Anda di halaman 1dari 14

4

II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Senyawa Limonoid
Menurut Yu (2004), senyawa limonoid pada jeruk merupakan
kelompok metabolit sekunder yang belum diketahui memiliki fungsi langsung
pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Ishii et al. (2003),
limonoid merupakan senyawa kimia dengan struktur triterpenoid dengan
kandungan oksigen yang tinggi. Limonoid merupakan penanda taksonomi
yang baik karena senyawa ini spesifik untuk tanaman Rutaceae. Maier et al.
dalam Nagy et al. (1977) menambahkan limonoid memiliki beberapa
karakteristik yaitu cincin furan yang terikat pada cincin D pada C-17, gugus
fungsional yang mengandung oksigen pada C-3, C-4, C-16 dan C-17, gugus
epoksida pada C-14 dan C-15. Limonoid terdapat secara alami dalam dua
bentuk yaitu limonoid aglikon dan limonoid glukosida. Limonoid aglikon
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, pertama limonoid monolakton yang
memiliki cincin D terbuka, misalnya limonoat A-ring lakton yang banyak
terdapat pada daun dan buah jeruk; kedua limonoid dilakton yang memiliki
cincin D tertutup, misalnya limonin yang banyak terdapat pada biji jeruk.
Limonin pertama kali diisolasi dari jeruk navel, dengan komposisi kimia
C
26
H
30
O
8
dengan berat molekul 470 Da.
Menurut Hasegawa dan Maier dalam Rouseff (1990), dari 37 jenis
senyawa limonoid aglikon yang berhasil diisolasi, empat diantaranya
menyebabkan rasa pahit pada jeruk, yaitu limonin, nomilin, ichangin dan
nomilinat. Limonin terbentuk seiring proses pertumbuhan jeruk dan diduga
terbentuk pada jaringan albedo buah jeruk. Diduga senyawa limonoid yang
mula-mula terbentuk adalah deasetilnomilin selanjutnya nomilin, obacunone
lalu limonin. Limonoate A-ring lakton merupakan garam dari asam limonoat
A-ring lakton yang terdapat dalam jaringan buah jeruk, sedangkan dalam biji
jeruk terdapat dalam bentuk limonoat dilakton atau disebut juga limonin.
Biosintesis pembentukan limonin disajikan pada Gambar 1.


5


Pahit
Tidak Pahit













Gambar 1. Biosintesis limonin dalam buah jeruk
Sumber : Eskin (1979); Maier et al. dalam Nagy et al. (1977)

Limonoat A-ring lakton terdapat pada bagian membran sel dari vesicle
jeruk dan tidak memiliki rasa pahit tetapi ketika diekstraksi dan terjadi kontak
dengan sari jeruk yang bersifat asam, senyawa ini terlaktonisasi menjadi
limonoat dilakton yang memiliki rasa pahit. Perubahan limonin dari
monolakton menjadi dilakton terjadi pada suasana pH 5,4-6,2 dan suhu 15-
45
o
C. Proses ini dipengaruhi oleh aktivitas enzim limonoid D-ring lakton
hidrolase. Selama proses pasteurisasi dan evaporasi, adanya penambahan
panas akan mempercepat reaksi ini (Mozaffar et al. 2000). Mekanisme
terbentuknya rasa pahit pada buah jeruk disajikan pada Gambar 2.







Gambar 2. Mekanisme pembentukan rasa pahit pada buah jeruk
Sumber : Eskin (1979) ; Li (2000)
6


Menurut Breksa dan Manners (2006), limonoid glukosida merupakan
turunan bentuk ester ion cincin A dan D, misalnya glikosilasi pada posisi D-
hidroksi dari ester ion limonoid D-ring. Senyawa limonoid aglikon dan
limonoid glukosida disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Senyawa limonoid aglikon dan limonoid glukosida
Limonoid aglikon Limonoid glukosida
1. Limonin
2. Nomilin
3. Obacunone
4. Deacetylnomilin
5. Ichangin
6. Deoxylimonin
7. Deoxylimonol
8. Limonol
9. Limonyl acetate
10. 7-Obacunol
11. 7-Obacunyl acetate
12. Ichangensin
13. Citrusin
14. 1- (10-19)Abeo-obacun-
15. Calamin
a
hydroxy-isoobacunoic acid
16. Retrocalamin
a

17. Cyclocalamin
a

18. Methyl isoobacunoate diosphenol
a

19. Methyl deacetylnomilinate
a

20. 6-Keto-7- deacetylnomilol
a

21. Methyl 6-hydroxy isoobacunoate
a

22. Isocyclocalamin
a


23. Asam Deacetylnomilinic
24. Asam Nomilinic
25. Asam Isoobacunoic
26. Asam Epiisoobacunoic
27. Asam Isolimonic
28. Limonoic acid A-ring lactone
29. Asam Deoxylimonic
30. 17-Dehydrolimonoic acid A-ring lactone
31. Asam Trans-19- hydroxyobacunoic
32. Asam Calaminic
33. Asam Retrocalaminic
34.Asam Cyclocalaminic
35. Isoobacunoic acid diosphenol
a
36. Obacunoic acid
a
9 (11) -en-7-yl acetate
37. 1- (10-19)Abeo-7o- acetoxy-lO-
1. Limonin 17--D-glukopiranosida
2. Nomilin 17--D-glukopiranosida
3. Deacetylnomilin 17--D-
glukopiranosida
4. Obacunone 17--D-
glukopiranosida
5. Asam Nomilinat 17--D-
glukopiranosida
6. Asam Deacetylnomilinat 17--D-
glukopiranosida
7. Obacunoat 17--D-
glukopiranosida
8. Asam Trans-obacunoat 17--D-
glukopiranosida
9. Asam Isoobacunoat 17--D-
glukopiranosida
10. Asam Epiisoobacunoat 17--D-
glukopiranosida

Keterangan :
a
diisolasi dari biji jeruk calamondin
Sumber : Manners & Breksa, 2006
7


Contoh senyawa limonoid glukosida disajikan pada Gambar 3.







Gambar 3. Struktur molekul Limonin 17--D- glukopiranosida
Sumber : Hasegawa et al. (1997)

Senyawa limonoid terdapat pada jaringan buah dan biji jeruk yang
telah matang dalam bentuk turunan aglikon dan glukosida. Menurut Maier et
al. (1977), biji merupakan bagian yang paling banyak mengandung senyawa
limonoid, karenanya hampir semua proses isolasi dilakukan pada biji jeruk.
Distribusi limonin dalam jeruk disajikan pada Gambar 4.








Gambar 4. Distribusi limonin dalam jeruk
Sumber : Li (2000)

Menurut Mozaffar et al. (2000), limonin (Limonoate 3,19:16, 17-
dilactone) adalah senyawa limonoid aglikon dengan rumus molekul C
26
H
30
O
8
memiliki berat molekul 470,5 Da, titik didih 280 C, bersifat tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam dimetilformamide, dichloromethane, acetonitrile, asam
asetat glasial, dan alkohol. Senyawa dengan bentuk kristal berwarna putih
kekuningan ini ditemukan pada semua spesies jeruk, dengan kandungan
tertinggi pada biji. Limonin merupakan senyawa dominan yang terdapat pada
hampir semua varietas jeruk dan terakumulasi pada biji lemon, jeruk
8


Valencia, grapefruit dan jeruk siam. Menurut Maier et al. dalam Nagy et al.
(1977), limonin terdekomposisi oleh asam kuat membentuk asam limoneksik
yang tidak memiliki aktivitas antioksidan. Limonin juga bereaksi dengan basa
pada pH 10-12 membentuk garam dari asam limonoat.
Limonin memiliki kelarutan yang terbatas dalam air yaitu < 40 mg/l,
memiliki rasa pahit dan ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada bagian
jeruk yang tidak dapat dimakan seperti biji dan kulit. Konsentrasi limonin
pada sari jeruk biasanya kurang dari 20 mg/l, tetapi pada konsentrasi 6 mg/l
telah menimbulkan rasa pahit dan menyebabkan sari jeruk tidak diterima
konsumen. Sebaliknya, limonoid glukosida larut air, tidak berasa dan
ditemukan dalam sari jeruk dengan konsentrasi sebesar 720 mg/l (Breksa dan
Dragull, 2008). Ozaki (1990) menambahkan biji jeruk mengandung sejumlah
besar senyawa limonoid serta dapat melakukan biosintesis senyawa limonoid
aglikon dan limonoid glukosida. Limonin mulai terbentuk pada awal
pembentukan biji sedangkan limonoid glukosida terbentuk hanya pada biji
yang matang.
Limonin adalah komponen kimia yang mengandung furan. Banyak
produk alami yang mengandung furan yang diperoleh dari tanaman telah
terbukti meningkatkan sistem enzim detoksifikasi, glutathione S-transferase
(GST) dan menghambat atau menghambat pembentukan kimia dari
karsinogenesis sehingga disebut suppresive agent. Aktivitas antikarsinogen
dari limonoid aglikon telah diteliti lebih lanjut. Penelitian menunjukkan
limonoid aglikon (limonin, nomilin, obacunone, isoobacunone, ichangin)
meningkatkan pembentukan enzim detoksifikasi glutathione S-transferase dan
menghambat pembentukan tumor pada kulit, berbagai jaringan pada tikus dan
pada hamster dengan cara mengkatalisis konjugasi glutathione yang
menghambat pembentukan benzo [a] pyrene, salah satu penyebab kanker.
Limonoid aglikon juga menghambat pembentukan, pertumbuhan dan
perkembangan hormon-independen sel kanker payudara manusia dalam
jaringan (Hasegawa et al. dalam Shahidi, 2008). Hasil penelitian
menunjukkan limonin 17-D-glukopiranosida berfungsi sebagai anti kanker
pada hamster (Ishii et al. 2003). Penelitian pada hewan laboratorium
9


menunjukkan bahwa limonoid pada jeruk menurunkan rasio kolesterol
LDL/HDL dan mempercepat oksidasi LDL di usus sehingga membantu
mengurangi resiko penyakit penyumbatan pembuluh darah (Dandeekar et al.
2007).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses untuk memisahkan komponen dari
bahan berdasarkan kelarutan komponen tersebut dalam pelarut. Produk
natural perlu dipisahkan dari biomassa melalui proses ekstraksi mengingat
produk natural sangat beragam dan memiliki sifat fisikokimia yang berbeda
maka diperlukan metode ekstraksi yang mengekstrak bahan yang diinginkan
secara efisien. Metabolit sekunder dapat diekstraksi dari berabagai sumber
alam, seperti tanaman, mikroorganisme, binatang laut, serangga dan hewan
amfibi (Seidel, 2006).
Prosedur ekstraksi yang ideal harus dapat mengekstrak sebanyak
mungkin senyawa yang diinginkan, juga harus cepat, sederhana dan efisien.
Pemilihan metode ekstraksi didasarkan pada pengetahuan mengenai senyawa
yang ingin diekstrak. Hal ini meliputi koefisien partisi dalam air atau pelarut
organik, polaritas dari senyawa, stabilitas molekul dalam terang atau gelap,
atau pada kondisi suhu tertentu. Apabila senyawa larut air biasanya diekstrak
dengan air atau larutan buffer sedangkan senyawa yang tidak larut air
diekstrak dengan pelarut organik. Untuk mempermudah proses ektraksi
biasanya dilakukan proses preparasi pada bahan yang akan diekstraksi
misalnya dengan pengeringan serta penghancuran dinding sel atau jaringan,
hal ini dapat dilakukan dengan bantuan enzim, atau dengan pengecilan ukuran
bahan (Jones, 2006).
Menurut Cseke et al. (2000), ekstraksi herbal secara tradisional
dilakukan menggunakan air, dimana untuk jaringan lunak seperti daun,
bunga, akar atau buah dengan tekstur lembut yang memiliki kadar air tinggi
(60-95%) dilakukan menggunakan air dingin atau panas dengan perlakuan
fisik yang minimal. Sedangkan untuk jaringan dengan kandungan lignin
tinggi dengan kadar air rendah (5-50%), perlu diberi perlakuan fisik seperti
pengecilan ukuran, dengan air mendidih dan waktu ekstraksi yang lebih lama.
10


Apabila senyawa yang diinginkan tidak larut air karena bersifat non-polar,
maka dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut organik (misalnya aseton,
methanol, etanol, kloroform, dietil eter, metilen klorida atau kombinasi
beberapa pelarut organik). Suhu ekstraksi tergantung titik didih pelarut yang
digunakan dan sehingga harus disesuikan dengan peralatan yang digunakan.
Seidel (2006) menambahkan metode yang dapat digunakan yaitu
maserasi, perkolasi dan soxhletasi. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam bahan dalam pelarut organik kemudian dilakukan pengadukan
menggunakan stirrer atau shaker untuk mempercepat ekstraksi. Proses
ekstraksi dihentikan ketika kondisi equilibrium tercapai antara konsentrasi
metabolit dalam ekstrak dan dalam bahan. Ekstraksi perkolasi dilakukan
dengan melewatkan pelarut pada bahan yang disimpan dalam percolator yaitu
sebuah tabung dengan keran di bagian bawah. Metode ini memiliki beberapa
kelemahan diantaranya membutuhkan pelarut yang banyak, waktu ekstraksi
yang lama serta rendemen sedikit karena pelarut tidak merata ke seluruh
bahan. Ekstraksi soxhletasi paling banyak digunakan untuk mengekstrak
bahan dari tanaman karena prosesnya yang bersifat kontinyu. Ekstraksi ini
menggunakan perangkat ekstraksi soxhlet, yang didasarkan pada metode
refluks dimana bahan disimpan dalam hull yang terbuat dari selulosa yang
diletakkan dalam tabung soxhlet yang berada di antara kondensor dan labu
yang menampung pelarut. Pada proses ini, pelarut ditambahkan ke dalam
labu dan suhu diatur sesuai titik didih pelarut, ketika mencapai titik didihnya,
pelarut akan menguap dan terkondensasi sehingga terkumpul dalam labu
soxhlet dan merendam bahan, setelah mencapai ketinggian tertentu, pelarut
akan terefluks dan kembali ke labu pelarut di bagian bawah. Perangkat
ekstraksi soxhlet disajikan pada Gambar 5.






11



















Gambar 5. Perangkat ekstraksi soxhletasi
Sumber : Cseke et al. 2006

Ekstraksi juga dapat dilakukan menggunakan detergen (XAD-4,
styrene-divinylbenzene), alkohol (metanol, etanol dan alkohol rantai panjang)
dan dimetilsulfoksida untuk mengekstrak komponen yang diinginkan tanpa
membunuh organisme yang mengandung komponen tersebut. Metode ini
tergantung pada koefisien partisi dari pelarut yang digunakan, polaritas
molekul yang akan diekstrak dan kemudahan pelarut untuk berpenetrasi ke
dalam jaringan tanpa membunuh jaringan tersebut (Seidel, 2006).
Menurut Seidel (2006), ekstraksi ultrasonik atau disebut juga
ultrasonifikasi, merupakan modifikasi dari ekstraksi maserasi, yaitu metode
ekstraksi menggunakan suara dengan frekuensi tinggi untuk memisahkan
senyawa fitokimia dari jaringan tanaman. Pada metode ini, bubuk tanaman
disimpan dalam vial yang diletakkan dalam bak ultrasonik dan suara ultra
digunakan untuk meningkatkan tekanan mekanik pada sel karena
menyebabkan terbentuknya rongga dalam sel. Sonifikasi berlangsung lebih
cepat dibanding metode ekstraksi biasa seperti soxhletasi atau maserasi,
karena adanya gangguan pada partikel. Efisiensi ekstraksi tergantung pada
12


frekuensi instrumen, suhu dan lama ekstraksi. Metode ini digunakan untuk
isolasi minyak essensial, polisakarida dan zat bioaktif fitokimia. Proses
ultrasonifikasi dapat menimbulkan panas, sehingga sonifikasi komponen yang
mudah rusak karena panas memerlukan tahapan proses untuk menjaga agar
suhu komponen tetap dingin.
Ekstraksi dengan bantuan microwave dilakukan dengan cara meradiasi
sampel yang ditambah pelarut organik yang sesuai dengan kekuatan 100-150
W, biasanya dilakukan pada interval waktu yang pendek untuk mencegah
sampel mendidih. Ekstraksi dengan microwave memberikan rendemen yang
lebih tinggi dibanding ekstraksi konvensional (Cseke et al. 2000).
Ekstraksi superfluida critical, biasanya menggunakan CO
2
sebagai
pelarut, ekstraksi ini digunakan pada proses dekafeinasi kopi arabika dalam
skala besar. Kondisi supercritical tercapai ketika tekanan dan suhu sama atau
melebihi titik kritis (31
o
C dan 73 atm untuk CO
2
) dimana pada kondisi ini
CO
2
tidak berupa gas atau cairan tetapi merupakan antara dua fase tersebut
yang menyebabkan superfluida critical memberikan kondisi ideal untuk
ekstraksi komponen (Cseke et al. 2000).
Gaikar dan Dandeekar (2001) mengajukan paten mengenai ekstraksi
curcuminoid menggunakan larutan hidrotrop. Ekstraksi ini disebut ekstraksi
hidrotropik dimana pelarut yang digunakan adalah larutan dari garam
hidrotrop. Hidrotrop adalah komponen ampifilik berupa alkil rantai pendek
yang larut air, yang dihasilkan dari sulfonasi hidrokarbon aromatik. Hidrotrop
digunakan sebagai agen ganda untuk melarutkan zat yang tidak larut dalam
air dan zatzat yang kurang larut pada produk pembersih rumah tangga,
perawatan tubuh. Fungsi hidrotrop adalah menstabilkan larutan, memodifikasi
viskositas dan titik awan, membatasi pemisahan fase pada suhu rendah dan
mengurangi busa. Meskipun bukan sebagai surfaktan, hidrotrop merupakan
senyawa ampifilik yang mempunyai gugus hidrofob dan hidrofil. Bagian
hidrotrop yang bersifat hidrofob adalah benzene, yaitu metal benzene (nama
umum: toluene, dimetil benzene (xilene) dan metal etil benzene (cumene)
yang non-polar. Bagian hidrofilik yang bersifat polar adalah gugus sulfonat
anionic yang terikat pada ion seperti natrium, ammonium, kalsium dan
13


kalium. Hidrotrop bukan surfaktan tapi digunakan untuk melarutkan
komponen yang tidak larut air, menstabilkan larutan, memodifikasi
viskositas. Larutan hidrotop bekerja dengan cara berpenetrasi ke dalam
dinding sel, menghancurkan struktur dinding sel sehingga membuat bahan
yang diinginkan lebih mudah larut.

2.3 Teknik Separasi
Setelah dilakukan ekstraksi, suatu komponen biasanya terdapat dalam
bentuk cair berupa ekstrak untuk itu perlu diubah menjadi bentuk padat atau
bentuk lain yang lebih mudah digunakan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
presipitasi, biasanya dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah pelarut
ke dalam ekstrak dimana kelarutan komponen dalam pelarut tersebut rendah
sehingga komponen kemudian mengendap. Hasil presipitasi biasanya masih
mengandung banyak pengotor karena itu perlu dilakukan metode separasi
untuk memisahkan komponen menjadi bentuk yang lebih murni. Dalam hal
ini, separasi tidak berarti menghasilkan bahan yang betul-betul murni, tetapi
kadar pengotor berada pada batas yang diperbolehkan (Florence et al. dalam
Sarker et al. 2006). Beberapa metode separasi antara lain :
1. Destilasi
Salah satu cara yang paling banyak diaplikasikan dalam purifikasi cairan
atau bahan organik dengan titik didih rendah adalah destilasi fraksional
pada tekanan atmosfer atau tekanan rendah. Efisiensi proses destilasi
tergantung pada titik didih senyawa yang ingin dimurnikan serta
pengotornya. Apabila pengotor bersifat non-volatil maka destilasi
sederhana sudah cukup tetapi apabila pengotor bersifat volatil maka
destilasi perlu dilakukan bertahap menggunakan kolom yang efisien
(Armarego & Perrin, 2000).
2. Presipitasi
Menurut Noor (2002), presipitasi adalah salah satu metode langsung
pemisahan solut, dalam proses ini dihasilan produk non-kristal yang
menyerupai gumpalan presipitat yang dihasilkan umumnya belum murni.
14


Prinsip pemisahannya adalah dengan pengaturan kondisi lingkungan
seperti suhu, pH, konstanta dielektrik, kekuatan ion atau komposisi.
Salah satu cara paling mudah dalam teknik kristalisasi adalah ketika
suatu komponen sangat larut dalam pelarut pertama dan tidak larut dalam
pelarut kedua. Penambahan secara sedikit demi sedikit pelarut kedua pada
larutan yang mengandung bahan dan pelarut pertama akan menyebabkan
terbentuknya kristal karena kelarutan bahan menjadi menurun. Ada
beberapa kelemahan dari teknik ini, pertama kedua pelarut harus
bercampur, kedua bahan yang dikristalisasi harus memiliki kelarutan
seperti disebutkan sebelumnya (Mayo, 2001).
3. Kromatografi
Ada beberapa jenis kromatografi yang dapat digunakan, yaitu :
1. Low Preasure Liquid Chromatography (LPLC)
Pada metode ini, separasi berlangsung melalui distribusi selektif pada
fase mobile berupa pelarut organik dan fase stasioner dapat berupa
silika gel, alumina, polistyrene. Separasi didasarkan pada perbedaan
afinistas adsorpsi dari molekul pada permukaan fase stasioner, yang
dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, ikatan van der walls, interaksi dipol,
sifat asam-basa (Reld dan Sarker dalam Sarker et al. 2006).
2. Ion-exchange Chromatography
Proses ion-exchange didasarkan pada ikatan reversible molekul kation
atau anion pada resin matriks insoluble melalui pertukaran ion yang
berlawanan. Pemilihan jenis resin dan pengaturan kondisi pH dapat
dilakukan untuk memilih molekul yang akan diionisasi (Durham dalam
Sarker et al. 2006).
3. High-Speed Counter Current Chromatography
Metode ini digunakan untuk mengisolasi komponen yang tidak stabil
atau sensitif. Media yang akan kontak dengan sampel terdiri dari pelarut
dan tabung Teflon. Pelarut yang digunakan dalam sistem dua-fase yang
digunakan disesuaikan dengan sampel yang ingin diisolasi (McApline
dalam Sarker et al. 2006).

15


4. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
HPLC terdiri dari fase stasioner, instrument dan pelarut yang
digunakan. Purifikasi komponen menggunakan HPLC biasanya
menggunakan salah satu dari empat tipe berikut : normal-phase,
reversed-phase, gel permeation gel dan ion exchange kromatografi.
Tipe ini ditentukan oleh fase stasioner dan kolom preparative yang
digunakan (Latif dalam Sarker et al. 2006).
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai senyawa limonoid telah banyak dilakukan untuk
beberapa tujuan yaitu menghilangkan rasa pahit pada sari jeruk, menandai
taksonomi dari tanaman jeruk karena setiap varietas tanaman jeruk memiliki
kandungan dan jenis senyawa limonoid yang khas. Dewasa ini, penelitian
mengenai senyawa limonoid terutama limonin dilakukan untuk mengisolasi
dan memproduksi limonin dari jeruk karena diketahui limonin memiliki
aktivitas biologis sebagai senyawa anti kanker dan permintaan akan senyawa
ini semakin meningkat. Beberapa hasil penelitian mengenai limonin disajikan
pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa penelitian tentang limonin
No Peneliti, tahun Hasil Penelitian
1 Konno et al.
1982
Penambahan 0,5% -siklodekstrin mampu mengurangi rasa
pahit sampai setengahnya, berdasarkan pengukuran
menggunakan NMR -siklodekstrin membentuk kompleks
dengan senyawa limonin dan naringin.
2 Mitchell, 1985 Paten proses pengurangan kandungan limonin dan naringin
menggunakan resin anion exchange basa lemah dengan
matrik polimer stirene yang mengandung gugus fungsional
turunan mono atau poli amine. Paten ini diberi judul
Upflow Ion Exchange Treatment Of Natural Edible Juices
Containing High Acidity And Suspended Solids. Perlakuan
ion exchange juga mengurangi kandungan asam pada sari
jeruk tetapi tidak mempengaruhi kandungan nutrisi atau
flavor yang diinginkan dari sari jeruk.
16


Tabel 2. Lanjutan
3 Ozaki et al. 1990 Pengukuran konsentrasi limonoid glukosida pada bagian biji
beberapa varietas jeruk yaitu grapefruit (Citrus paradisi),
lemon (C limon), jeruk Valencia (C. sinensis), tangerine (C
reticulata), Fukuhara (C sinensis Osbeck Hort.),
Hyuganatsu (C tamurana Hort. ex Tanaka), Shimamikan
(C. kinokuni Hort. Ex Tanaka) dan Sanbokan (C. sideata
Hort. ex Takahashi). Semua biji jeruk tersebut mengandung
17 D-glukopiranosida dari limonin, nomilin, obakunon,
deasetilnomilin, asam nomilinat dan asam deasetilnomilinat.
Kandungan total limonoid glukosida berkisar antara 0,31 to
0,87% dari biji jeruk kering. Kandungan nomilin glukosida
tertinggi terdapat pada biji.
4 Pifferi et al. 1993 Ekstraksi limonin dari biji lemon dengan metode soxhletasi
bertahap menggunakan pelarut petroleum eter diikuti
dengan aseton, menghasilkan limonin sebesar 0,732 mg/g
biji lemon kering.
5 Ifuku et al. 1998 Paten produksi limonoid glukosida menggunakan
supercritical fluida dimana larutan yang mengandung
limonid glukosida diletakkan di dalam tangki ekstraksi dari
peralatan supercritical karbondioksida yang dioperasikan
selama 20 menit dengan laju 4 gram per menit pada suhu
40
o
C dan tekanan 300 kg/cm
2
untuk menghilangkan
pengotor dari limonoid glukosida.
6 Yu, J. 2004 Ekstraksi limonin aglikon dan glukosida dari biji grapefruit
menggunakan supercritical CO2 pada kondisi optimum
tekanan -48,3 MPa selama 60 menit, kecepatan alir 5
l/menit, menghasilkan rendemen limonin 6,3 mg
limonin/biji grapefruit kering, ekstraksi limonin glukosida
pada kondisi optimum tekanan -42 Mpa, 45% etanol selama
40 menit, kecepatan alir 5 l/menit menghasilkan rendemen
0,73 mg limonin glukosida/g biji grapefruit kering.


17


Tabel 2. Lanjutan
7 Manners dan
Breksa, 2006
Paten mengenai produksi dan isolasi senyawa limonoid dari
jeruk menggunakan kromatografi ion exchange anion (amin
kuartener) kuat.
8 Dandekar et al.
2007
Ekstraksi hidrotropik menggunakan dua hidrotrop yaitu
garam natrium salisilat (Na-Sal) dan natrium cumene
sulfonat (Na-CuS) dengan rancangan percobaan
menggunakan analisis respon permukaan (Response Surface
AnalysisRSA) dengan rancangan Box-Behnken. Ekstraksi
dilakukan dengan variabel konsentrasi larutan hidrotrop,
suhu ekstraksi dan persen bahan yang diekstrak. Hasil
penelitian menunjukkan rendemen limonin paling tinggi
diperoleh pada kondisi konsentrasi larutan 2 M, suhu 45
o
C
dan persen bahan 10% dimana larutan Na-CuS
menghasilkan limonin 0,65 mg/g biji jeruk sedangkan
larutan Na-Sal menghasilkan 0,46 mg/g biji jeruk.
9 Breksa &
Dragull, 2008
Pemisahan limonin dari limonoid glukosida menggunakan
HPLC kolom C-18 flash

Anda mungkin juga menyukai