Anda di halaman 1dari 22

ANATOMI DINDING ABDOMEN

Dinding abdomen tersusun atas kulit, fascia superficialis, fascia profunda, otot-otot,
fascia extraperitonealis dan peritoneum parietale.
Ketika melakukan inspeksi dan palpasi dinding abdomen dibagi menjadi 9 regiones
menggunakan garis bantu vertikal dan horizontal. Garis bantu tersebut adalah:
Linea transpylorica, yaitu garis horizontal yang melalui titik tengah garis vertikal dari
margo superior symphisis pubis hingga margo superior manubrium sterni (incisura
jugularis).
Linea intertubercularis, yaitu garis horizontal yang melalui tuberculum crista iliaca.
Linea medioclavicularis, yaitu garis vertikal yang menghubungkan titik tengah
clavicula dengan titik tengah garis antara Spina Ischiadica Anterior Superior (SIAS)
hingga symphisis pubis.

Gambar 2.1 Regio abdomen

Kesembilan regio abdomen tersebut adalah:
1. Regio hypocondriaca dextra. Organ yang terdapat pada regio ini antara lain lobus
hepatis dexter, vesica fellea, colon ascenden bagian atas, flexura hepatis, colon
transversum bagian dextra.
2. Regio epigastrica. Organ yang terdapat pada regio ini antara lain lobus hepatis sinister,
sebagian ventriculus, pars descenden duodenalis.
3. Regio hypocondriaca sinistra. Organ yang terdapat pada regio ini adalah ventriculus,
lien, colon ascenden bagian atas, flexura hepatis, colon transversum bagian sinistra.
4. Regio lumbalis dextra. Organ yang terdapat pada regio ini adalah colon ascenden.
5. Regio umbilicalis. Organ yang terdapat pada regio ini adalah pars inferior duodeni.
6. Regio lumbalis sinistra. Organ yang terdapat pada regio ini adalah colon descenden.
7. Regio inguinalis dextra. Organ yang terdapat pada regio ini adalah appendix
vermiformis, caecum, ovarium dextra, ren dextra.
8. Regio hypogastrica. Organ yang terdapat pada regio ini adalah colon sygmoideum,
vesica urinaria, uterus.
9. Regio inguinalis sinistra. Organ yang terdapat pada regio ini adalah ovarium sinistra,
ren sinistra.

ANATOMI PELVIS
Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada di sebelah dorsokaudal terhadap
abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke extremitas inferior. Pelvis
bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dan dengan caput femoris kanan dan
kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh ulang,
ligamentum, dan otot. Cavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, memberi tempat kepada
vesicaurinaria, alat kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe, dan saraf. Kerangka
pelvis terdiri dari:
Dua os coxae yang masing-masing dibentuk oleh tiga tulang : os ilii, osischii, dan os
pubis.Saat dewasa tulang-tulang ini telah menyatu selurunya pada acetabulum.
Ilium : batas atas tulang ini adalah crista iliaka. Crista iliaka berjalan ke belakang dari
spina iliaka anterior superior menuju spina iliaka posterior superior. Di bawah
tonjolan tulang ini terdapat spina inferiornya. Permukaan aurikularis ilium disebut
permukaan glutealis karena disitulahpelekatan m gluteus. Linea glutealis inferior,
anterior, dan posterior membatasi pelekatan glutei ke tulang. Permukaan dalam ilium
halus dan berongga membentukfosailiaka. Fosailiaka merupakan tempat melekatnya
m. iliakus. Permukaan aurikularis ilium berartikulasi dengan sacrum pada sendi sakro
iliaka (sendi sinovial). Ligamentum sakro iliaka posterior, interoseus, dan anterior
memperkuat sendi sakro iliaka. Linea iliopektinealis berjalan di sebelah anterior
permukaan dalamilium dari permukaan aurikularis menuju pubis.
Ischium : terdiri dari spina di bagian posterior yang membatasi incisura ischiadika
mayor (atas) dan minor (bawah). Tuberositas ischia adalah penebalan bagian bawah
korpus ischium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus ischium menonjol
kedepan dari tuberositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior.
Pubis : terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang
iniberartikulasi dengan tulang pubis di tiap sisi simfisis pubis. Permukaan superior
dari korpus memiliki crista pubikum dan tuberkulum pubikum. Foramen obturatorium
merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan iskium.
Os sacrum dan os coccygesa.
Os sacrum terdiri dari lima vertebrae rudimenter yang bersatu membentuk tulang
berbentuk baji yang cekung kea rah anterior. Pinggir atas atau basis ossis sacribersendi
dengan vertebra lumbalis V. Pinggir inferior yang sempit bersendi dengan os coceygis.
Di lateral, os sacrum bersendi dengan kedua os coxae membentuk articulation
sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra sacralis pertama menonjol ke depan
sebagai batas posterior apertura pelvis superior, disebut promontorium os sacrum, yang
merupakan bagian penting bagi ahli kandungan untuk menentukan ukuran pelvis.
Foramina vertebralia bersama-sama membentuk canalis sacralis.Canalis sacralis berisi
radix anterior dan posterior nervi lumbales, sacrales, dan coccygeus filum terminale dan
lemak fibrosa.Os coccygis berartikulasi dengan sacrum di superior. Tulang ini terdiri dari
empat vertebra rudimenter yang bersatu membentuk tulang segitiga kecil yang basisnya
bersendi dengan ujung bawah sacrum.Vertebra coccygea hanya terdiri atas corpus,
namun vertebra pertama mempunyai processus transverses rudimenter dan cornu
coccygeum. Cornu adalah sisa pediculusdan processus articularis superior yang menonjol
ke atas untuk bersendi dengan cornu sacrale.

Gambar 2.2 Pelvis

Sendi (Articulatio) dan Ligamen Pelvis ada 4, yaitu:
Dua articulation sacroiliaca
Articulation sacroiliaca kanan dan kiri terletak di anara corpus vertebrae sacralis ke-
1 dan ke-2 dan facies articularis ilium pada kedua sisi. Karena berat tubuh dihantarkan
lewat pelvis, maka sendi-sendi ini dapat mengalami tekanan yang berat. Permukaan
sacrum dan ilium mempunyai banyak tonjolan dan cekungan yang saling mengunci
seperti jigsaq puzzle dan dengan demikian memberikan kestabilan pada sendi tersebut
sesuai dengan kebutuhan, karena terdapat sedikit gerakan sinovia pada setinggi vertebra
sacralis ke-2.Ligamenta sacroiliaca yang kuat mengelilingi sendi ini. Ligament
sacrospinosa dan sacrotuberosa menghubungkan sacrum dan os coxae.Ligament
sacrotuberostum terentang dari tepi baah sacrum sampai tuber ischiadicum.Ligament
sacrospinosum terentang dari tepi bawah sacrum sampai spina ischiadicum.Semua
ligamentum tersebut secara normal membantu membatasi gerakan sacrum.
Symphisis pubis
Symphisis Pubis adalah articulation cartilaginosa sekunder yang panjangnya kira-
kira 4 cm. facies articularis dari corpus ossis pubis ditutupi oleh kartilago hialin, dan
suatudiscus cartilaginosa yang menggabungkan kedua corpora tersebut. Ligamentum
pubicum mengelilingi sendi tersebut dan hanya dapat melakukan gerakan yang
minimum.
Articulation sacrococcygeaa.
Articulatio Saccrococcygea merupakan articulation cartilaginosa sekunder
dibentuk oleh tepi bawah sacrum dan tepi atas coccyx. Sendi ini dikelilingi dan
ditopang oleh ligamentum sacrococcygeum dan dapat melakukan fleksi dan ekstensi
yang merupakan gerakan pasif saatdefekasi dan melahirkan.Ligamentum poupart juga
disebut ligamentum inguinale terentang antara spina iliaca anterior superior dan
corpus ossis pubis.Membrane obturatoria: Membrana obturatoria menutup foramen
obturatorium dan padanya terdapat celah sempit untuk lewat pembuluh darah, saraf
dan pembuluh limfatika.Semua sendi ini dapat bertambah keluasan gerakannya
selama kehamilan karena terjadi elastisitas (kelenturan) ligament yang memperkuat
sendi tersebut akibat adanya hormone relaksin.

ANATOMI SISTEM UROPOETICA MASKULINA
Sistem uripoetica adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan
mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih,
dan uretra.
1. Ginjal

Gambar 2.3 Ginjal

Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra lumbalis iii melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia
memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini
terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas
(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).
Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang
melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3.
Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk
hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan.
Ginjal terbagi atas :
a. Lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler kapiler
darah yang tersusun bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus
dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan
malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat zat yang
terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat
zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai
bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
b. Lapisan dalam (yaitu medulla / substantia medullaris)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut
apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan
jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18
buah tampak bergaris garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli
dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut
dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi,
setelah mengalami berbagai proses.
c. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing masing bercabang
membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari
piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari
Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di
tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu
juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Sebuah nefron terdiri dari sebuah
komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan
oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah
yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus
mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-
pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis
yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah
yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus
ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan
filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian
selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob
Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam
pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi.. Sebagian besar air (97.7%) dalam
filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.Cairan
mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:
1. tubulus penghubung
2. tubulus kolektivus kortikal
3. tubulus kloektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular
adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. Cairan menjadi makin kental di
sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke
kandung kemih melewati ureter.


2. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan
ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat
sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Pada laki-laki ureter melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus deferens.
Sedangkan pada perempuan melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan bagian atas
vagina. Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial
untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta
muara ureter ke dalam vesica urinaria.
Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu.Ureter diperdarahi oleh cabang dari
a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis
inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus
renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.

3. Vesika urinaria ( kandung kemih )

Gambar 2.4 Vesica urinaria dan uretra pria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya
diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi
sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan
organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior
dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral
dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan
collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga
yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih
pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada
vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis
melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan
sebagai sensorik dan motorik.
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).

4. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada
pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan berhubungan dengan kelenjar prostat,
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua
otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat
involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter),
sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung
kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
a. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
b. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
c. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal
yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
d. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.

Fraktur tulang panggul
Etiologi
Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan dislokasi sendi
panggul sering ditemukan. Dislokasi panggul merupakan akibat dari suatu trauma hebat.
Patah tulang pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang menekan tubuh bagian
bawah atau apabila terdapat luka serut, memar, atau hematom di daerah pinggang, sacrum,
pubis atau perineum.
Epidemiologi
Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.Sepuluh persen
diantaranya di sertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra ,buli-
buli,rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas sekitar 10 %.

Patogenesis
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau
karena jatuh dari ketinggian .Pada orang tua dengan osteoporosis atau osteomalasia dapat
terjadi fraktur stres pada ramus pubis oleh karena rigiditas panggul maka keretakan pada
salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain kecuali pada trauma langsung.
Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau mungkin terjadi robekan sebagian atau
terjadi reduksi spontan pada sendi sakro iliaka.
Patofisiologi
Tulang panggul terdiri dari ilium, iskium, dan pubis, yang merupakan cincin anatomis
dengan sacrum. Gangguan dari cincin ini membutuhkan energi yang signifikan. Patah tulang
panggul sering melibatkan cedera pada organ-organ yang terdapat dalam tulang
panggul. Selain itu, trauma pada organ ekstra-panggul juga dapat dijumpai. Patah tulang
panggul sering juga dikaitkan dengan perdarahan masif akibat besarnya suplai darah untuk
wilayah tersebut.

Mekanisme tauma
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:
Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dan kendaraan .
ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi eksterna
disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury. Bagian posterior
ligamen sakro iliaka mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur bagian
belakang ilium.
Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan .Hal ini terjadi
apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian
.Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan
bagian belakang terdapat strain dari sendi sakro iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula
fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur
ramus pubis dan disrupsi sendi sakro iliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila
seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.

Klasifikasi trauma pelvis menurut Tile (1988)
a. Tipe A: stabil
A1: fraktur panggul tidak mengenai cincin
A2: stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur
Tipe A termasuk fraktur avulsi atau fraktur yang mengenai cincin panggul tetapi tanpa atau
sedikit sekali pergeseran cincin.
b. Tipe B: tidak stabil secara rotasional, stabil secara vertikal
B1: open book
B2: kompresi lateral ipsilateral
B3: kompresi lateral kontralateral (bucket-handle)
Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai sisi satu panggul (open book) atau
rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada ramus isio-
pubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma bagian posterior tetapi simfisis tidak
terbuka (closed book).
c. Tipe C: tidak stabil secara rotasi dan vertikal
C1: unilateral
C2: bilateral
C3: disertai fraktur asetabulum
Terdapat disrupsi ligamen posterior pada satu sisi disertai pergeseran dari salah satu sisi
panggul secara vertikal, mungkin juga disertai fraktur asetabulum. Menurut Key dan
Conwell
Manifestasi klinis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat
mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan,
deformitas, serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan
anemia, syok karena perdarahan yang hebat, dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak
bawah.
Anamnesis:
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan klinik:
a. Keadaan umum
o Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
o Lakukan survei kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
o Pemeriksaan nyeri: Tekanan dari samping cincin panggul; tarikan pada cincin panggul
o Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan dan deformitas
o Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan simfisis
pubis
o Pemeriksaan colok dubur

Berdasarkan klasifikasi Tile:
Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha berjalan.
Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis.

Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri,
serta juga tidak dapat kencing. Kadang kadang terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri
tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala
ossis ilium akan sangat nyeri.

Pemeriksaan penunjang trauma pelvis
a. Pemeriksaan radiologis:
o Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan prioritas
pemeriksaan rongent posisi AP.
o Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum
memungkinkan.
b. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
o Kateterisasi
o Ureterogram
o Sistogram retrograd dan postvoiding
o Pielogram intravena
o Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

Penatalaksanaan trauma pelvis
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat alat dalam rongga panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
- Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,
traksi, pelvic sling
- Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang dikembangkan
oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
a. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan dengan
traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan
penopang.
b. Fraktur Tipe B:
- Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain
gendongan posterior atau korset elastis.
Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.
- Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa dilakukan, akan
tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang
nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
c. Fraktur Tipe C: sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi
kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang
kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka
dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.
Komplikasi trauma pelvis
a. Komplikasi segera
- Trombosis vena ilio femoral
Sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
- Robekan kandung kemih
Terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian tulang panggul yang
tajam.
- Robekan uretra
Terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars membranosa.
- Trauma rektum dan vagina
- Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok.
- Trauma pada saraf
Lesi saraf skiatik
Dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu
tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
Lesi pleksus lumbosakralis
Biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula
terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
b. Komplikasi lanjut
- Pembentukan tulang heterotrofik
Biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi
operasi. Berikan Indometacin sebagai profilaksis.
- Nekrosis avaskuler
Dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
- Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder
Apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat,
sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang
akan memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
- Skoliosis kompensator

TRAUMA URETHRA
Trauma urethra biasanya terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita. Sering
ada hubungan dengan fraktur pelvis dan straddle injury. Urethra pria terdapat
dua bagian yaitu:a. Anterior, terdiri dari: urethra pars glanularis, pars pendulans dan pars
bulbosab. Posterior, terdiri dari pars membranacea dan pars prostatika. Berdasarkan anatomi
ruptur urethra dibagi atas: a. Ruptur urethra posterior yang terletak proksimal diafragma
urogenital b. Ruptur urethra anterior yang terletak distal diafragma urogenital
I. TRAUMA URETHRA POSTERIOR
1. Etiologi trauma urethra posterior
a . Urethra pars membranacea adalah bagian urethra yang melewati diafragma urogenitalis
(diafragma U.G) dan merupakan bagian yang paling mudah terkena trauma, bila terjadi
fraktur pelvis.
b . Diafragma U.G yang mengandung otot otot yang berfungsisebagai sphincter urethra
melekat / menempel pada daerah os pubis bagian bawah.Bila terjadi trauma tumpul yang
menyebabkan fracturdaerahtersebut, maka urethra pars membranacea akan terputus pada
daerah apex prostat dan pada daerah prostat membranaeous junction
2. Patofisiologi trauma urethra posterior
a. Trauma urethra posterior biasanya disebabkan oleh karena trauma tumpul dan fraktur
pelvis.
b . Urethra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma U.G dan terjadi perubahan
posisi prostat ke arah superior (prostat terapung - floating prostat) dengan terbentuknya
hematoma periprostat dan perivesical
3. Manifestasi klinis trauma urethra posterior
a . Pasien mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada perut bagianbawah.
b. Darah menetes dari urethra adalah gejala yang paling penting dari ruptur urethra. Gejala ini
merupakan indikasi untuk dilakukan urethrogramretrogade. Kateterisasi merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan infeksi periprostatika dan perivesika hematoma
serta dapat menyebabkan laserasi yang partial menjadi total.
c. Tanda tanda fraktur pelvis dan nyeri suprapubik dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik
d. Pada pemeriksaan colok dubur, bisa didapatkan prostat mengapung (floating prostat) pada
ruptura total dari urethra pars membranacea oleh karena terputusnya ligamen puboprostatika.
4.Pemeriksaan penunjang trauma urethra posterior
a . Pemeriksaan radiologisb.
b.Retrograd urethrogram: menunjukkan ekstravasasi
5. Penatalaksanaan trauma urethra posterior
a. Kateterisasi urethra merupakan kontraindikasi pada pasien ruptur urethra. B. Setelah
kegawatan dapat diatasi, maka dipasang sistosomi suprapubik dengan membuka buli buli
dan melakukan inspeksi buli buli secara baik untuk meyakinkan ada / tidaknya laserasi buli
bulic.
c.Dalam minggu pertama setelah dipasang sistosomi suprapubik,pemasangan kateter urethra
dapat dicoba dengan bantuan endoskopi dengan anestesi. Bila tindakan ini berhasil, kateter
dipertahankan kurang lebih 4 minggu (kateter silikon)
6. Komplikasi trauma urethra posterior
a. Striktura urethra, impotensi dan inkontinensia.
b. Komplikasi akan tinggi bila dilakukan repair segera, dan akanmenurun bila hanya
melakukan sistostomi suprapubik terlebih dahulu dan kemudian repair dilakukan belakangan
II. TRAUMA URETHRA ANTERIOR
1. Etiologi trauma urethra anterior
Straddle injury dan iatrogenik, seperti instrumentasi atau tindakan endoskopik
2. Patofisiologi trauma urethra anterior
a. Kontusio
- Tidak terdapat robekan, hanya terjadi memar
- Hematoma perineal biasanya menghilang tanpa komplikasi.
b.LaserasiStraddle injury yang berat dapat menyebabkan robeknya urethra dan terjadi
ekstravasasi urine yang bisa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding abdomen
yang bila tidak ditangani dengan baik bisamenyebabkan infeksi dan sepsis
3. Manifestasi klinis trauma urethra anterior
a. Riwayat jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena darah perineum atau riwayat
instrumentasi disertai adanya darah menetes dari urethra yang merupakan gejala penting.
b. Nyeri daerah perineum dan kadang kadang ada hematoma prostatc.
c. Retensio urine bisa terjadi dan dapat diatasi dengan sistosomi suprapubik untuk sementara,
sambil menunggu diagnosa pasti. Pemasangan kateter urethra merupakan kontraindikasi
4. Pemeriksaan penunjang urethra anterior
Urethrogram retrograd akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi
urethra, sedangkan pada kontusio urethra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak
tampak adanya ekstravasasi, maka kateter urethra boleh dipasang.
5. Penatalaksanaan trauma urethra anterior
Eksplorasi segera pada daerah ruptura dan dilakukan repair urethra
6. Komplikasi trauma urethra anterior
Perdarahan, infeksi/sepsis dan striktura urethra

SISTOSTOMI dan PUNKSI BULI-BULI
a. Definisi
Suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing melalui lubang yang dibuat supra
pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi.
Macam: sistostomi trokar dan sistostomi terbuka
b. Ruang lingkup
Semua penderita yang datang dengan keluhan berupa tidak bisa kencing, keluar darah lewat
uretra, ekstravasasi urin sekitar uretra, hematom pada perineum atau prostat melayang.
Trauma uretra adalah trauma yang mengenai uretra berupa trauma tajam, trauma tumpul atau
akibat instrumentasi uretra seperti pemasangan kateter dan sistoskopi.
Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang
terkait antara lain Patologi Klinik dan Radiologi.
c. Indikasi operasi sistostomi trokar
- retensio urin dimana:
- kateterisasi gagal: striktura uretra, batu uretra yang menancap (impacted)
- kateterisasi tidak dibenarkan: ruptur uretra
Syarat pada sistostomi trokar:
- buli-buli jelas penuh dan secara palpasi teraba
- tidak ada sikatrik bekas operasi didaerah abdomen bawah
- tidak dicurigai adanya perivesikal hematom, seperti pada fraktur pelvis
Indikasi operasi sistostomi terbuka
- retensio urin dimana:
- kateterisasi gagal: striktura uretra, batu uretra yang menancap (impacted)
- kateterisasi tidak dibenarkan: ruptur uretra
- bila sistostomi trokar gagal
- bila akan dilakukan tindakan tambahan sepertimengambil batu dalam buli-buli, evakuasi
gumpalan darah, memasang drain di kavum Retzii dan sebagainya.
d. Kontra indikasi operasi:
Umum
e. Diagnosis Banding (tidak ada)
f. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap, tes faal ginjal, sedimen urin, foto polos abdomen/pelvis, uretrografi.
g. Tehnik Operasi
Secara singkat tehnik dari sistostomi trokar dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Posisi terlentang
- Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
- Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
- Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang akan
di insisi.
- Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang
lebih kurang 1 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai linea alba.
- Trokar set, dimana kanula dalam keadaan terkunci pada Sheath ditusukkan melalui
insisi tadi ke arah buli-buli dengan posisi telentang miring ke bawah. Sebagai
pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar 15-30%.
- Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli ditandai dengan:
o Hilangnya hambatan pada trokar
o Keluarnya urin melalui lubang pada canulla
- Trokar terus dimasukkan sedikit lagi.
- Secepatnya canulla dilepaskan dari Sheathnya dan secepatnya pula kateter Foley,
maksimal Ch 20, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari sheath yang masih
terpasang.
- Segera hubungkan pangkal kateter dengan kantong urin dan balon kateter
dikembangkan dengan air sebanyak kurang lebih 10 cc.
- Lepas sheath dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel pada dinding buli-
buli.
- Insisi ditutup dengan kasa steril, kateter difiksasi ke kulit dengan plester.
Secara singkat tehnik dari sistostomi terbuka dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Posisi terlentang
- Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
- Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
- Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang akan
di insisi.
- Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang
lebih kurang 10 cm. Disamping itu dikenal beberapa macam irisan yaitu transversal
menurut Cherney. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia anterior muskulus
rektus abdominis. Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea
alba.
- Sisihkan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas, selanjutnya pasang retraktor.
- Buat jahitan penyangga di sisi kanan dan kiri dinding buli.
- Lakukan tes aspirasi buli dengan spuit 5 cc, bila yang keluar urin, buat irisan di
tempat titik aspirasi tadi lalu perlebar dengan klem.
- Setelah dilakukan eksplorasi dari buli, masukkan kateter Foley Ch 20-24.
- Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chromic catgut.
- Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli
digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada otot
rektus kanan dan kiri.
- Jahit luka operasi lapis demi lapis.
- Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan juga
dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.
Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.
Mortalitas
(tidak ada)
Perawatan Pascabedah
Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi.
Pelepasan kateter sesuai indikasi.
Follow-up
Sesuai indikasi


Sumber:
http://emedicine.medscape.com/article/825869-overview
American college of surgeons. 2004. Advanced trauma life support for doctors.
Jong wim de. Buku ajar ilmu bedah. 2004. EGC

Anda mungkin juga menyukai