Anda di halaman 1dari 13

Anemia Perdarahan Kronis dan Dispepsia Organik

et causa gastropati OAINS




Skenario 6
Seorang lelaki berumur 46 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 1 minggu yang
lalu. Sebelumnya pasien muntah hitam dan BAB berwarna hitam sebanyak 3x. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hatinya dan mual. Pasien pernah BAB hitam 3 bulan yang lalu, ada
penyakit maag sejak 7 bulan yang lalu dan sering minum obat penghilang nyeri dalam 2
tahun terakhir.

Pendahuluan
Fungsi hemoglobin yang paling utama adalah mengikat oksigen. Hemoglobin di dalam
darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali
karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Kekurangan kadar
hemoglobin ini akan menyebabkan kurangnya transportasi oksigen ke seluruh tubuh sehingga
menimbulkan suatu kumpulan gejala yang disebabkan sindrom anemia.. Gejala ini merupakan
suatu sindrom dan bukannya suatu kesatuan penyakit (disease entity) maka penting untuk
mencari berbagai penyakit yang mendasarinya (underlying disease).
Anemia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin,
nilai hematokrit atau jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah. Keadaan ini mengakibatkan
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen berkurang sehingga akan timbul gejala-gejala
akibat terjadinya hipoksia dari ringan sampai berat.
1
Anemia dapat disebabkan oleh gangguan
pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan
kronis, perdarahan mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan. Anemia
pasca perdarahan adalah anemia normositik normokromik yang terjadi akibat kehilangan
darah secara mendadak atau kronis pada orang sehat. Perdarahannya dapat jelas atau samar.
2
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik perdarahan
subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari non- steroid anti
inflammatory drugs (NSAID/ OAINS) serta beberapa faktor lain seperti alkohol, stress,
ataupun faktor kimiawi. Gastropati OAINS dapat memberikan keluhan dan gambaran klinis
yang bervariasi seperti dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.
3

Anamnesis
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat
kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang
dialami pasien. Jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah autoanamnesis dan
alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan
sadar. Sedangkan bila pasien tidak sadar atau anak kecil, maka dapat dilakukan alloanamnesis
yang menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.
4
1. Identitas Pasien
Menanyakan kepada pasien : nama lengkap pasien, usia, tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan, suku bangsa.
2. Keluhan Utama :
Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : lemas sejak 1 minggu yang lalu, muntah hitam
dan BAB berwarna hitam sebanyak 3 kali, nyeri ulu hati dan mual.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
4

Pernahkah pasien muntah darah atau ada butiran seperti kopi ? Berapa
banyak, berapa kali dan sejak kapan pasien muntah?
Adakah gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri abdomen?
Adakah kehilangan darah per rektum (melena)? Apakah darah tercampur atau
terpisah dari tinja?
Apakah pasien pingsan atau pusing, khususnya saat duduk/ berdiri tegak?
Adakah gejala yang menunjukkan anemia kronis (toleransi olahraga menurun, lelah,
sesak napas)?
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Adakah riwayat kehilangan darah lewat saluran cerna sebelumnya (hematemesis
atau melena), anemia, kencenderungan perdarahan?
4

5. Riwayat Obat-obatan :
4

Apakah pasien pernah mengkonsumsi aspirin, OAINS, obat anti koagulan atau Fe?
Apakah pasien ada riwayat merokok atau minum alkohol?
6. Riwayat Penyakit Keluarga :
4

Adakah riwayat ulkus peptikum, anemia atau kelainan hematologi lain di keluarga
pasien?
Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa?

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital adalah frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, suhu, dan tekanan darah.
Periksa keadaan umum dan tanda-tanda vital pada pasien. Semuanya harus diukur dalam
setiap pemeriksaan yang lengkap. Tekanana darah, temperature, frrekuensi nadi dan frekuensi
napas mennetukan tingkat keparahan penyakit. Pasien yang memperlihatkan adanya
perubahan nyata pada tanda-tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan
evaluasi dan pengobatan segera.
5

Temperatur dibawah 35C (95F ) atau di atas 41C (105.8F) atau tekanan darah
sistolik di bawah 90 mmHg menandakan keadaan gawat darurat.
Frekuensi napas : kurang dari 5 kali/menit mengisyaratkan hipoventilasi dan
kemungkinan besar respiratory arrest.

Bila lebih dari 35 kali/menit menunjukkan
gangguan yang parah, frekuensi yang lebih cepat dapat terlihat beberapa jam sebelum
otot-otot napas menjadi lelah dan terjadi gagal napas.
5

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Dilakukan
inspeksi pada :
6

a. Warna kulit : pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning.
b. Purpura : ptechie, echimosis
c. Kuku : koilonychia (kuku sendok).
d. Mata : ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus.
e. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis
danstomatitis angularis.
f. Limfadenopati dan hepatosplenomegali
g. Nyeri tulang atau nyeri sternum

Pemeriksaan Fisik Abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau dengan satu
bantal, dengan kedua tangan di sisi kanan-kirinya. Sebaiknya vesika urinaria dikosongkan
dahulu sebelum pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
5

a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi, diperhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada perut
seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetri perut yang menunjukkan adanya masa
tumor, striae, vena yang berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran berjalan keluar dari
umbilicus), atau obstruksi vena kava inferior, peristaltis usus, distensi dan hernia. Pada
keadaan normal, dinding perut terlihat simetris. Bila ada tumor atau abses atau pelebaran
setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak simetris. Pada keadaan normal dan
fisiologis, pergerakan dinding usus akibat peristaltic usus tidak
terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltic usus maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik
dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus. Perhatikan kontur abdomen, apakah bentuk
dindingnya cekung atau membuncit, apakah abdomennya simetris, apakah terdapat organ
atau masa yang terlihat. Perhatikan adanya peristaltik yang terlihat, pulsasi normal aorta akan
terlihat di epigastrium.
5

b. Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam
rongga abdomen dan pembesaran organ (organomegali). Palpasi dilakukan secara sistematis
dengan seksama, pertama kali ditanyakan apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan dan
sedapat mungkin seluruh dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran
massa tumor, hati, limpa, kandung empedu membesar atau teraba. Palpasi diusahakan dalam
posisi terlentang, pemeriksa berdiri padasebelah kanan pasien. Penekanan dilakukan oleh ruas
terakhir dan ruas tengah jari-jari. Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-
hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Perinci nyeri tekan abdomen antara lain
berat ringannya, lokasi nyeri yang maksimal, apakah ada tahanan (peritonitis), apakah ada
nyeri rebound bila tak ada tahanan.
5

c. Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, dengan penekanan yang lebih
ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Perkusi abdomen sangat membantu dalam
menentukan apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan
normal suara perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah
pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di
seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara bebas di dalam perut,
misalnya pada perforasi usus. Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen,
perkusi di atas dinding perut mungkin timpani dan sampingnya pekak. Dengan memiringkan
pasien ke satu sisi, suara pekakini akan berpindah-pindah (shifting dullness). Perhatikan di
mana bunyi timpani berubah menjadi dullness.
5

d. Auskultasi
Dalam keadaan normal, bising usus terdengar lebih kurang 3 kali per menit. Jika
terdapat obstruksi usus, suara peristaltic usus akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa
sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus disebut borborigmi. Pada keadaan paralisis
usus, suara ini sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang bisa menghilang. Keadaan
ini juga bisa terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus di mana usus sangat membesar dan
atoni. Pada ileus obstruksi kadang terdengar suara peristaltic dengan nada tinggi dan suara
logam (metallic sound). Suara murmur sistolik atau diastolic mungkin dapat didengar pada
auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran
hati karena hepatoma. Bising vena yang kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran,
dapat didengar diantara umbilicus dan epigastrium.
5


Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Hematologia
a. Darah lengkap :
Kadar Hb, hitung leukosit, trombosit, eritrosit
Laju endap darah (LED)
Nilai hematokrit
Hitung retikulosit
Sediaan hapus darah tepi : menilai morfologi eritrosit
Nilai Eritrosit Rata-rata (NER)VER (MCV), HER (MCH), KHER (MCHC)
MCV : Mean Corpuscular Volume dengan rumus :
2

()
(

)


MCH : Mean Corpuscular Haemoglobin dengan rumus :
2

(

) ()
(

)


MCHC : Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration dengan rumus :
2

(

)



Nilai Normal Indeks Eritrosit
Indeks Eritrosit Nilai Normal
MCV 80-95 fL
MCH 27-34 pg
MCHC 32-36%
Tabel 1. Nilai normal indeks eritrosit.
6

b. Sumsum tulang.
2

2. Pemeriksaan urin : mencari adanya perdarahan melalui saluran kernih (traktus
urinarius)Makroskopik, mikroskopik, kimia (tes darah samar).
3. Pemeriksaan tinja (test darah samar) :mencari perdarahan melalui saluran pencernaan
(traktus digestivus)Makroskopik, mikroskopik, kimia (tes darah samar)
4. Pemeriksaan kimia.
a. Kadar bilirubin indirek serum
b. Menilai cadangan besi tubuh : Besi serum (BS), daya ikat besi total (DIBT), saturasi
transferin, kadar ferritin serum
5. Pemeriksaan lain
a. Pemeriksaan faal ginjal
b. Pemeriksaan hati : SGOT, SGPT
c. Pemeriksaan kalenjar tiroid
Diagnosis
Working Diagnosis
Anemia Perdarahan Kronis ec Gastropati OAINS
1. Gastropati
Gastropati yang disebabkan oleh refluks empedu dan OAINS sering disebut sebagai
gastropati kimiawi atau gastropati reaktif atau gastritis tipe C. OAINS merupakan first line
therapy untuk artritis dan digunakan secara meluas pada kasus trauma, nyeri pasca
perdarahan pasca perdarahan dan nyeri-nyeri lain. Sebagian besar efek samping OAINS pada
saluran cerna bersifat ringan dan reversible. Hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni
tukak, peptic, perdarahan saluran cerna dan perforasi. Risiko untuk mendapatkam efek
samping OAINS tidak sama untuk semua orang tergantung kepada faktor usia, digunakan
bersama steroid, riwayat pernah mengalami efek samping OAINS, dosis tinggi atrau
kombinasi dengan lebih dari satu macam OAINS dan diabilitas.
3
2. Anemia Perdarahan Kronis
Gejala klinik yang timbul pada anemia tidak selalu sama walaupun kadar hemoglobin
penderita tersebut sama. Hal ini disebabkan gejala anemia yang timbul karena beberapa
faktor antara lain kecepatan terjadinya anemia, daya kompensasi fisiologis tubuh dan
aktivitas penderita.
Bagi anemia yang terjadi dalam waktu singkat/akut (seperti perdarahan akut) akan
menimbulkan gejala berat. Sebaliknya bila anemia terjadi secara perlahan (menahun) maka
gejalanya akan lebih ringan karena pada keadaan ini penderita telah dapat menyesuaikan diri
dan terjadi kompensasi tubuh terhadap keadaan tersebut. Gejala klinik anemia pada orang
beraktivitas tinggi lebih terlihat karena kebutuhan oksigen yang lebih tinggi.
2,5


Differential Diagnosis
Anemia Perdarahan Kronis ec Ulkus Peptikum
Penyebab utama dari ulkus dianggap infeksi dengan bakteri yang disebut Helicobacter
pylori, yang dapat diperoleh melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.
Penyebab lain dari ulkus adalah produksi berlebihan dari asam klorida dan pepsin. Ketika
secara berlebihan, asam lambung dapat merusak dinding pelindung dari lambung atau organ
internal tertentu, memungkinkan bakteri untuk menyebabkan kerusakan yang lebih besar.
Meskipun bakteri Helicobacter pylori dan sekresi lambung berlebihan terutama bertanggung
jawab untuk pengembangan ulkus, ada juga faktor lain yang dapat berkontribusi pada proses :
merokok, konsumsi alkohol, kafein, dll.
Ketika asam klorida dan pepsin juga terlibat dalam pengembangan maag, gangguan ini
disebut sebagai ulkus peptikum. Jika ulkus terjadi pada tingkat duodenum, gangguan ini
disebut ulkus duodenum. Jika ulkus berkembang dalam perut, gangguan perut atau disebut
tukak lambung. Ulkus lambung dianggap suatu bentuk gangguan pencernaan serius, karena
dapat mengakibatkan komplikasi dan bahkan kanker. Komplikasi yang paling parah adalah
perdarahan ulkus peptikum dan perforasi ulkus.
1
Gejala dari perdarahan karena ulkus adalah :
Muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang
sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi
Tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.
Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak dapat
ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan antagonis H
2
dan
antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat.
Obat-obat tertentu (terutama aspirin, ibuprofen dan obat anti peradangan non-steroid
lainnya), menyebabkan timbulnya erosi dan ulkus di lambung, terutama pada usia lanjut.
Erosi dan ulkus ini cenderung akan membaik jika pemakaian obat tersebut dihentikan
dan jarang kambuh kembali kecuali jika obat digunakan kembali.

Epidemiologi
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di
lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Angka prevalensi anemia di dunia
sangat bervariasi tergantung pada geografi. Angka prevalensi anemia di Indonesia menurut
Husaini dkk adalah sebagai berikut :
Perkiraan Prevalensi Anemia di Indonesia
Kelompok Populasi Angka Prevalensi
1. Anak prasekolah (balita) 30-40%
2. Anak usia sekolah 25-35%
3. Dewasa tidak hamil 30-40%
4. Hamil 50-70%
5. Laki-laki dewasa 20-30%
6. Pekerja berpenghasilan rendah 30-40%
Tabel 2. Prevalensi Anemia.
6

Di UK tiap tahun diperkirakan 30.000 gangguan gastrointestinal yang serius
diakibatkan oleh NSAID dan diperkirakan 12.000 pasien terpaksa dirawat dirumah sakit dan
menyebabkan 1.200 kematian. Di USA diperkirakan lebih dari 40.000 penderita tiap tahun
dirawat di rumah sakit dan menyebabkan 3.000 kematian pada penderita lanjut usia yang
disebabkan oleh pemakaian NSAID. Diperkirakan NSAID menyebabkan 15-35% dari
seluruh komplikasi ulkus.
3



Etiologi
Etiologi dari anemia pasca perdarahan (post-hemoragic) adalah kehilangan darah
karena kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, perdarahan karena kelainan
obstetris, hemoroid dan ankilostomiasis.
7

Anemia yang disebabkan perdarahan mendadak, perdarahan lambat yang kronis
(menahun) mengakibatkan penurunan jumlah total sel darah merah dalam sirkulasi. Anemia
jenis ini dapat berhubungan dengan peningkatan presentase sel darah merah imatur
(retikulosit) dalam sirkulasi.
2
Kehilangan darah dalam jumlah besar (blood loss) akan menyebabkan kurangnya
jumlah sel darah merah (SDM) dalam darah sehingga terjadi anemia. Perdarahan kecil atau
mikro yang terjadi dalam jangka waktu yang lama juga dapat menimbulkan anemia.
Berlainan dengan perdarahan yang besar dan dalam waktu singkat, perdarahan mikrodan
kronis ini biasanya tidak atau kurang disadari. Perdarahan kecil yang menahun di saluran
cerna juga dapat terjadi pada tukak lambung yang tidak diobati sebagaimana mestinya.
8
Ulkus gaster seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri,
kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil disertai darah yang mengalami perubahan
(coffee ground) dan riwayat penyakit ulkus peptikum. Sedangkan pada gastritis erosif,
terdapat perdarahan dengan volume sedikit, berwarna merah terang, dapat terjadi sesudah
konsumsi alkohol atau OAINS dan terdapat riwayat gejala-gejala dispepsia.

Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan
salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.
5

Patofisiologi
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus
anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah harga tertentu.
Gejala umum anemia ini timbul karena anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh
terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia
simptomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala
umum anemia tergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan
hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya. Sindrom anemia terdiridari
rasa lemah, lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, pusing, telinga mendenging (tinnitus), mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien
tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan di bawah kuku. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
5
Reaksi klinis dan morfologis terhadap kehilangan darah bergantung pada kecepatan
perdarahan dan apakah perdarahan bersifat eksternal atau internal. Pengeluaran darah kronik
memicu anemia jika kecepatan perdarahan melebihi kapasitas regeneratif sumsum tulang
atau jika cadangan besi berkurang.
9
Gastropati akibat NSAID bervariasi sangat luas, dari
hanya berupa keluhan nyeri ulu hati sampai pada tukak peptic dengan komplikasi perdarahan
saluran cerna bagian atas.
5

Gejala yang timbul mirip pada anemia perdarahan kronis mirip dengan anemia jenis
lain dan bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung pada seberapa banyak darah yang
hilang dan seberapa cepat. Jika kehilangan darah terjadi secara perlahan selama beberapa
minggu atau lebih, kehilangan sampai dua pertiga dari volume darah dapat menyebabkan
gejala hanya berupa kelelahan dan kelemahan.
5
Gejala klinis yang dapat dijumpai pada
anemia pasca perdarahan jika dihubungkan dengan perdarahan adalah sebagai berikut :


Jumlah Perdarahan Gejala
<10% BB (500 cc) Biasanya asimtomatik, kadang-kadang
dengan sinkop vasovagal
>20% BB (1000 cc) Takikardia dengan hipotensi postural
>30% BB (1500 cc) Vena leher kosong, takikardia dan hipotensi
postural
>40% BB (2000 cc) Hipotensi sampai syok dengan nadi cepat dan
kecil serta akral dingin, curah jantung dan
tekanan vena sentralis menurun
>50% BB (2500 cc) Syok berat, asidosis laktat dan akhirnya
kematian
Tabel 3. Gejala Klinis Perdarahan.
10

Penatalaksanaan
Non Medika Mentosa
Pada perdarahan banyak dan cepat, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan
harus dihentikan. Pemulihan volume darah dengan pemberian plasma secara intravena atau
darah utuh yang telah dicocokkan golongannya. Salin atau albumin juga dapat diinfuskan.
2
Pulihkan volume darah dengan memberikan infus

plasma expanders. Indikasitransfusi darah
bila kadar Hb kurang dari 7g/dL. Pemberian 1 unit Packed Red Cells (PRC) dapat
meningkatkan Ht 3% atau meningkatkan kadar Hb 1 g/dL.
1
Hal yang penting dan kritis
adalah memberikan pengobatan tanpa menunda. Selang intravena berdiameter besar harus
dipasang. Sementara golongan darah ditentukan dan dilakukan percocokan silang
(crossmatch), salin, ringer laktat atau koloid seperti albumin 5% harus diinfuskan untuk
mengoreksi hipovolemia. Selanjutnya darah lengkap diberikan sesegera mungkin.
Pemantauan tanda-tanda vital dan tekananan vena sentral berguna dalam menentukan jumlah
volume penggantian yang tepat.

Penatalaksanaan pada pasien gastropati OAINS, terdiri dari non-mediamentosa dan
medika mentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika
memungkinkan, penghentian penggunaan OAINS. Secara umum, pasien dapat
dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru
dianjurkan rawat inapdi rumah sakit.
5
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan untuk
memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung, mencegah
dan menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik
mungkin. Adapun syarat diet lambung yakni :
3
Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.
Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima.
Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan)
Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan minum
susu terlalu banyak.
Makan secara perlahan.
Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk
memberikan istirahat pada lambung.


Medika Mentosa
Dengan adanya kehilangan darah secara lambat atau sedikit, tubuh dapat memproduksi
cukup sel darah merah untuk memperbaiki anemia tanpa perlu transfusi darah. Karena zat
besi, yang diperlukan untuk memproduksi sel darah merah hilang selama perdarahan,
kebanyakan orang yang mengalami anemia akibat pendarahan perlu mengkonsumsi suplemen
zat besi, biasanya tablet, selama beberapa bulan. Kehilangan darah memerlukan suplementasi
besi untuk jangka panjang. Pemberian ferro sulfat 3 x 200 mg sehari merupakan pilihan yang
tepat. Sediaan besi oral lainnya meliputi ferro fumarat, ferro glukonat. Perbaikan cadangan
besi membutuhkan waktu 3-6 bulan meskipun demikian retikulosis mencapai puncak setelah
10 hari sementara hemoglobin mencapai nilai normal setelah 2 bulan terapi.
5
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati OAINS ringan dapat sembuh
sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau proton
pumpinhibitor (PPI) dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Harus hati-hati menggunakan
ARH2 pada pasien yang harus menggunakan OAINS jangka lama ARH2 ternyata mampu
mencegah timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas. Pasien yang dapat
menghentikan OAINS, obat-obat anti tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI
dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan
OAINS dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI.
5

Komplikasi
1. Kegagalan jantung dimana fungsi jantung menjadi lemah dan tidak mencukupi. Masalah
jantung. Anemia dapat menyebabkan detak jantung yang cepat atau tidak teratur. Jantung
harus memompa darah lebih banyak untuk mengkompensasi kekurangan oksigen yang
dibawa oleh darah. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung
2. Masalah semasa mengandung seperti melahirkan anak pra-matang dan pertumbuhan
janin yang terencat semasa berada di dalam kandungan.
3. Keletihan berat sehingga mengganggu aktivitas seharian. Terutama pada anak sekolah
yang tidak ikut serta kegiatan di sekolah.
4. Pada anemia yang parah, pendarahan yang banyak yang tidak diganti balik dapat
menyebabkan kematian.
3


Penutup
Prognosis akan bertambah baik jika peyakit dasarnya ditangani lebih awal. Anemia
merupakan simptom yang menandakan adanya kelainan lain di tubuh. Sifat-sifat gejala
anemia dapa dipakai untuk membantu diagnosis. Pada orang yang sudah berusia/lansia
prognosis anemia lebih buruk karena daya ketahanan tubuh yang semakin berkurang.
5

Daftar Pustaka
1. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SK, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta : FK Ukrida; 2009. h.103-21.
2. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta : EGC; 2009. h.410-25.
3. Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. Nsaid gastropathy. Volume 5. Jakarta : The
Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy; 2004.
h.89-94.
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.
h.29-30.
5. Sudoyo WA. Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Volume 1&2.
Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009. h. 447, 509-18, 1109-13.
6. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta : EGC; 2012.h.12-40.7.
7. Sadikin M. Biokimia darah. Jakarta : Widya Medika; 2002.h.25-37.
8. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta : Erlangga; 2007. h.23.
9. Mitchell, Kumar K, Abbas, Fausto N. Robbins & Cotran. Dasar patologis penyakit.
Edisi ke-7. Jakarta : EGC; 2010. h.641-2.
10. Bakta IM. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2000. h.139.

Anda mungkin juga menyukai