Anda di halaman 1dari 4

Analisis Ekonomi Dan Keuangan Daerah Sulawesi Tenggara :

Quartal III 2013


Perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara menunjukkan pertumbuhan tinggi di awal tahun
2013 pada level 9,72% (yoy). Namun, angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan I-2012 yang sebesar 10,10% (yoy). Dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan
ekonomi Sultra melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,02%, meski
pangsa sumbangan Sultra masih relative kecil yaitu sebesar 0,54%.
Pada sisi penggunaan, sama dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan tinggi ekonomi
Sulawesi Tenggara kembali ditopang oleh pertumbuhan tinggi pada konsumsi rumah tangga
dan diikuti oleh investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga ditopang oleh adanya kenaikan
upah minimum provinsi sebesar 10%.Selain itu, meningkatnya penapatan masyarakat dari
sektor pertambangan juga turut mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Lebih lanjut,
peningkatan investasi ditopang oleh investasi pada sektor pertambangan, industri pengolahan
dan bangunan. Kemudian, sama dengan triwulan sebelumnya, ekspor pada periode laporan
juga mengalami penurunan pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun 2012 yang
disebabkan oleh larangan ekspor barang komoditas tambang ore sejak Mei 2012. Selanjutnya,
kondisi penurunan pertumbuhan juga terjadi pada komponen impor, yang disebabkan oleh tidak
terdapatnya aktivitas impor luar negeri pada periode laporan, yang berbeda dengan kondisi
pada periode tahun sebelumnya masih terdapat aktivitas impor luar negeri. Perlambatan pada
ekspor dan impor juga mendorong terjadinya perlambatan ekonomi Sulawesi Tenggara
dibandingkan dengan periode triwulan I-2012

Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kepulauan yang kaya akan sumber daya alam.
Sebagai provinsi kepulauan, Sulawesi Tenggara dikaruniai kekayaan sumberdaya laut yang
cukup besar, selain itu Sulawesi Tenggara juga terkenal dengan kekayaan sumberdaya mineral
berupa nikel dan aspal. Di lain pihak, Sulawesi Tenggara merupakan provinsi berkembang
dengan sejumlah tantangan. Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk provinsi dengan
pertumbuhan ekonomi paling pesat di Indonesia, namun sampai dengan Semester I2013,
kontribusi perekonomian Sulawesi Tenggara terhadap perekonomian nasional masih kecil (0,6
persen). Tingkat kemiskinan di Sulawesi Tenggara juga telah berhasil diturunkan sebesar 6,8
basis poin dibanding sebelum desentralisasi (2000), lebih cepat disbanding penurunan tingkat
kemiskinan nasional pada periode yang sama (5,6 basis poin), namun tingkat kemiskinan
Sulawesi Tenggara tahun 2010 masih diatas tingkat kemiskinan nasional. Dengan alokasi dana
APBN dan APBD tahun 2013 masing-masing sebesar Rp5,2 triliun dan Rp10,6 triliun, Provinsi
Sulawesi Tenggara menghadapi berbagai risiko fiskal.

Dari pemaparan awal kajian ini, profil ekonomi makro Provinsi Sulawesi Tenggara pada
semester I tahun 2013 menunjukkan tren yang positif. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa
indikator sebagai berikut :
1. Perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara menunjukkan pertumbuhan tinggi sampai
dengan triwulan I tahun 2013 pada level 9,72% (yoy). Namun, angka tersebut lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2012 yang sebesar 10,10% (yoy).
Dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi Sultra melampaui pertumbuhan ekonomi
nasional yang mencapai 6,02%, meski pangsa sumbangan Sultra masih relatif kecil yaitu
sebesar 0,54%.

2. Pada sisi penggunaan, pertumbuhan tinggi ekonomi Sulawesi Tenggara kembali ditopang
oleh pertumbuhan tinggi pada konsumsi rumah tangga dan diikuti oleh investasi. Pada sisi
sektoral, sama dengan semester I 2012 sektor utama yang menopang pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara adalah sektor sector pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan-
hotel-restauran (PHR) dan sector bangunan.
3. Berbeda dengan tren peningkatan inflasi pada level nasional, di Sulawesi Tenggara yang
diwakili oleh Kota Kendari mengalami inflasi yang lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi
nasional. Perkembangan harga di semester I 2013 tercatat mengalami inflasi sebesar
3,76%(yoy) yang didorong oleh inflasi tinggi pada kelompok bahan makanan (4,32%, yoy) dan
makanan jadi-minuman-rokok-tembakau (4,03%, yoy).
4. Dari perkembangan profil makro tersebut, kajian ini selanjutnya menelaah kontribusi
pemerintah dari perkembangan pagu dan realisasi baik APBN maupun APBD, perkembangan
kinerja, layanan, dan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) dan perkembangan masuknya
investasi. Dari perkembangan APBN, wilayah Sulawesi Tenggara memiliki pagu sekitar Rp5,1
triliun dan total pagu APBD seluruh pemerintah daerah sekitar Rp10,6 triliun. Alokasi APBN
yang telah terealisasi sampai dengan Juni 2013 adalah sebesar 32% sedangkan APBD pada
level 37%, terpaut masing-masing 8% dan 3% dari target nasional sebesar 40% pada semester
I 2013.
5. Kinerja BLU yakni Universitas Halu Oleo juga mengalami peningkatan dari sisi nilai aset, dari
Rp909.108.652.426 Tahun 2012 menjadi Rp913.670.683.126 pada akhir Juni 2013.
6. Dari perkembangan makro ekonomi dan perkembangan anggaran, BLU, dan investasi,
dihasilkan suatu analisis fiskal yang mengarah pada sinkronisasi Pendapatan APBN dan APBD,
Belanja Pusat dan Daerah, potensi ruang fiskal, rasio belanja sektoral, dan SILPA serta
Pembiayaan. Analisis ini telah mengidentifikasi bahwa di Sulawesi Tenggara, sampai dengan
pertengahan tahun 2013, tingkat ketergantungan penerimaan APBD dari Dana Perimbangan
cukup tinggi dengan tingkat ruang fiskal yang sangat terbatas akibat alokasi belanja pegawai
yang sangat tinggi.
7. Terakhir, dari perkembangan indikator dan analisis fiskal di atas, kajian ini menyimpulkan
bahwa secara keseluruhan, perekonomian di Sulawesi Tenggara pada kuartal kedua tahun
2013 secara agregat cenderung mengindikasikan arah pertumbuhan ekonomi yang sedikit
melambat meskipun masih di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional. Sehubungan dengan
itu, rekomendasi utama yang dihasilkan dari kajian ini berupa perlunya langkah-langkah teknis
maupun strategis dari para pemangku kepentingan yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah,
para Kuasa Pengguna Anggaran untuk meningkatkan efisiensi belanja khususnya belanja yang
nonproduktif menjadi belanja produktif sesuai agenda utama pembangunan di Sulawesi

Di Sulawesi Tenggara, sampai dengan triwulan II 2013, rasio total belanja terhadap jumlah
penduduk hampir merata di seluruh daerah pada level Rp1 juta s.d. Rp1,5 juta. Satu-satunya
rasio yang sangat berbeda yakni pada Kota Kendari yang sangat tinggi yaitu Rp3 juta/penduduk
atau 2 kali lipatnya dari kabupaten/kota lain di Sulawesi Tenggara.

Di APBD masing-masing pemerintah daerah sendiri, besaran alokasi belanja modal sangat
bervariasi pada kisaran 2050% dari total alokasi belanja. Alokasi tertinggi belanja modal APBD
yakni pada Kabupaten Buton Utara yang hampir 50% APBDnya dialokasikan untuk belanja
modal. Sebaliknya alokasi belanja modal APBD terkecil pada Kabupaten Konawe pada kisaran
17% dari total belanja APBD-nya.

Ruang fiskal berasal dari total pendapatan dikurangi Dana Alokasi Khusus dan belanja wajib
(belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Angka ini mencerminkan ketersediaan
ruang yang cukup pada APBD tanpa mengganggu solvabilitas fiskal (membiayai belanja wajib).
Di Sulawesi Tenggara, sampai dengan triwulan I 2013, terlihat bahwa total pendapatan di setiap
pemerintah daerah teralokasi secara sangat signifikan untuk belanja pegawainya. Dengan kata
lain, setiap pemerintah daerah cenderung kurang sehat dalam menggunakan pendapatannya
untuk belanja pegawai, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk belanja infrastruktur dan
belanja lain sesuai prioritas daerah yang lebih menghasilkan dampak yang luas pada
masyarakat.
a. Perekonomian di Sulawesi Tenggara pada kuartal kedua tahun 2013 secara agregat
cenderung mengindikasikan arah pertumbuhan ekonomi yang sedikit melambat meskipun
masih di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional. Kinerja ekspor berbasis sumber daya
alam (SDA) Sulawesi Tenggara belum menunjukkan perbaikan periode sebelumnya yang
berarti terkait masih rendahnya harga komoditas di pasar global. Kondisi ini diperkirakan
memengaruhi kinerja ekonomi daerah basis produksi tambang di Sulawesi
Tenggara.Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara ditopang oleh masih cukup kuatnya
konsumsi rumah tangga ditengah relatif terbatasnya realisasi anggaran belanja pemerintah baik
pemerintah pusat maupun daerah.
b. Terdapat 3 kontributor sektoral yang dominan terhadap pertumbuhan ekonomi regional
adalah industri pertambangan dan penggalian, yang menyumbang sebesar 25%, diikuti oleh
industri pengolahan sebesar 20%, dan listrik, gas, dan air bersih sebesar 17%.
c. Kinerja APBN dan APBD di Sulawesi Tenggara belum sepenuhnya menunjukkan dukungan
terhadap prioritas pembangunan. Dengan capaian penyerapan anggaran sekitar 32% dari
target nasional sebesar 40%, menyisakan 8% yang berpotensi menjadi social cost yang
ditanggung oleh masyarakat akibat masih adanya kegiatan yang belum mencapai output, atau
capaian outputnya tidak sesuai yang direncanakan.
d. Kemampuan APBD di Sulawesi Tenggara pada umumnya masih ditopang dari alokasi Dana
Perimbangan yang diterima dari Pemerintah Pusat, dengan angka ratarata 60% berkontribusi
terhadap penerimaan daerah. 10 dari 12 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara masih memiliki
kemampuan PAD yang sangat terbatas, yakni 2 3% dari total pendapatan.

Anda mungkin juga menyukai