Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak
dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis. Misalnya
saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap
panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang
terlalu rendah.
Dalam keadaan seperti ini, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses
yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh
pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak
wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat
dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi dengan
menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan parfum, dimana
parfum adalah salah satu benda penting sebagai keperluan yang digunakan untuk
mendukung penampilan dan kepercayadirian seseorang Salah satu proses yang
paling mendasar dari industri parfum adalah ekstraksi minyak-lemak. Contohnya
dalam ekstraksi minyak atsiri dari biji pala (Myristica fragrans). Pertama-tama
yang dilakukan adalah mengambil kandungan minyak-lemak dari bijinya, baru
kemudian dilakukan pemurnian untuk mendapatkan minyak esensial atsirinya
saja.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah prinsip kerja ekstraksi berserta jenis metodenya?
Bagaimana aplikasi dari prinsip kerja itu sendiri dalam kehidupan sehari-
hari?




2

1.3 TUJUAN
Mengetahui prinsip kerja ekstraksi beserta jenis metodenya.
Mengetahui aplikasi dari prinsip kerja itu sendiri dalam kehidupan sehari-
hari.



3

BAB II
EKSTRAKSI
2.1 PRINSIP KERJA EKSTRAKSI
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu
campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak
saling bercampur. Singkatnya, ekstraksi adalah jenis pemisahan, penarikan atau
pengeluaran suatu komponen dari campurannya. Pemisahan terjadi atas dasar
kemampuan larut yang berbeda dari setiap komponen. Proses ekstraksi bermula
dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara
komponen dan pelarut yakni terjadinya perpindahan massa komponen ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode
pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini
dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Selain itu, ekstraksi
pelarut menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis
yang menuju ke suatu produk murninya (organik, anorganik atau biokimia).
Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang
diinginkan dan mungkin merupakan gugus pengganggu dalam analisis secara
keseluruhan. Dan gugus-gugus pengganggu ini akan diekstraksi secara selektif.
(http://tugasfarmasiqu.blogspot.com/2012/05/ekstraksi-pelarut.html)
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi :
a. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.
Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat
modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan
dengan kebutuhan pemakai.
b. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam
4

situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia
yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia
atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu.
c. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional,
dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese Medicine
(TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok
dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat
mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih
lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat
tradisional.
d. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara
apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika
tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau
didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa
dengan aktivitas biologi khusus.
(http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi.pdf)

2.1.2 Jenis dan Metode Ekstraksi
Berdasarkan wujud bahannya
a. Ekstraksi padat-cair, yang sering disebut leaching, adalah proses pemisahan
zat yang dapat melarut (solut) dari suatu campurannya dengan padatan yang
tidak dapat larut (innert) dengan menggunakan pelarut cair. Operasi ini sering
dijumpai di dalam industri metalurgi dan farmasi, misalnya pada pemisahan
biji emas, tembaga dari biji-bijian logam, produk-produk farmasi dari akar
atau daun tumbuhan tertentu.
Dikenal empat jenis metode operasi ekstraksi padat-cair. Berikut ini disajikan
uraian singkat mengenai masing-masing metode tersebut:
i. Operasi dengan sistem bertahap tunggal
Dengan metoda ini, pengontakan antara padatan dan pelarut dilakukan
sekaligus, dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan
5

sisa. Cara ini jarang ditemukan dalam operasi industri karena perolehan
solut yang rendah.

Gambar 1. Sistem operasi ekstraksi bertahap tunggal
ii. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau aliran
silang
Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut
dalam tahap pertama; kemudian aliran bawah dari tahap ini dikontakkan
dengan pelarut baru pada tahap berikutnya, dan demikian seterusnya.
Larutan yang diperoleh sebagai aliran atas dapat dikumpulkan menjadi
satu seperti yang terjadi pada sistem dengan aliran sejajar, atau
ditampung secara terpisah, seperti pada sistem dengan aliran silang.

Gambar 2. Sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar

Gambar 3. Sistem bertahap banyak dengan aliran silang
iii. Operasi secara kontinu dengan aliran berlawanan
6

Dalam sistem ini, aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan.
Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat
yang merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru. Operasi
berakhir pada tahap ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran
antara pelarut baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat
dimengerti bahwa sistem ini memungkinkan didapatkannya perolehan
solut yang tinggi, sehingga banyak digunakan di dalam industri.

Gambar 4. Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan
iv. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran
berlawanan
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun
berderet atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi
(extraction battery). Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer
dalam setiap tangki dan dikontakkan dengan beberapa larutan yang
konsentrasinya makin menurun. Padatan yang hampir tidak mengandung
solut meninggalkan rangkaian setelah dikontakkan dengan pelarut baru,
sedangkan larutan pekat sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu
dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki yang lain.

Langkah pertama Langkah kedua
7

Gambar 5. Operasi batch bertahap empat dengan aliran berlawanan
(http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wp-content/uploads/2012/05/epc-
ekstraksi-padat-cair.pdf)

b. Ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut), digunakan untuk memisahkan dua zat
cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat
melarutkan salah satu zat. Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik dalam
suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut
kedua (biasanya organik), yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan
pelarut pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut
(solute) ke dalam pelarut dua itu. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan
dalam analisis untuk memisahkan suatu zat terlarut (atau zat-zat terlarut) yang
dianggap penting dari zat yang mengganggu dalam analisis kuantitatif
terakhir terhadap bahan tersebut, kadang justru zat terlarut pengganggu tidak
diekstraksi secara selektif. Ekstraksi pelarut juga digunakan untuk
memekatkan suatu spesi, yang dalam larutan air adalah terlalu encer untuk
dianalisis. Pemilihan pelarut untuk ekstraksi ditentukan oleh pertimbangan-
pertimbangan berikut :
a) Kelarutan yang rendah dalam fase air
b) Viskositas yang cukup rendah, dan perbedaan rapatan yang cukup
besar dari fase airnya, untuk mencegah terbentuknya emulsi.
c) Toksisitas yang rendah dan tidak mudah terbakar.
d) Mudah mengambil kembali zat terlarut dari pelarut untuk proses
proses analisis berikutnya

Berdasarkan suhu
a. Ekstraksi cara dingin. Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama
proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya
senyawa karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah :
i. Metode maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa
8

hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi
digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin,
tiraks dan lilin.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang
kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi
sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak
dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras
seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
1. Modifikasi maserasi melingkar
2. Modifikasi maserasi digesti
3. Modifikasi maserasi melingkar bertingkat
4. Modifikasi remaserasi
Prinsip :
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperatur kamar,
terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya
tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam
sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan
filtratnya dipekatkan.
ii. Metode perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Perkolasi merupakan estraksi
dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction)
9

umumnya dilakukan pada suhu kamar. Pada metode ini proses penyarian
simplisia yaitu dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai secara
lambat pada simplisia dalam suatu percolator.
Tujuan perkolasi adalah sebagai upaya zat berkhasiat tertarik
seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan
ataupun tidak tahan pemanasan.
Keuntungan metode ini adalah tidak terjadi kejenuhan, pengaliran
meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti
terdorong u/ keluar dari sel), serta tidak memerlukan langkah tambahan
yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya
adalah cairan penyari lebih banyak, resiko cemaran mikroba untuk
penyari air karena dilakukan secara terbuka, serta kontak antara sampel
padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks,
dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak
melarutkan komponen secara efisien.
Proses perkolasi:
1. Pengembangan bahan
2. Tahap maserasi antara
3. Tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak)
Prinsip :
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
dimaserasi selama 3 jam, kemudian serbuk simplisia dipindahkan ke
dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan
penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui
sampai keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena
gravitasi, kohesi, dan berat cairan diatasnya, dikurangi dengan gaya
kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh
dikumpulkan, lalu dipekatkan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi
antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan,
difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran.
10


Gambar 6. Alat perkolasi
b. Ekstraksi cara panas. Metode ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya.
Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian
dibandingkan cara dingin. Metodenya adalah:
i. Metode refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan
yang tahan terhadap pemanasan
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-
sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi dari operator.
Prinsip :
Penarikan komponen kimia yang dilakukan
dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu
alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari
lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang akan
turun kembali menuju labu alas bulat, akan
menyari kembali sampel yang berada pada
labu alas bulat, demikian seterusnya
Gambar 7. Alat refluks

11

berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
ii. Metode soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan
turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali
ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon.
Keuntungan metode ini adalah :
1. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
2. Digunakan pelarut yang lebih sedikit
3. Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini :
1. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat
menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
2. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap
dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak
untuk melarutkannya.
3. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah
komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap
pelarut yang efektif.
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau
campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan
campuran pelarut, misalnya heksan : diklorometana = 1 : 1, atau pelarut
12

yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai
komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.
Prinsip :
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring
sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat
sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari
zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai
permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat
melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai
bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau
sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan
dan dipekatkan.
iii. Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-
minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman. Destilasi uap
merupakan ekstraksi senyawa dengan kandungan yang mudah menguap
(minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air
berdasarkan peristiwa tekanan parsial. Digunakan pada campuran
senyawa-senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 C atau lebih.
Dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 C
dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal.Sifat yang
fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi campuran
senyawa di bawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya.
dapat digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air di semua
temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air. Campuran dipanaskan
13

melalui uap air yang dialirkan ke dalam campuran dan mungkin
ditambah juga dengan pemanasan. Uap dari campuran akan naik ke atas
menuju ke kondensor dan akhirnya masuk ke labu distilat.
Prinsip :
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan
dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan
masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap
yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah
terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan
melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke
dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.

Gambar 8. Alat destilasi uap
(http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi.pdf)
2.1.3 Faktor yang Perlu Dipertimbangkan dalam Ekstraksi
Faktor-faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam ekstraksi adalah :
a. Selektivitas
Selektivitas pelarut dalam melarutkan/mengambil komponen yang
dikehendaki dibandingkan dengan komponen lainnya merupakan
pertimbangan yang penting sebelum melakukan ekstraksi. Pelarut hanya
14

boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain
dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi bahan-bahan
alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan
bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam keadaan demikian
larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, misalnya
diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
b. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas)
larut dalam bahan ekstraksi.
d. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan
agar kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah
pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil,
seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal
(misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).
e. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya, dalam hal-hal
tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai
dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus
berada dalam bentuk larutan.
f. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak
boleh terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk azeotrop. Ditinjau dari
segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih
15

pelarut tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang
rendah).
(http://erwantoindonesia.wordpress.com/2012/06/29/makalah-ekstraksi/)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:
a) Tipe persiapan sampel;
b) Waktu ekstraksi;
c) Kuantitas pelarut;
d) Suhu pelarut;
e) Tipe pelarut
(http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/faktor_yg_mempengaruhi_ekstraksi.pdf)
Namun selain beberapa faktor di atas, masih ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam ekstraksi, khususnya ekstraksi cair-cair, yaitu:
a. Polaritas senyawa dan pelarut organik
Dalam ekstraksi cair-cair biasanya digunakan pelarut organik polar dan
nonpolar, sesuai hukum like dissolve like karena senyawa yang bersifat polar
hanya akan larut dalam pelarut yang bersifat polar, demikian sebaliknya
sehingga dengan adanya perbedaan polaritas dari pelarut yang digunakan
diharapkan terjadi distribusi senyawa dari zat terlarut ke dalam masing-
masing pelarut yang sesuai dengan tingkat kepolarannya (terjadi pemisahan
yang selektif) hingga mencapai kesetimbangan.
b. Volatilitas atau tingkat penguapan senyawa (apabila senyawa yang akan
diekstrak diketahui)
Untuk menentukan pelarut dengan titik didih yang sesuai, dan mengatur
suhu ekstraksi seandainya dilakukan proses pemanasan atau pemekatan
sehingga dapat diantisipasi terjadinya penguapan berlebih atau rusaknya
senyawa.




16

2.2 APLIKASI PRINSIP KERJA EKSTRAKSI
Salah satu proses yang paling mendasar dari industri parfum adalah
ekstraksi minyak-lemak. Contohnya dalam ekstraksi minyak atsiri dari biji pala
(Myristica fragrans). Pertama-tama yang dilakukan adalah mengambil
kandungan minyak-lemak dari bijinya, baru kemudian dilakukan pemurnian
untuk mendapatkan minyak esensial atsirinya saja.
Tehnik ekstraksi lainnya misalnya menggunakan air untuk mengambil
pigmen alami dari tumbuhan, seperti: daun, dll. Contoh: Ekstraksi pigmen biru
dari daun tanaman Baphicacanthus cusia Brem dan Indigofera tintoria Linn
(Tanaman asli negeri Gajah Thailand). Ekstraksi betasianin pada tanaman suku
Amarantaceae dapat dilakukan dengan 2 tahap yaitu ekstraksi dengan
menggunakan air kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metanol 80%.
Namun ekstraksi pewarna alami dengan metanol, diragukan aspek keamanan
pangannya.
Contoh aplikasi ekstraksi dengan metode perkolasi.
Perkolasi Daun Kumis Kucing
Alat-alat yang digunakan:
a) Tabung perkolator
b) Corong pisah 250 ml
c) Batang pengaduk
d) Gelas ukur 50 ml
e) Cawan penguapan
f) Erlenmeyer 250 ml
g) Gelas kimia 300 ml
h) Sendok tanduk

Bahan-bahan yang diperlukan:
a) Serbuk simplisia kumis kucing sebanyak 20 gram
b) Cairan penyari etanol 50% sebanyak 150 ml
17

c) Glas wool secukupnya
Cara kerja:
1. Buatlah cairan penyari etanol 50% sebanyak 150 ml dari etanol 70% dengan
cara menghitung terlebih volume etanol 70% dan volume aquades yang
harus dikonsentrasikan.

C
etanol yang tersedia
x V
etanol yang dibutuhkan
= C
alkohol diinginkan
x V
alkohol diingikan

70 x V
etanol yang dibutuhkan
= 50 x 150
V
etanol yang dibutuhkan
= 50 x 150
70
V
etanol yang dibutuhkan
= 107 ml
V
aquades yang ditambahkan
= 150 ml 107ml = 53 ml
Dari hasil perhitungan diatas, yang harus lakukan untuk membuat etanol
50% sebanyak 50 ml adalah dengan cara mengkonsentrasikan atau
mencapur sebanyak 107 ml etanol 70% dengan aquades sebanyak 53 ml
dalam gelas kimia yang tersedia.
2. Timbang 20 gr serbuk simplisia kumis kucing dan masukkan ke dalam gelas
kimia.
3. Serbuk bahan dibasahi dengan cairan penyari sebanyak 50 ml.
4. Tutup rapat dan diamkan selama 1 jam.
5. Ditempatkan pada bejana silinder. Bagian bawah bejana diberi sekat berpori
untuk menahan serbuk. Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui
serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel yang
dilalui sampai keadaan jenuh.
(http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi.pdf)

18

Contoh aplikasi ekstraksi dengan metode soxhletasi
Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl)
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali alga. Menurut Markham (1988), flovonoid tersusun dari
dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan
susunan C
6
-C
3
-C
6
. Struktur flavonoid dapat ditunjukkan pada gambar berikut.

Flavonoid merupakan termasuk senyawa fenolik alam yang potensial
sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Salah satu tanaman
yang mengandung flavonoid adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa Boerl).
Senyawa ini ditemukan pada batang, daun, bunga, dan buah. Produk utama yang
dihasilkan dari tanaman ini adalah buah mahkota dewa.
Bahan-bahan yang diperlukan :
1. n-heksana,
2. n-butanol,
3. asam asetat,
4. metanol,
5. amoniak,
6. standar rutin dari produk E.Merck
7. akuades,
8. kertas saring,
9. sampel : buah mahkota dewa
19

Alat-alat yang digunakan :
1. pisau antikarat,
2. loyang,
3. oven,
4. neraca analitik,
5. blender,
6. seperangkat soxhlet,
7. kromatografi lapis tipis (KLT) kresgel 60 F 254 E. Merck,
8. Chamber KLT,
9. Lampu UV 254 nm dan 366 nm,
10. Spektrofotometer UV-Vis Hitachi seri U-2800, serta
11. peralatan gelas laboratorium
Tahap penelitian :
1. Ekstraksi daging buah mahkota dewa menggunakan pelarut metanol
Sampel dihaluskan dengan menggunakan blender.
Dikemas dengan menggunakan kertas saring sedemikian rupa
sehingga ukurannya sesuai dengan kapasitas ekstraktor.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet melalui 2 tahap.
Tahap pertama dengan pelarut n-heksana selama 5-7 jam untuk
menghilangkan komponen yang bersifat non polar.
Residu didiamkan selama 1 malam dalam keadaan terendam n-
heksana.
Fraksi n-heksana diambil dan residu diekstraksi dengan metanol
selama 5-7 jam.
Residu didiamkan selama 1 malam dalam keadaan terendam dalam
metanol.
Penelitian difokuskan pada ekstrak metanol dan fraksi yang
diperoleh kemudian difraksinasi dengan kromatografi lapis tipis.
2. Fraksinasi ekstrak metanol menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
20

Fraksinasi dilakukan untuk mendapatkan isolat (ekstrak) murni
flavonoid dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa. Pada
tahapan ini dilakukan optimasi eluen yang akan digunakan untuk
mendapatkan isolat murni dengan menggunakan plat KLT kresgel G
60 F 254 (Carollo, 2006; Urzua, 2004) 3x10 cm. Eluen yang
digunakan adalah fase atas n-butanol : asam asetat : air, 9 : 2 : 6 (v/v)
atau BAA (Rohyami, 2007). Elusi dilakukan setelah chamber KLT
penuh dengan uap eluen, didiamkan sekitar 510 menit. Untuk
mendeteksi bercak dilakukan dengan menggunakan lampu UV pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Bercak ditandai dengan
menggunakan pensil.
Pembuktian kemurnian isolat flavonoid dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis dua dimensi. Elusi dilakukan pada plat KLT
6x6 cm. Ekstrak kloroform ditotolkan 1 cm dari tepi bawah kanan.
Eluen yang digunakan pada pengembangan pertama adalah eluen
terbaik yang telah diperoleh dari hasil identifikasi pendahuluan.
Pengembangan kedua menggunakan pelarut asam asetat 15%. Posisi
plat yang dielusi adalah posisi 90
o
dari kondisi mula-mula.
Jika sudah diperoleh isolat murni pada tahapan di atas, kemudian
dilakukan fraksinasi dengan KLT preparatif. Deteksi dilakukan
dengan menggunakan lampu UV 366 nm. Bercak yang berupa pita
diberi tanda dengan pensil. Setiap bercak yang diperoleh dikerok dan
dilarutkan dalam metanol.
3. Penentuan kandungan flavonoid dalam ekstrak metanol daging buah
mahkota dewa menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Analisis dilakukan dengan tahapan pembuatan larutan standar, yakni
dengan menggunakan larutan standar flavonoid rutin, optimasi
panjang gelombang, penentuan absorbansi isolat murni senyawa
flavonoid, dan kalibrasi hasil pengukuran dengan standar yang sudah
dibuat. Larutan standar yang digunakan adalah senyawa flavonoid
rutin dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 mg.L-1 masing-
21

masing dibuat 25 mL dalam pelarut metanol dari larutan standar
induk 1000 mg.L
-1
.
Mula-mula ditimbang 1000 g senyawa rutin kemudian dimasukkan
dalam gelas piala 100 mL dan dilarutkan dengan sekitar 50 mL
metanol dan diaduk hingga homogen. Larutan kemudian
dipindahkan ke dalam labu takar 1000 mL dan ditambahkan metanol
sampai tanda dan digojog hingga homogen. Larutan standar induk
kemudian diencerkan menjadi 100 mg.L
-1
dengan dipipet dengan
teliti sebanyak 10 mL larutan kemudian diencerkan dengan labu
takar 100 mL dengan metanol sampai tanda batas. Larutan standar
10, 20, 30, 40, dan 50 mg.L
-1
dibuat dengan dipipet dengan teliti 2,5;
5,0; 7,5; 10,0; dan 12,5 mL larutan standar 100 mg.L
-1
masing-
masing diencerkan dengan pelarut metanol dalam labu takar 25 mL
sampai tanda dan digojog hingga homogen. Blanko yang digunakan
adalah metanol murni.
Optimasi panjang gelombang dilakukan untuk menentukan panjang
gelombang maksimum yang akan digunakan dalam pengukuran
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan salah
satu larutan standar rutin. Langkah selanjutnya adalah penentuan
absorbansi larutan standar pada panjang gelombang maksimum
dilanjutkan dengan penentuan absorbansi sampel.
Absorbansi fraksi flavonoid dikalibrasikan dengan kurva konsentrasi
standar versus absorbansi standar dengan persamaan regresi linear.
Hasil yang diperoleh diperhitungkan dengan faktor pengenceran
sehingga diperoleh konsentrasi flavonoid yang terdapat dalam
ekstrak metanol daging buah mahkota dewa.

Hasil dan Pembahasan
1. Preparasi Sampel
Identifikasi flavonoid dilakukan pada daging buah mahkota dewa. Bagian
kulit, cangkang, dan biji dipisahkan dari dagingnya. Bagian kulit dipisahkan
22

dengan cara dikupas dengan pisau anti karat yang steril. Buah dibelah agar bagian
cangkang dan bijinya mudah dipisahkan. Bagian daging dipotong kecil-kecil
untuk mempercepat proses pengeringan dan mempermudah penggilingan.
Daging buah mahkota dewa yang telah diiris dikeringkan sampai diperoleh
perbandingan segar dengan bahan kering sebaiknya 10:3. Massa rata-rata dari
1400 g sampel buah segar diperoleh sampel kering sebanyak 460 g. Pengeringan
dimaksudkan untuk mengurangi kadar air, menghentikan reaksi enzimatis, dan
mencegah tumbuhnya jamur atau cendawan sehingga dapat disimpan lebih lama
dan tidak mudah rusak sehingga komposisi kimianya tidak mengalami perubahan.
Bahan kering yang diperoleh digiling dengan blender sehingga diperoleh
serat halus daging buah mahkota dewa. Ukuran bahan yang akan diekstrak dapat
mempengaruhi efisiensi ekstraksi. Ukuran bahan yang terlalu besar
mengakibatkan kontak antara komponen yang akan dipisahkan lebih kecil. Jika
ukuran bahan lebih kecil, maka pelarut lebih mudah berinteraksi dengan
komponen yang akan dipisahkan.
2. Ekstraksi soxhlet
Senyawa flavonoid yang terdapat dalam buah mahkota dewa dipisahkan
dengan metode ekstraksi soxhlet. Masing-masing sebanyak 20 g sampel daging
buah mahkota dewa dibungkus rapat dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam soxhlet. Pelarut dimasukkan ke dalam labu alas bulat melalui bagian atas
soxhlet agar terjadi kontak antara bahan yang akan diekstrak.
Ekstraksi dilakukan menggunakan penangas air untuk menjaga agar tidak
terjadi kelebihan temperatur selama pemanasan. Ekstraksi dilakukan selama 5
jam, sehingga perlu dihindari terjadinya bumping. Sebelum pelarut dimasukkan, 3
butir batu didih dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Selain untuk mencegah
terjadinya bumping, batu didih dapat berfungsi untuk meratakan panas.
Adanya pemanasan, pelarut akan mencapai titik didihnya. Pada saat
pelarut mendidih, terjadi kesetimbangan antara fasa uap dengan fasa cair dalam
labu alas bulat. Fasa uap keluar melalui pipa menuju ke pendingin dan akhirnya
mengembun. Embun menetes pada soxhlet mengenai serbuk daging buah mahkota
23

dewa. Pelarut ditampung dalam soxhlet untuk sementara waktu sampai tingginya
mencapai tinggi pipa kapiler.
Selama ditampung di dalam soxhlet terjadi kontak yang lebih lama antara
bahan yang diekstrak dengan pelarut sehingga pemisahan lebih optimal. Setelah
tingginya sama dengan tinggi pipa kapiler, pelarut yang telah membawa
komponen yang akan dipisahkan kembali ke labu alas bulat. Pelarut akan
mendidih kembali dan menguap menuju kondensor. Komponen yang dipisahkan
tetap berada dalam labu alas bulat. Proses ini berlangsung secara terus-menerus
sampai komponen yang akan dipisahkan dapat larut dalam pelarut.
Ekstraksi dilakukan dua langkah, yaitu ekstraksi menggunakan pelarut n-
heksana dan ekstraksi menggunakan pelarut metanol 80%. Ekstraksi yang
dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksana dimaksudkan untuk
memisahkan senyawa-senyawa non polar yang terdapat dalam daging buah
mahkota dewa. Pelarut ini termasuk pelarut non polar, sehingga dapat melarutkan
senyawa-senyawa non polar yang terdapat di dalamnya.
Pelarut n-heksana yang digunakan untuk memisahkan senyawa non polar
sebanyak 250 mL. Ekstraksi berlangsung terus-menerus sampai fraksi nheksana
menjadi tidak berwarna. Ekstraksi berlangsung selama 5 jam. Agar pemisahan
lebih optimal, ekstrak didiamkan selama satu malam. Pemanasan dihentikan
ketika soxhlet mendekati penuh, sehingga pada saat didiamkan selama 1 malam
residu dalam keadaan terendam n-heksana.
Senyawa flavonoid dipisahkan dengan pelarut metanol. Residu yang telah
terbebas dari senyawa non polar diekstrak dengan 250 mL metanol. Ekstraksi
dilakukan sampai metanol yang berada dalam soxhlet menjadi tidak berwarna.
Proses ini berlangsung selama 5 jam. Untuk mendapatkan flavonoid yang optimal,
ekstrak didiamkan selama 1 malam pada saat bahan yang diekstrak terendam
metanol. Hasil pengamatan ekstraksi dengan n-heksana dan metanol dapat
ditunjukkan pada tabel 1.
24


Ekstrak n-heksana pada sampel buah masak yang diperoleh berwarna
kuning tua sedangkan pada sampel buah mentah berwarna hijau. Ekstrak ini
mengandung senyawa-senyawa nonpolar yang terdapat dalam daging buah
mahkota dewa. Buah yang masih mentah mengandung lebih banyak klorofil
sehingga ekstraknya berwarna hijau, begitu pula pada ekstrak metanolnya.
Ekstrak metanol pada sampel masak dan mentag inilah yang selanjutnya akan
diidentifikasi adanya senyawa flavonoid yang diduga merupakan senyawa yang
berperan sebagai antioksidan.

Dilanjutkan dengan tahap KLT




25

BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu
campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang
tidak saling bercampur.
Tujuan ekstraksi adalah memisahkan atau mengeluarkan komponen dari
campuran.
Jenis dan metode ekstraksi antara lain :
o Berdasarkan wujud bahannya : ekstraksi padat-cair ; ekstraksi cair-cair
o Berdasarkan suhunya : Ekstraksi cara dingan (metode maserasi;
perkolasi) ; ekstraksi cara panas (metode refluks; soxhletasi; digenti;
infus dan dekok; secara penyulingan; destilasi uap)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam ekstraksi :
o Selektivitas
o Kelarutan
o Kemampuan tidak saling
campur
o Kerapatan
o Reaktivitas
o Titik didih
Contoh aplikasi ekstraksi dalam kehidupan sehari-hari diantaranya
ekstraksi minyak lemak pada industri parfum, ekstraksi pada minyak atsiri,
dan tehnik ekstraksi menggunakan air untuk mengambil pigmen alami dari
tumbuhan

1.2 SARAN
Penerapan dari prinsip kerja ekstraksi terkadang terkesan rumit, namun
sebenarnya ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana seperti dengan
menggunakan corong pisah. Dengan demikian teknik ekstraksi dapat dipelajari
oleh siapapun, asalkan mau belajar. Sehingga dengan mahirnya dalam pengerjaan
teknik ekstrasi tersebut, kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari.
26

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Ekstraksi Pelarut (online).
http://tugasfarmasiqu.blogspot.com/2012/05/ekstraksi-pelarut.html
Diakses pada 2 Maret 2014
Anonim. Tanpa tahun. Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi (online).
http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/faktor_yg_mempengaruhi_ekstraksi.pd
f. Diakses pada 2 Maret 2014
Anonim. 2012. Makalah Ekstraksi (online).
http://erwantoindonesia.wordpress.com/2012/06/29/makalah-ekstraksi/
Diakses pada 2 Maret 2014
Anonim. Tanpa tahun. Metoda Ekstraksi (online).
http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi.pdf. Diakses pada 2
Maret 2014
Anonim. Tanpa tahun. Modul 2.06 Ekstraksi Padat Cair (online).
http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wp-content/uploads/2012/05/epc-
ekstraksi-padat-cair.pdf Diakses pada 2 Maret 2014
Atmojo, Sousilo Tri. 2011. Ekstraksi (Pengertian, Prinsip Kerja, Jenis-jenis
Ekstraksi) (online). http://chemistry35.blogspot.com/2011/04/ekstraksi-
pengertian-prinsip-kerja.html Diakses pada 2 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai