sepihak pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya
berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Suatu persetujuan dianggap sah apabila: a. Pasien telah diberi penjelasan / informasi b. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan / persetujuan c. Persetujuan harus diberikan secara sukarela KKI memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien: 1. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati 2. Ketidakpastian tentang diagnosis 3. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati 4. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan 5. Untuk setiap tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan / keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut. 6. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental 7. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembali 8. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut 9. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya didalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan 10. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu 11. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain 12. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian Biaya ASPEK MEDIKOLEGAL PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN Pasal 45 UU RI No.29 tahun 2004 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan 2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap 3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sekurangkurangnya mencakup: a. diagnosis dan tata cara tindakan medis b. tujuan tindakan medis yang dilakukan c. alternatif tindakan lain dan risikonya d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan 4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. 5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. 6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 diatur dengan Peraturan Menteri Pasal 17 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/2005 1. Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan. 2. Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat 1 harus mendapat persetujuan dari pasien. 3. Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan Sanksi seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran: 1. Sanksi pidana - penyerangan (assault) - kalau seorang dokter melakukan operasi kepada pasien tanpa persetujuan tindakan kedokteran dapat kena sanksi pidana Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. 2. Sanksi perdata - Pasal 1365 KUH Perdata - Pasal 1367 KUH Perdata - Pasal 1370 KUH Perdata - Pasal 1371 KUH Perdata 3. Sanksi Administratif a. Pasal 69 UU RI No.29 tahun 2004 1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia. 2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. 3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa: - pemberian peringatan tertulis - rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik - kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi Pasal 25 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/2005 1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran peraturan ini. 2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan SIP. 3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi profesi. Pasal 26 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/2005 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi: a. Atas dasar keputusan MKDKI b. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia c. Melakukan tindakan pidana
Informed Consent dalam Keadaan Gawat Darurat Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik, pengaturan mengenai informed consent pada kegawatdaruratan lebih tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran. Disahkannya Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008 sekaligus mengggugurkan Permenkes sebelumnya yaitu pada Permenkes No 585/Men.Kes/Per/IX/1989 masih terdapat beberapa kelemahan. Pada pasal 11 hanya disebutkan bahwa yang mendapat pengecualian hanya pada pasien pingsan atau tidak sadar. Beberapa pakar mengkritisi bagaimana jika pasien tersebut sadar namun dalam keadaan darurat. Guwandi (2008) mencontoh pada kasus pasien yang mengalami kecelakaan lalu-lintas dan terdapat perdarahan serta membahayakan jiwa di tubuhnya tetapi masih dalam keadaan sadar. Contoh lain apabila seseorang digigit ular berbisa dan racun yang sudah masuk harus segera dikeluarkan atau segera dinetralisir dengan anti-venom ular. Jika ditinjau dari hukum kedokteran yang dikaitkan dengan doktrin informed consent, maka yang dimaksudkan dengan kegawatdaruratan adalah suatu keadaan dimana : a. Tidak ada kesempatan lagi untuk memintakan informed consent, baik dari pasien atau anggota keluarga terdekat (next of kin) b. Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda c. Suatu tindakan harus segera diambil d. Untuk menyelamatkan jiwa pasien atau anggota tubuh. Seperti yang telah dijelaskan pada Permenkes No 209/Menkes/Per/III/2008 pada pasal 4 ayat (1) bahwa tidak diperlukan informed consent pada keadaan gawat darurat. Namun pada ayat (3) lebih di tekankan bahwa dokter wajib memberikan penjelasan setelah pasien sadar atau pada keluarga terdekat. Berikut pasal 4 ayat (3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat. Hal ini berarti, apabila sudah dilakukan tindakan untuk penyelamatan pada keadaan gawat darurat, maka dokter berkewajiban sesudahnya untuk memberikan penjelasan kepada pasien atau kelurga terdekat.
Selain ketentuan yang telah diatur pada UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 209/Menkes/Per/III/2008, apabila pasien dalam keadaan gawat darurat sehingga dokter tidak mungkin mengajukan informed consent, maka KUH Perdata Pasal 1354 juga mengatur tentang pengurusan kepentingan orang lain. Tindakan ini dinamakan zaakwaarneming atau perwalian sukarela yaitu Apabila seseorang secara sukarela tanpa disuruh setelah mengurusi urusan orang lain, baik dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan mengurusi urusan itu sehingga orang tersebut sudah mampu mengurusinya sendiri. Dalam keadaan yang demikian perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum yaitu dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik- baiknya.