Anda di halaman 1dari 29

Kelompok 2

Anggota:
Sila Inggit Faramita (1102012276)
Syifa Amalia (1102012289)
Vivi Vionita (1102012303)
Zakirah BFA (1102012316)
DONOR DAN KOMERSIALISASI ORGAN
SERTA JARINGAN TUBUH MANUSIA
PENDAHULUAN
Jasad manusia adalah titipan allah, berarti bukan miliknya dan mestinya tidak
boleh di hibahkan, di wasiatkan atau di perjualbelikan
Namun saat manusia mati banyak orang memerlukan organ tersebut untuk
pengobatan penyakit, dan melanjutkan kehidupannya.
Disisi lain, ada orang yang sangat memrlukan uang untuk menunjang kebutuhan
hidup dan tidak mendapatkan cara lain untuk mengatasi nya selain menjual
bagian tertentu dari tubuh nya
Dan adakah alasan yg kuat agar organ tersebut dapat di manfaatkan oleh
orang yang memerlukan, dengan hibah atau wasiat, jika cara itu boleh alasan
nya apa?
Ada 3 kondisi memberikan organ atau jaringan tubuhnya:
Mendonorkan sewaktu masih hidup
Berwasiat yang pemberiannya setelah meninggal
Mengkomersialisasikannya sewaktu hidup atau penunaiannya sesudah mati
Apakah hukum nya berbeda???
DONOR ORGAN DAN JARINGAN TUBUH MANUSIA
Ulama yang membolehkan memandang:
Mendonorkan bagian tubuh tertentu terdapat kemaslahatan yang nyata
Merpakan bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan,
sebgaimana banyak di sebutkan dalam ayat alquran dan hadits nabi tentang
anjuran berbuat baik, anjuran menghidupi manusia, anjuran melakukan yg
bermanfaat dan sebagainya
Menilainya sebagai keadaan darurat dalam berobat
Ulama yang menolak memandang:
Tubuh manusia merupakan milik allh sebgaaimana banyak di sebutkan di dalam
al quran dan hadis
Merujuk kepada pendapat ulama klasik yang mengharamkan berobat
menggunakan bagian dari tubuh manusia
Mempertimbangkan dari aspek dampaknya, yang dalam kondisi tertentu
termasuk dalam batasan syarI mngubah ciptaan allah

Dari perspektif hUkum islam secara khusus:
Tidak boleh melakukan pencangkokan organ yang pendonornya dalam keadaan
sehat. Dasarnya Q.S al-baqarah ayat 195 yang melarang melakukan tindakan
pembinasaan diri
Tidak boleh transplantasi pada saat pendonor dalam keadaan sakit (koma) atau
hamper meninggal. Alasannya hadits nabi yang melarang melakukan yang
membahayakan diri sendiri atau orang lain, yang berarti menjadikan pendonor mati.
Jika proses pencangkokan, pendonor sudah meninggal, ulama berbeda pendapat.
Yg membolehkan dengan mensyaratkan 2 hal: resipien dalam keadaan darurat yg
dapat mengancam jiwa dan sudah menempuh pengobatan medis dan non medis,
pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yg lebih berat bagi resipien
di bandingkan dgn keadaan sebelum pencangkokan.

DEFINISI DAN BATASAN KOMERSIALISASI
Komersialisasi atau perdangangan dalam istilah hukum islam disebut: Al-bay
(dalam bahsa arab yg berarti jual beli), jamaknya: al-buyu
Secara Bahasa: menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu lain
Mayoritas fukaha mendefinisikan tukar menukar harta dengan harta dalam
bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
Oleh ulama klasik di definisikan tukar menukar barang sistem barter.
Dewasa ini jual beli terjadi dgn adanya penukaran kepemilikan antara harta
atau benda dengan uang.

Ulama juga memberikan batasan pengertian tentang al-Maal atau harta, menurut
Mayoritas Ulama, al-Maal adalah materi atau manfaat. Manfaat dari suatu benda
yang dapat diperjual-belikan. Sedangkan Ulama Mazhab Hanafi mengartikan
harta adalah suatu materi yang punya nilai.
RUKUN DAN SYARAT SAH JUAL BELI
Rukun Jual Beli
Ulama berbeda pendapat tentang rukun jual-beli. Ulama Mazhab Hanafi
menyebutkan rukun jual-beli hanya satu, yaitu kerelaan. Karena kerelaan itu
adanya di hati yang tidak dapat diketahui, maka yang jadi patokan adalah
adanya indikasi tergambar dalam ijab-kabul, atau melalui saling memberikan
barang dan uang harga barang. Menurut mayoritas ulama, rukun jual-beli ada
empat, yaitu:
Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
Sighat (lafal ijab dan Kabul)
Ada barang yang diperjual-belikan
Harga, atau nilai barang yang diperjual-belikan

Sebagian unsur yang terdapat dalam rukun jual-beli menurut mayoritas ulama di
atas (1, 3 , dan 4), menurut Ulama Mazhab Hanafi termasuk syarat jual-beli, bukan
rukun. Mayoritas ulama menyebutkan syarat sahnya jual-beli dari sisi orang yang
bertransaksi, yang terkait dengan transaksinya itu sendiri, dan syarat barang yang
diperjual-belikan.

Syarat Sah Orang Yang Bertransaksi
Syarat sahnya pihak yang bertransaksi jual-beli menurut kesepakatan Ulama ada dua, yaitu
berakal dan yang melakukannya adalah orang yang berbeda.
Syarat yang terkait dengan Transaksi:
Ulama sepakat, syarat utama dalam menentukan sahnya transaksi jual-beli adalah
kerelaan. Selanjutnya mereka mengemukakan syarat khusus sahnya ijab-kabul, yaitu:
Pihak yang melakukan transaksi telah balig dan berakal menurut mayoritas ulama, atau
telah berakal menurut ulama Mahzab Hanafi.
Kabul sesuai atau sejalan dengan ijabnya.

Ijab dan Kabul dilaksanakan dalam satu majlis. Dalam hal ini ulama berbeda
pendapat tentang batasan pengertian majlis, di antara mereka ada yang
memaknai satu majlis berarti mereka yang bertransaksi atau yang mewakili
atau yang dapat dianggap wakil hadir secara fisik di majlis transaksi. Sebagian
ulama tidak memastikan dalam batasan tersebut, dapat juga dalam pengertian
satu suasana, maksudnya, Antara dua belah pihak tidak mesti berhadapan
muka, bisa juga di tempat yang berbeda.

Di zaman modern ini perwujudan ijab-kabul dalam transaksi jual-beli juga dilakukan
dengan tindakan pembeli mengambil barang yang hendak dibeli dan
membayarnya di kasih, selanjutnya dilakukan tindakan penyerahan barang
kepada pembeli, seperti sistem yang terjadi di toko-toko swalayan. Sistem
demikian, dalam hukum Islam dikenal dengan nama bay al-Mutathah.

Adapun syarat barang yang diperjual-belikan, meliputi:
Barangnya ada dan jelas, atau dijamin akan adanya, misalnya penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan atau membawanya.
Barangnya tidak cacat, jika cacat mesti diketahui oleh dua belah pihak yang
bertransaksi.
Dapat dimanfaatkan atau bermanfaat bagi manusia. Karena itu, darah, babi,
dan khamar tidak sah diperjual-belikan karena barang tersebut tidak
bermanfaat bagi orang muslim dalam pandangan syarak.
Milik sah penjual atau yang dikuasakannya.
Dapat diserahterimakan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang
disepakati bersama.


Syarat sahnya nilau tukar dalam transaksi jual-beli ada tiga, yaitu:
Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya.
Bisa diserahkan saat transaksi dilakukan, bisa juga dilakukan dengan sistem
kredit sesuai dengan kesepakatan.
Jika sistem jual-beli dilakukan secara barter, barang yang dijadikan obyek
transaksi tidak yang termasuk diharamkan syarak, seperti darah, khamar, babi,
dan lain-lain.
Itulah rukun dan syarat sahnya jual-beli, jika semua syarat tersebut terpenuhi secara
hukum, maka jual-beli tersebut dianggap sah dan mengikat. Karena itu, jika
transaksi telah terjadi maka transaksi tersebut tidak dapat dibatalkan.

KEPEMILIKAN TUBUH MANUSIA
Dalam sistem hukum Islam disepakati, jika sesuatu merupakan hak Allah dan
manusia, maka gugurnya hak manusia dipersyaratkan hak Allah telah gugur,
jika sesuatu yang merupakan hak Allah itu ada maka manusia tidak mempunyai
hak mengambil alih kepemilikan atas tubuhnya.
Ulama menyatakan bahwa organ tubuh manusia merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari diri manusia itu sendiri, karena masing-masing anggota tubuh
mempunyai fungsi yang melekat dengan manusia itu sendiri
Zuhair Ahmad al-SibaI dan Muhammad Ali al-Barr menyimpulkan bahwa
manusia tidak dapat dikategorikan dalam harta. Ibn Hazm dalam kitab Maratib
al-Ijma menyatakan, ulama sepakat menyatakan bahwa memperjualbelikan
sesuatu yang bukan hak miliknya dan yang tidak boleh dimiliki, hukumnya
batal. Sejumlah pakar fikih, di antaranya Ibn Abidin, Ibn Qudamat, Zuhair
Ahmad al-Sibai dan Muhammad Ali al-Barr juga menyatakan bahwa ulama
sepakat mengharamkan memperjualbelikan anggota tubuh.
Dengan demikian, bahwa anggota tubuh manusia sejatinya bukan hak miliknya
dan tidak boleh diperjual-belikan, maka memperjualbelikannya termasuk
kategori yang bukan miliknya. Semestinya, jika bukan miliknya tidak sah pula
diberikan kepada orang lain, melalui bentuk apapun, dengan hibah, wasiat,
atau lainnya. Dalam batasan hukum Islam, memperjual-belikan sebagian
tubuhnya sama hukumnya dengan memperjual-belikan manusia secara utuh,
dan memperjual-belikan manusia hukumnya haram menurut ajaran Islam.
Menurut kalangan ulama Zhahiri bahwa seluruh benda yang haram dikonsumsi
haram pula diperjual-belikan. Namun demikian, dalam topik ini sesuatu
tersebut sangat diperlukan oleh orang lain.

PANDANGAN FUKAHA TENTANG JUAL BELI
ORGAN MANUSIA

Dalam literature fikih konvensional, yang disusun dalam era teknologi kedokteran
masih sederhana, dinyatakan bahwa ulama fikih mengharamkan memperjual-
belikan organ tubuhnya, karena itu berarti akan mencelakakan dirinya.




And spend in the way of Allah and do not throw [yourselves] with your [own] hands into destruction [by
refraining]. And do good; indeed, Allah loves the doers of good.
Namun jika dikaitkan dengan sisi manfaat, ulama berbeda pendapat antara yang
membolehkan dan mengharamkan



Pendapat Yang Memperbolehkan
Ulama al-Syafiiyyah dan al-Hanabilah mengkiaskannya seperti:

1. ASI manusia yang telah ditampung di tempat tertentu dan diperbolehkan
diperjual-belikan.

Kelemahan pendapat ini:
Tidak ada kesingkronan antara dua hal tersebut. ASI selalu diproduksi dalam
payudara dan menuntut untuk dikeluarkan, dan bila tidak akan menyebabkan ibu
sakit. Berbeda dengan anggota tubuh manusia yang permanen.
2. Kebolehan memperjual-belikan budak di zaman perdagangan budak di masa
lalu, jika boleh menjual-beli satu badan utuh maka sebagian anggota tubuhnya
juga boleh

Kelemahan pendapat ini:
Pada prinsipnya Islam menolak adanya perbudakan. Maka dari dijadikanlah
pembebasan budak sebagai Kaffarah. Terdapat kaffarat bagi sang majikan jika
melukai muka atau badan, mereka mesti memberi makan dan pakaian yang
diperlukan, dan tidak boleh memberi pekerjaan diluar kemampuan.
Pendapat Yang Mengharamkan
1. Anggota tubuh manusia bukan miliknya,
2. Memperjual-belikan anggota tubuh berarti penghinaan karena Allah sangat
memuliakan manusia,
3. Najis, sebagian ulama menyatakan makruhnya mengobati luka dengan
menggunakan tulang manusia karena kemuliaan manusia.
MEMPERJUAL-BELIKAN TUBUH TERPIDANA
MATI
Pendapat yang menyatakan boleh, di antaranya disampaikan oleh Muhammad
Said al-Buthi. Alasannya antara lain:
1. Memilih melakukan yang kadar mudharatnya lebih ringan, karena kehidupan
orang yang terjaga darahnya lebih diutamakan
2. Merujuk pendapat Ulama Syafiiyyah dan Hanabilah memakan mayat orang
yang ghairu mashum demi mempertahankan kehidupan orang yang mashum
3. Menjaga kehidupan orang yang mashum termasuk salah satu dari lima
dlaruriyah yang mesti dijaga
4. Menjaga anggota tubuh tertentu dari orang yang tidak termasuk muhtaramah
termasuk hajjiyah yang kadar peringkatnya di bawah dlaruriyyah
Pendapat yang menyatakan haram di antaranya disampaikan oleh al-Majma al-
Fiqhi al-Islami, dinyatakan:
1. Anggota tubuh manusia bukan hak manusia, bila hal tersebut terjadi berarti
memperjual-belikan sesuatu yang bukan miliknya. Begitupun Pemerintah, tidak
memiliki hak atas jasad warga negaranya
2. Tindakan menjual-belikan tubuh mereka bertentangan dengan penghormatan
terhadao manusia
Dr. Muhammad Sallam al-Bathwasy menyatakan alasan yang benar, tidak
dibolehkannya jual beli organ manusia karena tubuh manusia tidak termasuk harta
miliknya. Secara logika dan akal, manusia tidak dapat menerima penjualan organ
manusia karena Tuhan telah memuliakan manusia lebih dari makhluk lain.

Ada juga pertimbangan berdasarkan status kesucian bagian tubuh manusia yang
telah terpisah dari tubuhnya. Jika termasuk najis, maka tidak diperkenankan. Dalam
hal ini, ulama berbeda pendapat, antara lain sebagai berikut:
1. Kalangan ulama Hanafiyah menyatakan bahwa bagian tubuh yang telah
terpisah mengandung darah, maka hukumnya adalah najis
2. Mayoritas ulama menyatakan bahwa bagian tubuh manusia adalah suci, sama
dengan status keseluruhannya. Maka boleh diperjual-belikan bila bermanfaat
3. Status mayat menurut fukaha hukumnya suci, namun sebagian dari mereka
termasuk al-Nawawi menolak memanfaatkan bagian tubuhnya karena
kemuliaannya
PENGGUNAAN ORGAN DAN JARINGAN
TUBUH MANUSIA KARENA DARURAT
He has only forbidden to you dead animals, blood, the flesh of swine, and that which has been dedicated
to other than Allah . But whoever is forced [by necessity], neither desiring [it] nor transgressing [its limit],
there is no sin upon him. Indeed, Allah is Forgiving and Merciful.

Anda mungkin juga menyukai