Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS BERBASIS RISET KEWIRAUSAHAAN

DI PERGURUAN TINGGI 1
Prof. Dr. H. Mukhidin, S.T., M.Pd. 2

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, saya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat,
1. Pimpinan Yayasan Pencerdasan Bangsa dan pengurus.
2. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mulia Pratama dan jajarannya yang telah berkenan
memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan orasi ilmiah yang berjudul “Universitas
Berbasis Riset Kewirausahaan di Perguruan Tinggi”
3. Para guru besar, dosen, para mahasiswa, tata usaha, dan civitas akademika STIE Mulia Pratama
4. Pimpinan Kopertis Wilayah IV dan pimpinan daerah setempat.
5. Para orangtua dan para wisudawan.

Para hadirin yang kami muliakan,


Kondisi riil perekonomian Indonesia menurut data Departemen Dalam Negeri 2004 terdiri atas
17.499 pulau yang ada di Indonesia, hanya 7.870 yang bernama. Pulau-pulau yang dimiliki Indonesia itu
juga berkurang jumlahnya karena sebelumnya jumlah pulau negara ini mencapai 17.508. Adanya ribuan
pulau yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus terintegrasi antara satu pulau dan
lainnya, sehingga tidak adanya kesenjangan atau gap antar pulau. Hasil riset sementara menjelaskan
bahwa daerah-daerah (di tanah air) yang sejak tahun 1970 smpai atau di luar Jawa dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Wilayah Indonesia bagian timur dulunya daerah tertinggi namun sekarang
menunjukkan adanya peningkatan yang terus menerus.
Menurut laporan Energy Information Administration (EIA) Januari 2008, disebutkan bahwa total
produksi minyak Indonesia rata-rata sebesar 1,1 juta barel per hari, dengan 81% (atau 894.000 barel)
adalah minyak mentah (crude oil). Untuk produksi gas alam, Indonesia sanggup memproduksi 97,8 juga
kubik. Sebagai informasi, Indonesia masuk dalam daftar ke-9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan
urutan pertama di kawasan Asia Pasifik. Sayangnya, hampir 90% dari total produksi (red: gas) tersebut

1
Orasi Ilmiah disampaikan pada Wisuda STIE Mulia Pratama VIII pada hari Sabtu, 17 Oktober 2009
2
Dekan FPTK Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

1
berasal dari 6 MNC, yakni: Total (diperkirakan market share-nya di tahun 2004, 30%), Exxon Mobil
(17%), Vico (BP-Eni Joint Venture, 11%), ConocoPhillips (11%), BritishPetroleum (6%), dan Chevron
(4%). Stok gas bumi mencapai 187 trilium kaki kubik atau akan habis dalam waktu 68 tahun dengan
tingkat produk per tahun sebesar 2,77 triliun kaki kubik. Cadangan batu bara ada sekitar 18,7 miliar ton
lagi atau dengan tingkat produksi 170 juta ton per tahun berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan selama
110 tahun. Sebanyak 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas) di
Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional (asing). Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar
14,6 persen.
Potensi sumber daya alam yang ada di wilayah Indonesia sangatlah besar, dimulai dari
pertambangan hingga pertanian sangatlah berlimpah. Pada saat ini jumlah wirausahawan yang ada di
Indonesia pada tahun 2007 hanya tumbuh 0,18% atau sekitar 400 ribu, jauh dari ideal yang berjumlah 2%
dari populasi penduduk sebuah negara. Pendapatan masyarakat Indonesia belum merata, hal ini bisa
terlihat dari UMR tiap daerah yang berbeda-beda. Berikut tabel UMR pada tiap wilayah di Indonesia
berdasarkan data dari APINDO per 2009.

Propinsi Kabupaten Sektor 2010 2009 2008


DKI Jakarta Non-Kabupaten Non-Sektor 0 1.069.865 972.604
NAD Kota Banda Aceh Otomotif 0 0 1.000.000
Jawa Timur Kab. Gresik Perdagangan/Jasa 0 0 803.652
DIY Non-Kabupaten Non-Sektor 0 700.000 586.000
Sumatera Selatan Non-Kabupaten Non-Sektor 0 824.730 743.000
Sumatera Barat Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 700.000
Sumatera Utara Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 822.205
Riau Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 800.000
Kep. Riau Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 833.000
Jambi Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 724.000
Bangka Belitung Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 813.000
Bengkulu Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 683.528
Lampung Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 678.900
Jawa Barat Non-Kabupaten Non-Sektor 0 628.191 568.193

2
Kab. Bogor Non-Sektor 0 0 873.231
Kota Depok Non-Sektor 0 0 962.500
Kab. Purwakarta Non-Sektor 0 0 763.000
Kota Bekasi Non-Sektor 0 0 994.000
Kab. Bekasi Non-Sektor 0 0 980.589
Kab. Sumedang Non-Sektor 0 0 886.000
Kab. Karawang Non-Sektor 0 0 912.225
Kota Bandung Non-Sektor 0 0 939.000
Kab. Bandung Non-Sektor 0 0 895.980
Banten Non-Kabupaten Non-Sektor 0 917.500 537.000
Kab. Tangerang Non-Sektor 0 0 953.850
Kota Cilegon Non-Sektor 0 0 978.400
NAD Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 1.000.000
Bali Non Kabupaten Non Sektor 0 760.000 0
Kab. Badung Non-Sektor 0 0 605.000
Kota Denpasar Non-Sektor 0 0 800.000
Kab. Gianyar Non-Sektor 0 0 760.000
Kab. Jembrana Non-Sektor 0 0 737.500
Kab. Karangasem Non-Sektor 0 0 712.320
Kab. Klungkung Non-Sektor 0 0 686.000
Kab. Bangli Non-Sektor 0 0 685.000
Kab. Tabanan Non-Sektor 0 0 685.000
Kab. Buleleng Non-Sektor 0 0 685.000
NTB Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 730.000
NTT Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 650.000
Kalimantan Barat Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 645.000
Kalimantan Selatan Non Kabupaten Non Sektor 0 0 825.000
Kalimantan Tengah Non Kabupaten Non Sektor 0 0 765.868
Kalimantan Timur Non Kabupaten Non Sektor 0 955.000 815.000
Maluku Non Kabupaten Non Sektor 0 0 700.000

3
Maluku Utara Non Kabupaten Non Sektor 0 0 700.000
Gorontalo Non Kabupaten Non Sektor 0 0 600.000
Sulawesi Tenggara Non Kabupaten Non Sektor 0 0 700.000
Sulawesi Tengah Non Kabupaten Non Sektor 0 0 670.000
Sulawesi Selatan Non Kabupaten Non Sektor 0 905.000 740.520
Sulawesi Barat Non Kabupaten Non Sektor 0 0 760.500
Papua Non Kabupaten Non Sektor 0 0 1.105.500
Jawa Tengah Non-Kabupaten Non-Sektor 0 0 547.000
Kab. Boyolali Non Sektor 0 718.500 0
Kab. Brebes Non Sektor 0 575.000 0
Kota Semarang Non Sektor 0 838.500 0
Kab. Semarang Non Sektor 0 838.500 0
Kab. Sukoharjo Non Sektor 0 710.000 0
Kab. Sragen Non Sektor 0 687.000 0
Kab. Karanganyar Non Sektor 0 0 719.000
Kab. Wonogiri Non Sektor 0 650.000 0
Jawa Timur Kab. Mojokerto Non Sektor 0 971.624 0
Kota Malang Non-Sektor 0 945.373 0
Kota Madiun Non Sektor 0 645.000 522.750
Kab. Blitar Non Sektor 0 570.000 0
Kab. Gresik Non Sektor 0 971.624 0
Kab. Pasuruan Non Sektor 0 955.000 0
Kab. Sidoarjo Non Sektor 0 955.000 0
Kab. Malang Non Sektor 0 954.500 0
Kota Surabaya Non Sektor 0 948.500 0
Kota Batu Non Sektor 0 879.000 0
Kota Kediri Non Sektor 0 856.000 0
Kab. Kediri Non Sektor 0 825.000 0
Kota Pasuruan Non Sektor 0 805.000 0
Kab. Tuban Non Sektor 0 798.000 0

4
Kab. Jember Non Sektor 0 770.000 0
Kota Mojokerto Non Sektor 0 760.000 0
Kab. Lamongan Non Sektor 0 760.000 0
Kab. Jombang Non Sektor 0 752.500 0

Rencana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 – 2014 adalah 6 – 6,1 %, semula direncanakan
6,3 % namun karena krisis keuangan global, pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator Perekonomian
merevisi rencana tersebut. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6 – 6,1 % akan bergerak sesuai dengan rencana
apabila seluruh komponen perekonomian termasuk pendidikan berjalan sesuai dengan targetnya masing-
masing. Pendidikan dan penyerapan tenaga kerja yang siap pakai akan sangat menunjang pertumbuhan
ekonomi. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan di sektor ekonomi diperlukan SDM yang berjiwa
wirausaha. Saat ini kondisi Indonesia dalam hal yang SDM wirausaha, pada saat ini jumlah wirausahawan
yang ada pada tahun 2007 hanya tumbuh 0,18% atau sekitar 400 ribu, jauh dari ideal yang berjumlah 2%
dari populasi penduduk sebuah negara.
Untuk meningkatkan dan menumbuhkan SDM yang memiliki kewirausahaan terlebih dahulu kita
harus melihat kaitan psikologik dengan demografi dan paedagogi. Seperti ditunjukkan di bawah ini:

5
Hadirin yang kami muliakan,
Dari piramida tersebut kita juga harus dapat menghubungkan dengan kaitan antara jenjang
pendidikan mulai SD sampai Perguruan Tinggi seperti digambarkan di bawah ini. Dari jenjang tersebut
kita dapat melihat pula setelah mereka lulus mereka memperoleh jabatan apa. Pertanyaan selanjutnya,
siapakah yang harus menjadi tenaga wirausaha untuk menggerakkan ekonomi mikro. Dari gambar
tersebut bahwa yang paling strategis adalah Sarjana Strata I, karena mereka memiliki cakrawala pandang
yang relatif masih baru dan dapat dikembangkan menjadi tenaga wirausaha muda.
Usahawan ini adalah mereka yang selalu melakukan inovasi, inovasi baru dalam menciptakan
produk baru, jasa baru, dan peluang-peluang pasar. Peningkatan wirausaha sebesar 1,9% saja akan mampu

6
menggerakkan ekonomi mikro di seluruh Indonesia. Dengan demikian penduduk pra sejahtera akan dapat
ditingkatkan ke level yang lebih tinggi sejahtera pratama dan seterusnya seperti ditunjukkan pada gambar
di bawah ini.

7
Yang menjadi persoalan adalah bagaimana strategi dalam melahirkan wirausaha tersebut.
Perguruan tinggi sebagai agen pembaharuan seyogyanya harus mampu menciptakan manusia
entrepreneur yang akan mendongkrak perekonomian Indonesia.
Strategi penciptaan tenaga wirausaha dalam mencetak SDM yang unggul oleh perguruan tinggi
adaah harus dimulai dari perguruan tinggi. Karena perguruan tinggi sebagai inovator atau pembaharu
dalam masyarakat.
Perguruan tinggi mempunyai tridharma yakni pendidikan, pengabdian masyarakat dan penelitian.
Fungsi pendidikan jelas dilakukan oleh perguruan tinggi dalam upaya menghasilkan lulusan SDM yang
berkualitas, fungsi pengabdian kepada masyarakat yang merupakan dharma kedua sebagai perwujudan
civitas akademika untuk mengabdikan perolehan ilmunya di perguruan tinggi kepada masyarakat.
Sehingga apa yang dikajinya selama ini di perguruan tinggi kepada masyarakat. Sehingga apa yang
dikajinya selama ini di perguruan tinggi tidak terlalu senggang dengan masyarakat. Dharma yang ketiga,
penelitian, semua perguruan dalam mengembangkan ilmunya seyogyanya berbasis kepada riset. Riset ini
merupakan ciri khas perguruan tinggi, dengan cara ini, diharapkan terdapat pemahaman tentang
universitas, daripada salah pendapat antara logika pemahaman awam dengan logika pasaran kerja,
sekaligus menuntut upaya intelektual dan sosial menjadi benteng untuk nilai-nilai bumi/dunia dan tempat
berteduh warisan budaya.
Oleh sebab itu, universitas perlu diberikan otonomi yang lebih luas, bebas dan berdikari, apalagi
untuk menuntut ilmu serta mencari kebenaran, agar ia dapat merencanakan wawasan baru selaras dengan
pembangunan masa depan melalui pencarian penyelesaian tertentu berlandaskan kesarjanaan dan ilmu
pengetahuan. Balderston mengatakan:
The university is … society’s main respository of systematic knowledge and its main contributor to
tomorrow’s scientific and humanistic understanding. [ it ] … it designed precisely for that mission
… Other types of enterprise and institutions may therefoe need to pay special attention to the
university as the archetype of the organization where discovery and transmission are both reasons
for existence and the occasion for enduring satisfaction.
Karena itu, ia juga harus berupaya memberikan bimbingan kepada pembentukan kepemimpinan
masa depan, selain memberi latihan dalam pendidikan tinggi. Menurut Van Ginkel, Rektor United Nation
University merangkap United Nations Under-Secretary-Genderal:
University autonomy and academia freedom have been granted to universities to be able to
antribute in truly innovative ways to the future of society, to best benefit and interest of society. All
societies that have forgotten this crucial thruth about universities have ultimately suffereddecline.
Institutional anatomy and academic freedom will again be crucial in the preparation of present

8
generations for the ‘new’ world they will live in, appealing to the best of all capacities, including
creativity and imagination.

Yang anehnya, menurut Ruben, dalam hal kepemimpinan inilah rata-rata universitas memerlukan
pertimbangkan dan perbaikan, dia menganggap kepemimpinan sebagai salah satu dari delapan paparan
untuk kecemerlangan dalam pendidikan tinggi, dia merumuskan bahwa pendekatan survival-of-the-fittest
tidak lagi sesuai, dan satu paradigma baru diperlukan. Hatta:
A new paradigm is needed, one that reflects the academy’s core values and competencies relative
to discovery, learning, and engagement. Higher education needs a paradigm that raeffirms, for
ourselves, the values and benefits of the kinds of educational experiences we have long advocated
for others – and one that devotes the attention and resources necessary to effectively those values
into practice.

Jelas, bahwa satu model universitas dan kepemimpinan baru amat diperlukan. Sedangkan
universitas sering didesak supaya mengamalkan budaya korporat dan bergerak menjawab kehendak pasar,
malangnya kepemimpinan universitas dikekang dengan berbagai faktor yang tidak langsung dialami oleh
pasar dan pemimpin organisasi korporat sebenarnya. Pendapat ini banyak disetujui oleh seorang yang
amat berpengalaman dalam mengurus universitas, Presiden Emeritus Cornell University, Frank Rhodes.
Berdasarkan pengalaman Jepang sebagai contoh, universitas mulanya mengalami transformasi
kepada sebuah institusi yang bebas, termasuk staf akademik yang tidak lagi berfungsi sebagai
kepanjangan tangan rakyat. Hal ini dilaporkan sebagai langkah awal ke arah pardigma baru bagi
universitas di negara Jepang supaya lebih bersaing, walaupun tahap saingan Jepang sudah tinggi.
Perkembangan yang serupa terlaksana di Indonesia baru-baru ini apabila otonomi penuh (dalam istilah
Indonesia “Mandiri”) diberikan kepada enam universitas utama, dan diagendakan keseluruhan untuk yang
lain menjelang tahun 2010 nanti.
Di Australia, menurut satu kajian baru-baru ini:
Demands for more entrepreneurial, risk-seeking academic behaviour is often stifled by
bureaucratic structures that reinforces status differences and the respective boundaries between
management and employess. An obvious strategy in counteracting this situation is the recognition
that university leadership is fundamentally different to, but just as critical to competitive
sustainability, as is management. That is more attention needs to be paid to the “creation of ideas
and the motivation and celebration of people” in universities rather than the current management
focus of controlling resources and things.

9
Maka tidak heran banyak negara Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) dilaporkan mengalami perubahan, sekop perubahannya adalah ke arah mendapatkan otonomi
yang lebih dalam kerangka pertanggungjawaban baru yang diberikan kepada universitas.
Begitu penting dan relevannya isu otonomi kepada pendidikan tinggi dapat dirasakan dengan
adanya konferensi meja bundar khas – Insitutional Autonomy in Higher Education – anjuran AUNP baru-
baru ini pada 13 – 15 Januari di Spanyol. Konferensi tersebut mengakui walaupun soal otonomi ini agak
kontroversial pada dekade yang lalu, tetapi sekarang wujud kecenderungan ke arah pelaksanaannya sesuai
dengan perjalanan waktu. Baik di EU sendiri juga otonominya sering dikuasai oleh beberapa peraturan,
sehingga menghadapkan skopyang benar untuk membuat keputusan dalam mengurus universitas.
Umumnya bagi universitas-universitas di ASEAN, keadaannya adalah lebih baik lagi.
Oleh karena itu untuk perbandingan, perspektif pengalaman kepemimpinan universitas di Amerika
Serikat mungkin dapat dijadikan contoh karena terbukti universitas di negara itu mempunyai record
pencapai yang lebih menyeluruh. Seperti pendapat Frank Rhodes dalam buku The Creation of the Future.
The sponsorship of American Research universities is distinction. There is no one sponsor, no
overseeing ministry, no national plan or government regulation. Decentralised, feistily
independent, uncoordinated, pluralistic. American universities have been opportunities. The
pattern of state control and centralised funding, so typical of most European universities, is in
United States replaced by decentralised system …

Rhodes membicarakan hal ini dengan universitas yang mana kerajaan pusat mengawal bukan saja
pengurusan kemasukan dan program institusi, tetapi juga perbelanjaan serta penilaian setiap jabatan
akademik, kelanjutan dari perancangan, pembiayaan dan kawalan ketat pendidikan tinggi (rigidly
planned, budgeted and controlled) oleh Kementerian Pusat.
Tambahan juga, menurut satu kajian:
Local factors and global dynamics are thus intertwined in new ways requiring fresh approaches to
domestic and international policy … Domestic innovation will not be possible without access to
international markets; access to international markets will not be possible without domestic technological
innovation. Reforms at the national level will require major adjustments in educational systems inherited
from models that are anthithecal to the demands of the knowledge economy.

Keperluan untuk perubahan amat jelas daripada kajian tersebut, khususnya di negara membangun
apabila dirumuskan:
The historical origins of the current educational systems in the developing world are not as
important as their legacy. The industrialized countries from which these models were copied have
over the decades reformed their own systems but the many of the developing countries that

10
adopted the models still continue the classical models now abandoned by their countries of origin.
Such developments have not happened in many developying nations where still today much of the
research community is isolated from the industrial sector and contributes very little to the
country’s innovation. In many cases, the research community is a drain on resources with few
return.

Sebagai rumusam, K.J. Ratman dalam buku The Scientific Enterprise membahas tentang perkara
yang serupa yang mana universitas wajar berubah mengambil perannya sebagai sebuah institusi intensif
penyelidikan. Walau bagaimanapun, umumnya hal ini bergantung pada pengaruh dasar yang ditetapkan
oleh pihak yang berwajib. Di Jepang, misalnya, pada tahun 2001 usaha bergelar “Hiranuma Plan” telah
menunjukkan kesan apabila ia dilancarkan bersama-sama 15 cadangan dasar yang antaranya bertujuan
meningkatkan lagi aktivitas perniagaan dari universiti. Lebih dari itu, ia menjalankan keanggotaan 1.000
buah sarikat perniagaan (creating “1.000 Venture Firms Sprung From Universities”, through the strategy
of reforming universities and transferring technology from academia to industry) dalam jangka waktu
tertentu.
Selain daripada itu, sejak pengkorporatan universiti Jepang bermula pada April 2004, Jepang juga
turut mendirikan banyak Organisasi Perlesenan Teknologi (Technology Licensing Organization, TLO),
dalam usaha memanfaatkan lagi hasil penyelidikan. Sampai sekarang masih terus menggalakkan.
Misalnya Juli 2004, sejumlah 41 institusi berikrar sebagai TLO di bawah Law For Promoting University-
Industry Technology Transfer (TLO Law). Sedangkan jumlah serikat berasaskan universiti meningkat
menjadi 531 pada akhir tahun 2002, mendekati 1.000 serikat seperti yang disasarkan. Bilangan paten yang
ditanam, geran paten, perlesenan dan kontrak pilihan juga dilaporkan meningkat hasil dari tindakan
kerajaan ini.
Tegasnya, TLO didirikan sebagai usaha untuk mengeluarkan negara Jepang dari kemelesetan
ekonomi berlandaskan kepada 3 fungsi utama, yaitu:
First to discover and evaluate research acievements of university researchers. Second, if some
valuable achievements are found, the TLO secures the research achievement by obtaining patent
rights for them in order eventually to license them to private enterprises and to receive royalty on
the license. Finally, the TLO distributes the money to researchers as research funds. In that TLOs
regards research at universities as business opportunities, TLO activities can be considered to be
profit making. It is expected that stronger business relations between the private sector and
universities will be estabilished through further activating TLOs.

Jepang juga mendukung pembentukan serikat yang muncul dari universitas dengan cara memberi
subsidi aktiviti R & D.

11
Pengarah National Science Foundation (NSF) di Amerika Serikat, Rita Colwel, melaporkan bahwa
ia merupakan hasil desakan yang tinggi terhadap penyelidikan dan pelabuhan R & D.
Di masyarakat tentang hal ini, Colwel membayangkan, “Interdisciplinary and integrative research
has become synonymous with all things modern and progressive about scientific research”. Beliau
membayangkan betapa penghasilan ilmu itu sendiri sudah berubah dan menyebabkan transformasi cara
‘lama’ membuat penyelidikan kepada yang ‘baru’. Sementara cara lama dicirikan sebagai “homogeneus,
disciplinary, hierarchical, permanent”, sedangkan yang baru sebagai “heterogenous, interdisciplinary,
horizontal, fluid”.
Tegas Rhodes, “The silos of the departments will topple as new approaches to be wildering issues
are pursued with new vigor by scholar in mind-boggling combinations of once insular and isolated
disciplines”. Tambah Wilson, “The ongoing fragmentation of knowledge and resulting chaos in
philosophy are not reflections of the real world but artifacts of scholarship”. Ini bermakna diperlukan satu
keandalan agar perkembangan yang kreatif dapat berlaku secara spontan sebagai satu budaya berpikir
berkelanjutan dalam usaha untuk memperkaya keadaan. Salah satu contoh proses penyelidikan dan cara
pengurusannya yang kini mengalami perubahannya sendiri.
Model R & D linear, yang agak menonjol pada tahun 1950-an sehingga pertengahan tahun 1970-
an hasil dari pemulihan Perang Dunia Kedua mengalami peralihan. Ini termasuk dukungan dari
perjalanan semula ekonomi sehingga awal tahun 1960-an dan pertumbuhan mendadak industri
mikroelektronik (sampai tahun 1970-an). Namun, mulai tahun 1980-an generasi R & D ketiga, keempat
dan kelima berasaskan inovasi awal mengambil alih secara berturut-turut dalam masa tiga dekade. Tahap
kecanggihan R & D menjadi lebih kompleks memandangkan terdapat unsur-unsur baru yang dikenal pasti
di dalamnya. Oleh karena itu, pembicaraan tentang R & D sering mengalami beberapa kekeliruan tentang
apakah sebenarnya peralihan yang sedang berlaku. Apa pun, yang jelas inovasi merupakan fokus penting
dalam aspek R & D; teknologi membolehkan berbagai aktiviti maya mendukung R & D sementara aspek
pengurusan R & D penting untuk membolehkan inovasi ilmu pengetahuan berlaku dengan licin.
Sebaliknya, masyarakat dan negara mendapat manfaatnya apabila ide baru hasil dari R & D memasuki
pasaran. Ia akan menggantikan konsep pemindahan teknologi ke arah satu sistem inovasi.
Kini, kecenderungan R & D generasi yang mutakhir, yakni R & D keempat (R&D4) dan kelima
(R&D5), mendekati mekanisme yang dikatakan lebih sesuai dengan alat baru seperti dalam jadwal 4.
Fokus R&D5 adalah satu sistem inovasi yang menyeluruh dan berlandaskan usaha sama dalam
mendefinisi sejajar ilmu baru. Kaitan mendatar melalui konsorsium, perserikatan, dan rekan kongsi adalah

12
kuat. Jaringan pembelajaran saling bergantung (simbiosis) mencakup manusia dan elektronik akan
membawa kepada pendekatan strategi penting.
Prestasi bukan saja dinilai berdasarkan modal keuangan, tetapi diukur dari segi aset intelektual dan
keupayaan mengaplikasikan ide baru. Penekanan juga diberikan kepada kenjalan dan kepantasan
pembangunan. Inovasi teknologi tidak sewajar berturutan tetapi merentasi fungsi. Penjanaan ilmu akan
membawa nilai tambah dan ini ada kaitannya dengan pendapat yang diutarakan oleh Savage dan Senge.
Kini muncul pula sains dan bukan saja R & D sebagai pasaran baru, termasuk tiga yang utama: IT,
bioteknologi, dan nanoteknologi yang mengasaskan inovasi baru. Umumnya, pembangunan sains
mempunyai kaitan dengan teknologi dan industri pembuatan yang kokoh. Sumbangannya adalah dari
sains kepada teknologi atau teknologi kepada sains ataupun teknologi kepada teknologi. Oleh karena itu,
model inovasi yang akan dibangun melalui R & D agak kompleks dan saling berbalas dengan beberapa
aspek yang lain.
Jadwal 4 : Beberapa Generasi R & D dan cirinya
Generasi Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima
R&D (1960-an) (1960–1970-an) (1980-an) (awal 1990-an) (sekarang)
Strategi Utama R&D Berkaitan dengan Integrasi Integrasi Sistem inovasi
terasing; perniagaan teknologi dan dengan R & D yang total; R &
seperti perniagaan; pelanggan; D sebagian dari
menara sinergi belajar bersama sistem inovasi
gading merentas pelanggan
proyek
Faktor Serendipiti Saling Pengurusan R Perubahan Dinamik
Perubahan tidak terduga bergantungan ke & D lebih pemisahan pelbagai/ saling
arah kerjasam sistematik; pantas bergantung dan
pengenalan peringkat pantas
kepada konsep global
portofolio
Prestasi Perbelanjaan / Perkongsian kos; Imbangan Modal Keupayaan dan
modal R & D berkaitan dengan resiko dan pelabuhan impak
strategis ganjaran tidak memberi intelektual
produktiviti
baik
Struktur Berhierarki; Organisasi Saluran Amalan Jaringan
berteraskan matriks sebaran ilmu pelbagai simbiosis;
fungsi dimensi usaha sama
yang kuat
dalam R & D
Fokus Pengekalan Pengekalan Kepuasan Kepuasan Kejayaan
pelanggan pelanggan; pelanggan pelanggan; pelanggan
orientasi pasaran berintegrasi

13
kuat dengan
pelanggan
Aset Teknologi; Proyek; tarik Keusahawanan; Pelanggan; Ilmu
tolakan pasaran model bertaut model sepadu pengetahuan;
teknologi (coupling) integrasi,
jaringan
Insan Persaingan Kerjasama Usaha sama Aspek nilai dan Pekerja ilmu
berasas sikap proaktif berstruktur keupayaan pengurusan
“kita-mereka” diberi kendiri
penekanan
Proses Komunikasi Berasaskan R&D/ Kitaran Pembelajaran
terhadap proyek; di bawah portfolio maklum balas merentas
minimum; di kawalan berhala tuju: dan maklumat sepadan dan
bawah perniagaan dikawal oleh yang aliran ilmu
kawalan korporat dan berteruskan;
korporat perniagaan pasukan
merentas
disiplin
Teknologi Tahap awal; Berasaskan data; Berasaskan IT sebagai alat Pemrosesan
embrionik analisis dan maklumat persaingan ilmu pintar
simpati

Penjabarannya, kepada perguruan tinggi misalnya di USM adalah untuk membuat transformasi
terhadap cara penyelidikan dilakukan menurut Sistem Inovasi yang diadakan pada Oktober 2004 untuk
melihat beberapa aspek pembangunan universitas untuk mendukung pencapaian ke arah universitas
penelitian. Ini termasuk aspek (a) keupayaan dan kesanggupan sumber manusia, (b) pembangunan dan
pengkomersilan, (c) budaya dan penelitian, dan (d) pembentukan Sistem Informasi perguruan tinggi.
Perlu diingatkan, menurut satu kajian di negara berkembang terhadap beberapa isu yang perlu
diberi perhatian tentang inovasi, di antaranya:
In contrast to advanced developed nations, developing countries lack many of the ingredients
needed for innovation. Opportunities are rare, prompting the analogy of an island of innovation
opportunities that must be discovered in a large sea of risks. Most developing countries have only
limited indigeneous capacity to innovate. As a short-term measure, they can encourage foreign
investment and local training. In the medium term, they may license foreign technology. This,
however, will leave them paying substansial licensing fees for many years. In addition, heavy
dependence on foreign technology will render a country less competitive in an unfavourable
global economy.

Ini memandang bahwa selain berlakunya pencanangan ilmu pengetahuan, perubahan struktur dan
profesional juga berlaku dan memerlukan keadaan yang cukup baik. Juga dengan pekerjaan yang
memberatkan kegunaan penyelidikan dan bukan saja penelitian asas (Employers are complaining that new

14
PhDs are trained too narrowly to manage the range of profesional tasks they encounter). Oleh karena itu,
usaha untuk mereformasi pendidikan dan program latihan juga perlu dirancang selaras dengan aktivitas
merekayasa universitas ini. Ada pihak yang mengatakan bahwa program inovasi bukan hanya mendidik
saintis masa depan untuk menjadi pakal dalam kaidah, teknik dan ilmu dalam pilihan bidang masing-
masing, tetapi mempunyai kemahiran menyelesaikan masalah besar yang memerlukan pembelajaran, awal
pembelajaran yang merentasi bidang. Pada peringkat, satu usaha inovatif ke arah ini dikenal sebagai
pendidikan berciri inovatif antara disiplin dan integratif.
Contoh yang lebih khusus yang melibatkan budaya antara disiplin/terintegrasi boleh dicontoh
seperti California Institute of Technology (CalTech) yang menampilkan interaksi antara asas saintis, juru
teknik dengan saintis komputer di kampus. Tidak heran CalTech mempunyai pencapaian yang bagus, dan
menjadi pemenang Hadiah Nobel. Satu lagi contoh dapat dilihat di National Institute of Drug Abuse
(NIDA) di Amerika Serikat apabila penelitian tentang penggunaan tembakau yang dilakukan bersama-
sama rekan kerja, walaupun terdapat beberapa rintangan yang belum dapat diselesaikan. USM melalui
Pusat Racun Negara (PRN) mungkin dapat dijadikan satu dari rekan kerja ini dalam usaha memperluas
jalinan kepakarannya di persada dunia.
Malah Russo memetik satu kajian yang menunjukkan bahwa ruang makmal yang merupakan
tempat berlakunya interaksi antara disiplin. Ini sesuai dengan perekayasaan USM, penyusunan awal
peneliti dilatih membuat kajian wajar juga dipikirkan buat masa depan, seperti pembentukan pelantar
penyelidikan berkluster yang telah kita kerjakan tahun lalu. Kanfer pula berpendapat masih banyak yang
lebih menyukai mengadakan pertemuan untuk memperkarsakan penyelidikan dan berbagi pengalaman,
sayangnya usaha ini terbentur oleh jabatan disiplin tradisional, melainkan pendekatan ini diubah. Jika
tidak, keadaannya seolah-olah serupa dengan teguran James Lovelock:
This well meaning but narrow minded nanny of an institution ensures that scientist work
according to conventional wisdom and not as curiosity or inspiration moves them. Lacking
freedom they are in danger of succumbing to a finicky gentility or of becoming, like medieval
theologians, the creatures of dogma.

Untuk itu, menurut Profesor Karl-Erik Sveiby, dalam penelitian terbaru, iklim usaha sama
(collaborative climate) antara peneliti berbagai peringkat umur tidak sama: peringkat usia yang lebih
matang akan cepat selesai dengan aktivitas usaha dibanding yang lebih muda. Mereka lebih baik dalam
ilmu dan pengalaman, menggunakan ilmu orang lain dan juga hubungan antara satu dengan yang lain. Ini
juga merupakan peluang untuk mengamalkan pendekatan transdisiplinari yang lebih baik apabila

15
seseorang itu semakin matang dan berpengalaman. Tambah Sveiby, ini juga berarti para peneliti yang
lebih muda memerlukan dorongan dan bantuan ke arah ini, mungkin memerlukan waktu kurang lebih lima
tahun.
Berasaskan maklumat ini, rancangan yang sesuai boleh dilakukan sewaktu mengajar seperti yang
dilakukan oleh University of Southern Queensland (USQ), menawarnya melalui School of
Transdiciplinary Graduate Studies and Continuing Education (TransACE). Berdasarkan Graduate
Transdiciplinary Studies Program yang ditawarkan, memberikan peluang kepada profesional untuk
memperluas khususnya melalui bidang supaya ia bebas mengambil pendidikan yang lazimnya bukan
sebagian dari program yang telah disusun sebelumnya. Pelajar boleh memilih dari berbagai bidang untuk
membentuk pendidikan yang sesuai dengan minat pribadi dan kerja mereka.
Hadirin yang kami muliakan,
Akhirnya, Kewirausahaan berbasis riset yang dilakukan perguruan tinggi akan melahirkan model
inovasi baru di perguruan tinggi.
Melakukan inovasi ilmu pengetahuan sehingga melahirkan ilmu-ilmu baru yang berguna bagi
masyarakat dan ilmu itu sendiri. Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dapat diberikan pada
perguruan tinggi pada semester akhir setelah mahasiswa dibekali mata kuliah bidang studinya dan bidang-
bidang lain yang memungkinkan mereka dapat berkembang di bidang wirausaha.
Demikianlah orasi ilmiah kami yang kami ambil dari berbagai sumber, seperti: Revolusi
Pendidikan dalam merekayasa sebuah Universitas karya Dzulkifli Abdul Razak. Dari berbagai sumber
lain seperti: http://paparnas.org/berdikari; www.kompas.com; www.metrotv.com; www.apindo.or.id
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

16

Anda mungkin juga menyukai