Anda di halaman 1dari 3

Berkenaan dengan tema Mengapa Pengembangan Energi Alternatif Terkendala?

yang terkandung dalam artikel berjudul Desa Mandiri Energi di www.darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya setuju karena pengembangan Desa Mandiri Energi sebanyak 58.400 desa oleh Kementerian ESDM akan mampu mengurangi beban anggaran negara akibat melonjaknya penggunaan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Namun memang hingga artikel tersebut dipublikasikan, baru ada sekitar 628 Desa Mandiri Energi atau baru sekitar 1.075 % [1]. Nilai tersebut tentu sangatlah sedikit sekali dibandingkan dengan target yang akan dicapai. Hingga tahun 2014 ini, ditargetkan akan mengembangkan sebanyak 3000 Desa Mandiri Energi, padahal ketika tahun 2009 akhir saja sudah ada target sebanyak 850 Desa Mandiri Energi dan itu pun masih belum tercapai [2]. Artinya, ada pekerjaan rumah untuk mengembangkan sekitar 2372 Desa Mandiri Energi hingga akhir tahun 2014 ini. Ini bukan jumlah yang sedikit, mengingat kinerja pemerintah dalam mengembangkan Desa Mandiri Energi secara umum masih sangat memprihatikan, masih sangat jauh dari target. Perlu kerja keras yang tidak main-main untuk mencapai target tersebut. Melihat kenyataan ini, tentu saja timbul banyak pertanyaan di benak saya. Ada apa sebenarnya dengan pengembangan energi alternatif di Indonesia, apakah memang hanya sekedar wacana saja, atau memang ada faktor lain yang memicu keterlambatan pengembangannya serta beribu pertanyaan lainnya masih memenuhi pikiran saya. Kelangkaan minyak bumi mungkin menjadi dasar mengapa semua Negara berlomba-lomba mengembangkan energi alternatif atau banyak juga yang menyebutkannya dengan istilah energi terbarukan (renewable energy). Bumi yang sudah dikerok habis-habisan minyaknya tanpa didukung dengan penghijauan kembali justru menjadi masalah besar karena ketika itu jugalah dunia akan kesulitan mendapatkan minyak bumi yang kontinu. Oleh karena minyak bumi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia maka mencari solusi menjadi keharusan bagi semua Negara termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta jiwa dimana segala kebutuhannya wajibnya termasuk Bahan Bakar Minyak (BBM) harus terpenuhi secara berkelanjutan. Pemerintah tidak tinggal diam, karena itulah ada program Desa Mandiri Energi. Program Desa Mandiri Energi itu patut diberi apresiasi, ini adalah wujud dari gencarnya pemerintah dalam membuat program terobosan dalam mengatasi subsidi BBM seperti pada artikel Apa yang Salah dalam Subsidi BBM? dalam www.darwinsaleh.com [3]. Desa Mandiri Energi merupakan alternatif pemecahan masalah penyediaan energi di Indonesia. Di samping itu sebenarnya tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengurangi tingkat kemiskinan (Pro-Poor), memperkuat ekonomi nasional (Pro-Growth) dan memperbaiki lingkungan (Pro-Planet) [4]. Tiga Pro ini memang tidak asing bagi saya, dan menurut saya sangat bagus karena memang sebaiknya membuat program itu tidak cuma semata-mata menyelesaikan satu masalah saja tapi mampu menyelesaikan masalah lainnya sekaligus. Desa Mandiri Energi adalah pola pengembangan pedesaan berbasis pada terintegrasinya kegiatan dalam sebuah sistem yang terdiri dari subsistem input, susbistem produksi primer atau usaha tani (on farm), subsistem pengolahan hasil subsistem pemasaran dan subsistem layanan dukungan (supporting system) [5]. Kendalanya timbul justru ketika berbicara tentang penciptaan energi yang berbasis Bahan Bakar Nabati (BBN) yaitu terkait dengan integrasi, lahan, harga dan pasokan tanaman penghasil BBN tersebut seperti tanaman jarak pagar. Ketika pemerintah memiliki program Desa Mandiri Energi tentu saja seharusnya sudah terlebih dahulu mempersiapkan infrastruktur yang memadai dengan sistem yang mendukung karena integrasi adalah yang terpenting dalam pengembangan Desa Mandiri Energi ini. Integrasi tersebut tidak mudah. Pada subsistem input misalnya: diperlukan penyediaan lahan yang tidak sedikit untuk dapat memproduksi minyak jarak pagar dalam jumlah yang besar sementara itu, keadaan petani kita yang miskin tentu akan menemukan kesulitan jika harus menyediakan lahan yang luas, kesejahteraannya saja masih terseok-seok apalagi harus menyediakan sendiri lahan untuk menanam tanaman jarak pagar, sudah jelas ini harus disediakan oleh pemerintah. Pada subsistem produksi misalnya: ketika panen biji jarak pagar diperlukan cara panen yang benar agar kualitas minyak yang dihasilkan bagus karena itu petani kita perlu dukungan sosialisasi panen yang benar sesuai ketentuan dalam program Desa Mandiri Energi. Pada subsistem pengolahan hasil misalnya: masalah pengepresan biji jarak pagar, petani miskin tentu tidak punya alat semacam itu, karenanya sudah tugas pemerintah untuk mempersiapkan alat pengepres sehingga petani

dapat menghasilkan kualitas minyak jarak yang bagus dan proses berjalan dengan lancar. Pada subsistem pemasaran, misalnya: penjualan minyak jarak, tidak semua petani menggunakan seluruh hasil panennya untuk kebutuhan rumah tangganya, sebagian tentu menjualnya dan diperlukan bantuan pemerintah untuk membelinya dengan harga yang layak agar petani merasa disejahterakan dengan program Desa Mandiri Energi tersebut. Pada subsistem pendukung lainnya misalnya: sistem jual-beli biji dan minyak jarak pagar, kebijakan dalam menetapkan harga.

Sedangkan untuk pengembangan energi berbasis non-BBN, kendalanya justru lebih kepada instalasi alat dan bangunannya dimana masyarakat tentu akan kewalahan membangun tanpa adanya bantuan dana dan teknisi dari pemerintah. Lambatnya pengembangan Desa Mandiri Energi mungkin karena pembangunan instalasi yang belum terlaksana di berbagai desa yang berpotensi. Petani dan masyarakat jelas membutuhkan dukungan melalui instalasi bangunan, sistem dan kebijakan yang pro-petani dan masyarakat karena jika tidak, sudah jelas mereka enggan menjalankan program Desa Mandiri Energi tersebut, karena bukan kemudahan dan kesejahteraan yang mereka peroleh malah kesulitan di sana-sini padahal mereka masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan sepertinya hal-hal tersebut yang belum terlaksana dengan baik. BBN diharapkan dapat membantu mengurangi jumlah subsidi BBM melalui campuran BBN dengan minyak bumi. Bahkan jika memungkinkan, desa yang mandiri energi dapat memutus ketergantungan terhadap BBM. Seperti yang disebutkan pada artikel Negara Harus Menjangkau Seluruh Rakyat dalam www.darwinsaleh.com, bahwa subsidi BBM telah mencapai Rp 216 triliun tahun 2012 atau 1,3 kali lebih besar dari anggaran belanja modal pemerintah membangun berbagai prasarana fisik di tanah air [6]. Artinya subsidi BBM telah membebani anggaran sehingga harus segera dicari solusinya dan salah satunya adalah melalui kemandirian di bidang energi yakni mengembangkan Desa Mandiri Energi yang tersebar di seluruh Indonesia dan pengembangan Desa Mandiri Energi dibebaskan untuk menggunakan bahan apapun untuk menciptakan energi di desa masing-masing yang sesuai dengan potensi yang dimiliki desa tersebut. Misalnya: di Desa Kalisari, Banyumas dibangun Desa Mandiri Energi berbasis pengolahan limbah tahu [7], di Desa Purworejo dibangun Desa Mandiri Energi berbasis biogas limbah peternakan sapi [8], di Desa Haurngombong, Sumedang sejak tahun 2003 telah dibangun instalasi sederhana untuk menciptakan energi berbasis biogas dari kotoran sapi[9], di Malang, dikembangkan Desa Mandiri Energi berbasis pengolahan minyak jarak pagar [10] dan berbagai potensi desa lainnya. Diharapkan dengan kemandirian energi ribuan desa di Indonesia kelak akan mampu menghemat 43,3 juta liter BBM atau Rp 195 milyar [11]. Pemerintah juga menunjukkan keseriusannya dengan memacu Kementerian ESDM untuk meningkatkan jumlah Desa Mandiri Energi menjadi 2000 desa di akhir masa kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan masing-masing 1000 desa yang mandiri Bio-fuel dan 1000 desa yang mandiri non-BBM [12]. Artinya pemerintah memang sangat memperhatikan pengembangan Desa Mandiri Energi dan pasokan energi di Indonesia ke depannya. Sayangnya saya kesulitan menemukan foto-foto yang menunjukkan sejauh mana Kementerian ESDM mengembangkan Desa Mandiri Energi di Indonesia.

Kita harus optimis, saya yakin Indonesia bisa menjadi Negara mandiri energi. Bukan hanya energi yang mandiri tetapi juga pengurangan kemiskinan karena terciptanya lapangan pekerjaan dan pengurangan emisi akibat penggunaan BBM dengan BBN yang sangat ramah lingkungan. Bumi sehat, pasokan bahan bakar terpenuhi, lingkungan bersih dan masyarakat yang sejahtera. Karenanya, sebagai kaum muda Indonesia, saya mengajak untuk terus mendukung program Desa Mandiri Energi ini, jika ada kendala yang mampu diselesaikan tanpa harus menunggu turun tangan pemerintah mari kita kerjakan, kita membantu pemerintah dengan bergotong-royong menuju Indonesia mandiri energi. Mari kita sosialisasikan program Desa Mandiri Energi ini melalui tulisan-tulisan kita di media seperti blog agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui betapa baiknya program Desa Mandiri Energi ini bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah atas keterlambatan pencapaian target Desa Mandiri Energi ini karena dukungan dari semua pihak sangat diperlukan. Ini negeri kita, bangsa kita, kita hidup bersama keluarga kita di dalamnya, maka kita jugalah yang harus melakukan sesuatu untuk negeri kita tercinta ini. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau tidak dimulai dari sekarang kapan lagi.

Anda mungkin juga menyukai