Anda di halaman 1dari 26

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tingkat Pengetahuan dan Sikap
2.1.1. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia, sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.
6

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
Awareness, (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
Evaluation, menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
Adoption, dimana subjek telah perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
6

Pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau dirangsang yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.

7

2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan.
3) Aplikasi (Aplication)
Diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4) Analisis (Analysis)
Diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
sesuatu objek ke dalam sesuatu komponenkomponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi. Dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainnya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis yang menunjukan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
6
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
1) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
8

2) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
orang lain menuju ke arah suatu citacita tertentu, jadi dapat dikatakan
bahwa pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi
sehingga semakin banyak pula menerima pengetahuan yang dimilikinya.
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan dan kehidupan keluargannya.
4) Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu
memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan
kebutuhan- kebutuhan lain yang lebih mendesak.
6
2.1.2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup sesorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-
tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Definisi sangat
sederhana tentag sikap yakni: An individuals attitude is syndrome of response
consistency with regard to object jadi jelas dikatakan bahwa sikap itu sindroma
atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap ini
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.
Salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)
9

atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau tindakan (reaksi
tertutup).
7

Pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam
pembentukan sikap. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-
tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
7
1. Menerima (receiving)
2. Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek)
3. Menanggapi (responding)
Menganggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
4. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain
dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespon.
5. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap
apa yang telah ada diyakini. Seseorang yang telah mengambil sikap
tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko
bila ada orang yang mencomoohkan atau adanya resiko lain.

10

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara
langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan terhadap
objek tertentu.

2.2. Rabies
2.2.1. Definisi
Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai
semua mammalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi, biasanya saliva.
1
Penularan rabies biasanya terjadi melalui gigitan hewan yang telah terinfeksi
pencemaran luka segar atau selaput lendir dengan saliva atau otak hewan yang
telah terinfeksi. Pada kasus tertentu penularan melalui udara dapat juga terjadi.
Virus ini berkembang biak dalam kelenjar ludah. Sangat peka terhadap pelarut
yang bersifat alkalis seperti sabun, desinfektan, alkohol dan lain-lain. Sistem yang
diserang adalah sistem saraf (clinical encephalitis) yang dapat bersifat
paralitik/furious dan glandula salivarius (mengandung sejumlah besar partikel
virus yang berada di saliva).
1
Nama lain rabies adalah rabieshydrophobia, la rage (Perancis), la rabbia
(Italia), la rabia (Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di Indonesia terkenal dengan
nama penyakit Anjing Gila.
3

11

2.2.2. Penyebab

Rhabdovirus berasal dari bahasa Yunani yaitu Rhabdo yang berarti
berbentuk batang dan Virus yang berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan virus
yang mempunyai bentuk seperti batang. Rabies merupakan infeksi akut dari
susunan saraf pusat yang berakibat fatal.
Order : Mononegavirales
Famili : Rhabdoviridae
Genom : Lyssavirus
Spesies : Rhabdovirus (Virus Rabies)
Virus rabies merupakan virus asam ribonuklet beruntai tunggal, berbentuk
peluru dengan diameter 75-80nm termasuk anggota kelompok rhabdovirus.
Glikoprotein tersusun dalam struktur seperti tombol yang meliputi permukaan
virion. Glikoprotein virus terikat pada reseptor asetilkolin, menambah
neurovirulensi virus rabies, membangkitkan antibody neutralisasi dan antibody
penghambat hemaglutinasi, dan merangsang imunitas sel T. antigen nukleokapsid
merangsang antibody yang mengikat komplemen. Antibody netralisasi pada
permukaan glikoprotein tampaknya bersifat protektif. Antibody antirabies
digunakan pada analisisimunofluororescent diagnostic yang umumnyaditujukan
pada antigen nukleokapsid. Isolasi virus rabies dari spesies binatang yang berbeda
dan memiliki perbedaan sifat antigenic dan biologic. Variasi variasi ini
bertanggung jawab terhadap perbedaan dalam virulensi antara isolasi. Interferon
diinduksi oleh virus rabies, khususnya dalam jaringan dengan konsentrasi virus
yang tinggi, dan berperan dalam memperlambat infeksi yang progresif.
1

12


Gambar1. Rhabdovirus
Virus rabies inaktif pada pemanasan; pada temperature 56C waktu paruh
kurang dari 1 menit, dan pada kondisi lembab pada temperatur 37C dapat
bertahan beberapa jam. Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun, etanol 45%.

2.2.3. Sejarah

Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah dikenal
sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan aturan denda
bagi pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia hingga mati telah
dibuat pada zaman kekuasaan raja Hamurabi (2300 SM.

Di Indonesia rabies
pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884), kemudian oleh Penning
pada anjing (1889) dan oleh E. V. De Haan pada manusia (1894), selanjutnya
selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular rabies tidak diketahui dengan
pasti, namun setelah Perang Dunia II peta rabies di Indonesia berubah. Secara
kronologis tahun kejadian penyakit rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), D.I. Aceh (1970),
13

Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara
(1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978),
Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997).
8

Pada akhir tahun 1997, KLB (Kejadian Luar Biasa) rabies muncul di Kab.
Flores Timur, NTT sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari pulau
Buton-Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik rabies. Sampai dengan
saat ini selain beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia yang tersebut diatas
Pulau-pulau kecil di sekeliling Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas rabies
2.2.4. Epidemiologi
Rabies terdapat dalam dua bentuk epidemiologik, yaitu : urban yang
disebarluaskan terutama oleh anjing dan/atau kucing rumah yang tidak diimunisasi
dan sylvatic yang disebarluaskan oleh rubah, raccoon, luwak (mongoos), serigala
dan kelelawar. Infeksi pada manusia cenderung terjadi pada tempat rabies bersifat
enzootic (penyakit yang hadir dalam komunitas hewan tetapi hanya pada sejumlah
kecil) atau epizootic( wabah penyakit pada populasi hewan) yaitu jika terdapat
banyak populasi binatang jinak yang tidak diimunisasi dan manusia kontak dengan
udara terbuka. Kematian karena rabies hanya sekitar 1000 dilaporkan oleh World
Health Organization (WHO) setiap tahun, sedangkan insidensi rabies di seluruh
dunia diperkirakan lebih dari 30.000 kasus pertahun. Asia tenggara, Philipina,
Afrika dan Amerika Selatan tropik adalah area tempat penyakit biasanya terjadi.
Pada beberapa area endemik 1 sampai 2% dari pasien yang diotopsi menunjukkan
tanda-tanda rabies. Peningkatan penyebaran rabies yang hidup di darat dan
peningkatan perjalanan ke negara-negara yang didalamnya terdapat rabies
14

perkotaan telah membuat perhatian mengenai rabies klinis dan pencegahannya. Di
Amerika, rabies manusia sangat jarang, dan sebagian besar kasus sekarang berasal
dari gigitan binatang yang terpajan di Negara-negara yang didalamnya terdapat
endemik rabies anjing.
3

Pada sebagian besar area di dunia, anjing merupakan vektor penting virus
rabies untuk manusia. Akan tetapi, serigala (Eropa timur, daerah kutub utara),
luwak (Afrika Selatan, Karibia), rubah (Eropa Barat) dan kelelawar (Amerika
Selatan) juga merupakan vektor penyakit yang penting. Di Amerika, rabies kucing
sekarang ini dilaporkan lebih sering daripada rabies anjing; sehingga vaksinasi
kucing rumah sangat penting. Di Amerika, rabies pada binatang buas bertanggung
jawab terhadap sekitar 85% rabies binatang yang dilaporkan, dengan anjing dan
kucing hanya sekitar 2-3%. Akan tetapi, sebagian besar kasus profilaksis pasca
pemajanan dihubungkan dengan gigitan anjing dan kucing. Beberapa kasus
penularan rabies dari manusia ke manusia melalui transplantasi kornea juga
pernah ditemukan.
3

2.2.5.

Patogenesis

Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan
selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus rabies tidak
bisa menembus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau
jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada
sambungan neuromuskuler. Setelah virus menempel pada 7 reseptor nikotinik
asetilkolin lalu virus menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik
15

dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100 mm
per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron
dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat
secara efektif transport akson tipe cepat tersebut. Virus melekat atau menempel
pada dinding sel inang.
9

Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin
nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian
secara endositosis virus dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi,
virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan penyatuan diri dengan sel
inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan translasi.
9


Gambar 2. Perjalanan penyakit rabies
16

Genom RNA untai direkam oleh polimerase RNA terkait, varion menjadi 5
spesies mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang
menimbulkan pembentukan RNA keturunan. RNA genomik berhubungan dengan
transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel
berbentuk peluru mendapatkan selubung melalui pertusan yang melalui selaput
plasma.
9

Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar
kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap
sel-sel sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenai system
limbik dimana berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi. Akibat
dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistim limbic ini, pasien akan menggigit
mangsanya tanpa ada provokasi dari luar. Setelah memperbanyak diri dalam
neuron-neuron sentral virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut aferen
dan pada serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat
menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam
jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies menyebar menuju multi organ melalui
neuron otonom dan sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang
bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain.
Replikasi di luar sel saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea.
Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar belakang
genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang,
jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk
bergerak dari titik masuk ke susunan saraf pusat. Gambaran yang paling menonjol
17

dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat
dalam sitoplasma sel ganglion besar.
9

2.2.6. Siklus Hidup Virus
Pertama-tama, virus rabies ini akan melekat atau menempel pada dinding sel
inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor
asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies.
Kemudian secara endositosis virus dimasukan ke dalam sel inang. Pada tahap
penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan penyatuan diri
dengan sel inang yang ia tempati. Lalu terjadilah transkripsi dan translasi. Genom
RNA untai tunggal direkam oleh polimerase RNA terkait, virion menjadi lima
spesies mRNA. mRNAs monosistronik ini menjadi untuk lima protein virion.
Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan
pembentukan RNA keturunan. RNA genomik berhubungan dengan transkriptase
virus, fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk
peluru mendapatkan selubung melalui pertunasan yang melewati selaput plasma.
Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung, sementara
glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagian-
bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk virus
yang baru. Setelah itu virus keluar dari sel inang dan menginfeksi sel inang yang
lainnya. Keseluruhan proses dalam siklus hidup virus rabies ini terjadi dalam
sitoplasma.
Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat
inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler dan
18

menyebar sampai ke susunan saraf pusat. Virus membelah diri disini dan
kemudian menyebar melalui saraf tepi ke kelenjar ludah dan jaringan lain.
Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar belakang
genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang,
jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk
bergerak dari titik masuk ke susunan saraf pusat. Terdapat angka serangan yang
lebih tinggi dan masa inkubasi yang lebih pendek pada orang yang digigit pada
wajah atau kepala.
Virus rabies menghasilkan inklusi sitoplasma eosinofilik spesifik, badan
Negri, dalam sel saraf yang terinfeksi. Adanya inklusi seperti ini bersifat
patognomonik rabiestetapi tidak terlihat pada sedikitnya 20% kasus. Karena itu,
tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan diagnosis rabies. Virus rabies
memperbanyak diri diluar susunan saraf pusat dan dapat menimbulkan infiltrat
dan nekrosis seluler dalam kelenjar lain, dalam kornea, dan di tempat lain.









19












Gam
bar 3. Skema patogenesis infeksi virus rabies
2.2.6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi rabies pada anjing 10-15 hari, dan pada hewan lain 3-6 minggu
kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Masa inkubasi pada
manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa
tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari
pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang (2-7
tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi.4,5,11 Masa inkubasi bisa tergantung
pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus yang terlibat,
dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu masuknya ke susunan saraf
pusat.
10

20

Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke
otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kira kira 60 hari, pada gigitan di tangan
masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari.
3,9,10

2.2.7. Gejala Klinis
1. Pada Hewan
Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium:
11,12,13

a. Stadium Prodromal
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat
berlangsung antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya
perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai mencari tempat-
tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil
melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya.
Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak
bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti
oleh kenaikan suhu badan.
b. Stadium Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal,
bahkan dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang,
menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan hipersalivasi.
Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung terkesan
lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotopobi
21

atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara
berlebihan dan tampak ketakutan.
c. Stadium Paralisis
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit
untuk dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada
kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau,
sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.
2. Pada Manusia
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium:
12,13

a. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat
adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal,
merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri
di tenggorokan selama beberapa hari.
b. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat
bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan terhadap ransangan sensoris.
c. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan
gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan
terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya
selalu merintih sebelum kesadaran hilang.
22

Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak
beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi
argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku
kejang.
d. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi.
Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,
melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena
gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis
otot-otot pernafasan.

2.2.8. Tipe Rabies Pada Anjing
Anjing muda lebih relatif lebih peka dibandingkan hewan dewasa. Masa
inkubasi rata-rata 3-6 minggu dengan variasi yang tinggi, dapat 10 hari atau 6
bulan, jarang kurang dari 2 minggu atau lebih dari 4 bulan. Virus rabies dijumpai
pada air liur anjing segera setelah gejala klinis tampak.
12,13

Ada tiga tipe rabies pada hewan yaitu:
1. Rabies Ganas
- Tidak menuruti lagi perintah pemilik.
- Air liur keluar berlebihan.
- Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui
dan ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.
23

- Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak
timbul atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.
2. Rabies Tenang
- Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.
- Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.
- Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar
berlebihan.
- Kematian terjadi dalam waktu singkat.
3. Bentuk Asimtomatis:
Hewan tidak menunjukkan gejala sakit dan atau hewan tiba-tiba mati.
Pada anjing dan kucing biasanya bersifat ganas. Masa inkubasi 10-60 hari
namun bisa juga lebih lama. Air liur binatang sakit yang mengandung
virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran. Rabies pada kucing
mempunyai gejala atau tanda-tanda yang hampir sama dengan gejala
pada anjing, seperti menyembunyikan diri, banyak mengeong, mencakar-
cakar lantai dan menjadi agresif. Pada 2-4 hari setelah gejala pertama
biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang.
11,12

2.2.9. Diagnosis
Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan kurang bisa
dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia dan aerofobia.
Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan:
10,13
24

1. Darah rutin
Dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000-13000/mm) dan penurunan
hemoglobin serta hematokrit.
2. Urinalisis
Dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.
3. Mikrobiologi
Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah
onset.

2.2.10. Diagosis Banding
Rabies harus dipikirkan pada semua penderita dengan gejala neurologik,
psikiatrik atau laringofaringeal yang tak bisa dijelaskan, khususnya bila terjadi di
daerah endemis atau orang yang mengalami gigitan binatang pada daerah endemis
rabies.
3

Penderita rabies harus dibedakan dengan rabies histerik yaitu suatu reaksi
psikologik orang-orang yang terpapar dengan hewan yang diduga mengidap
rabies. Penderita dengan rabies histerik akan menolak jika diberikan minum
(pseudohidropobia) sedangkan pada penderita rabies sering merasa haus dan pada
awalnya akan menerima air dan minum, yang akhirnya menyebabkan spasme
laring.
3

Tetanus dapat dibedakan dengan rabies melalui masa inkubasinya yang
pendek, adanya trismus, kekakuan otot yang persisten diantara spasme, status
mental normal, cairan serebrospinal biasanya normal dan tidak terdapat
25

hidropobia. Ensefalitis dapat dibedakan dengan metode pemeriksaan virus dan
tidak dijumpai hidropobia.Rabies paralitik dapar dikelirukan dengan Syndroma
Guillain Barre transverse myelitis, Japanese ensefalitis, herpes simpleks
ensefalitis, poliomielitis atau ensefalitis post vaksinasi. Pada poliomielitis saat
timbul gejala neurologik sudah tidak ada demam, dan tidak ada gangguan
sensorik. Ensefalitis post vaksinasi rabies terjadi 1 :200 1:1600 pada vaksinasi
nerve tissue rabies vaccine, dibedakan dengan mulai timbulnya gejala cepat,
dalam 2 minggu setelah dosis pertama. Pemeriksaan neurologik yang teliti dan
pemeriksaan laboratorium berupa isolasi virus akan membantu diagnosis.
3

Diagnosa banding dalam kasus pasien suspek rabies meliputi banyak penyebab
dari ensephalitis, yang pada umumnya karena infeksi dari virus seperti
herpesvirus, enterovirus, dan arbovirus. Virus yang sangat penting untuk dijadikan
diagnosa banding adalah herpes simpleks tipe 1, varicella-zooster dan enterovirus
seperti coxsackievirus, echovirus, poliovirus, dan enterovirus manusia 68 hingga
71. Faktor epidemilogik seperti cuaca, lokasi geograpi, umur pasien, riwayat
perjalanan, dan pajanan yang mungkin untuk tergigit binatang dapat membantu
menolong penegakan diagnosa.
1

2.2.11. Penanganan Rabies
Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera
mungkin.
26

1. Berikut ini beberapa tips dan langkah-langkah penanganan luka gigitan:
Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas dengan
air bersih mengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih dan
dapat ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%.
2. Segera ke Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit untuk mencari
pertolongan selanjutnya.
Di Puskesmas/Rabies Center/ Rumah Sakit dilakukan:
14
1. Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir
selama 10-15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat
merah, dan lain-lain).
2. Lakukan eksplorasi pada luka. Lakukan pembersihan dengan NaCl 0,9%,
atau dengan H2O2 3%.
3. Luka yang ada jangan dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa dilakukan
penjahitan secara longgar dengan menggunakan benang non absorbable,
dan dipasang drain.
4. Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml im pada hari 1, 7, 14 dan hari ke-28 .
Tidak ada pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa.
5. Dapat dikombinasikan dengan antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi
kuman atau bakteri yang lain.

VAR ( Vaksin Anti Rabies)
a. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
-Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab).
27

-Kemasan: Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut
sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
-Dosis :Dewasa/anak sama yaitu hari ke 0 (pertama berkunjung ke
Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit). Diberikan 2 dosis
masing-masing 0,5 ml diberikan intramuskuler di deltoideus
kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara
intramuskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila VAR Verorab
+ SAR perlu diberikan booster pada hari ke 90.
- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment).
Vaksinasi Dosis Waktu Pemberian
Dasar 0,5 ml 0,5 ml 4x Pemberian :
Hari Ke-0 : 2x
sekaligus
(Deltoid Kiri dan
Kanan)
Hari Ke 7 dan Ke 21
Ulangan 0,5 ml 0,5 ml Hari ke 90

b. Suckling Mice Brain Veccine (SMBV)
- Produksi Bio Farma Bandung.
- Kemasan : Dosis berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml
dan Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul
pelarut @ 0,4 ml.
- Cara pemberian : Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara subcutan
(sc) di sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk
vaksinasi ulang disuntikkan secara intracutan (ic) di
bagaian fleksor lengan bawah.
28

- Dosis : Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap hari sub cutan didaerah
sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,25 ml diberikan ke
11,15,30 dan 90 secara intra cutan dibagian fleksor
lengan bawah. Anak-anak 3 tahun ke bawah, dasar 1
ml diberikan 7x setiap hari subcutan disekitar daerah
sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,1 ml diberikan hari
ke 11,15,30,dan 90 secara intra cutan dibagian fleksor
lengan bawah. Pemberian SMBV + SAR (Serum Anti
Rabies) Jadwal pemberian VAR dasar sama ulangan
boostar jadwalnya 11, 15, 25, 35, dan 90.
- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment).
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian Keterangan

Dasar 1ml 2ml 7x Pemberian :
diberikan setiap hari

Anak < 3th

Ulangan 0,1ml 0,25ml 0,1 ml 0,25 ml Hari
Ke-11, 15, 30,
dan 90


2.2.12. Pencegahan Rabies
Anjing merupakan peliharan domestik dan keluarga yang banyak diminati.
Sehingga jumlah populasi binatang ini semakin meningkat di dunia, sehingga
perlu sekali adanya panduan untuk mencegah gigitan anjing. Pencegahan dapat
dimulai dari kejelian pemilihan jenis anjing saat akan dipelihara dan edukasi
terhadap anak kecil berumur di bawah 14 tahun dan orangtua. Sebab angka
tertinggi gigitan anjing pada anak dengan usia dibawah 14 tahun. Sedangkan
beberapa jenis ras anjing memiliki tingkat agresifitas yang berbeda-beda. Anjing
seperti pit bul, chow-chow, bull terrier, dan collie memiliki tingkat agresifitas
tinggi dan tingkat penyerang yang tinggi. Anjing seperti dalmation, boxer, spaniel,
29

dan labrador memiliki tingkat agresifitas yang rendah dan cocok sebagai anjing
keluarga.
15
Ada beberapa sikap yang perlu diperhatikan untuk mencegah adanya gigitan
anjing:
Jangan pernah mendekati anjing yang tidak dikenali.
Jangan pernah lari ataupun menjerit di depan anjing.
Cobalah untuk berpura-pura seperti pohon, ketika didekati oleh anjing.
Jika dicoba untuk diserang, mencobalah untuk tenang dan nampak seperti
batang kayu.
Hindari anak-anak untuk bermain dnegan anjing tanpa didampingi
orangtua.
Segera laporkan jika ada anjing yang tersesat ataupun nampak bersikap
aneh.
Hindari kontak langsung mata dnegan anjing.
Jangan ganggu anjing yang sedang makan, tidur, ataupun sedang merawat
anaknya.
Jangan pelihara anjing tanpa membiarkan anjing tersebut membaui anda
terlebih dahulu.
Beritahukan anak-anak agar melaporkan jika adnaya gigitan anjing
kepada orang dewasa sesegera mungkin.
15

Dalam menanggulangi penularan rabies, selain mencegah adanya transmisi
rabies dari binatang melalui gigitan, beberapa langkah lainnya juga dilakukan.
Seperti adanya edukasi untuk kesehatan masyarakat mengenai rabies. Tindakan
esensial yang perlu dilakukan adalah edukasi terhadap masyarakat mengenai
rabies, pertanggungjawaban dari pemilik hewan peliharaan jika peliharannya
menggigit orang lain, dan vaksin serta perawatan hewan berkala. Peningkatan
adanya paparan rabies terhadap binatang dan manusia dapat dicegah melalui
peningkatan kesadaran mengenai: rute transmisi rabies, menghindari kontak
dengan hewan liar, ikuti perawatan hewan peliharaan secara berkala. Pengenalan
dan laporan dini mengenai kemungkinan terpaparnya rabies, kepada profesi medis
dan pemegang otoritas kesehatan masyarakat sangatlah penting.
16
30

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah eliminasi paparan terhadap binatang
dan manusia dengan menyediakan terapi dini berupa perawatn luka dan
administrasi dari vaksin rabies. Dilakukannya vaksinasi terhadap hewan peliharan
terutama anjing juga sangatlah penting untuk dilakukan.
16

2.2.13. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies. Biasanya timbul pada
fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intrakranial;
kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas
hormon antidimetik (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,
hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat lokal
maupun generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi.
Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan alkalosis
respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernafasan terjadi pada fase
neurologik akut. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan
gangguan otonomik.
3


Cambar .4 gambaran klinis penderita rabies


31

2.2.14. Prognosis
Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah
mencapai sistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari kepustakaan
dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari rabies namun sejak tahun 1972 hingga
sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis seringkali
fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian terjadi 2-3
hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun paralisis
generalisata. Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yang melibatkan
lebih dari 800 kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis yang segera
mendapat perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival
100%.
3

Anda mungkin juga menyukai