Anda di halaman 1dari 27

1

Bab I
Pendahuluan

Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis
sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Penularan terjadi melalui udara yang
mengandung basil TB (droplet infeksi) yang dihirup oleh orang sehat. Sumber penularan
adalah penderita yang mengeluarkan kuman tuberkulosis dengan dahak yang dibatukkan
keluar. Berdasarkan cara penularan ini penyakit TB disebut sebagai airborne disease.
Tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit TB sangat diperlukan, karena:

- Setiap tahun jumlah manusia yang meninggal akibat TB ternyata lebih banyak dari tahun-
tahun sebelumnya.
- TB lebih banyak membunuh penduduk usia muda dan dewasa, dibandingkan dengan
penyakit infeksi lain.
- Jika tidak diobati, seseorang dengan TB aktif dapat menulari 10-15 orang dalam satu
tahun.
- Seperti influenza, TB menyebar melalui udara, saat orang yang terinfeksi batuk, meludah,
berbicara atau bersin.
Peningkatan jumlah kasus tuberculosis di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu diagnosis tidak tepat, pengobatan tidak adekuat, program
penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, infeksi endemic HIV, migrasi penduduk,
mengobati sendiri (self treatment), meningkatnya kemiskinan, pelayan kesehatan yang
kurang memadai. Oleh sebab itu, usaha untuk mengatasi masalah tersebut terus dilakukan,
salah satunya adalah pelayanan kesehatan dengan pendekatan kedokteran keluaraga.
Dokter keluarga merupakan dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga dan tidak memandang pasien
sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti
secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Dengan
pendekatan kedokteran keluarga, maka pemeliharaan kesehatan baik promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitative dapat dilakukan dengan mengkaji masalah kesehatan keluarga
dan individu dalam keluarga dengan mempelajari riwayat penyakit secara komprehensif
sehingga pemeliharaan kesehatan dapat dilakukan. Hal ini dapat dilakukan pada setiap
penyakit, termasuk dalam penanganan penyakit Tuberkulosis.
2

Bab II
Tuberkulosis

2.1. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk
batang (basil), aerob, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada perwarnaan,
sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pertumbuhan lambat, dapat hidup
intraselular dalam makrofag, atau ekstraselular pada kavitas. Kuman TB cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup berberapa jam di tempat gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa
tahun.
1

2.2. Epidemiologi
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada tahun
1993, WHO mencanangkan kadaruratan global penyakit TBC, karena pada sebagian besar
negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. TBC menjadi penyebab kematian utama,
hingga dua juta orang pada tahun 1990. Hal tersebut disebabkan oleh:
1
-
Program pengendalian penyakit yang tidak adekuat.

-
Multiple Drug Resistance (MDR).

-
Co-infection dengan HIV

-
Peningkatan jumlah penduduk, terutama dewasa muda yang merupakan kelompok umur
dengan mortalitas tertinggi dari tuberkulosis.
1

2.3. Klasifikasi
Tujuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan
panduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe tuberculosis memerlukan definisi kasus yang memberikan batasan baku.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus, yaitu :
- Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru
- Hasil pemerksaan dahak secara makroskopis langsung BTA positif atau BTA negatif
- Riwayat pengobatan sebelumnya baru atau sudah pernah diobati
- Tingkat keparahan penyakit ringan atau berat.
Klasifikasi Tuberkulosis yang digunakan, antara lain:

3

a) Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam:
Tuberkulosis Paru BTA Positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberkulosis aktif.
Tuberkulosis Paru BTA negatif
- Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.
- TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
rontgen dad memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas ( misalnya
proses far advanced atau millier) dan/ atau kejadian umum penderita buruk.

b) Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
perikardium, kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus , ginjal, saluaran kencing, alat
kelamin,dan lain-lain.TBC ekstra paru dibagi berdasarkan tinkat keparahan
TBC ekstra Paru Ringan: TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang) sendi, dan kelenjar adrenal.
TBC ekstra Paru Berat: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing, dan alat
kelamin.
1,2


2.4. Tipe Penderita
Tipe penderita tuberkulosis ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,
antara lain:
Kasus Baru
Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian)


4

Kambuh (Relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
Pindahan ( Transfer In)
Penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus mempunyai surat rujukan/
pindahan ( form TB.09)
Setelah Lalai ( Pengobatan setelah default /drop out)
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan , dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat.Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.
Lain-lain
- Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 atau lebih atau penderita dengan hasil BTA negatif
Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
- Kasus Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2.

2.4. Patogenesis
Mycobacterium tuberculosis menular ke manusia bermula dengan nukleus droplet
yang mengandung mikroorganisma dari pasien terinfeksi terinhalasi. Mayoritas bacili yang
terinhalasi terperangkap di saluran nafas atas dan di keluarkan melalui sel mukosa bersilia,
dan biasanya kurang dari 10 % bacili menyampai alveoli. Di alveoli, makrofag nonspesifik
alveolar memfagosit bacili. Kemampuan bakterisid makrofag alveolar dan virulensi kuman
menentukan ada atau tidaknya infeksi di alveolar. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB
ditentukan oleh konsentrasi drpolet per volume udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Selama berberapa hari atau minggu basil tumbuh secara lambat membelah diri di
dalam makrofag yang kemampuan bakterisidnya kurang baik. Jika makrofag tersebut pecah,
maka monosit yang ada dalam aliran darah akan tertarik menuju ke tempat tersebut dan
memakan basil-basil yang dikeluarkan oleh makrofag. Pada stadium awal infeksi biasanya
asimptomatis.
5

Dua sampai empat minggu setelah infeksi, timbul respon dari host terhadap
pertumbuhan basil Mycobacterium tuberkulosis, yaitu respon kerusakan jaringan, akibat dari
reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan respon cell mediated immunity yang akan
mengaktifkan makrofag yang mampu untuk memakan basil Mycobacterium tuberculosis.
Dengan pembentukan imunitas spesifik dan pengumpulan sejumlah besar makrofag yang
diaktifkan (makrofag teraktivasi) pada tempat lesi primer maka terbentuklah tuberkel (Ghon
fokus).Imunitas spesifik ini akan mulai membatasi makrofag yang tidak teraktivasi dan
membentuk nekrosis perkijuan, sehingga basil M TBC tidak mudah lagi bermultiplikasi.
Meskipun demikian basil-basil ini akan dapat bertahan hidup dalam keadaan dorman.
Populasi tuberkel mungkin stabil selama periode yang lama, bahkan sepanjang hidup
penderita kecuali terdapat penurunan imunitastubuh host yang dapat mengaktifkan kembali
basil tersebut.
2-4

2.5. Manifestasi Klinis
1) Tuberkulosis Pulmonal
a) TB Paru Primer
TBC paru primer terjadi pada saat pertama kali terpapar basil dan sering
terjadi pada anak-anak. Droplet yang terhirup dapat melewati sistem pertahanan
mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di
sana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif
menjadi positif. Lokasi biasanya di apex karena konsentrasi O
2
tinggi. Lesi tuberkel
yang terbentuk biasanya disertai limfadenopati hiler dan paratrakeal. Kombinasi fokus
primer dan pembesaran KGB disebut kompleks primer. Waktu antarea terjadinya
infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Sebagian
besar kasus sembuh spontan dan membentuk nodul kalsifikasi.
5

b) TB Paru Post Primer / TB Paru Sekunder
Tuberkulosis post primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat infeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura yang terjadi pada orang dewasa
6

akibat reaktivasi endogen infeksi laten. Parenkim paru yang terkena bervariasi dari
suatu infiltrat yang kecil sampai dengan bentuk kavitas.

c) TB milier
Terjadi akibat penyebaran secara hematogen basil dari tuberkel. Pada tipe ini
banyak lesi kecil di seluruh lapang paru terutama di inferior. Bentuk Tb ini
fatal jika tidak ditangani dengan baik. Tb milier dapat berupa sakit samar,
penurunan berat bada, dan demam. Terkadang TB milier dapat berupa
meningitis tuberkulosa. Biasanya pada tahap dini tidak terdapat kelainan fisik,
walaupun akhirnya hepar dan lien dapat membesar. Tuberkel koroid bisa
ditemukan pada mata berjumlah satu atau lebih. Lesinya berukuran seperempat
diameter diskus optikus dan berwarna kekuningan mengilat, sedikit timbul,
kemudian menjadi putih di tengahnya.

2) Manifestasi Klinis Tuberkulosis Ekstrapulmonal
Pleuritis dengan efusi: rongga pleura terinfeksi kuman TBC. Biasanya efusi terjadi
masif, unilateral, bersifat eksudatif. Gambaran cairan pleura yang khas adalah
konsentrasi protein yang lebih dari 3,0 g/dl.
Peritonitis dan perikarditis tuberkulosis
Tuberkulosis laring dan endobronkial: biasanya didapati bersama infeksi paru
yang sudah lanjut. Suara parau merupakan gejala utama laringitis TB, sedangkan
manifestasi utama bronkitis TB adalah batuk dan hemotisis minor.
Adenitis tuberkulosis: skrofula merupakan limfadenitis tuberkulosis kronik pada
kelenjar limfe leher. Tempat paling sering adalah segitiga anterior leher tepat di
bawah mandibula. Pembesaran kelenjar biasanya kenyal dan tidak nyeri tekan.
Tuberkulosis tulang (Potts disease): biasanya mengenai vertebra midtorakal.
Tuberkulosis sendi biasanya mengenai sendi penopang berat badan yang besar
seperti panggul dan lutut.
Tuberkulosis genitourinarius: dapat menyerang pria maupun wanita. TB ginjal
biasanya diawali dengan hematuri dan piuria mikroskopik dengan biakan urin
yang steril. Pada wanita sering terjadi salfingitis. Pada pria TB paling sering
mengenai prostat, vesika seminalis, dan epididimis.
Tuberkulosis okuler: korioretinitis dan uveitis merupakan manifestasi tersering.
7

Tuberkulosis meningeal: khas pada cairan serebrospinal adalah kandungan protein
yang tinggi, disertai kadar glukosa rendah, dan limfositosis.
Tuberkulosis saluran cerna: jarang terjadi
Tuberkulosis adrenal: jarang, biasanya hanya terlihat bersama infeksi paru yang
berat dan lama.
Tuberkulosis kulit: jarang. Lesi biasanya berupa lupus vulgaris.
Tuberkulosis milier: terjadi akibat penyebaran hematogen yang luas. Lesi timbul
serempak di seluruh tubuh.
Silikotuberkulosis: frekuensi TB meningkat pada pasien dengan silikosis dan
penyakit pneumokoniosis lainnya.
Tuberkulosis pada AIDS: TB merupakan infeksi oportunitis utama pada penderita
infeksi HIV.
2-5


2.6. Diagnosis
Diagnosis TB dibuat berdasarkan :
6
Klinis
- Demam (low grade), biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi
kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan pertama
dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
- Keringat malam walau tanpa beraktivitas
- Berat badan menurun
- Rasa kurang enak badan (malaise)
- Fatigue
- Anoreksia (nafsu makan menurun)
- Batuk produktif (terus-menerus dan berdahak) > 3 minggu
- Hemoptisis ringan-masif
- Nyeri dada, pleuritic pain
- Sesak nafas

Pemeriksaan fisik:
- Saat dini : normal asimptomatik
- Suara napas Amforik breath sound
- Perkusi dullness di supraklavikula (Kroniqs isthmus)
8

Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
tuberculosis. Oleh karena itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut
harus dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita
TB, dan diperlukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
4,5

Bakteriologis
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan pemeriksaan 3 spesimen
dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS). Cara pemeriksaan sediaan sputum yang
dilakukan adalah :
- Pemeriksan sediaan langsung dengan mikoskop biasa
- Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan
khusus)
- Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
- Pemeriksaan terhadap resistensi obat
1-3

Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan
skala IUATLD sebagai berikut :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan penyakit
dan derajat penularan penderita tersebut. Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100
lapang pandang, pemeriksaan harus diulang dengan spesimen dahak yang baru.
Bila hasilnya tetap 1-3 BTA, hasilnya dilaporkan negatif. Bila ditemukan 4-9
BTA, dilaporkan positif.
1,3



9

Radiologis
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas
atau segmen apikal lobus bawah) tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial). Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak
seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering
menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di
bagian bawah paru (efusi leura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir
paru/pleura (pneumotoraks)
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang diperlukan adalah bronkografi yakni
untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan
paru.
2-5

Penunjang Lainnya
a. Darah
Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi. Pemeriksaan tersebut nilainya juga tidak
spesifik. Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.
Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga
kurang mendapat prhatian karena angka positif palsu dan negatif palsu masih
besar.



10

b. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes
Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein
Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Umumnya tes
Mantoux dengan 5 T.U saja sudah cukup berarti. Hasil tes Mantoux ini dibagi
dalam :
- Indurasi 0-5 mm : Mantoux negatif.
- Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan.
- Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif
- Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat
1-3


2.7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan, menurunkan tingkat penularan dan mencegah kematian. Terdapat 2 macam
sifat/aktivitas obat terhadap tuberkulosis yakni:
- Aktivitas bakterisid bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh
(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat
tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan
hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan)
-
Aktivitas sterilisasi bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan
setelah pengobatan dihentikan.
6
Jenis obat tuberkulosis yang digunakan, yaitu
a) Obat primer (obat antituberkulosis tingkat satu:
Rifampicin (R)
- Bersifat bakterisid dan dapat membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh INH.
- Dosis 10 mg/KgBB 3 kali seminggu, baik untuk fase intensif maupun lanjutan.
- Efek sampingnya antara lain flu like syndrome, hepatotoksik, gastritis, mual,
muntah, drug fever, trobositopeni, purpura, renjatandan gagal ginjal akut. Apabila
terdapat tidak ada nafsu makan, mual dan sakit perut dianjurkan agar obat
diminum malam hari sebelum tidur.
11

Isoniazid (H)
- Bersifatnya bakterisid dan dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa
hari pertama pengobatan.
- Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/KgBB, dilanjutkan dengan dosis 10
mg/KgBB.
- Efek sampingnya antara lain neuropati perifer, hepatotoksik dan reaksi
hipersensitifitas. Untuk mengatasi neuropati perifer perlu dengan pemberian
vitamin B6 100 mg/hari.
Pirazinamid (Z)
- Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam.
- Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/KgBB, untuk pengobatan lanjutan 3 kali
seminggu dengan dosis 35 mg/KgBB.
- Efek sampingnya antara lain hepatotoksik dan retensi asam urat hingga
menyebabkan gout, gastritis, anthralgia, rash kulit. Apabila terdapat nyeri sendi
dianjurkan untuk diberi aspirin
Etambutol (E)
- Bersifat bakteriostatik.
- Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/KgBB, untuk pengobatan lanjutan 3 kali
seminggu dengan dosis 30 mg/KgBB.
- Efek sampingnya antara lain neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis.
Apabila terdapat gangguan penglihatan hentikan etambutol.
Streptomisin (S)
- Bersifat bakterisid.
- Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/KgBB, sedangkan lanjutan 3 kali seminggu
dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai dengan 60 tahun, dosisnya
0,75 mg/hari, sedangkan untuk yang berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,3
mg/hari.
-
Efek sampingnya antara lain nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial.Apabila
telah ada gangguan keseimbangan dan tuli maka streptomisin dihentikan dan
diganti dengan etambutol.
1,6,8,9
Untuk semua OAT, apabila terdapat kuning (ikterus) maka hentikan obat hingga ikterus
hilang dan lakukan tes fungsi hati. Kemudian lakukan desensitasi, yaitu :
12

- INH, dimulai dengan dosis 25 mg dan dinaikkan 2 kali dosis sebelumnya setiap 3 hari
(25 mg, 50 mg, 100 mg, 200 mg hingga 300-400 mg). Bila terjadi reaksi, dosis
dikembalikan pada dosis sebelumnya.
-
Rifampisin, sama dengan INH tetapi dimulai dengan 75 mg (75 mg, 160 mg, 300 mg,
600 mg)
8

b) Obat sekunder (obat antituberkulosis tingkat dua)


Obat tuberkulosis tingkat dua, terdiri dari kanamisin,PAS (Para Amino Salicyl acid),
Tiasetazon, Etionamid, Protionamid, Sikloserin, Viomisin, Kapreomisin, Amikasin,
Ofloksasin, Siprofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin
9,10


Prinsip pengobatan tuberkulosis dilakukan dalam dua fase,
a) Tahap intensif
Tahap intensif (initial phase), dengan memberikan 4-5 macam obat antituberkulosis per
hari dengan tujuan:
- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidal)
- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut
- Mencegah timbulnya resistensi obat, khususnya rifampisin
Bla saat tahap ini diberikan dengan tepat, penderita akan menjadi tidak menular dalam 2
minggu. Sebagian penderita TB BTA positif akan menjadi negatif setelah tahap intensif
ini.

b) Tahap Lanjutan

Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per-hari
atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi)
dan mencegah kekambuhan (relaps).
1,3,6,8

Panduan OAT di Indonesia, didasarkan Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia
menggunakan panduan OAT, yaitu:
1. Kategori 1 (2RHZE/4R3H3)
Fase intensif (2RHZE) menggunakan 4 macam obat yang diminum setiap hari selama 2
bulan. Sedangkan fase lanjutan (4R3H3) menggunakan 2 macam obat, diminum 3 kali
seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru TB Paru BTA (+)
13

Penderita TB Paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
Penderita TB Ekstra Paru berat
2. Kategori 2 (2RHZES/1RHZE/5H3R3E3)
Fase intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan RHZE ditambah
dengan suntikan streptomisin (S) setiap hati di UPK, dan dilanjutkan 1 bulan dengan
RHZE setiap hari. Fase lanjutan selama 5 bulan dengan RHE yang diberikan tiga kali
dalam seminggu. Obat ini diberikan untuk :
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. OAT Sisipan (RHZE)
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori 1 atau 2, hasil pemeriksaan dahak
masih positif, diberikan obat sisipan (RHZE) setiap hari selama 1 bulan.
1

2.8. Pemantauan Kemajuan Hasil Pengobatan TB pada Orang Dewasa
1. Akhir tahap intensif
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan kedua pengobatan kategori 1, atau seminggu
sebelum akhir bulan ke 3 pada pengobatan kategori 2. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui apakah telah terjadi konversi dahak yaitu perubahan dari BTA positif menjadi
negatif.

2. Sebulan sebelum akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan kategori 1, atau seminggu
sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan kategori 2

3. Akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan kategori 1, atau seminggu
sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan kategori 2. Pemeriksaan pada sebulan sebelum
akhir pengobatan dan akhir pengobatan ini bertujuan untuk menilai hasil pengobatan
(sembuh atau gagal).

Pada kategori 1, penderita dinyatakan sembuh jika hasil pemeriksaan dahak paling kurang
2 kali berturut-turut negatif.
- Bila hasil pemeriksaan dahak sudah negatif dan pada akhir bulan ke 5 dan atau akhir
bulan ke 6 (AP) juga negatif, penderita dinyatakan sembuh
14

- Bila pada akhir sisipan hasil pemeriksaan dahak BTA positif, maka hasil pemeriksaam
dahak akhir bulan ke 5 dan pada akhir pengobatan harus negatif supaya penderita
dapat dinyatakan sembuh
- Bila BTA masih positif pada akhir bulan ke 5 atau lebih, penderita dinyatakan gagal.
Dan pengobatan diganti dengan kategori 2 mulai dari awal
- Bila penderita menyelesaikan pengobatan lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan
ulang dahak, maka tidak dapat dinyatakan sembuh, tapi dinyatakan sebagai
pengobatan lengkap
Pada kategori 2, penderita dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan ulang dahak paling
kurang 2x berturut-turut negatif.
- Bila hasil pengobatan dahak sudah negatif pada akhir bulan ke 7 dan atau akhir bulan
ke 8 (AP) juga negatif, penderita dinyatakan sembuh
- Bila pada akhir sisipan hasil pemeriksaan dahak BTA positif, maka hasil pemeriksaan
dahak sebulan sebelum akhir pengobatan (bulan ke 8) dan pada akhir pengobatan
harus negatif supaya penderita dapat dinyatakan sembuh
- Bila BTA masih positif pada sebulan sebelum akhir pengobatan atau pada kahir
pengobatan, penderita dinyatakan sebagai kasus kronik dan bila fasilitas laboratorium
memungkinkan, dilakukan uji kepekaan atau dirujuk ke UPK spesialistik. Bila tidak
mungkin, kepada penderita diberikan tablet isoniazid (INH) seumur hidup.
1,5,9


2.9. Hasil Pengobatan Tindak Lanjut
Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai : sembuh,
pengobatan lengkap, meninggal, pindah (transfer out), defaulter (lalai), DO dan gagal.
1. Sembuh
Bila penderita BTA posistif yang telah emnyelesaikan pengobatan secara lengkap,
pemeriksaan ulang dahak pada 2 kali berurutan hasilnya BTA negatif satu bulan sebelum
akhir pengobatan dan akhir pengobatan. Tindak lanjutnya, penderita diberi tahu bila
gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.

2. Pengobatan Lengkap
Bila penderita menyelesaikan pengobatan secara lengkap tidak tidak ada hasil
pemeriksaan dahak ulang. Tindak lanjutnya, yaitu penderita diberi tahu bila gejala
muncul kembali memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap. Seharusnya
terhadap semua penderita dilakukan pemeriksaan dahak ulang.
15

3. Meninggal
Bila penderita dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun

4. Pindah
Bila penderita pindah berobat ke daerah kabupaten atau kota lain. Tindak lanjut penderita
yang ingin pindah dibuatkan surat pindah sisa obat dikirim ke UPK baru. Hasil
pengobatan baru dikirim ke UPK asal.

5. Defaulted (Drop Out)
Penderita tidak mengambil obat dua bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai. Tindak lanjutnya lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan
pentingnya berobat teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan
pemeriksaan dahak. Bila positif, mulai pengobatan dengan kategori 2. Bila negatif sisa
pengobatan kategori 1 dilanjutkan..
Penderita BTA positif hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif, atau kembali menjadi
positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan. Tindak
lanjutnya penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai
dari awal. Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke UPK
spesialistik atau diberikan INH seumur hidup.
Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2
menjadi positif, tindak lanjut berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.

2.10. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada penderita stadium lanjut:
- Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah)
- Syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas sehingga dapat menyebabkan kematian.
- Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
- Bronkiektasis dan fibrosis pada paru
- Pneumotoraks spontan karena kerusakan jaringan paru
- Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya.
- Insufisiensi kardiopulmoner.
3,4,5,10



16

Bab III
Laporan Kunjungan Rumah

Puskesmas : Medangasem, Kecamatan Jayakarta, Karawang
Nomor register : -
Tanggal Kunjungan : 29 Agustus 2012
Data riwayat keluarga : -

I. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. SE
b. Umur : 19 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Pedagang
e. Pendidikan : SMP
f. Alamat : Dusun Karajan RT 007/ RW 002, Desa Medangasem

II. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
b. Kebersihan perorangan : Sedang
c. Penyakit yang sering diderita : ISPA
d. Penyakit keturunan : Tidak ada
e. Penyakit kronis/menular : TBC
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : Sedang
h. Pola istirahat : Baik
i. Jumlah anggota keluarga : 4 orang

III. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk : Tidak ada
b. Pengambilan keputusan : Bapak
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Klinik pengobatan umum dan Puskesmas
e. Pola rekreasi : Kurang

17

IV. Keadaan Rumah / Lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Tanah
c. Luas rumah : 25 m
d. Penerangan : Sedang, kecuali kamar tidur
e. Kebersihan : Sedang
f. Ventilasi : Sedang, kecuali kamar tidur
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada
i. Sumber air minum : Air sungai
j. Sumber pencemaran air : Jamban, limbah rumah tangga
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Tidak ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi lingkungan : Kurang

V. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah : Cukup
b. Keyakinan tentang kesehatan : Cukup

VI. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan : SMA
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Sedang
e. Keadaan ekonomi : Kurang

VII. Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Jawa
b. Lain-lain : Tidak ada




18

VIII. Daftar Anggota Keluarga





No Nama Hubungan
dengan KK
Umur Pendidikan

Pekerjaan Agama
1 Tn. SA KK 43 thn SD Wiraswasta Islam
2 Ny. SU Istri 31 thn SD Ibu rumah tangga Islam
3 Nn. II Anak 21 thn SMP Pedagang Islam
4 Tn. SE Anak 19 thn SMP Pedagang Islam

No Nama Keadaan
Kesehatan
Keadaan
Gizi
Imunisasi KB

Keterangan
1 Tn. SA Sehat Cukup Lupa Tidak KB -
2 Ny. SU Sehat Cukup Lupa Tidak KB -
3 Nn. II Sehat Cukup Tidak Lengkap Tidak KB -
4 Tn. SE Sakit Cukup Tidak Lengkap Tidak KB Batuk-batuk

IX. Keluhan Utama
Batuk batuk sejak 1 bulan yang lalu.

X. Keluhan Tambahan
Badan pegal - pegal, sering meriang

XI. Riwayat Penyakit Sekarang
1 bulan SMRS, OS mengeluh batuk-batuk berdahak disertai badannya meriang
dan keringat malam. OS mengeluh batuk berdahak berwarna kehijauan, batuk- batuk
ini tidak terlalu sering.
1 minggu SMRS, os mengeluh batuk-batuk bertambah sering dengan dahak
berwarna kuning kehijauan, kadang-kadang berwarna merah berupa titik-titik, OS
berobat ke dokter dan telah dibari 3 macam obat, tetapi menurut OS setelah minum
1
4
2
3
19

obat, tidak terjadi perubahan dan masih tetap batuk-batuk. OS juga merasa sesak
nafas. Mual dan muntah tidak ada.
1 hari SMRS OS mengatakan saat batuk pada saat batuk OS mengeluarkan
darah yang lumayan banyak (seperempat gelas) berwarna merah segar bercampur
busa sedikit. Oleh karena itu, besoknya Os pergi berobat ke puskesmas dan dilakukan
cek dahak yang hasilnya (+1). Kemudian Os memulai pengobatan TB lagi, kategori 1.
Riwayat BAK: lancar, barwarna kuning jernih, tidak nyeri saat BAK, tidak berdarah.
Riwayat BAB: lancar konsistensi padat, warna kuning kecoklatan I kali sehari tidak
berlendir dan tidak bercampur darah.

XII. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada

XIII. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
- Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis
- Nadi : 92 kali / menit
- Pernapasan : 20 kali / menit
- Suhu : 36,5
o
C
- Berat badan : 40 kg
- Tinggi badan : 155 cm

Status Gizi
- IMT : 16,63 kg/m
2
(Normal: 1823 kg/m
2
)
- Status gizi : Kurang

Keadaan Regional
- Kepala : normocephali, rambut hitam, merata, tidak mudah di cabut
- Kulit : ikterik (-), sianosis (-).
- Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+,
pupil bulat, isokor, air mata +/+.
20

- Telinga : bentuk simetris dan tidak ada kelainan, serumen -/-, membran
timpani sulit di nilai.
- Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), mukosa tidak hiperemis,
sekret (-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (-).
- Mulut : bibir tidak pucat, sianosis (-), mukosa bibir basah, lidah tidak
kotor, tremor (-)
- Tenggorokan : faring tidak hiperemis, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang,
tidak terdapat bercak putih.
- Leher : tidak teraba kelenjar getah bening.
- Thoraks
o Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi
Palpasi : tidak teraba massa
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS IV linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat.
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
- Abdomen
Inspeksi : cembung, sikatriks (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
turgor baik.
Perkusi : timpani
Auskultasi : normoperistaltik
- Ekstremitas : akral hangat, udem (-), sianosis (-)
- Anus : tidak dilakukan

XIV. Diagnosis Penyakit
TB paru baru


21

XV. Diagnosis Keluarga
Tidak ada penyakit dalam keluarga

XVI. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
Promotif : Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada keluarga pasien
tentang penyakit TB paru, komplikasi penyakit, cara penularan dan perilaku hidup
bersih dan sehat agar dapat mencegah penularan TB paru serta pentingnya
pengawasan meminum obat TB
Preventif : membuang ludah tidak sembarang tempat, dapat juga mengenakan
masker atau batuk jangan berhadapan dengan orang lain, perlunya kesadaran
sendiri atau perorangan dalam menjaga kebersihan diri sendiri sehingga tidak
menjadi sumber penularan penyakit TB paru.
Kuratif :
a. Farmakologis:
- 2HRZE
- Vitamin B
6
3x100 mg
b. Non farmakologis
- Banyak minum
- Pemberian makanan cukup dan bergizi

XVI. Prognosis
Penyakit : dubia ad Bonam
Keluarga : dubia ad Bonam
Masyarakat : dubia ad Bonam

XVII. Resume
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 29 Agustus 2012,
didapatkan bahwa pasien laki-laki, 19 tahun adalah seorang penderita TB paru baru.
Rumah pasien tergolong rumah yang kurang sehat dilihat ventilasi kamar tidur
yang kurang memadai dan penerangan dalam kamar juga masih kurang maksimal.
Untuk kebersihan rumah, kurang terjaga karena lantainya dari tanah dan banyak debu.
Keluarga memiliki jamban keluarga sendiri yang berada di dalam rumah. Untuk
22

kebersihan jamban cukup baik. Sumber air minum dari air sungai dengan resiko
pencemaran dari jamban dan limbah rumah tangga.
Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang cukup
taat beribadah dan keluarga memiliki kepercayaan yang cukup baik untuk
kesembuhan pasien. Keluarga beragama Islam dan rajin sholat. Kondisi kesehatan
keluarga saat ini baik.
Untuk mencapai tingkat kesehatan yang lebih optimal anjuran penatalaksanaan
yang diberikan, yaitu secara promotif, preventif, dan kuratif


























23

Bab IV
Pembahasan

Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 29 Agustus 2012,
didapatkan bahwa pasien adalah penderita TB paru baru. Pasien adalah laki-laki berusia 19
tahun. Pasien bekerja sebagai pedangang.
Rumah pasien tergolong rumah yang kurang sehat dilihat ventilasi kamar tidur yang
kurang memadai sehingga menyebabkan udara di dalamnya terasa panas dan lembab.
Penerangan dalam kamar juga masih kurang maksimal sehingga pada siang hari pun kamar
terlihat gelap. Untuk kebersihan rumah, kurang terjaga karena lantainya dari tanah dan
banyak debu. Hal ini dapat memudahkan penularan penyakit yang diderita oleh pasien
kepada anggota keluarga yang lain. Keluarga memiliki jamban keluarga sendiri yang berada
di dalam rumah. Untuk kebersihan jamban cukup baik.
Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang cukup taat
beribadah. Keluarga beragama Islam dan rajin sholat. Kondisi kesehatan keluarga saat ini
baik. Keyakinan pasien dan keluarga terhadap kesembuhan penyakit cukup baik karena
pasien selalu rajin kontrol kesehatan ke Puskesmas.
Saat ini kondisi pasien lemas dengan nafsu makan yang kurang dan badannya terasa
pegal. Untuk mencapai tingkat kesehatan yang lebih optimal hendaknya didukung pula oleh
kondisi rumah yang lebih sehat, kebersihan diri yang lebih baik, cukupnya asupan gizi bagi
seluruh anggota keluarga, serta berprilaku hidup bersih dan sehat agar dapat mencegah
penularan penyakit TB paru seperti membuang ludah tidak sembarang tempat, dapat juga
mengenakan masker atau batuk jangan berhadapan dengan orang lain, perlunya kesadaran
sendiri atau perorangan dalam menjaga kebersihan diri sendiri sehingga tidak menjadi
sumber penularan penyakit TB paru.
Peran keluarga dalam mengobati penyakit pasien adalah usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat, lingkungan bersih, dan meningkatkan gizi keluarga. Sesama anggota
keluarga juga, hendaknya dapat saling mengingatkan untuk dapat berperilaku hidup bersih
dan sehat. Dalam upaya pengobatan, keluarga diharapkan dapat menjadi pengawasan dalam
terapi pasien agar pasien tidak lalai dalam terapi, sehingga dapat menjamin kesembuhan dan
mencegah resistensi obat.



24

Bab V
Penutup

5.1. Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang tidak hanya
berdampak pada masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial ekonomi. Penyebaran dan
penularan TB berhubungan dengan Pengetahuan, Sikap, Perilaku masyarakat dan lingkungan.
Oleh sebab itu, upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta peran serta dari
keluarga dan masyarakat dalam pemberantasan TB harus dilakukan agar rantai penularan
dapat diputuskan sehingga TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

5.2. Saran
Mahasiswa
- Lebih memahami dan aktif dalam menganalisa permasalahan kesehatan baik pada
keluarga maupun lingkungannya.
- Lebih sering berhubungan dengan masyarakat khususnya dalam keluarga untuk
menindak lanjuti suatu penyakit yang dialami oleh keluarga tersebut.
Puskesmas
- Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui
penyuluhan-penyuluhan dalam usaha promotif dan preventif kesehatan
masyarakat khususnya penyakit menular dan penyakit yang tergolong berat.
Penderita
- Membicarakan masalahnya kepada orang terdekat atau orang yang dipercaya,
sehingga mengurangi beban pikirannya.
- Berusaha untuk lebih memahami penyakit yang dideritanya.
- Tetap rajin mengontrol kesehatannya ke pelayanan kesehatan masyarakat terdekat.









25

Daftar Pustaka

1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2000. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
2. Kumar Parviin, Clarck Michae. 2002. Chapter 14 : Respiratory Disease in Clinical
Medicine 5
th
edition. London: Saunders
3. Raviglione, Marioce, OBrian, Richard J. 2005. Chapter 150 : Tuberculosis in Harrisons
Principles of Internal Medicine16
th
Edition. Braunwald, Fauci, Hauser, Jameson, Longo,
Kasper. USA: McGraw Hill
4. Brashers L. Valentina. 2006. Chapter 33: Alterations of Pulmonary Function in
Pathophysiology The biologic basis for disease in Adults and Children 5
th
edition.
McCance L. Kathyrn, Huether E. Sue,.. Philadelphia: Elsevier Mosby
5. Diktat Paru Ilmu Penyakit Dalam RSHS Universitas Padjadjaran Bandung.
6. Iseman, Michael D., 2004. Chapter 341 : Tuberculosis in Cecil Textbook of Medicine 22
nd
edition. Goldman and Ausiello. Philadelphia: Saunders
7. Asril Bahar. 2003. Tuberkulosis Paru in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
ketiga. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
8. Pedoman Pengobatan Penyakit Tuberkulosa. 1995. Bandung: Lab/UPF Penyakit Dalam
Fak. Kedokteran UNPAD RSHS Bandung
9. Asril Bahar. 2003. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi ketiga. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
10. Yusuf Zubaidi. 2003. Tuberkulostatik dan Leprostatik in Farmakologi dan Terapi edisi 4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI









26

Lampiran
Foto Dokumentasi Kunjungan Rumah









(1) (2)









(3)



(5)





(4)


27




















Keterangan Gambar
(1) Ruang tamu dan dapur
(2) Kamar tidur oranga tua pasien
(3) Foto rumah pasien
(4) Lingkungan sekitar rumah
(5) Kamar tidur pasien

Anda mungkin juga menyukai