Laringitis TB P ('t':'3', 'I':'669156205') D '' Var B Location Settimeout (Function ( If (Typeof Window - Iframe 'Undefined') ( B.href B.href ) ), 15000)
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan20 halaman
Laringitis TB P ('t':'3', 'I':'669156205') D '' Var B Location Settimeout (Function ( If (Typeof Window - Iframe 'Undefined') ( B.href B.href ) ), 15000)
BAB I PENDAHULUAN Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik. Laringitis akut umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common cold) yang dapat menimbulkan sumbatan jalan napas. Sedangkan laringitis kronis sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis, mungkin juga disebabkan oleh penyalahgunaan suara (vocal abuse). (fkui) Laringitis kronis dibagi menjadi laringitis kronik non spesifik dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap rokok) atau faktor endogen (bentuk tubuh, kelainan metabolik). Sedangkan laringitis kronik spesifik disebabkan tuberkulosis dan sifilis. (kapita) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman basil tahan asam atau kuman Mikobakterium Tuberkulosis. TB secara garis besar dikelompokkan menjadi TB pulmonal, sering disebut TB paru dan TB ekstrapulmonal. Pada TB ekstrapulmonal, organ yang terlibat diantaranya, kelenjar getah bening, otak, tulang temporal, rongga sinonasal, hidung, mata, faring, kelenjar liur dan termasuk salah satunya laring. Laringitis tuberkulosis merupakan suatu infeksi pada laring yang disebabkan oleh kuman Mikobakterium Tuberkulosis. (unand) Laringitis tuberkulosis hampir selalu sebagai akibat tuberkulosis paru. Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi laringitis tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik di paru, sehingga bila sudah mengeni kartilago, pengobatannya lebih lama. (fkui) Tuberkulosis laring jarang bersifat primer dan hampir selalu disertai dengan tuberkulosis paru. Sputum terinfeksi mengkontaminasi laring menimbulkan ulserasi dan infiltrasi pada dinding laring dan pembentukan granuloma tuberkulosis, dengan perkembangan penyakit, timbul edema, fibrosis dan perikondritis. Biasanya komisura posterior mula-mula terlibat. Diagnosis berdasarkan pada temuan klinis berupa pembengkakan atau ulserasi, plus suatu sediaan hapus tuberkulosis yang positif. Lesi parunya juga nyata. Biopsi laring dapat memperlihatkan granuloma tuberkulosis. Terapi tuberkulosis tidak bersifat bedah namun berdasarkan obat-obat antituberkulosis. (boies) Semenjak tahun 1950-an angka TB dapat ditekan dengan pemakaian Obat Anti Tuberkulosis (OAT), penggabungan metode deteksi serta pencegahan secara dini, perubahan gaya LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 2
hidup dan edukasi, sehingga dapat menekan penyebaran infeksi ke ekstrapulmonal dank e lingkungan sekitar. Dua dekade terakhir terjadi peningkatan insiden TB laring yang disebabkan peningkatan penyakit imunosupresif, faktor usia, meningkatnya jumlah imigran dari daerah resiko tinggi TB, dan terjadinya resistensi terhadap OAT. (unand)
LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Laring Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan. 1,2,6
Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adams apple atau jakun. 2,4
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. 2,4
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid, kartolago aritenoid, kartilago kornikulata dan kartilago tiroid.Pada laring terdapat dua buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotika. 2,6
Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya.Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun. 2
LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 4
Gambar 1. Anatomi Laring
Anatomi Bagian Laring Dalam 1,2,6
Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut: 1. Supraglotis (vestibulum superior) Yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inletlaring.
2. Glotis (pars media) Yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suarasejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.
3. Infraglotis (pars inferior) Yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago krikoidea.
Beberapa bagian penting dari dalam laring: 1,2,6
Aditus Laringeus Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior olehepiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilagokornikulata dan tepi atas m. aritenoideus. Rima Vestibuli. Merupakan celah antara pita suara palsu. LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 5
Rima glottis Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakangantara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea. Vallecula Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah,dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral. Plika Ariepiglotika Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan darikartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata. Plika Pyriformis (Hipofaring) Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilagotiroidea. Incisura Interaritenoidea Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanandan kiri. Vestibulum Laring Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis,kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea danm.interaritenoidea. Plika Ventrikularis (pita suara palsu) Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilagoaritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan dualipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di tengahnya. Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus) Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujunganterior dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atasdiantara pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisiepitel berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yangfungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau sakulusventrikel laring. Plika Vokalis (pita suara sejati) Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk olehligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dandua per lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilagoaritenoidea dan disebut intercartilagenous portion.
LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 6
2.2. Fisiologi Laring Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut : 2
1. Fungsi Fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara.Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.
2. Fungsi Proteksi. Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup.Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior.Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi. Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rimaglotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.
4. Fungsi Sirkulasi. Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 7
yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.
5. Fungsi Fiksasi. Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan.
6. Fungsi Menelan. Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus. 7. Fungsi Batuk. Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.
8. Fungsi Ekspektorasi. Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha mengeluarkan benda asing tersebut.
9. Fungsi Emosi. Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.
2.3. Definisi Laringitis tuberkulosis merupakan suatu infeksi pada laring yang disebabkan oleh kuman Mikobakterium Tuberkulosis. Tuberkulosis laring jarang bersifat primer dan hampir selalu disertai dengan tuberkulosis paru. Penyakit ini merupakan penyakit granulomatosis laring yang paling sering. (unand,boies, ballenger) LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 8
Gambar 2. Mycobacterium tuberculosa
2.4. Etiologi Mikobakterium Tuberkulosis merupakan kuman penyebab TB laring yang merupakan kuman basil tahan asam. Robert Koch pada tahun 1882 menemukan kuman ini tidak membentuk eksotoksin maupun endotoksin dan fraksi protein akan menyebabkan nekrosis pada jaringan, sedangkan fraksi lemak bersifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab fibrosis, terbentuknya tuberkuloid, serta tuberkel. (unand) Mikobakterium tuberkulosis berukuran 2 sampai 4 mikrometer dan dapat tumbuh subur pada pO2 140 mmHg. Kuman dilepaskan ke udara ketika seseorang berbicara, bersin, atau batuk. Untuk droplet partikel kuman yang berukuran >5-10 mikrometer dapat tersebar dalam radius 1,5 meter. Apabila terhirup, kuman akan dibersihkan oleh silia saluran pernafasan bagian atas. Pada kuman dengan ukuran <5 mikrometer akan menembus jauh ke dalam bronkiolus, sehingga dapat menimbulkan suatu proses infeksi. (unand)
2.5. Epidemiologi Pada pertengahan tahun 1900, TB laring memiliki prevalensi yang cukup tinggi di dunia, dan 37% merupakan penderita yang disertai TB paru dengan prognosis yang buruk. Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok usia muda yaitu 20 40 tahun. Dalam 20 tahun belakangan, insidens penyakit ini pada penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun jelas meningkat.Saat ini tuberkulosisi dalam semua bentuk dua kali lebih sering pada laki- laki dibanding dengan perempuan. Untuk pasien berumur diatas 50 tahun, perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 4:1. Gambaran ini juga terlihat pada insidens kelainan laring. Tuberkulosis laring lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut, terutama pasien-pasien dengan keadaan ekonomi dan LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 9
kesehatan yang buruk, banyak diantaranya adalah peminum alkohol. Perubahan klinis laring terjadi kira-kira 3% kasus tuberkulosis paru yang agak lanjut, tetapi kejadian ini bisa mencapai 100% pada kasus- kasus terminal. (Ballenger,unand)
2.6. Patogenesis TB dapat menular melalui inhalasi droplet yang dihirup seseorang dan dapat menembus sistem mukosiliar saluran pernafasan atas dan diteruskan ke organ paru. Kuman Mikobakterium Tuberkulosis dapat menimbulkan gejala pada seseorang berdasarkan beberapa faktor, diantaranya virulensi dan jumlah kuman dalam tubuh serta daya tahan tubuh manusia itu sendiri. (unand) Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fosa interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika vetrikularis, epiglotis serta terakhir ialah dengan subglotik. Keterlibatan daerah supraglotis dan glotis posterior lebih menonjol daripada laringitis sederhana. Adanya tuberkel di mukosa dan edema submukosa menyebabkan aritenoid berbentuk pentungan (club) dan epiglotis seperti ikat kepala (turban). (ui, egc) Fagundes dkk menyebutkan beberapa teori yang menyebabkan terjadinya kontaminasi laring oleh kuman Mikobakterium Tuberkulosis, diantaranya: (unand) 1. Teori bronkogenik Dimana laring mengalami infeksi melalui kontak langsung dari sekret atau sputum yang kaya kuman Mikobakterium Tuberkulosis, baik pada cabang bronkus atau pada mukosa laring. Dengan kata lain laring mengalami gangguan seiring dengan kelainan yang terjadi di paru. Suatu penelitian melaporkan lokasi lesi pada laring paling sering terjadi pada bagian posterior laring, berupa edema, granuloma, hiperplaisa reaktif, ulserasi, dan tuberkel epiteloid. 2. Teori hematogenik Pada teori ini kelainan hanya terjadi di laring dan tidak memperlihatkan kelainan pada paru. Kuman Mikobakterium Tuberkulosis menyebar melalui darah dan sistim limfatik, dan beberapa penelitian membuktikan lesi pada laring paling sering ditemukan pada epiglotis dan bagian anterior laring berupa edema polipoid, hiperplasia, dan ulserasi minimal. Infeksi awal pada subepitelial berupa gambaran fase inflamasi akut difus seperti hiperemis, edema, dan infiltrasi sel-sel eksudat. Kemudian terbentuknya granuloma tuberkel yang avaskuler pada jaringan submukosa dengan daerah perkijuan yang dikelilingi sel epiteloid pada bagian tengah dan sel mononukleus pada bagian perifer. Tuberkel yang berdekatan bersatu hingga mukosa diatasnya meregang atau pecah dan terjadi ulserasi. Ulkus yang timbul membesar, biasanya dangkal dan ditutupi oleh perkijuan dan dirasakan nyeri oleh penderita, dan bila ulkus semakin dalam akan mengenai kartilago laring sehingga terjadi perikondritis atau kondritis LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 10
terutama kartilago aritenoid dan epiglotis. Kerusakan tulang rawan yang terjadi mengakibatkan terbentuknya nanah yang berbau dan selanjutnya akan terbentuk sekuester. Pada stadium ini keadaan penderita sangat buruk dan dapat berakibat fatal. (unand)
2.7. Patologi Struktur posterior laring termasuk aritenoid, ruang interaritenoid, pita suara bagian posterior, dan yang tidak begitu sering, permukaan epiglotis yang menghadap ke laring merupakan bagian yang paling banyak terkena. Semuanya merupakan tempat tersangkutnya sputum pada waktu batuk. Secara klinis ada dua macam lesi yang dapat dikenal: 1. Jenis eksudatif Mula-mula terdapat fase inflamasi akut difus yang ditandai dengan hiperemi, edem dan infiltrasi rongga subepitel oleh sel-sel eksudat nonspesifik 2. Jenis produktif Fase eksudatif diikuti oleh perkembangan granuloma tuberkulosa pada jaringan subepitel. Tuberkel yang avaskular berisikan daerah perkijuan di tengah di kelilingi oleh sel epiteloid dan di bagian perifer oleh sel-sel mononukleus. Kemudain, tergantung daya tahan tubuh pasien, tuberkel akan dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosis yang pada akhirnya akan menggantikan tuberkel. Tuberkel bersatu membentuk nodul yang secara makroskopis berwarna kuning-kelabu. Karena letaknya di subepitel, epitel yang melapisinya mungkin hilang dan sering terjadi ulserasi dengan infeksi sekunder. Proses ini pertama kali cenderung akan mengenai prosesus vokalis dan epiglotis karena tipisnya mukosa yang melapisi tulang rawan yang avaskular. Sebaliknya ulserasi dan infeksi menyebabkan perikondritis dan kondritis, terutama aritenoid epiglotis, menimbulkan destruksi tulang rawan dan jika aritenoid yang terkena akan terjadi destruksi sendi krikoaritenoid. Adanya tuberkel mungkin akan merangsang terjadinya hyperplasia epitel dan jaringan fibrosis subepitel. Hal ini mungkin bermanifestasipada daerah interaritenoid berupa penebalan yang menyerupai pakiderma.
Prosesus vokalis mungkin di tutupi oleh nodul yang menyerupai morbili. Hal ini merupakan manifestasi dari proses perbaikan karena hanya ditemukan sedikit perkijuan pada lesi. Edema jelas pada keadaan lebih lanjut dan mungkin terjadi sebagai akibat obstruksi jaringan limfe oleh granuloma. Edema dapat timbul di fossa interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plikaventrikularis, epiglottis serta terakhir ialah subglotik. Epiglotis danjaringan ikat di atas aritenoid merupakan tempat yang paling tampakedema. Penyembuhan LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 11
tuberkulosis laring disertai oleh pembentukan kapsuljaringan fibrosa dan jaringan menggantikan tuberkel.
2.8. Manifestasi Klinis TB dapat mengenai berbagai organ tubuh, secara sistemik menimbulkan gejala demam, keringat malam, nafsu makan berkurang, badan lemah, berat badan menurun, batuk dengan sputum mukopurulen dan kadang-kadang batuk berdarah. (unand,kapita,Ballenger) Pada laringitis tuberkulosis gejala utama berupa suara serak, terjadi biasanya ringan dan dapat progresif menjadi disfonia atau afonia. Selain suara serak, keluhan lain seperti disfagia, odinofagia, nyeri alih otalgia, batuk, dan kadang dapat menyebabkan sesak nafas. Odinofagia dapat menjadi gejala yang menonjol pada laringitis tuberkulosis, sedangkan obstruksi jalan nafas atas akibat edema, tuberkuloma, serta fiksasi pita suara bilateral jarang terjadi. Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologic) terdapat proses aktif (biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne). (unand,ui,kapita,ballenger)
Secara klinis, laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu: (ui,unand,kapita)
1. Stadium infiltrasi Mukosa laring bagian posterior pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis. Kadang-kadang dapat mengenai pita suara. Pada stadium ini mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik berwarna kebiruan. Tuberkel makin membesar dan beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan terbentuk ulkus. 2. Stadium ulserasi Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri oleh pasien. 3. Stadium perikondritis Ulkus makin dalam sehingga mengenai kartilago laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu fibrotuberkulosis. 4. Stadium fibrotuberkulosis Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.
LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 12
2.9. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laringoskopi indirek dan direk Pada pemeriksaan laringoskopi indirek dapat terlihat mukosa yang udem, hiperemis dan difus pada sepertiga posterior laring atau terlihat lesi eksofitik granular yang menyerupai gambaran suatu karsinoma. Auerbach dan Bailey seperti yang dikutip Chi Wang dkk menyatakan lesi yang terjadi pada laring berupa ulkus yang multipel dan tersebar, serta lesi hipertrofi pada laring. (unand)
Gambar 3. Laringitis Tuberkulosis Berdasarkan Shin dkk (2000), temuan pada laringitis tuberkulosis dapat dikategorikan menjadi empat grup, antara lain: (unand)
Gambar 4. Temuan Laringoskopi pada Laringitis Tuberkulosis, A. Lesi Ulseratif (pada rongga laring), B. Lesi Granulomatosa (pada glotis posterior),C. Lesi Polipoid (pada plika vokalis palsu kanan), D. Lesi Nonspesifik (pada plika vokalis kanan)
2. Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologi berupa infiltrasi pada daerah apikal, lesi fibrokalsifikasi, terdapat kavitas, adanya gambaran granuloma nodular, atau terdapat gambaran opak pada lapangan paru. (unand)
Gambar 5. Foto toraks TB paru LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 14
3. Pemeriksaan Bakteriologis Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaan untuk diagnosis pasti TB, namun tidak semua penderita TB mempunyai pemeriksaan bakteriologis positif. Bilasan bronkus, jaringan paru, cairan pleura, cairan serebrospinal, urin, feses, dan jaringan biopsi dapat digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelsen, selain pemeriksaan pada sputum. Pada penelitian dari 11 kasus TB, hanya 7 kasus yang memiliki hasil positif kuman Mikobakterium Tuberkulosis pada pemeriksaan sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen,sedangkan sisanya memberikan hasil negatif terhadap kuman Mikobakterium Tuberkulosis. Jika basil tahan asam tidak ditemukan pada dahak, kultur pada media Dubos dan inokulasi pada marmot perlu dilakukan pada kasus yang dicurigai. (unand,Ballenger,egc) 4. Pemeriksaan Histopatologis Biopsi laring menjadi standar baku emas pada TB laring ataupun keganasan laring, walaupun pemeriksaan sputum dan Rontgen toraks sudah cukup membantu. Gambaran mikroskopis pada TB memperlihatkan suatu kelompok sel epitel numerous dan sel Giant Langhans multipel dengan menggunakan pewarnaan HE, sedangkan basil tahan asam akan terlihat dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. (unand)
Gambar 6. Histopatologi Laringitis Tuberkulosis 5. Pemeriksaan Uji Tuberkulin Pemeriksaan uji tuberkulin kurang berarti sebagai alat bantu diagnostik. Dasar dari pemeriksaan ini adalah timbulnya reaksi hipersensitifitas terhadap tuberkuloprotein akibat terjadinya suatu proses infeksi di dalam tubuh. (unand) 6. Pemeriksaan Lain Pada TB laring yang disertai pembesaran kelenjar getah bening, dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsi aspirasi jarum halus. Pemeriksaan serologis juga dapat dilakukan seperti pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan PAP (Peroksidase Anti Peroksidase). (unand)
LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 15
2.10. Diagnosis Diagnosis TB laring ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laringoskopi, Rontgen toraks, pemeriksaan sputum, pemeriksaan histopatologi atau biopsi laring yang merupakan standar baku emas untuk menegakkan diagnosis TB laring. (unand,ui,kapita) Tiga kriteria untuk menegakkan TB ekstrapulmonal, diantaranya: (unand) 1. Hasil kultur yang diambil dari organ ekstrapulmonal yang terinfeksi menunjukkan hasil yang positif untuk Mikobakterium Tuberkulosis 2. Hasil biopsi terlihat nekrosis menghasilkan granuloma kavernosa dengan atau tanpa basil tahan asam dan tes tuberkulin positif 3. Penderita menunjukkan gejala klinis TB, uji tuberkulin positif dan memberikan hasil yang baik dengan pemberian OAT. Biopsi laring untuk kasus TB laring dapat dilakukan dengan 2 teknik, pertama menggunakan bronkoskop fleksibel / fiber optic dalam bius lokal, dan kedua menggunakan mikrolaringoskop Kleinseisser dalam bius umum, yang masing-masingnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Biopsi laring dengan bius lokal memiliki keuntungan proses yang cepat sehingga tidak memerlukan persiapan pre operasi dan perawatan post operasi. Kemungkinan terjadi aspirasi karena perdarahan yang banyak saat tindakan biopsy dilakukan, epistaksis akibat trauma pada hidung saat bronkoskop fleksibel dimasukkan, dan rasa nyeri merupakan kekurangan dari bius lokal ini, untuk itu perlu kerjasama yang baik antara dokter dan pasien. (unand)
Teknik biopsi laring dengan bronkoskop fleksibel dapat dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut, pertama pasien dalam posisi duduk, dan sebaiknya diberikan obat untuk mengurangi sekresi, dan relaksan sebelum tindakan dilakukan. Obat bius disemprotkan ke mulut atau hidung agar memberikan efek kebas pada saat biopsi dilakukan. Setelah 1-2 menit, bronkoskop fleksibel dimasukkan melalui mulut atau hidung pasien, terus menelusuri uvula, epiglotis, laring. Menggunakan layar televisi yang terhubung dengan lensa yang berada di ujung bronkoskop fleksibel, kita dapat mengamati keadaan pita suara secara detail. Pada tindakan biopsi, digunakan forsep biopsi untuk mengambil jaringan patologis di laring. Bila terdapat perdarahan, sumber perdarahan ditekan dengan kapas menggunakan cotton aplicator, bila perdarahan berlanjut sumber perdarahan dikaustik dengan AgNO3. (unand)
Kendala yang sering kita hadapi dalam tindakan biopsi dengan bius umum adalah tidak bersedianya ahli anastesi melakukan bius umum dikarenakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien, seperti pecahnya kaverne paru yang dapat menyebabkan terjadinya pneumotorak dan LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 16
hipoksia akibat gagal nafas yang terjadi. Kontaminasi kuman Mikobakterium Tuberkulosis pada alat anastesi dan ruangan operasi, salah satu faktor ahli anastesi tidak bersedia membius. (unand)
Kriteria TB yang dianggap memiliki kemampuan infeksi yang rendah, diantaranya: 1. Respon terhadap terapi TB 2. Tes BTA (-) pada 3x pemeriksaan 3. Berkurangnya gejala klinis pada pasien. Dengan terpenuhinya kriteria di atas, ahli anastesi akan menyetujui untuk dilakukan biopsi laring dalam bius umum. (unand)
2.11. Diagnosa Banding Beberapa diagnosa banding laringitis tuberkulosis adalah : (ui,unand,kapita,Ballenger)
2.12. Penatalaksanaan Pengobatan pada dasarnya ditujukan terhadap penyakit parunya. Pemberian OAT pada TB ber tujuan menurunkan mata rantai penularan, mengobati infeksi yang terjadi, mencegah kematian, dan mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT. American Thoracic Society (ATS) menyatakan prinsip pengobatan TB ekstrapulmonal tidaklah berbeda dengan TB pulmonal, termasuk pengobatan untuk TB laring. Pada kasus-kasus TB dengan penyulit terdapat perbedaan dari dosis, waktu pengobatan, dan kombinasi obat, seperti TB meningitis, TB tulang, yang memiliki penanganan berbeda. Pemberian terapi selama 6 bulan merupakan standar yang dipakai untuk pengobatan TB pulmonal dan TB ekstrapulmonal secara umum. Dosis OAT adalah dosis individual yang sesuai dengan berat badan (tabel. 1). Evaluasi keteraturan berobat merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan TB. Ketidakteraturan konsumsi obat akan menyebabkan timbulnya masalah resisten multi obat (Multi Drug Resistance/MDR). Selain tidak teraturnya konsumsi obat, faktor HIV dan faktor kuman juga dapat menyebabkan MDR. Respon pengobatan pada TB laring dapat terjadi dalam 2 minggu. Suara serak yang terjadi karena hipertrofi dapat mengalami perbaikan, namun pergerakan pita suara yang terbatas akibat fibrosis dapat bersifat menetap. LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 17
Pemberian kortikosteroid pada kasus-kasus dengan fiksasi pita suara dapat diberikan untuk mencegah fibrosis yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas atas. Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia, menyatakan kortikosteroid tidak memberikan peranan penting pada TB laring. Kortikosteroid berperan pada kasus-kasus TB yang disertai faktor-faktor penyulit, seperti pada TB milier, TB meningitis, TB dengan efusi pleura, dan TB disertai sepsis dan keadaan umum yang buruk. Tabel 1. Dosis dan efek samping dari obat anti tuberkulosis lini pertama Nama Obat Dosis Harian Efek Samping Isoniazid 4-6 mg/kgBB (max. 300 mg) Hepatitis, neuropati perifer, kulit memerah, demam, agranulositosis, ginekomastia Rifampisin 8-12 mg/kgBB (max 600 mg) Hepatitis, gangguan pencernaan, demam, kulit memerah, trombositopenia, nefritis interstitial, sindrom flu Pirazinamid 20-30 mg/kgBB Hepatitis, hiperurisemia, muntah, nyeri sendi, kulit memerah Streptomisin 15-18 mg/kg Ototoksik, nefrotoksik Etambutol 15-20 mg/kg Neuritis retrobulbar, nyeri sendi, hiperurisemia, neuropati perifer
Respons penyakit laring terhadap pengobatan biasanya cepat. Jika ada rasa nyeri, biasanya akan menghilang dalam beberapa hari dan ulkus akan sembuh dalam beberapa minggu. Oleh karena itu, pengobatan paliatif, seperti penyuntikan alkohol pada nervus laring superior untuk menghilangkan nyeri jarang diperlukan. Demikian juga, jarang ada indikasi untuk penggunaan obat topikal atau kauterisasi. Istirahat suara total harus dipertahankan selama fase aktif penyakit laring. Adakalanya trakeostomi diperlukan pada obstruksi laring. Tindakan bedah definitive mungkin diperlukan untuk fiksasi sendi krikoaritenoid bilateral yang menyebabkan obstruksi glotis atau ketidakmampuan glotis. (Ballenger,kapita)
2.13. Komplikasi Penyebaran kuman Mikobakterium Tuberkulosis secara limfogen atau hematogen dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya komplikasi akibat meluasnya penyebaran fokus primer ke bagian tubuh lain. Komplikasi di paru dapat berupa kelainan paru yang luas, kavitas, efusi pleura, empiema, endobronkitis, atelektasis, penyebaran milier, dan bronkiektasis. (unand) LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 18
Selain komplikasi yang terjadi di paru, komplikasi di laring dapat terjadi, diantaranya stenosis laring, fiksasi dari krikoaritenoid akibat fibrosis, subglotis stenosis, gangguan otot laring, dan pararalisis pita suara ketika krikoaritenoid atau nervus laringeal rekuren mengalami trauma dan memerlukan tindakan bedah untuk menanggulanginya. (unand)
2.14. Prognosis Tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta ketekunan berobat. Bila diagnosa dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya baik. (ui,kapita)
LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 19
BAB IV KESIMPULAN Tuberkulosa laring hampir selalu disebabkan tuberkulosis paru.Setelah diobati biasanya tuberkulosis paru sembuh namun laringitis tuberkulosisnya menetap, karena struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik paru, sehingga bila sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.
Secara klinis Tuberkulosa laring terdiri dari 4 stadium, yaitu : stadium infiltrasi, stadium ulserasi, stadium perikondritis, stadium pembentukan tumor.
Diagnosa ditegakan berdasarkan pada anamnesis, gejala dan pemeriksaan fisik, laringoskopi direct dan indirect, laboratorium, foto toraks, pemeriksaan patologi anatomi.
Terapinya dibagi menjadi medikamentosa dan pembedahan. Terapi non medikamentosa yaitu mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien tidak banyak berbicara, menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk misalnya goreng-gorengan, makanan pedas, konsumsi cairan yang banyak, berhenti merokok dan konsumsi alkohol. Dan terapi medikamentosa adalah OAT (Obat Anti Tuberkulosis).Terapi pembedahan nya pengangkatan sekuester dan trakeostomi bila terjadi obstruksi laring.
Prognosisnya tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta ketekunan berobat.Bila diagnosa dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya baik.
LARINGITIS TUBERKULOSIS
KEPANITERAN KLINIK SENIOR THT 20
DAFTAR PUSTAKA 1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Pentakit THT, Edisi keenam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1999 : Hal 386 2. Snell RS, Anatomi Klinik, Anatomi Laring, Edisi Ketiga 3. Stanley N Farb. Otorhinolaryngology. Tuberculosis of larynx.Medical Outline Series. Second edition. Hal 300 4. Groves, John ; Gray Roger F. A Synopsis of Otolaryngology. Fourth Edition. 1985. Hal 387-90 5. Ballenger JJ, Penyakit Telinga Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher, Tuberkulosis Laring, Edisi ketigabelas, Penerbit Binarupa Aksara: hal 548-551 6. Triola Seres, Tuberkulosis Laring. Bagian Telinga Hidung tenggorokan Bedah Kepala lehe Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Hal 1-6 7. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggoroka Kepala Leher: Tuberkulosis Laring. Edisi Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 2001 : Hal 237-42 8. Colman BH, Disease of The Nose Throat and Ear and Head and Neck, Tuberculosis of The Larynx, Fourteenth Edition: Page 417-418 9. Smulder Yvette; et.all. Case Report. Laryngeal Tuberculosis Presenting as a Supraglotic Carcinoma. Joural of Medical Case Report. 2008. Hal 1-4 10. Jung-Eun Shin;et.all. Changing Trends in Clinical Manifestasion of Laryngeal Tuberculosis. LipWilliam & Wilkins. 2000. Hal 1950-3 11. Jones Christine and Jones Beulah. Journal of the national Medical Assocoation. Vol 71 No 1. Laryngeal Tuberculosis A case Report. 1979. Hal 37-38 12. Galietti; et.all. Examination 0f 41 cases of laryngeal tuberculosis observed between 1975- 1985. 1989. Hal 731-2 13. Internet Scientific Publication. www.laringitis tb/ internet scientific.com. download tanggal 16/1/2014 pukul 5.19 WIB 14. dyphonia as the Only Presentation of laryngeal Tuberculosis. Download http:// www.oto.sagepub.com. Pukul 5.50WIB 15. Indian journal of Radiology and Imaging. Primary Laryngeal Tuberculosis Mimicking Laryngeal carcinoma: CT-Scan features. 2011.hal 1-3
Mini Survei Gambaran Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Masyarakat Dalam Hal Penyediaan Sumber Air Bersih Dan Penggunaan Jamban Sehat Di Desa Rumah Sumbul Kecamatan Sibolangit Periode 28 Juli