Anda di halaman 1dari 3

PEMILU DEMOKRASI MINUS PERUBAHAN

Setelah beberapa waktu lalu terselenggaranya pesta demokrasi yang katanya agenda rutin
rakyat lima tahunan sebagai hari penentu kemajuan dan kebangkitan bangsa. Gegap gempita para
politikus dan simpatisannya menyemarakkan pesta ini dibalik rusak dan bobroknya perpolitikan
negri ini yang diperkirakan menghabiskan dana triliunan dalam pelaksanaannya, Komisi Pemilihan
Umum (KPU)mengatakan telah menyiapkan anggaran negara untuk Pemilu Legislatif dan Presiden
2014. Anggaran ini disiapkan untuk tiga kali pemungutan suara, atau sekitar Rp 17 triliun.
(tribunnews.com, 16/8/2013).

Selain menelan biaya yang besar, ada hal yang begitu menyedihkan dan sangat ironis,
tampak jelas cara-cara kampanye partai politik (parpol) yang bertarung dalam pemilu 2014. Seruan-
seruan kampanye jarang yang berbobot. Yang penting massa tertarik dan senang. Jarang sekali kita
mendengar partai menyampaikan visi ideologis mereka tentang Indonesia ke depan. Bahkan
cenderung saling menjatuhkan satu sama lain yang menjadi ciri khas sistem politik dalam demokrasi
sekuler, Kalaupun ada hanya berupa slogan-slogan kosong yang tidak bermakna dan tanpa maksud
yang jelas. Bisa disebut, hampir semua partai terjebak pada pragmatisme politik, yang penting
menang, bagaimana pun caranya urusan dosa itu belakangan sehingga maraknya praktek money
politik yang telah menjadi rahasia umum ditengah tengah masyarakat, bumbu penyedap pemilu
sistem demokrasi sekuler.

Padahal visi ideologis ini sangat penting. Karena persoalan bangsa ini justru ada pada ideologinya,
yaitu kapitalisme-sekuler. Entah mengapa tidak ada partai yang mau menyentuh pembahasan pada
ranah ini. Fakta menunjukkan adopsi ideologi kapitalisme ini yang menimbulkan problem sistematik
yang multidimensional. Hampir semua aspek bernegara bermasalah. Mulai dari politik, ekonomi,
sosial, ataupun budaya. Korupsi juga menggurita. Pelaku dalam tiga pilar demokrasi (eksekutif,
legislatif, dan yudikatif) juga terlibat dalam korupsi yang sistemik. DPR bahkan berulang kali
mendapat gelar lembaga terkorup. Ketua MK malah terjerat hukum sehingga memunculkan
semboyan baru dinegri ini yakni trias koruptika. ini Sangat ironi.

Pemilu yang diharapkan dapat menelurkan para wakil rakyat yang terbaik dan munculnya
orang-orang hebat (yang juga begitu sulit ditemukan) masih sulit untuk mewujudkannya, esensi yang
diharapkan oleh umat bukan sekedar itu. Indonesia sangat membutuhkan perubahan yang
mendasar dan menyeluruh. Perubahan sistemik yang dimulai dari ideologi berikut hukum-hukum
yang dibangun atas dasar ideologi itu. Selama Indonesia masih mengadopsi ideologi kapitalisme
apapun bungkusnya persoalan Indonesia tidak akan pernah selesai. Tampak Korban kebobrokan
sistem politik ini banyak bermunculan para calon wakil rakyat yang stress karena keganasan biaya
politik yang menjerat.
Sayangnya partai-partai yang berasaskan Islam juga minus ideologi Islam. Malah malu ketika
dikotomikan bahwa perjuangan mereka untuk penerapan syariah islam, Hampir tidak ada yang
dengan tegas menyatakan ingin menegakkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah nuangan
sistem Islam. Bahkan cenderung takut untuk mempromosikannya karena dianggap hal yang tabu
ditengah masyrakat dan hal ini dapat mendistorsi perolehan dukungan terhadap partai. Hal ini
semakin menegaskan bahwa perubahan yang ideologis, menyeluruh, dan sistemik hanya bisa
diwujudkan dengan tegaknya sistem Islam yang berasaskan ideologi Islam.sistem Islam inilah sebagai
institusi politik yang akan menerapkan seluruh syariah Islam secara totalitas. Dengan menegakkan
khilafah-lah karut marut persoalan Indonesia akan selesai!
Partai Islam yang mungkin menjadi harapan umat satu satunya, harus menyerukan syariah
Islam yang merupakan perintah Allah SWT dalam QS Ali Imron: 104. Kelompok atau partai politik
Islam ini wajib menyerukan al khair, memerintahkan yang maruf dan mencegah kemungkaran.
Imam at Thobari dalam tafsirnya Jamiul bayan fi tawil Quran menjelaskan pengertian yaduna ila
al khair adalah: yaduna ila al Islam wa syaraiihi allati syaraa allahu li ibadihi (menyerukan ke
jalan Islam dan syariah-Nya yang disyariatkan Allah SWT kepada hamba-Nya).
Tapi fakta menunjukkan di negri ini, Kalaupun ada yang menyerukan syariah Islam, namun
tidak secara totalitas. Masih berharap syariat Islam diterapkan dalam sistem demokrasi dalam
negara sekuler. Padahal telah nyata demokrasi adalah sistem yang tidak akan mengizinkan hal itu
karena asasnya adalah sekulerisme, Sesuatu yang mustahil. sistem sekuler seperti ini tidak akan
mungkin menoleransi penerapan syariah Islam secara kaffah apalagi kalau dilandasi kepada
kedaulatan di tangan hukum syara.
Penjaga-penjaga sekulerisme akan mengatakan, Tindakan Anda bertentangan dengan
konstitusi negara, ini bukan negara Islam bung! Tidak mustahil pula, tuntutan ini akan diberangus
oleh penjaga-penjaga sekulerisme dengan kejam seperti yang terjadi di Aljazair ketika FIS menang
secara demokratis dan yang baru baru ini kasus penggulingan Presiden Mursi dari IM juga oleh
pengkhianatan militer dibantu para cukong AS dan sekutunya padahal Mursi jelas mengatakan
bahwa dia terpilih secara demokratis.
Untuk menegakkan sistem islam dalam bingkai khilafah, sebagaimana yang dicontohkan
dalam perjuangan Rasulullah SAW, dua hal yang harus kita bangun yakni kesadaran umat yang
harus dibentuk dan dukungan dari pihak yang memiliki kekuatan (ahlul quwwah). Kesadaran umat
akan kewajiban khilafah, penerapan syariah Islam yang dibangun atas dasar akidah Islam, akan
menggerakkan umat untuk berjuang dan siap berkorban menuntut tegaknya sistem islam yang
haqiqi, Khilafah Islamiyah.
Kesadaran yang dipicu kemunculannya ini bukan dibangun atas dasar bujukan kesenangan,
rayuan harta, atau hiburan, namun murni atas dasar akidah Islam. Akidah Islam inilah dasar
ideologi yang kuat, sehingga siapapun yang mengembannya akan berjuang sungguh-sungguh, siap
menghadapi tantangan, bahkan harus mati sekalipun. Kesadaran akidah Islam ini membuat para
pengembannya berpikir: Apa yang sudah saya korbankan untuk perjuangan ini. Bukan
kesenangan, harta, dan jabatan apa yang sudah saya dapat dalam perjuangan ini!
Peralihan kekuasaan (istilamul hukmi) secara syari akan terwujud dengan dukungan dari
ahlul quwwah seperti pemimpin kabilah di masa Rasulullah SAW atau militer atau kelompok-
kelompok strategis lainnya dalam kondisi sekarang. Dukungan dari ahlul quwwah ini diperoleh
lewat dakwah Islam kepada mereka. Sehingga dukungan ini didasarkan pada keimanan bukan pada
pragmatisme atau kecintaan kepada kekuasaan.
Umat yang sadar dan ahlul quwwah yang mendukung, merupakan orang-orang yang berhasil
menghilangkan salah satu kesulitan yang dihadapi dalam dakwah, yaitu sulitnya mengorbankan
kehidupan dunia-harta, perdagangan, dan sejenisnya di jalan Islam dan dakwah. Seperti yang
ditulis Syeikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab at Takattul al Hizby, mereka ini adalah orang yang
beriman yang sadar ketika diingatkan bahwa Allah SWT telah membeli jiwa dan harta mereka
dengan surga.
Ya cukup diberikan peringatan seperti itu, kemudian mereka diberikan pilihan dalam
berkorban, tanpa dipaksa. Sebagaimana sikap Rasulullah SAW ketika menulis surat kepada
Abdullah bin Jahsy ra ketika beliau mengutusnya menjadi pemimpin pasukan memata-matai kaum
Quraisy di Nakhlah, yang terletak antara Mekkah dan Thaif. Dalam surat itu Rasulullah SAW
bersabda: Janganlah sekali-kali engkau memaksa seseorang dari sahabat-sahabatmu untuk
berjalan bersamamu. Laksanakanlah perintahku bersama orang-orang yang bersedia
mengikutimu! (Novrand al Fatih)

Anda mungkin juga menyukai