila ditemukan dilapangan, rujuk segera ke RS !
port of entry
tak selalu dapat diketahui dengan pasti, diduga melalui: 1. Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas. 2. Luka operasi, luka yang tak dibersihkan (debridemant) dengan baik. 3. otitis media, caries gigi, tukak kulit yang kronis. 4. pemotongan tali pusat yang tidak steril 5. pembubuhan puntung tali pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan penyebab utama kasus tetanus neonatorum.
Laceration 17%
Toksin tetanus
Rantai ringan (L), Hn dan frgamenC, masing masing sekitar 50KD
NH2
Bagian L Zn dependent protease Cleavage synaptobrevin SCOO Bagian Hc
Bagian Hn
endosome
Imunogenik
Neuronal cell binding Ganglioside binding Retrograde transport
1. Hc nempel ke gangglioside 2. Internalisasi toksin, diangkut dari perifer ke CNS secara retrograde axonal dan trans sinaptik 3. Masuk sel presinap, Hn melepas rantai ringan L dari endosome. 4. Rantai L (zinc metaloprotease) dapat membelah synaptobrevin ( bagian dari kantung synap untuk fusi dengan membrane presynaps), menghambat isinya (inhibitory neurotransmitter GABA) masuk ke synaptic cleft. 5. Motor neuron alfa menjadi tanpa kontrol inhibisi, sehingga terus-menerus terangsang dan tonus otot meningkat terus
6. Toksin memberi pengaruh pada sel spinal cord, brainstem, saraf tepi, neuromuscular junction 7. Toksin tetanus mirip toksin C. botulinum, namun gambaran 3 dimensi dengan X-ray crystallography menunjukkkan perbedaan yang menyebabkan perbedaan titik kerja toksin, toksin botulinum tidak diangkut ke CNS, tetap di perifer dan mencegah keluarnya acetylcholine, sehingga menimbulkan acute fllacid paralysis 8. perbedaan juga terdapat pada adanya kemampuan Hc menempel pada receptor dan juga kemampuan diangkut ke daerah sentral
Penyaluran toksin
Efek toksin
1. Sinaps ganglion pra sumsum tulang belakang : memblok sinaps jalur antagonist, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku. 2. Otak: toxin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. 3. Saraf otonom: terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala: keringat yang berlebihan, hyperthermia, hypotensi, hypertensi, arythmia, cardiac block atau takhikardia, 4. Nervi kranialis: menyebabkan kelumpuhan
Efek toksin
saraf otonom
Keseimbangan tonus otot bergaris Tonus otot meningkat Kaku (spasme) Tonus makin kejang
Gejala klinik Sekalipun variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar antara 5 - 14 hari, makin lama inkubasinya, gejala yang timbul makin ringan. Penilaian Derajat beratnya penyakit (Ablett, Phillips, Surabaya) lama masa inkubasi atau dari lama period of onset. gejala klinik yang tampak
Gejala klinik
Corpus hyppocraticum
Gejala kinik
Kejang tonik-klonik
hipertermia
hiperhidrosis gangguan saraf otonom
Gejala klinik
Opisthotonus Spasme otot penunjang tubuh/tl belakang Otot ini sangat kuat, melebihi kekuatan otot dinding perut
Extensi leher Mulut terbuka (karpermond) Tak bisa menetek Badan kaku Kejang
Trismus
Kekakuan otot masseter Tak bisa buka mulut yang lebar Diukur jarak bukaan antara baris gigi depan
Risus sardonicus
spasme otot mimik Alis terangkat Bibir sudutnya tertarik kebawah
Gambaran klinik
1. Trismus : Adalah kekakuan otot-otot mengunyah (masseter), sehingga sukar membuka mulut. Pada neonati kekakuan ini menyebabkan mulut "mecucu" seperti mulut ikan dan bayi tak mau menetek. Untuk menilai beratnya penyakit dan menilai kemajuan klinik, lebar bukaan mulut harus diukur tiap hari
2. Risus sardonicus : ekspresi muka yang sangat khas, terjadi akibat kekakuan otot otot mimik dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit , sudut mulut keluar dan kebawah
Gambaran klinik 3 Opisthotonus:Tubuh yang kaku akibat kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh: otot leher, otot punggung, otot pinggang, semua trunk muscle dst. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, tubuh bertumpu pada pundak dan tumit, sehingga kita dapat memasukan tangan di bawah pinggang penderita. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang kejang umum, mula-mula hanya terjadi setelah dirangsang, misalnya digerakkan secara kasar, terkena sinar. Lambat laun selang waktu "masa istirahat" antara kejang makin pendek, sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.
4 5
Gambaran klinik
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi : hipoksia, akibat kejang yang terus menerus atau oleh karena kekakuan (spasme) otot larynx yang bila berat menimbulkan anoxia dan kematian. dehidrasi dan gangguan elektrolit akibat suhu badan yang sangat tinggi (hipertermi) atau keringat yang banyak (hiperhidrosis). gangguan sirkulasi, akibat pengaruh toksin pada saraf otonom (terjadi gangguan irama jantung, hipertensi atau hipotensi), kekakuan otot sphincter dan otot polos lain: retentio alvi, retentio urinae, spasme larynx dsb. patah tulang panjang atau fraktur kompresi tulang belakang
laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorik tidak khas : liquor normal, leukosit normal atau sedikit meningkat. Biakan kuman yang memerlukan prosedur anaerobik yang mahal, namun hasil yang positif tanpa gejala klinik tidak mempunyai arti. Pemeriksaan serologik kadar IgG antitetanus tidak dapat dilakukan secara rutin.
Anamnesis: anamnesa terarah untuk diagnostik dan prognostik. diagnostik : menelusuri kemungkinan infeksi Cl .tetani melalui perlakuan yang dialami penderita : luka tusuk, infeksi puntung talipusat. Prognostik : semakin pendek masa inkubasi atau period of onset akan semakin berat gejala klinik yang terjadi. Mengingat masa inkubasi sering sukar ditentukan karena port of entry yang tidak pasti, period of onset dapat digunakan sebagai pegangan beratnya penyakit
pemeriksaan fisik Gejala klinik penderita sangat jelas sehingga diagnosa mudah ditegakkan. Status neurologik: ada kekakuan perifer Tonus otot: sangat meningkat Kekakuan mempunyai pola khusus : trismus, risus, opisthotonus Refleks fisiologik meningkat Refleks patologik negatif Klonus positif Kejang rangsang atau spontan Saraf otonom:
Hipertermi Hiperhidrosis , dsb
Diagnosa banding
1. Meningitis, meningoencefalitis, encefalitis, pada bayi dan anak kecil, cari ada tidaknya gejala trismus, risus-sardonicus, ada tidaknya gangguan kesadaran dan kelainan liquor cerebrospinalis. 2. Tetani :oleh karena hypokalsemia : adanya carpopedalspasme, pemeriksaan kadar Ca . 3. Keracunan strychnin : karena minum tonicum terlalu banyak (pada anak). 4. Rabies: kesukaran menelan disertai dengan hydrophobia: anamnesa gigitan binatang pada waktu wabah 5. Trimus oleh karena process lokal : mastoiditis, OMP, peritonsilar abcess, dll., biasanya proses bersifat asymetris
Diagnosa banding
6. Pada tetanus neonatorum: Sepsis, meningitis, dehidrasi, kelainan elektrolit darah, adanya trauma kelahiran. 7. Bila ragu (terutama pada tetanus neonatorum), lakukan pungsi lumbal (setelah diberi antikonvulsan) atau dilakukan studi diagnosis yang lebih terarah, sesuai dengan kemampuan laboratorium setempat. 8. gangguan kesadaran hendaklah dinilai sebelum pemberian antikonvulsan yang pertama. 9. diagnosa banding dan studi diagnosis harus dilakukan lebih teliti untuk setiap kasus dengan dugaan tetanus neonatorum, tetanus lokal ataupun cephalic tetanus.
penyulit
1. 2. 3. 4. 5. 6. Sepsis (pada neonatus) pneumonia, setelah hari kelima, akibat kekakuan dinding dada Kejang terus menerus (status convulsivus) perdarahan paru pada tetanus neonatorum laringospasmus dan sumbatan jalan nafas. Aspirasi lendir/makanan/minuman, akibat kejang otot diafragma patah tulang panjang dan tulang belakang (compression fracture).
7.
Tetanus berat :
anak kaku dan sering kejang spontan, tanpa rangsangan Period of onset kurang dari 2 hari Masa inkubasi kurang dari 2 hari .
tetanus sedang
anak kaku, tanpa kejang spontan dan kejang hanya terjadi bila dirangsang.
tetanus ringan :
kekakuan yang jelas hanya trismus, tanpa kejang rangsang.
Tatalaksana medik
menghilangkan spora dan jaringan anaeroob dng perawatan luka, ambil corpus alienum
Anak
-bolus diazepam 10 mg dilanjutkan dosis 120-240 /hr tergantung tingkat severitas
Penderita masih kaku, tanpa kejang spontan, kesadaran & nafas tak terganggu
Dosis diazepam disesuiakan dengan tingkat severitas, bila diatas 240mg/hari masih kejang, perlu ventilasi mekanik dan tambahan obat lain, mis magnesium sulfat atau pancuronium bromide diazepam diberikan secra iv dng syringe pump atau bolus 12-24 kali sehari; jangan campur diazepam dng cairan infus
Tatalaksana medik
Perawatan luka (debridement) sangat penting dan harus diusahakan untuk melakukan eksisi jaringan yang dalam/luas agar jaringan anaeroob yang ada dapat dihilangkan, terutama bila ada benda asing.
Perawatan talipusat: tali pusat dirawat dan dibersihkan dengan perhydrol, rivanol sampai bersih dan diolesi betadine. Perawatan dilakukan tiap hari Konsultasi dengan dokter gigi/THK, bila perlu dengan orthopedi (fraktura columna vertebralis atau fraktura tulang panjang).
Tatalaksana medik
Antibiotika :Untuk membunuh kuman C1. tetani (vegetatif) berupa penicillin 50.000-100.000/kg BB selama 7 - 10 hari. atau bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan lincomisin 10 mg/kgbb sekali sehari, atau erytromisin50 mg/kgBB/hari, atau metronidazole 30mg/kgbb/hari. Untuk komplikasi sepsis pada neonatus atau pneumonia harus diberikan antibiotika yang sesuai.
Sera anti :
Tatalaksana medik
Antibiotika : Sera anti : Dapat digunakan ATS 5.000 U i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500 - 3000 Iu. Pada tetanus anak pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT,DT,TT). Pada pemberian ATS hati-hati akan reaksi anafilaksis, ok serum kuda.
prognosis
Makin pendek masa inkubasi, makin jelek prognosanya Makin pendek period of onset, makin jelek prognosanya. Letak, macam luka dan luasnya kerusakan jaringan. tetanus neonatorum mempunyai prognosa jelek dan harus dianggap tetanus berat). tingkat kekebalan penderita.
Tatalaksana epidemiologik Pencegahan dengan imunisasi tetanus toksoid sangat penting mengingat tatalaksana medik perawatan penderita masih sulit dan mahal. Perawatan luka : Terutama pada luka tusuk, luka yang kotor atau luka yang tercemar dengan spora tetanus. Harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada penderita, termasuk adanya jaringan mati dan nanah ATS profilaktis : Efektif hanya pada luka baru (bila kurang dari 6 jam), dan harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.
Tatalaksana epidemiologik Imunisasi aktif dengan vaksin DTP/ DT/ TT tergantung dari umur penderita. Imunisasi aktif sebaiknya segera dimulai segera pada saat penderita masuk rumah sakit dan dilanjutkan sampai imunisasi dasar selesai, dilanjutkan dengan suntikan booster. Vaksin DPT diberikan sebagai imunisasi dasar, diulang setahun setelah DPT III, kemudian setiap 3 tahun sampai usia 6-8 tahun . Vaksin TT (tetanus toxoid) diberikan pada setiap wanita usia subur dan gadis mulai umur 12 tahun atau ibu yang sedang hamil.
PERAWATAN LUKA Luka yang bersih kurang dari 6 jam kerusakan jaringan minimal Luka lain yang kotor lebih dari 6 jam kerusakan jaringan luas.
tingkat kekebalan A B C D
tingkat kekebalan A B C D
tindakan - tak perlu diberi apa apa - toksoid 1x - tokosid 2x + ATS - toksoid 3x + ATS
A : Telah mendapatkan immunisasi dasar dan booster dalam waktu 5 tahun. B : Telah mendapat immunisasi dasar dan booster dalam waktu >5 tahun tapi < 10 tahun. C : Telah mendapat immunisasi dasar booster >10 tahun. D : Belum menyelesaikan immunisasi dasar atau tingkat kekekebalan tak diketahui. Selalu disediakan injeksi adrenalin dan bila timbul gejala anafilaktik berikan 0.1 ml, subcutan, disusul dengan kortikosteroid intravena.