Anda di halaman 1dari 8

Blok Endokrinologi Skenario 1: Diabetes Mellitus

DIABETES MELITUS
DIAGNOSIS, KOMPLIKASI, PENANGANAN, dan DIAGNOSIS BANDING
DENGAN DIABETES INSIPIDUS



BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Di negara maju, insiden diabetes melitus adalah 5%, dan sejumlah 5% orang cenderung untuk
mendapatkan penyakit ini.

Pada tahun 1995, tercatat penderita diabetes di Indonesia merupakan urutan ke-7 di dunia
dengan urutan pertama India, yang selanjutnya Cina, Amerika Serikat, Rusia, Jepang, dan
Brazil. Diperkirakan jumlah ini akan terus berkembang pada tahun-tahun berikutnya.

Pada skenario, seorang penderita wanita usia 45 tahun berat badan 45 kg, tinggi badan 156
cm, datang ke poliklinik penyakit dalam Sub Bagian Endokrinologi dan Metabolik Rumah
Sakit Dr Moewardi Surakarta dengan keluhan sering kencing atau poliuria, kedua kaki terasa
kesemutan (polineuropati) dan mata kabur. Riwayat penyakit sekarang: Sejak 2 tahun yang
lalu penderita merasakan sering kencing, banyak makan tetapi berat badan semakin kurus dan
pernah berobat ke dokter katanya menderita diabetes insipidus. Anak laki-lakinya yang
berusia 11 tahun menderita penyakit diabetes melitus dan sekarang memakai insulin.
Pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Hasil CT scan abdomen kesimpulan: kalsifikasi
pada kelenjar pancreas. Laboratorium darah: gula darah puasa 256 mg/dl, kolesterol total 250
mg/dl, creatinine 2,0 mg/dl. Urine rutin: protein positif (+++), reduksi (+++).

Oleh dokter poliklinik penderita diberi obat antidiabetik oral, selanjutnya dirujuk ke
poliklinik gizi dengan diet DM 1700 kalori, poliklinik mata dan poliklinik neurologi. Selain
itu penderita dianjurkan untuk latihan jasmani setiap hari dan kontrol rutin setiap bulan
karena penyakit ini sebagian besar harus menjalani pengobatan selama hidup.

Pada skenario ini, diduga ibu tersebut menderita diabetes melitus berdasarkan kriteria
diagnostik yang muncul yang akan dibahas pada laporan tutorial ini.

2. RUMUSAN MASALAH

a) Bagaimana fisiologis hormon insulin pada kelenjar pankreas?
b) Apakah yang dimaksud dengan diabetes melitus?
c) Bagaimana patofisiologi dan patologi diabetes melitus?
d) Bagaimanakah proses dan cara diagnosis diabetes melitus?
e) Bagaimana diagnosis banding antara diabetes insipidus dengan diabetes melitus?
f) Apa saja komplikasi diabetes melitus?
g) Bagaimanakah penanganan diabetes melitus?

3. TUJUAN

a) Mengetahui fisiologis hormon insulin pada pankreas.
b) Mengetahui pengertian diabetes melitus dan klasifikasinya.
c) Mengetahui proses dan cara diagnosis diabetes melitus.
d) Mengetahui patofisiologi dan patologi diabetes melitus.
e) Mengetahui komplikasi diabetes melitus.
f) Mengetahui penanganan diabetes melitus.

4. MANFAAT

a) Mampu mengetahui gejala dan tanda penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin.
b) Mampu memahami proses dan cara diagnosis penyakit endokrin.
c) Mampu memahami patofisiologi dan patologi penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin.
d) Mengetahui dasar dan macam-macam terapi pada penyakit endokrin.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. FISIOLOGIS HORMON INSULIN PANKREAS

Fungsi endokrin pankreas adalah memproduksi dan melepaskan hormon insulin, glukagon,
dan somatostatin. Hormon-hormon ini masing-masing diproduksi oleh sel-sel khusus yang
berbeda di pankreas, yang disebut pulau Langerhans.

Sekresi Insulin

Insulin dilepaskan pada suatu tingkat/kadar basal oleh sel-sel beta pulau Langerhans.
Rangsangan utama untuk pelepasan insulin di atas kadar basal adalah peningkatan glukosa
darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/100ml darah.
Apabila glukosa darah meningkat melebihi 100 mg/100 ml darah, maka sekresi insulin dari
pankreas dengan cepat meningkat dan kembali ke tingkat basal dalam 2-3 jam. Insulin adalah
hormon utama pada stadium absorptif pencernaan yang muncul segera setelah makan. Di
antara waktu makan, kadar insulin rendah.

Insulin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin yang terdapat di sebagian besar
sel tubuh. Setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa (yang di perantarai pembawa) ke dalam sel. Setelah berada
di dalam sel, glukosa dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi melalui siklus
Krebs, atau dapat disimpan di dalam sel sebagai glikogen. Peningkatan glukosa plasma
menyebabkan peningkatan insulin, yang akhirnya mengakibatkan kadar glukosa plasma
menurun. Insulin adalah hormon anabolik (pembangun) utama pada tubuh dan memiliki
berbagai efek. Insulin meningkatkan transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang
pembentukan protein, serta menghambat penguraian simpanan lemak, protein dan glikogen.
Insulin juga menghambat glukoneogenesis ( pembentukan glukosa baru) oleh hati.

2. DIABETES MELITUS

Definisi

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya.(Gustaviani,2006).

Klasifikasi

1. Diabetes melitus tipe 1, yang juga disebut diabetes melitus tergantung insulin (IDDM),
disebabkan kurangnya sekresi insulin(Guyton dan Hall,2007) karena detruksi sel beta,
umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut(Gustaviani,2006), dan dapat dibagi dalam
dua subtipe yaitu: autoimun dan idiopatik(Price dan Wilson, 2006).

2. Diabetes melitus tipe 2, yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung
insulin(NIDDM), disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek
metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini seringkali disebut sebagai
resistensi insulin(Guyton dan Hall, 2007)

3. Diabetes gestasional, terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

4. Diabetes tipe lain, yaitu: cacat genetik fungsi sel beta:MODY, cacat genetik kerja
insulin,endokrinopati(sindrom Cushing,akromegali), penyakit eksokrin pankreas, obat atau
diinduksi secara kimia, dan infeksi(Price dan Wilson, 2006).

Patofisiologi dan Patologi

Defisiensi insulin relatif maupun absolut menyebabkan penyerapan glukosa ke dalam sel
terhambat serta metabolisme terganggu, selanjutnya akan menimbulkan hiperglikemia, lalu
menimbulkan diabetes melitus. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi karbondioksida dan air, 5% diubah menjadi
glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak Pada diabetes melitus semua proses
tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama
diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Bila hiperglikemia hebat sekali hingga darah
menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel karena glukosa bersifat diuretik osmotik,
diuretis disertai hilangnya elektrolit sehingga menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit
pada penderita diabetes yang tidak diobati, karena adanya dehidrasi maka badan berusaha
mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia).

Diagnosis

Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal,
mata kabur,dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika
keluhan khas, /pemeriksaan glukosa darah sewaktu>= 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa>=126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM(Gustaviani,2006)

Komplikasi

1. Komplikasi Metabolik Akut

a. Ketoasidosis diabetik (DKA)
Jika kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan badan keton. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipertensi dan
syok. Akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal. DKA ditangani perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin,
pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat
ketoasidosis, pengobatan dengan insulin masa singkat melalui infus intravena kontinu atau
suntikan intramuskular yang sering dan infus glukosa dalam air.

b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nondiabetik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada diabetes tipe 2.
Hiperglikemia muncul tanpa ketosis dan menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik,
dan dehidrasi berat. Pengobatannya adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin
regular.

c. Hipoglikemia
Pasien diabetes dependen insulin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak
daripada yang dibutuhkannya. Gejalanya disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat,
gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak. Serangan
hipoglikemia berbahaya bila sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian. Penatalaksanaannya adalah perlu
segera diberikan karbohidrat baik oral maupun intravena, kadang diberi glukagon, suatu
hormon glikogenolisis secara intramuskular.

2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang

a. Mikroangiopati (pembuluh darah kecil)
Retinopati diabetik
Manifestasi dininya adalah mikroaneurisma dari arteriola retina. Akibatnya, pendarahan,
neovaskularisasi, dan jaringan parut retina dapat mengakibatkan kebutaan. Pengobatan paling
berhasil adalah fotokoagulasi keseluruhan retina.
Nefropati diabetik
Manifestasi dininya adalah proteinuria dan hipertensi. Pengobatannya adalah transplantasi
ginjal.
Neuropati diabetik
Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosasorbitolfruktosa)
akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga
mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan.pada jaringan saraf, terjadi penimbunan
sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati.
Perubahan kimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwan
dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi akan berkurang yang disertai
hilangnya refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf
perifer (mono/polineuropati), saraf kranial atau otonom.

b. Makroangiopati (pembuluh darah sedang dan besar)
Aterosklerosis
Aterosklerosis disebabkan oleh insufisiensi insulin. Gangguan ini berupa penimbunan
sorbitol dalam intima vaskular , hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah. Jika
penyumbatan ini mengenai arteri perifer dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer
yang disertai klaudikasio serebral dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan
stroke.
Gangguan kehamilan
Perempuan yang menderita diabetes dan hamil, cenderung mengalami abortus spontan,
kematian janin intrauterin, ukuran janin besar, dan bayi prematur dengan insiden sindrom
distres pernapasan yang tinggi, serta malformasi janin. Dapat dicegah dengan pengontrolan
gula darah selama kehamilan dan kelahiran dibuat lebih dini. (Price dan Wilson, 2006)

Penatalaksanaan

1. Perencanaan Diet
Rencana diet untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi tiap hari.
Jumlah kalori yang disarankan bervariasi, bergantung pada kebutuhan, apakah untuk
mempertahankan, menurunkan atau meningkatkan berat tubuh (Price dan Wilson, 2006).

2. Latihan Fisik dan Pengaturan Aktivitas Fisik
Latihan fisik kelihatannya mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan
meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun
selama latihan fisik sehingga hipoglikemia dapat dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat
suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan peningkatan ambilan glukosa
selama latihan fisik dapat menimbulkan hipoglikemia (Price dan Wilson, 2006).

3. Agen-agen Hiperglikemik Oral
a. Golongan Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara:
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit berlebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orang tua karena risiko
hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan
preparat dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada
pasien diabetes melitus dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Preparat yang
ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (IMT > 30) sebagai
obat tunggal. Pada pasien dengan berat badan lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasikan
dengan obat golongan sulfonylurea.
c. Inhibitor glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase di dalam saluran
cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
d. I nsulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi
meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

4. Terapi Insulin
Insulin masih merupakan obat utama untuk diabetes melitus tipe 1 dan beberapa jenis
diabetes melitus tipe 2, tetapi memang banyak pasien diabetes melitus yang enggan disuntik.,
kecuali dalam keadaan terpaksa. Karenanya, terapi edukasi pasien diabetes mellitus sangat
penting, agar pasien sadar akan perlunya terapi insulin meski diberikan secara suntikan.
Suntikan insulin dpaat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain intravena, intramuskuler,
dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan (SK). Cara
pemberian ini berbeda dengan keadaan sekresi insulin secara fisiologik, antara lain setelah
asupan makanan kinetiknya tidak menunjukkan peningkatan dan penurunan sekresi insulin
yang cepat; pada pemberian subkutan insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang
seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormon ini pada hepar
menjadi kurang. Meski demikian kalau cara pemberian ini dilakukan dengan cermat, tujuan
terapi akan tercapai (Suherman, 2007).

3. DIABETES INSIPIDUS

Diabetes insipidus disebabkan oleh berkurangnya produksi ADH baik total maupun parsial
oleh hipotalamus, atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis anterior. Berkurangnya ADH
dapat berasal dari tumor atau cedera kepala. Diabetes insipidus mungkin juga disebabkan
oleh ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah, akibat
berkurangnya reseptor atau second messenger. Gambaran klinis dari diabetes insipidus adalah
poliuria dan polidipsi. Perangkat diagnostiknya yaitu pemeriksaan darah dengan menghitung
kadar ADH, peningkatan osmolalitas plasma dan adanya hipernatremia dapat membantu
menekan diagnosa(bukusaaku patofis).



BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus, ibu usia 45 tahun tersebut mempunyai keluhan poliuria, kedua kaki terasa
kesemutan (polineuropati) dan mata kabur. Keluhan poliuria merupakan gambaran klinis dari
diabetes insipidus maupun diabetes melitus, namun untuk menegakkan diagnosis diabetes
insipidus diperlukan pemeriksaan darah dengan menghitung kadar ADH, peningkatan
osmolalitas plasma dan adanya hipernatremia, namun di skenario tidak dijelaskan hal
tersebut. Bila ada keluhan khas seperti poliuria, polifagia, polidipsia,penurunan berat badan
tanpa sebab yang jelas disertai dengan hasil pemeriksaan gula darah puasa >= 126 mg/dl atau
pemeriksaan gula darah sewaktu >= 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Keluhan lain penderita DM yaitu, kesemutan, mata kabur,dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Diagnosis DM ibu tersebut diperkuat dari anaknya
yang juga menderita diabetes melitus.
Berikut merupakan perbandingan antara DM dan DI.

Diabetes Mellitus
1. Gula darah: Tinggi
2. Hormon yang mempengaruhi: Insulin
3. Kelainan ginjal (poliuria): Rusaknya sistem saraf pada glomerolus, glukosa melebihi batas
ambang ginjal
4. Dehidrasi: Cairan ditarik glukosa untuk ekskresinya
5. Penyebab: Kerusakan pankreas (sel beta), ketidaksensitivan reseptor
6. Mekanisme genetik Menurun Tidak
7. Reduksi urin: +
8. Proteinuria: +
9. Pengobatan: Rencana diet, latihan jasmani, terapi insulin, obat antidiabetik
Diabetes Insipidus
1. Gula darah: Normal
2. Hormon yang mempengaruhi: ADH/ Vasopresin
3. Kelainan ginjal (poliuria): Tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin
4. Dehidrasi: Tidak mampu mempertahankan masukan air minum
5. Penyebab: Tumor hipotalamus, tumor hipofisis, trauma kepala, oklusi pembuluh darah
serebral, penyakit granulomatosa
6. Mekanisme genetik: Tidak
7. Reduksi urin: -
8. Proteinuria: -
9. Pengobatan: Pembatasan pemberian air, obat penghambat efek vasopresin

Jadi, dari ciri-ciri dan gejala yang dialami wanita tersebut, jelas bahwa ia mengalami diabetes
melitus.

Ibu tersebut mengalami diabetes melitus tipe 2 yang disebabkan oleh penurunan sensitifitas
jaringan target terhadap insulin atau disebut juga resistensi insulin, karena biasanya penderita
DM tipe 2 berumur diatas 40 tahun, sedangkan DM tipe 1 disebabkan oleh detruksi sel-sel
beta sehingga insulin yang dihasilkan sedikit bahkan tidak ada seperti yang terjadi pada
anaknya sehingga perlu diberi terapi insulin. Ibu tersebut juga mengalami gangguan ginjal,
hal ini bisa dilihat dari hasil lab urin mengandung glukosa dan protein, serta creatinine
meningkat menjadi 2,0 mg/dl padahal normalnya kurang dari 1,3 mg/dl, meningkatnya
creatinine merupakan indikasi terjadinya kerusakan pada glomerulus. Pada sang ibu karena
masih dihasilkan insulin, maka penanganan yang tepat adalah pemberian obat antidiabetika
oral untuk merangsang pelepasan insulin yang tersimpan dari golongan sulfonylurea yaitu
tolbutamid dan glikuidon karena dapat digunakan untuk penderita gangguan ginjal dan obat
untuk meningkatkan sensitifitas jaringan target yaitu thoazolidinediones, selain pemberian
obat juga diperlukan terapi diet untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang di
konsumsi tiap hari dan latihan fisik untuk mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel
dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin,pengobatan terhadap diabetes melitus harus
dilakukan selama hidup. Selain itu juga diperlukan edukasi pada pasien mengenai diabetes
melitus serta pencegahan komplikasi dan penanganannya seperti hipoglikemia, HHNK,
ketoasidosis diabetik, mikroangiopati,dan makroangiopati.


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1) Ibu tersebut menderita diabetes melitus tipe 2
2) Penanganan untuk diabetes melitus tipe 2, tidak hanya menggunakan obat antidiabetik
oral, namun perlu dibarengi dengan diet kalori dan latihan fisik

Saran
Sebaiknya pasien mencegah hal-hal yang dapat memperparah penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Gustaviani, Reno. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In: Aru WS,
Bambang S.,dkk.(eds). Buku Ajar IPD Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 1857-1859.

Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 (Vol 2).
Jakarta: EGC.

Suherman, Suharti K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Farmakologi dan Terapi Edisi
5. Jakarta: Gaya Baru.

Anda mungkin juga menyukai