Digitalis memperlihatkan vagotonik, yang menyebabkan penghambatan aliran kalisium
di nodus AV dan aktivasi aliran kalium yang diperantai asetilkolin di atrium efek elektrofisiologik yang ditimbulkan oleh efek tak langsung digitalis ini aah hiperpolirisasi, pemendekan aksi potensial atrium dan peningkatan masa refrakter di nodus AV. Efeknya terhadap nodus AV ini dimanfaatkan untuk mengendalikan denyut ventrikel [ada fibrilasi atrium. Digitalis khusus berguna pada fibrilasi atrium. Digitalis khusus berguna pada fibrilasi atrium yang menyertai payah jantung di mana ada keadaan ini antagonis kalsium atau penyekat reseptor betam bila diberikan sebagai obat antiaritmia, akan memperburuk fungsi jantung. Salah satu obat golongan digitalis atau glikosida jantung yang sering digunakan adalah digoksin (Syarif et al, 2007). Digoxin diekstraksi dari daun Digitalis lanata 1 . Digoxin merupakan kristal putih tidak berbau. Digoxin memiliki cincin aglycone, yang merupakan tempat aktivitas farmakologik Senyawa ini praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridin. Digoxin dikenal sebagai racun namun pada akhirnya dapat digunakan sebagai obat gagal jantung kongestif khususnya pada kasus fibrikasi atrial (Damian, 2009).
Farmakokinetika Absorpsi dilakukan melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi. Distribusi: Disebar ke hampir semua jaringan, termasuk ke eritrosit, otot skelet dan jantung. Pada keadaan seimbang, kadar dalam jaringan jantung 15-30 kali lebih tinggi daripada kadar dalam plasma, sementara kadar dalam otot setengah kadar dalam jantung. Efek maksimal baru timbul 1 jam atau lebih setelah kadar maksimal di jantung tercapai. Ikatan dengan protein (protein binding) : 25%-30%. a) Metabolisme dilakukan melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif. b) Ekskresi dan Bioaviabilitas : dieliminasi di ginjal, Waktu paruh eliminasi digoksin rata-rata adalah 1,6 hari (Muchtar, 2002). Bioaviabilitas 60-80% dari oral. Urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah ). c) Dosis : kisaran efektif antara 1-2,5 ng/ml, Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml , aritmia : 0,8-2 ng/ml, dewasa : < 0,5 ng/ml, toksik jika diatas 2,5 ng/ml (AHFS, 2005)
Mekanisme Aksi Digoxin pada prinsipnya bekerja dengan cara menghambat pompa Na/K ATP-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas 4 . Digoxin secara spesifik berikatan dengan subunit- dari pompa Na + / K + ATPase yang terletak di otot jantung (miokardia), adanya ikatan ini meneyebabkan tidak berfungsinya pompa Na + /K + ATPase 3 . Gambar 1. Menujukan mekanisme kerja Na/K ATPase. Hal ini kemudian mengaktifkan Na/Ca exchanger yang menyebabkan peningkatan konsentrasi ion natrium intraseluler, yang kemudian menyebabkan kenaikan tingkat ion kalsium. Mekanisme inhibisi transport enzim ini juga menghasilkan hilangnya K + dari sel miokardium 4 .
Gambar 2. Menunjukan mekanisme aksi dari digoxin.
Gambar 1. Mekanisme Kerja Na/K ATPase
Gambar 2. Mekanisme Aksi Digoxin
Kerja dari otot jantung dipengaruhi oleh beberapa ion yaitu ion Na, K dan Ca. Ion Na terutama bertanggung jawab untuk memelihara tekanan osmosis agar tetap seimbang dalam jaringan,yaitu menjaga kepekaan sel-sel otot jantung terhadap rangsang yang mempengaruhi kontraktilitas dan ritmisitas. Kelebihan ion Na ekstraseluler akan menimbulkan efek keracunan yang menyebabkan jantung berhenti berdenyut. Ion K berperan dalam iritabilitas, kelebihan ion K ekstraseluler akan mengganggu keseimbangan potensial membrane, bila konsentrasi ion K ekstraseluler berlebih maka akan menyebabkan berkurangnya kuat kontraksi dan jantung akan berhenti berdenyut pada keadaan diastole. Ion Ca mempengaruhi kuat kontraksi jantung karena ion Ca berperan dalam mekanisme sliding filament pada proses kontraksi. Ion Ca ini akan berikatan dengan troponin agar otot dapat berkontraksi (Martini, 2011). Adanya kelebihan konsentrasi ion Ca akan menghasilkan potensial aksi yang mengubah permeabilitas retikulum sarkoplasma sehingga mengekresikan ion Ca yang akan menyebabkan meningkatnya kuat kontraksi jantung melalui mekanisme sliding filament, jika konsentrasi ion ini terlalu banyak maka jantung akan terus berkontraksi dan tidak dapat berelaksasi sehingga akhirnya jantung akan berhenti berdenyut pada keadaan systole yang disebut kalsium rigor. Kalsium mempotensiasi efek toksin digoxin karena ada Na/ Ca exchanger yang kerjanya bergantung pada gradien natrium untuk memompa keluar kalsium, digoxin mengurangi gradien konsentrasi natrium sehingga konsentrasi kalsium intrasel meningkat yang disebakan oleh menurunnya efflux Ca, hal ini mengarah pada meningkatnya konsentrasi kalsium dalam sel miokardiak dan pacemaker sehingga jantung mengalami kontraksi
(Martini, 2011). Gambar 3. Menjelaskan hubungan ion Ca dan kontraksi miokardium.
Gambar 3. Hubungan ion Ca dan kontraksi otot.
Mekanisme kedua dari digoxin dihubungkan dengan saraf parasimpatik, adanya perubahan pada tekanan darah rata-rata dapat dikenali oleh baroreseptor yang akan meneruskan informasi itu ke pusat kardiovaskuler di batang otak yang mengendalikan keluaran sistim saraf otonom simpatik (SANS) dan parasimpatik (PANS). Suatu peningkatan pada tekanan darah rata- rata menimbulkan perangsangan baroreseptor, menghasilkan peningkatan aktifitas PANS, (menstimulasi vagal central ) memicu bradikardi dan mengurangi aktifitas SANS, yang pada gilirannya menurunkan heart rate, daya kontraksi dan vasokontriksi (Goddman, 1975; Martini, 2011)
Gambar 4. Mekanisme kerja digoxin terhadap vagal tone
Antagonis Aldostron Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosterone menignkat (akibat aktivasi sitem renin-angiotensin-aldosteron), bisa sampai 20 kali kadar normal. Aldosterone menyebbakn retensi Na dan air menyebbakan edeme dan peningkatan preload jantung. Aldosterone mengacu remodeling dan disfungsi ventrikel mellaui peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan poliferasi fibroblast. Karena itu antagonisasi efek aldosterone akan mengurangi progresi remodeling jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat gagal jantung. Pada saat ini ada 2 antagonis aldosterone, yaitu spironolakton dan epierenon (Syarif et al, 2007). Antagonis aldosterone direkomendasikan untuk ditabahn pada (Syarif et al, 2007) : a. Penghambatan ACE dan diuretic kuat pada gagal jantung lanjut (NHYA kelas III-IV) dengan disfungsi sistolik (fraksi ejeksi <= 35%) untuk mengurangi moratalitas dan morbiditas (terbukti untuk spironolakton). b. Penghambat ACE dan -blocker pada gagal jantung setelah infark miokard dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri (fraksi ejeksi <= 40%) dan tanda-tanda gagal jatung atau diabetes untuk mengurangii mortalitas dan morbiditas (terbukti epierenon). Sebelum pemberian obat, periksa dulu kadar kadar K serum (harus <= 5,0 mmol/L) atau klirens keratin > 30 mL/menit. Obat diberikan dengan osis awal yang rendah : spironolakton 12,5 mg, epierenon 50 mg, jika diperlukan. Risiko hyperkalemia meningkat dengan dosis penghambatan ACE yang lebih tinggi (captopril >= 75mg/hari, enalpril atau lisinopril >= 10 mg/hari). Penggunaan obat AINS dan coxib harus dihindari. Kadar K dan fungsi ginjal harus dimonitor dengan ketat: periksa dalam 3 hari dan pada 1 minggu setelah awal terapi dan sedikitnya sebulan sekali selama 3 bulan pertama. Jika kadar K 5,0-5,5 mmol/L, kurangi dosis obat dengan 50%, hentikan obat jika kadar K > 5,5 mmol/L. setelah 1 bulan, jika gejala-gejala gagal jantung belum membaik dan kadar K normal, dosis obat dinaikkan. Periksa lagi kadar K dan kreatinin setelah 1 minggu. Jika terjadi diare atau penyebab dehidrasi lainnya, harus segera ditangan (Syarif et al, 2007).
DJ Goodman et al. 1975. Effect of digoxin on atioventricular conduction. Studies in patients with and without cardiac autonomic innervation. Circulation 51: 251-256. http://www.circ.ahajournals.org/cgi/reprint/51/2/251.
Martini. 2011. Fundamental of Anatomy and Physiology, 4 th edition. Prentice Hall International , Inc. New Jersey
Muchtar,A dan Z.S.Bustami. Obat gagal Jantung dalam Ganiswarna ( eds.). 2002. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Syafit et al. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI