Anda di halaman 1dari 24

SEPSIS INTRAABDOMINAL ec

PERITONITIS
PRECEPTOR:
dr.Selonan Susang Obeng.SpB KBD

KELOMPOK:
Ditha Eka Sartika
Dosson.R.T
Putu Ratih
Lambok Yohana
PERITONITIS
ADALAH PERADANGAN YANG DISEBABKAN
INFEKSI PERITONIUM


TERMASUK KEGAWATDARURATAN YANG
DISERTAI BAKTERICEMIA ATAU SEPSIS

ANATOMI DAN FISIOLOGI
LANJUTAN
Peritoneum merupakan membran yang terdiri dari satu
lapis sel mesothel yang dipisah dari jaringan ikat vaskuler
dibawahnya oleh membrane basalis. Ia membentuk
kantong tertutup dimana visera dapat bergerak bebas
didalamnya.
Luas permukaannya mendekati luas permukaan tubuh
yang pada orang dewasa mencapai 1,7m
2
. Ia berfungsi
sebagai membrane semipermeabel untuk difusi 2 arah
untuk cairan dan partikel. Luas permukaan untuk difusi
seluas 1m
2

LANJUTAN
Pada rongga peritoneum dewasa sehat terdapat 100cc
cairan peritoneal yang mengandung protein 3 g/dl.
Sebagian besar berupa albumin. Jumlah sel normal adalah
33/mm
3
yang terdiri dari 45% makrofag, 45% sel T, 8%
sisanya terdiri dari NK, sel B, eosinofil, dan sel mast serta
sekretnya terutama prostasiklin dan PGE
2
. Bila terjadi
peradangan jumlah PMN dapat meningkat sampai >
3000/mm
3
Dalam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan
fibrinolisis dan mencegah terjadinya perlekatan


PENANGANAN PERITONIUM
TERHADAP INFEKSI
ABSORBSI CEPAT BAKTERI MELALUI STOMATA
DIAFRAGMA
PENGHANCURAN BAKTERI OLEH SEL IMUN
LOKALISASI INFEKSI SEBAGAI ABSES

ETIOLOGI
Peritonitis primer (Spontaneus):Disebabkan oleh
invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung
dari rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari
peritonitis primer adalah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira-
kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan
ascites akan berkembang menjadi peritonitis
bakterial.


LANJUTAN
Peritonitis sekunder :Penyebab peritonitis sekunder paling
sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan
penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon
sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi
usus halus

Peritonitis tertier :Peritonitis yang mendapat terapi tidak
adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan operasi
sebelumnya. Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi
menjadi generalized (peritonitis) dan localized (abses intra
abdomen).




PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena
kapiler dan membran mengalami kebocoran
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk
dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum
dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ
intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar,
dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus
dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan
mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik
usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini
dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat
bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga
terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau
ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen
dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan
peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ
yang berongga intra peritonial
Manifestasi klinik
Gejala:
1.Nyeri abdomen
2.anoreksia,mual,muntah,demam
3.Facies Hipocrates:expresi gelisah
4.syok
Tanda
Tanda vital:
Inspeksi:distensi abdomen +
Auskultasi:suara borborygmi +
Perkusi:pekak hepar menghilang
Palpasi:nyeri tekan +,nyeri lepas +
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:Pada kasus peritonitis hitung sel darah
putih biasanya lebih dari 20.000/mm
3
radiologi:Pada foto thorak dapat memperlihatkan
proses pengisian udara di lobus inferior yang
menunjukkan proses intraabdomen. Dengan
menggunakan foto polos thorak difragma dapat
terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat
adanya udara bebas dalam cavum peritoneum
daripada dengan menggunakan foto polos abdomen
penatalaksanaan
Perioperatif:
1.resusitasi cairan
2.antibiotik
3.oksigen dan ventilator
4.intubasi dan pemasangan kateter
Operatif:
Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi
usus dengan anstomosis primer atau dengan
exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung
dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung,
serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum
seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus
lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi
ukuran dan jumlah dari bakteri virulen
Kontrol Sepsis
Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk
menghilangkan semua material-material yang terinfeksi,
mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi
lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline
merupakan teknik operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan
yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan
tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari seluruh
permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat
bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin
memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu),
perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis akut).
Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob
maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum
peritoneum
Peritoneal Lavage
Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3
liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan
fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada
cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu
adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang
diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada
cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian
bersama lavage. Terlebih lagi, lavage dengan menggunakan
aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi
anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari
neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua cairan di
kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat
mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan
membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri
Peritoneal Drainage
Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra
abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup
banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif
dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang terpasang
merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat
menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada
peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan
abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau
fistula. Drainase berguna pada infeksi fokal residual atau
pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk
peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak
dapat direseksi
Pengananan Postoperatif:
Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan
pada pasien yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk
mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-
organ vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik
disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama
10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon
klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang
normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus
menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat
kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan
keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP,
urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko
infeksi sekunder
KOMPLIKASI
Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya
dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada
luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal,
pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu
pertama postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema
generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang
berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi
abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan
lebih lanjut misalnya CT-Scan abdomen. Sepsis yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang
multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan,
dan sistem imun
PROGNOSIS
Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah
sekitar 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit
primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ
multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi
kesehatan awal pasien. Tingkat mortalitas sekitar 10%
pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis,
pada usia muda, pada pasien dengan sedikit
kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang
terdiagnosis lebih awal
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai