Anda di halaman 1dari 4

Jagung Transgenik Menembus Filipina

Jumat, 29 Agustus 2008 | 13:42 WIB



Pemandangan menarik terbentang di sebuah desa di Cagayan, wilayah utara
Filipina, sekitar satu setengah jam perjalanan udara dari Manila. Puluhan hektar
tanaman jagung berbagai varietas terhampar dan siap dipanen.
Masing-masing tampak saling beradu keunggulan teknologi untuk meraih
produktivitas tinggi demi meningkatkan pendapatan petani jagung di sana.
Bentangan tanaman jagung di blok yang satu merupakan varietas jagung hibrida
konvensional. Di Filipina, istilah konvensional melekat pada varietas jagung hibrida
yang belum menjalani modifikasi teknologi atau rekayasa genetika.
Teknik budidaya jagung hibrida konvensional juga masih menggunakan pendekatan
lama. Misalnya saja petani harus terus memantau pertumbuhan tanaman jagung
hampir setiap saat kalau tidak ingin produktivitasnya berkurang. Apabila tanaman
jagung terserang hama-penyakit, para petani memberantasnya dengan
menyemprotkan insektisida. Waktu penyemprotan yang tepat adalah 24 jam
sebelum hujan tiba.
Di sisi yang lain terbentang tanaman jagung varietas hibrida-transgenik atau hasil
rekayasa genetika (genetic modified organism/GMO. Benih jagung transgenik
(Bacillus thuringiensis/Bt Corn) yang ditanam itu sudah dimasukkan gen yang tahan
terhadap serangan serangga penggerek batang dan tongkol, juga tahan terhadap
insektisida pembasmi rumput.
Meski usia tanam di antara keduanya sama, tanaman jagung transgenik daunnya
tampak lebih hijau dan segar meskipun bulir jagung mulai berisi penuh dan tinggal
satu-dua minggu menunggu jagung kering panen. Di antara tanaman jagung hibrida
transgenik juga tidak banyak ditumbuhi gulma alias rumput liar. Lahan jagung terlihat
bersih sehingga pertumbuhan tanaman jagung lebih optimal karena tidak harus
berebut nutrisi dengan rumput liar.
Kondisi sebaliknya terdapat pada tanaman jagung hibrida konvensional. Selain
banyak rumput, warna daun lebih kuning, batang dan tongkol jagung juga banyak
diserang ulat penggerak batang dan tongkol. Berat jenis bulir jagung berkurang dan
akibatnya produktivitas turun. Tampaknya kami akan panen lebih bagus kali ini,
kata Montiago (45), petani di Cagayan yang menanam jagung transgenik.
Lebih berani
Para petani di Filipina mulai tertarik menanam jagung transgenik. Alasannya karena
produktivitas per hektar tanaman jagung transgenik lebih tinggi 10-20 persen
dibandingkan hibrida nontransgenik. Peningkatan produktivitas 10-20 persen bisa di
dapat oleh tanaman jagung transgenik seperti jenis Bt corn karena tanaman tersebut
lebih tahan terhadap serangan serangga penggerek batang dan tongkol yang dapat
menurunkan produktivitas.
Sudah lama dikeluhkan oleh para petani di Filipina ganasnya ulat penggerek batang
dan tongkol. Tanaman jagung yang baru keluar serbuk sarinya langsung diserang
ulat-ulat itu. Seiring pertumbuhan tongkol jagung, ulat-ulat itu tumbuh dengan
suburnya. Bahkan, pertumbuhannya bisa lebih besar daripada lidi. Selama berada
dalam tongkol jagung, ulat itu terus mengebor ke dalam tongkol.
Jumlahnya tidak cuma satu. Dalam satu tongkol kerap terdapat banyak ulat.
Tongkol- tongkol jagung yang terserang ulat penggerek kadang sampai bengkok.
Ganasnya ulat penggerek tongkol tak jarang mengakibatkan bulir jagung tidak terisi
penuh sehingga kualitas jagung menjadi buruk dan berat jagung panen berkurang
tajam.
Hilangnya sebagian berat jenis jagung akibat bulir tidak penuh terisi berarti kerugian
bagi petani. Belum lagi gangguan gulma, seperti rumput yang juga dapat
menghambat pertumbuhan jagung, juga dapat menekan produktivitas. Karena itu,
petani di Filipina begitu antusias untuk menanam jagung transgenik, melihat
berbagai kemudahan dan keuntungan finansial yang didapat. Apalagi keinginan
mereka sejak 2003 juga mendapat dukungan dari pemerintah setempat.
Profesor peneliti pada Institut of Plant Breeding Universitas Filipina, Evelyn Mae
Tecson- Mendoza mengungkapkan, yang diinginkan petani dari ladang pertanaman
mereka adalah produktivitas yang tinggi, tanaman tahan terhadap serangan hama
penyakit, dan kualitas produk pertanian lebih bagus.
Keinginan petani di Filipina itu terjawab dengan hadirnya jagung transgenik. Benih
jagung transgenik memungkinkan menghasilkan produktivitas tinggi, kualitas lebih
bagus, dan tahan serangan hama penyakit karena didesain spesifik untuk tujuan
tersebut. Benih jagung hibrida yang ingin menghasilkan produk sesuai yang
diharapkan bisa dihasilkan dengan rekayasa genetika. Pada pembenihan jagung
konvensional, hal itu sulit dilakukan karena gen tetua bisa tercampur dengan gen
lain.
Dengan rekayasa genetika, memungkinkan teknologi pertanian modern mentransfer
gen yang diinginkan dari makhluk hidup lain untuk dimasukkan pada benih jagung.
Gen yang ditransfer bisa berasal dari gen tanaman sejenis atau dari gen hewan.
Misalnya saja, seseorang menginginkan bisa mengonsumsi jagung yang rendah
kandungan karbohidrat. Atau bisa saja menghasilkan produk jagung yang
mendorong peningkatan produksi insulin, mencegah kanker, serta hepatitis. Dengan
bioteknologi modern, mutasi gen bisa dilakukan.
Sampai saat ini nilai perdagangan produk bioteknologi modern di pasar global
mencapai 44,3 miliar dollar AS. Pasar terbesar atau 60 persen di Amerika Serikat,
disusul Jepang 6,9 persen, Jerman 6,4 persen, Prancis 5,4 persen, dan Italia,
Spanyol, serta Inggris yang masing-masing di bawah 4 persen. Saat ini tanaman
transgenik sudah diadopsi di 12 negara berkembang dan 11 negara industri maju.
Filipina merupakan negara berkembang yang lebih berani dalam mengambil sikap
soal tanaman transgenik. Setidaknya sejak diperkenalkan di Filipina tahun 2003,
tanaman jagung hibrida transgenik di Filipina sudah mencapai luasan 200.000
hektar.
"Kami tidak memberikan dukungan apa pun, kami memberikan keleluasaan bagi
petani yang mau menanam jagung. Subsidi jagung untuk peningkatan produksi
jagung nasional hanya diberikan pada pembukaan lahan baru," kata Kepala
Program Sekretariat GMA Corn Departemen Pertanian Filipina Milo Delos Reyes,
pekan lalu.
Tidak mau terus impor
Filipina sejak setahun lalu memang giat menanam jagung. Mereka sudah terlalu
lelah terus bergantung pada pasokan jagung impor untuk memenuhi kebutuhan
pakan ternak dan pangan warganya. Rata-rata impor jagung Filipina 1 juta per
tahun.
Bahkan, pada tahun 2006 impor jagung Filipina mencapai 1,3 juta ton. Kejenuhan
karena terlalu bergantung pada jagung impor yang menguras devisa, apalagi saat
sekarang ketika harga jagung dunia di atas 400 dollar AS per ton, mendorong
Filipina membuat terobosan dalam budidaya tanaman jagung.
Pilihannya dengan menanam jagung transgenik atau Bt Corn di ladang-ladang
pertanian mereka. Semangatnya hanya satu, bagaimana produksi bisa digenjot
setinggi-tingginya agar surplus. Sikap berani Pemerintah Filipina ini membuahkan
hasil. Produksi jagung Filipina terus melonjak dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006
produksi jagung nasional Filipina hanya mampu memenuhi 80 dari kebutuhan, tetapi
2008 diperkirakan mencapai 90 persen atau sebesar 9,83 juta ton.
Terlepas dari persoalan pro-kontra penggunaan benih jagung hibrida transgenik
terhadap kesehatan, bagi petani jagung, menanam jagung transgenik lebih
menyejahterakan. (Hermas E Prabowo dari Cagayan, Filipina)
Sumber: kompas.com

Anda mungkin juga menyukai