Anda di halaman 1dari 103

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI


KRONIK YANG DI RAWAT INAP DI RSUD ACEH TAMIANG
TAHUN 2007-2008





Oleh :




ANITA RAHMATIKA
NIM. 051000053












FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009




Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
ABSTRAK

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab
utama kesakitan dan kematian di dunia. Di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh
Tamiang pada tahun 2007 proporsi penderita PPOK sebesar 3,76% dari seluruh
pasien rawat inap, dan pada tahun 2008 sebesar 3,77% dari seluruh pasien
rawat inap.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan
untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang tahun
2007-2008. Populasi dan sampel adalah data penderita PPOK rawat inap di
RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 sebanyak 139 data (total sampling).
Kecendrungan kunjungan penderita PPOK berdasarkan data per bulan
tahun 2007dan 2008 menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis masing-
masing dan x y 42 , 0 11 , 2 + = x y 78 , 0 68 , 1 + = . Proporsi penderita PPOK pada
kelompok umur > 60 tahun 57,6%, dengan proporsi laki-laki 43,2% dan
perempuan 14,4%, agama Islam 100%, tempat tinggal di luar Kualasimpang
51,1%, petani 30,2%, suku Aceh 44,7%, pendidikan SLTA 29,6%, jenis penyakit
sebelumnya bronkhitis kronis 42,4%, jenis komplikasi gagal nafas dan kor
pulmonal 43,2%, tingkat keparahan tingkat III 64,1%, keluhan batuk berdahak
dan sesak nafas 100%, lama rawatan rata-rata 6,27hari, sumber pembiayaan
tertinggi bukan biaya sendiri 71,9%, pulang berobat jalan 77,7%, dan CFR =
1,4%. Terdapat penderita dengan keparahan PPOK Normal dengan proporsi
3,6%.
Proporsi penderita PPOK berumur 50 tahun yang jenis penyakit
sebelumnya Bronkhitis Kronik (39%) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
Asma Bronkial (28,8%), Emfisema (13,6%), dan TBC Paru (18,6%).(
2
= 11,980;
p= 0,007; 39% vs 28,8%; 39% vs 13,6%; 39% vs 18,6%).Lama rawatan rata-rata
penderita dengan keparahan tingkat I secara signifikan lebih singkat dari PPOK
normal, tingkat III, dan tingkat II. (F=8,068; p= 0,000 ; 5,00 hari vs 4,88 hari;
6,00 hari vs 4,88 hari; 7,01 hari vs 4,88 hari).Lama rawatan rata-rata penderita
yang berobat menggunakan biaya sendiri secara signifikan lebih singkat dirawat
dari Jamkesmas dan Askes. (F = 5,043; p = 0,008; 5,51 hari vs 6,19 hari; 5,51
hari vs 7,43hari).
Bagi pihak rumah sakit agar meningkatkan pelayanan kesehatan bagi
penderita PPOK khususnya untuk meminimalisir PAPS dan diharapkan untuk
melengkapi pencatatan rekam medik terkhusus yang berkaitan dengan PPOK
misalnya riwayat merokok.


Kata Kunci: PPOK, Karakteristik Penderita,RSUD Aceh Tamiang







Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is one of the primary
caused of sickness and death in the world. The proportion of COPD patient who
had been hospitalized in RSUD Aceh Tamiang at 2007 were 3,76% from all of
hospitalized patient, and 3,77% from all of hospitalized patient at 2008.
This study was descriptive research with case series design to know the
characteristic of COPD patient in RSUD Aceh Tamiang in 2007-2008. The
population and sample were 139 COPD patient data who had been hospitalized
in RSUD Aceh Tamiang in 2007-2008 (total sampling).
Based on monthly data at 2007 and 2008, there was an increasing
tendency of COPD cases as it show by the formula and
. The highest proportion of the patient with COPD is at age 60
years old 57,6% that counts for male 43,2% and female 14,4%, moeslim 100%,
lived at out of Kualasimpang 51,1%, farmer 30,2%, Acehnese 44,7%, Senior High
School 29,6%, Chronic Bronchitis as the underlying disease 42,4%, type of
complication were hard breath and cor pulmonal each 43,2%, COPD grade II
64,1%, the main complain found to be cough to expectorate and out of breath
each 100%, average length of stay 6.27 days, cost with insurance 71,9%, clinical
recovery out patient 77,7, and CFR=1,4%. This research found the proportion
COPD patient at PPOK grade normal is 3,6%
x y 42 , 0 11 , 2 + =
x y 78 , 0 68 , 1 + =
The proportion of COPD patient at age 50 years old with Chronic
Bronchitis(39%) were more significant as the underlying disease than Asthma
Bronchial (28,8%), Emfisema (13,6%), and TBC(18,6%).(
2
= 11,980; p= 0,007;
39% vs 28,8%; 39% vs 13,6%; 39% vs 18,6%). Average length of stay patient
who had COPD grade I were significantly difference for Normal COPD, COPD
grade III, and COPD grade II. (F=8,068; p= 0,000 ; 5,00 days vs 4,88 days;
6,00 days vs 4,88 days; 7,01 days vs 4,88 days). Average length of stay patient
who used their own cost were significantly difference for using Jamkesmas and
Askes. (F = 5,043; p = 0,008; 5,51days vs 6,19 days; 5,51 days vs 7,43days).
It is recommended that RSUD Aceh Tamiang should improve the service
of COPD patient especially to reduced own request out patients. It was also
sugested to RSUD Aceh Tamiang to complete the filling out of patients status
record especially smoking record.

Keywords: COPD, the characteristic of patients, RSUD Aceh Tamiang










Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Anita Rahmatika
Tempat/Tanggal Lahir : Kualasimpang, 6 September 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang
Alamat Rumah : Jln. Duku Dasih Dusun Metro Desa Durian Kec.
Rantau Kab. Aceh Tamiang
Riwayat Pendidikan :
1. 1993-1999 : SD I YKPP DP Pertamina
Rantau
2. 1999-2002 : SMP YKPP DP Pertamina
Rantau
3. 2002-2005 : SMA Negeri 1 Kejuruan Muda
Aceh Tamiang
4. 2005-2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara








Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Rawat Inap di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada almarhum Ayahanda H.Zakaria
Anshari dan Ibunda Hj.Intan Kesuma yang telah membesarkan, membimbing, dan
mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan dukungan dan doa
kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.
Terima kasih kepada Dosen Pembimbing I Ibu Prof. dr. Nerseri Barus,
MPH dan Dosen Pembimbing II Bapak Drs. Jemadi, M.Kes serta Dosen
Pembanding I Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH serta Dosen
Pembanding II Ibu drh. Rasmaliah M.Kes yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya dalam memberi saran, kritikan dan bimbingan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Kepala Departemen
Epidemiologi.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
3. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Bapak Direktur dan seluruh staff Rekam Medik RSUD Aceh Tamiang yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan
membantu penulis memperoleh data..
5. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
6. Seluruh keluarga yang penulis sayangi: Alm. Ayahanda Zakaria Anshari dan
Ibunda Intan Kesuma, Abang Ika Rizaldi, Abang Zulkarnain dan Abang
Zulkifli yang sudah begitu banyak memberi perhatian, dukungan, dan bijak
memahami penulis apa adanya.
7. Sahabatku tersayang Arin, Ninna, Onna, dan Vina, teman-teman peminatan
epidemiologi 05 (Ecy, Icha, Yuni, Dewi, Siska, Ayu, Melinda, Christin, Erna,
Melfa, Nita, Citra, Maria, , Rolina, dan masih banyak yang lain) terima kasih
atas semangat dan kebersamaannya dalam meraih gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terimakasih banyak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Semoga Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua
dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amin




Medan, Juni 2009
Penulis



Anita Rahmatika
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
DAFTAR ISI


HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. i
ABSTRAK............................................................................................................ iia
ABSTRACT ......................................................................................................... iib
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iv
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.3.1. Tujuan Umum .......................................................... 4
1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ......... 7
2.1.1. Emfisema ................................................................. 8
2.1.2. Bronkhitis Kronik .................................................... 9
2.1.3. Asma Bronkial ......................................................... 9
2.2. Etiologi Patogenesis PPOK ................................................. 11
2.3. Diagnosa .............................................................................. 14
2.3.1. Gejala Umum PPOK ................................................ 14
2.3.2. Gejala Klinis PPOK ................................................. 15
2.3.3. Komplikasi PPOK .................................................... 17
2.4. Epidemiologi PPOK ............................................................ 17
2.4.1. Distribusi dan Frekuensi PPOK ............................... 17
2.4.2. Faktor Determinan PPOK ........................................ 19
2.5. Pencegahan PPOK .............................................................. 23
2.5.1. Pencegahan Primer ................................................... 23
2.5.2. Pencegahan Sekunder ............................................... 24
2.5.3. Pencegahan Tersier .................................................. 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep ................................................................ 28
3.2. Definisi Operasional ............................................................ 28



BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian .................................................................... 33
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 33
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
4.2.1. Lokasi Penelitian ...................................................... 33
4.2.2. Waktu Penelitian ...................................................... 33
4.3. Populasi dan Sampel ........................................................... 33
4.3.1. Populasi .................................................................... 33
4.3.2. Sampel ...................................................................... 34
4.4. Metode Pengumpulan Data ................................................. 34
4.5. Pengolahan dan Analisa Data ............................................. 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................... 35
5.1.1. Sejarah Berdirinya RSUD Aceh Tamiang ............... 35
5.1.2. Visi, Misi, dan Motto RSUD Aceh Tamiang ........... 35
5.1.3. Tenaga Kesehatan .................................................... 36
5.1.4. Cakupan pelayan ...................................................... 37
5.2. Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu ................. 37
5.3. Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Sosiodemografi .. 38
5.4. Keadaan Medis Penderita PPOK ........................................ 41
5.4.1. Riwayat Merokok ..................................................... 41
5.4.2. Jenis Penyakit Sebelumnya ...................................... 41
5.4.3. Jenis Komplikasi ...................................................... 41
5.4.4. Tingkat Keparahan ................................................... 42
5.4.5. Keluhan .................................................................... 42
5.5. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK ........................ 43
5.6. Sumber Pembiayaan Penderita PPOK ................................ 44
5.7. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK ......................... 45
5.8. Analisis Statistik ................................................................. 45
5.8.1. Umur Berdasarka Tingkat Keparahan ...................... 45
5.8.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya .............. 46
5.8.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan ...... 47
5.8.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya ..................... 48
5.8.5. Pekerjaaan Berdasarkan Tingkat Keparahan ........... 49
5.8.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur ....... 50
5.8.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang ....................................................... 50
5.8.8. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Tingkat
Keparahan ................................................................ 51
5.8.9. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber
Biaya ........................................................................ 52

5.8.10. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang......................................................... 53
5.8.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan ...... 54


BAB 6 PEMBAHASAN
6.1.Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu ... 56
6.2.Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Sosiodemografi .................................................................... 57
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.2.1. Umur dan Jenis Kelamin .......................................... 57
6.2.2. Agama ...................................................................... 58
6.2.3. Tempat Tinggal ........................................................ 59
6.2.4. Pekerjaan .................................................................. 60
6.2.5. Suku ......................................................................... 61
6.2.6. Pendidikan ................................................................ 61
6.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan
Medis ................................................................................... 63
6.3.1. Jenis Penyakit Sebelumnya ...................................... 63
6.3.2. Jenis Komplikasi ...................................................... 64
6.3.3. Tingkat Keparahan ................................................... 65
6.3.4. Keluhan .................................................................... 66
6.4. Lama Rawatan Rata-Rata penderita PPOK ........................ 68
6.5. Distribusi Proposi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan ......................................................................... 68
6.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang ................................................................... 69
6.7. Analisis statistik .................................................................. 71
6.7.1. Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan .................... 71
6.7.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya .............. 72
6.7.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan ...... 73
6.7.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya ..................... 75
6.7.5. Pekerjaan Berdasarkan Tingkat keparahan .............. 76
6.7.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur ....... 78
6.7.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan keadaan
Sewaktu Pulang ........................................................ 79
6.7.8. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Tingkat
Keparahan ................................................................ 80
6.7.9. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber
Biaya ........................................................................ 81
6.7.10. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang ........................................................ 82
6.7.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan ...... 83



BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ......................................................................... 85
7.2. Saran ................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA






Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.









































Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Jalan Nafas Difus ................................... 13

Tabel 5.1. Distribusi Tenaga Kesehatan di RSUD Aceh Tamiang
tahun 2008 ............................................................................... 36

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Bulan di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008 .............. 37

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Umur
dan Jenis Kelamin di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ......................................................................................... 39

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Sosiodemografi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ......................................................................................... 40

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis
Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................... 41

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis
Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ........ 42

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Tingkat
Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ......... 42

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keluhan
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ............................ 43

Tabel 5.9. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 ..................................................... 43

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ....... 44

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 .................................................................... 44

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ......................................................................................... 45

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ......................................................................................... 45
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK
Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 .................................................................... 46

Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 .................................................................... 47

Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan
Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 .... 48

Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK
Berdasarkan Sumber Biaya Bukan Biaya Sendiri di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ........................................... 48

Tabel 5.18. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 .................................................................... 49

Tabel 5.19. Distribusi Proporsi Jenis Penyakit Sebelumnya Penderita
PPOK Berdasarkan Umur di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................... 50

Tabel 5.20. Distribusi Proporsi Tingkat Keparahan Penderita PPOK
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 ..................................................... 51

Tabel 5.21. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ......................................................................................... 52

Tabel 5.22. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 .... 53

Tabel 5.23. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................... 54

Tabel 5.24. Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 .................................................................... 54





Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 6.1. Diagram Batang Penderita PPOK Berdasarakan Waktu di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008 ........... 56

Gambar 6.2. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 .................................................. 57

Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Agama di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................ 58

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Tempat Tinggal di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 ................................................................. 59

Gambar 6.5. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................ 60

Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Suku di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ...................................................................................... 61

Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Pendidikan di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................ 62

Gambar 6.8. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Jenis Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 .................................................. 63

Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Jenis Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 ................................................................. 64

Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 ................................................................. 65

Gambar 6.11. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Keluhan di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................ 66

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Sumber Pembiayaan di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 .................................................. 68

Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Sumber Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008.......................... 69

Gambar 6.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Kedaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 .................................................. 70

Gambar 6.15. Diagram Batang Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ...................................................................................... 72

Gambar 6.16. Diagram Batang Jenis kelamin Berdasarkan Sumber
Biaya Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................ 73

Gambar 6.17. Diagram Batang Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat
Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 ................................................................. 74

Gambar 6.18. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008 ...................................................................................... 75

Gambar 6.19. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Bukan Biaya Sendiri Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 .................................................. 76

Gambar 6.20. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Tingkat
Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 ................................................................. 77

Gambar 6.21. Diagram Batang Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan
Umur Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008 ............................................................................ 78

Gambar 6.22. Diagram Batang Tingkat Keparahan Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ........................................ 79

Gambar 6.23. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Tingkat Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 .................................................. 80

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Gambar 6.24. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Sumber Biaya Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 ................................................................. 81

Gambar 6.25. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ........................................ 82

Gambar 6.26. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Tingkat
Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008 ................................................................. 83
































Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah perkembangan epidemiologi kesehatan umumnya fokus dalam
menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu
epidemiologi itu sendiri, yang berkaitan dengan penanggulangan penyakit
menular. Namun perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat
industri banyak memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup,
sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat mempengaruhi semakin meningkatnya
penyakit tidak menular.
1
Berbagai transisi yang ada, baik transisi demografik, sosio-ekonomi
maupun epidemiologi telah menimbulkan pergeseran-pergeseran, termasuk dalam
bidang kesehatan. Angka kematian menurun dan usia harapan hidup secara umum
makin panjang, pola penyakit dan penyebab kematian telah berubah. Penyakit
menular yang selalu menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama mulai
bergeser dan digantikan oleh penyakit tidak menular seperti penyakit jantung
koroner, stroke, paru, tumor, diabetes mellitus, hipertensi,dan lain-lain.
2
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab
utama kesakitan dan kematian di dunia. World Health Organization (WHO)
melaporkan pada tahun 1998 PPOK menjadi penyebab kematian kelima dan
semakin meluas di berbagai negara.
3
Pada tahun 2004, PPOK menduduki
peringkat ke-4 dengan Proportional Mortality Ratio (PMR) 9,7% dari 10
penyebab kematian utama.
4
Menurut WHO pada tahun 2002, 2004, dan 2005 PMR akibat PPOK di
negara maju masing-masing sebesar 3,9%, 3,5%, dan 3,9%. Di negara
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
berkembang masing-masing-masing sebesar 7,6%, 7,4% dan 8,1%, dan di negara
miskin masing-masing sebesar 3,1%, 3,6%, dan 3,4%. Angka-angka tersebut
menunjukkan semakin meningkatnya kematian akibat PPOK di dunia.
4,5
Berdasarkan laporan United States in National Health Interview Surveys
(NHIS 1986) diperkirakan hampir 11,4 juta penduduk Amerika Serikat menderita
bronkhitis kronis, 2 juta emfisema dan 9,5 juta asma bronkial. Menurut publikasi
Medical Graphic Corporation (2001), di Amerika Serikat hampir 350.000 orang
meninggal setiap tahunnya akibat berbagai penyakit paru dan 13,5 juta orang
Amerika (2001) ditemukan menderita bronkhitis kronik dan asma.
6,7
Di Indonesia sendiri tidak ada data yang akurat tentang PPOK. Pada
Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma,bronkhitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-7
(PMR 5,6%) dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia.
6
Pada SKRT 1995
PPOK menduduki peringkat ke-5 penyebab kematian utama.
8
SKRT 2001, asma,
bronkhitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-3 (PMR 12,7%) sebagai
penyebab kematian utama di Indonesia setelah sistem sirkulasi, infeksi dan
parasit.
9
Berdasarkan studi morbiditas dalam SUSENAS (2001), proporsi
penderita PPOK sebesar 10% dan menduduki peringkat ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia (PMR 26,4%).
10
Dari penelitian yang dilakukan Hisyam dan Nurohman (2001) di RS dr.
Sardjito Yogyakarta, ditemukan 55 pasien PPOK. Dilihat dari derajat PPOK
didapatkan 26 orang (47%) berada pada PPOK derajat I (ringan), 21 orang (38%)
derajat II (sedang) dan 8 orang (15%) derajat III (berat). Jumlah pasien yang
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
meninggal dunia sebanyak 5 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 9% yang
semuanya PPOK derajat III.
11
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shinta, dkk (2006) di RSU Dr.
Soetomo Surabaya, ditemukan 46 pasien PPOK, 39 pasien laki-laki (84,8%), dan
7 pasien perempuan (15,2%) dengan CFR sebesar 6,5%.
8
Menurut hasil penelitian Manik, di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2000-
2002 terdapat 132 penderita PPOK dan sebanyak 14 orang diantaranya meninggal
dunia (CFR=10,61%).
12
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang pada tahun 2007 dapat diketahui bahwa
proporsi penderita PPOK sebesar 3,76% (58 orang dari 1.542 pasien rawat inap)
dan pada tahun 2008 dengan proporsi sebesar 3,77% (81 orang dari 2.150 pasien
rawat inap).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui karateristik penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronik yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang untuk tahun 2007-2008.
1.2 Perumusan Masalah
Belum diketahuinya karakteristik penderita PPOK yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang untuk tahun 2007-2008.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui trend kunjungan penderita PPOK berdasarkan data
per bulan tahun 2007 dan 2008.
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan
faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal,
suku, pekerjaan, dan pendidikan).
c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan
keadaan medis (riwayat merokok, jenis penyakit sebelumnya, jenis
komplikasi, tingkat keparahan, dan keluhan).
d. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita PPOK.
e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan
sumber pembiayaan.
f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan
keadaan sewaktu pulang.
g. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur penderita PPOK
berdasarkan tingkat keparahan.
h. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita PPOK
berdasarkan sumber biaya.
i. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita PPOK
berdasarkan tingkat keparahan.
j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi pekerjaan penderita PPOK
berdasarkan sumber biaya.
k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi pekerjaan penderita PPOK
berdasarkan tingkat keparahan.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis penyakit sebelumnya
penderita PPOK berdasarkan umur.
m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi tingkat keparahan penderita
PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
n. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan
tingkat keparahan.
o. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan
sumber biaya.
p. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan
keadaan sewaktu pulang.
q. Untuk mengetahui perbedaan proporsi sumber biaya penderita PPOK
berdasarkan tingkat keparahan.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam meningkatkan
pelayanan khususnya pada program perencanaan pelayanan kesehatan
RSUD Aceh Tamiang.
1.4.2 Dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan
penulis.







Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik
PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya hambatan aliran
udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronis atau emfisema. Obstruksi aliran
udara pada umumnya pogresif non reversible kadang diikuti oleh hiperaktivitas
jalan napas dan kadangkala parsial reversibel.
13
Terminologi PPOK telah mengalami beberapa kali perubahan sejak
dicetuskan pertama kali dalam forum internasional Ciba Guest Symposium
1959, semula dikenal sebagai Chronic Pulmonary Emphysema and Related
Conditions, kemudian menjadi Chronic Airflow Limitation, lalu Chronic
Obstructive Pulmonary Disease, kemudian Chronic Airways Obstruction (CAO),
Chronic Aspecific Respiratory Affection (CARA), Chronic Non Specific Lung
Disease (CNSLD), dan saat ini lebih dikenal sebagai Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD).
7,14

Kelainan patologis anatomis dan fisiologis PPOK terdapat disaluran
pernafasan bagian perifer mulai dari bronkiolus terminalis sampai ke alveolus.
Bagian tersebut merupakan area pertukaran gas yang penting untuk
mempertahankan kehidupan manusia. Akibat kelainan tersebut, pada PPOK yang
berat akan terjadi gangguan pertukaran gas dengan berbagai komplikasinya,
antara lain kegagalan pernafasan.
7
Penyakit-penyakit paru yang secara klinis dapat menimbulkan PPOK ialah
asma bronkial, bronkhitis kronis, dan emfisema. Ketiga penyakit tersebut masing-
masing dapat berlanjut ke PPOK yang berat.
7
Penderita bronkhitis kronis dan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
emfisema biasanya seorang perokok berat, dan tidak merasakan gejala apapun
sampai di usia lanjut. Pada saat itu barulah dirasakan bahwa kemapuan untuk
bekerja mulai menurun dan batuk-batuk mulai terjadi.
15
Gejala yang ditimbulkan
pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyakit ini.
Bila penyebabnya Bronkhitis Kronis maka gejala yang utama adalah produksi
sputum yang berlebihan. Tetapi bila penyebabnya adalah Emfisema maka gejala
utamanya adalah kerusakan pada alveoli dengan keluhan klinis berupa dsypnoe
yang terjadi sehubungan dengan adanya gerak badan.
7
Adapun pola penyakit pada
PPOK lanjut adalah :
2.1.1 Emfisema
Emfisema adalah penyakit yang ditandai dengan adanya pelebaran
abnormal dari ruang-ruang udara paru disertai dengan destruksi ataupun tidak
disertai destruksi dari dindingnya. Pelebaran ruang-ruang udara yang tidak disertai
dengan destruksi biasanya disebut overinflasi atau hiperinflasi.
14

Biasanya terdapat bersamaan dengan bronkhitis kronis, akan tetapi dapat
pula berdiri sendiri. Pada bronkhitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan
saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan
menimbulkan sesak. Pada bronchitis kronik, saluran pernafasan kecil yang
berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan
berobliterasi. Penyempitan ini terjadi oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas
besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada
emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru.
16
Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia.
Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
epital serta pembentukan jaringan parut. Hal ini menimbulkan stenosis dan
obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran
alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.
17
Akan tetapi pada
yang herediter, dimana terjadi kekurangan pada globulin alfa antripsin yang
diikuti dengan fibrosis, maka emfisema muncul pada lobus bawah pada usia muda
tanpa harus terdapat bronkhitis kronis.
11

Emfisema paru dapat pula terjadi setelah atelektasi atau setelah lobektomi,
yang disebut dengan emfisema kompensasi, dimana tanpa didahului dengan
bronkhitis kronis terlebih dahulu. Penyempitan bronkus kadangkala menimbulkan
perangkap udara (air tappering), dimana udara dapat masuk tetapi tidak dapat
keluar, sehingga menimbulkan emfisema yang akut. Frekuensi emfisema lebih
banyak pada pria dibandingkan wanita.
11
Pokok utama pada emfisema adalah adanya hiperinflasi dari paru yang
bersifat ireversibel dengan konsekuensi rongga thoraks berubah menjadi gembung
atau barrel chest. Gabungan dari alveoli yang pecah dapat menimbulkan bula
yang besar yang kadang-kadang memberikan gambaran seperti pneumotoraks.
11
2.1.2 Bronkhitis Kronik
Bronkhitis Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan adanya batuk
produktif yang persisten sedikitnya tiga bulan berturut-turut selama minimal dua
tahun. Kedaan klinis yang jelas dari penyakit ini adalah hipersekresi dari mukus.
Faktor penyebab tunggal yang paling penting adalah perokok, walaupun polusi
udara, berbagai penyakit akibat kerja, usia tua dapat menyertainya.
18
Berdasarkan ada tidaknya penyempitan bronkus maka penyakit ini dapat
dibagi menjadi yang tidak disertai dengan penyempitan bronkus dimana dasar
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
penyakitnya semata-semata oleh karena hipersekresi dari kelenjar mukus bronkus
tanpa atau dengan adanya infeksi bronkus dan yang disertai penyempitan bronkus,
batuk, produksi sputum, disertai dengan dyspnoe dan wheezing (mengi). Pada
yang kedua ini prognosisnya lebih buruk dari yang pertama.
11
2.1.3 Asma Bronkial
14
Asma bronkial adalah suatu penyakit paru dengan tanda-tanda khas berupa
obstruksi saluran pernafasan yang dapat pulih kembali (namun tidak pulih
kembali secara sempurna pada beberapa penderita) baik secara spontan atau
dengan pengobatan, peradangan saluran pernafasan, dan peningkatan kepekaan
dan/atau tanggapan yang berlebihan dari saluran pernafasan terhadap berbagai
rangsangan.

Pada penderita PPOK, kemungkinan dapat terjadi satu kelainan atau
semua kelainan tersebut yang sulit dibedakan secara klinis.

Derajat PPOK
berdasarkan hasil nilai Spirometri Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1)
dan Arus Puncak Ekspirasi (APE), dibagi atas :
a. Tingkat PPOK Normal : Lebih atau sama dengan 70%
b. Tingkat I (Obstruksi Ringan) : 69%-60%
c. Tingkat II (Obstruksi Sedang) : 59%-31%
d. Tingkat III (Obstruksi Berat) : Kurang atau sama dengan 30%.

2.2 Etiologi Patogenesis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Para ahli belum memiliki kesatuan pendapat mengenai etiologi
patogenesis dari PPOK. Menurut para ahli ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya PPOK yaitu faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen (genetik)
tersebut dapat bermanifestasi menjadi PPOK tanpa adanya pengaruh faktor luar
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
(eksogen), akan tetapi yang banyak dijumpai adalah kecenderungan untuk PPOK
meningkat akibat adanya interaksi antara faktor endogen dan eksogen. Pendapat
yang menyatakan bahwa genetik merupakan faktor risiko PPOK (Dutch
Hypothesis) ditentang oleh pakar dari Inggris (British Hypothesis) yang
menyatakan bahwa hanya faktor eksogen yang berperan. Berikut disajikan skema
patogenesis menurut Dutch Hypothesis.
7



















Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
The Dutch Hypothesis (CNSLD) Revisited





















Age
Gender
Allergic
sensitization
Bronchial
hyperactivity
Environmental
factors :allergen
Inflamation
Acute Chronic
Environmental
factors :iritants
Allergic
reaction
Late

Early
Post Inflamatory
changes:
Fibrosis, ectasis
Bronchial
Obstruction
Early chilhood

Complication

Later Life
Phenotype
patient
Coexisting
Lung Disease

Smoking
Heredity

Tendency to
develop
Patogenesis PPOM (Shutter, 1991)
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Ada 2 mekanisme patogenesis PPOK yang penting yaitu faktor endogen
(herediter) dan eksogen (iritasi karena asap rokok, bahan-bahan polutan dan
infeksi paru). Faktor endogen dapat menimbulkan obstruksi bronkus tanpa atau
dengan pengaruh faktor eksogen. Obstruksi bronkus disebabkan adanya spasme
otot bronkus, hipersekresi kelenjar mukus, edema dinding bronkus dan kelenturan
paru yang menurun. Apabila iritasi oleh faktor iritan eksogen masih berlangsung
terus maka obstruksi bronkus akan menunjukkan tanda-tanda klinis yang nyata
yaitu sesak nafas, batuk kronis, produksi dahak yang berlebihan dan gangguan
fungsi paru. Tergantung pada beratnya penyakit, pada stadium akhir (Phenotype
patient) dapat terjadi gangguan pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia
jaringan.
7

Berdasarkan kelainan patogenesis anatomis, dapat dibedakan ketiga
penyakit yaitu bronkhitis kronis, asma, dan emfisema.
Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Jalan Nafas Difus
Penyebab Asma Bronkhitis Kronis Emfisema
Spasme Otot Bronkus + +/- -
Obstruksi Mukus + + -
Edema Mukosa + - -
Atrofi Bronkhiolus - + +
Kerusakan alveoli - - +
Kerusakan struktur penyangga - - +

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Sebagian para ahli berpendapat bahwa PPOK merupakan suatu keadaan
yang murni terpisah dari asma bronkial dengan alasan adanya perbedaan yang
mencolok antara faktor resiko, mekanisme patogenesis dan perjalanan klinis.
6

Komplikasi yang sering dijumpai dapat memperberat PPOK ialah infeksi
paru. Pada stadium lanjut akan terjadi gangguan pada jantung kanan yang dikenal
sebagai kor pulmonal. Pada stadium ini penderita selalu sesak nafas walaupun
hanya melakukan pekerjaan rutin sehari-hari misalnya memakai baju. Pengelolaan
penderita PPOK ditujukan pada 3 hal yang penting yaitu mencegah komplikasi,
meringankan gangguan pada fungsi paru, dan meningkatkan kualitas hidup.
7


2.3 Diagnosa
2.3.1 Gejala Umum Penyakit Paru Obstruksi Kronik
13

PPOK ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh
bronkhitis kronik maupun emfisema.Bronkhitis kronis ditandai oleh adanya
sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk
produktif selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 3 tahun
bertururt-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Emfisema menunjukkan adanya abnormalitas,
pembesaran permanen pada saluran udara bagian bawah sampai bronkhiolus
terminal dengan kerusakan pada dinding dan tanpa fibrosis yang nyata.
Patogenesis emfisema kemungkinan disebabkan oleh perusakan (lisis)
elastin dan struktur protein lainnya pada matrik paru yang berlebihan oleh elastase
dan protease lainnya derivat neutrofil, makrofag, dan sel mononuklear dari paru.
Atropi dan kecendrungan bronkokonstriksi akibat respon terhadap stimuli jalan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
nafas nonspesifik kemungkinan merupakan resiko penting untuk terjadinya
PPOK.


2.3.2 Gejala Klinis Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Pada penderita PPOK selalu akan mengeluh batuk-batuk berdahak yang
sudah bertahun-tahun lamanya. Bila tidak disertai infeksi sekunder, dahak akan
berwarna keputih-putihan yang mungkin sampai kelabu (karena partikel-partikel
debu bila ada polusi udara). Tetapi bila ada infeksi sekunder, dahak akan lebih
kental, dan berwarna kuning sampai hijau dan seperti pus.
19
Pada hakekatnya keluhan-keluhan disebabkan oleh adanya hipersekresi
dan sesak, maka penderita mengeluh terutama pada batuk dan dahak dan ada juga
mengeluh tentang sesak nafas. Pada stadium dini, keluhan sesak nafas hanya
dirasakan kalau sedang melakukan pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe deffort) yang
masih dapat ditoleransi penderita dengan mudah, namun lama kelamaan sesak ini
semakin progresif. Pada stadium berikutnya penderita secara fisik tak mampu
melakukan ativitas apapun tanpa bantuan oksigen, karena sambil duduk pun tetap
akan terasa sesak nafas. Stadium ini dikenal dengan julukan social death,
karena penderita sudah harus menghentikan kegiatan sosialnya.

Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh tentang panas badan,
tetapi karena sering mendapatkan infeksi sekunder sub akut, maka dalam periode-
periode itu penderita akan mengeluh tentang panas badan rendah (subfebril)
sampai tinggi. Pada stadium lanjut sesak nafas yang berkepanjangan akan terjadi
dan akan menimbulkan hipertropi otot-otot nafas bantuan, yang akan nyata sekali
pada m.sterno-cleido-mastoideus yang akan selalu aktif bekerja menaiki rongga
thoraks keatas pada setiap inspirasi.
20
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Ada penderita yang tampak kebiru-biruan (blue bloater) karena sianosis
yang dialaminya disertai dengan tanda-tanda gagal jantung kanan (edema perifer),
biasanya penderita ini agak gemuk dan sesak nafasnya tidak terlalu berat,
walaupun hiposekmianya agak berat. Ada pula yang tampak kemerahjambuan
(pink puffer), biasanya penderita cenderung kurus tanpa gangguan jantung kanan
dan hipoksemia yang dideritanya agak ringan, tetapi mengeluh sesak nafas berat
dan kadang diikuti dengan rasa mual. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua
penderita akan mengikuti kedua pola ini secara mutlak, kebanyakan akan berada
dikeduanya.

Thoraks pun mengalami perubahan, sekarang diameter sagitalnya menjadi
sama dengan diameter transversal, sehingga bentuk drum (barrel chest).
Disamping itu kedua bahu akan tertarik keatas dan kadang-kadang kifosis tulang
belakang bagian torakal akan lebih nyata. Karena tekanan udara intrapulmonal
cenderung tinggi, letak diafragma rendah.

Fermitus suara juga akan melemah, sebaliknya perkusi akan menghasilkan
suara hipersonor. Auskultasi akan menghasilkan suara nafas bronkovesikuler
tetapi akan semakin lemah intensitasnya dengan semakin parahnya kondisi
penderita. Wheezing terdengar sepanjang hari dan di seluruh paru, baik saat
inspirasi maupun ekspirasi. Ronki basah juga akan semakin terdengar dari yang
halus sampai sedang.
19

2.3.3 Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
19

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas yang
digolongkan menjadi gagal nafas kronik dan gagal nafas akut. Pada gagal nafas
kronik ditandai dengan sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
dan puruen, demam, dan kesadaran menurun. Selain itu dapat timbul pula infeksi
berulang yang terjadi akibat produksi sputum berlebihan sehingga terbentuk
koloni kuman. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai
dengan menurunnya kadar limposit darah. Komplikasi lain adalah terjadinya kor
pulmonal yang ditandai oleh P pulmonal pada EKG dan hematokrit > 50%, dapat
disertai gagal jantung kanan.


2.4 Epidemiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
2.4.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Survei tahun 2001 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 12,1 juta orang
menderita PPOK, 9 juta menderita bronkhitis kronis dan sisanya menderita
emfisema, atau kombinasi keduanya. Berdasarkan The Asia Pacific COPD
Rountable Group (2001) menunjukkan jumlah penderita PPOK sedang hingga
berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56,6 juta penderita dengan
prevalensi sebesar 6,3%.
21

Berdasarkan SKRT 1995 prevalensi PPOK adalah 13 per 1000 penduduk,
3 berbanding 1 antara laki-laki dan perempuan.
8
Prevalensi PPOK tergantung dari
beberapa faktor, umumnya bervariasi dengan usia dan kebiasaan merokok.
Penderita PPOK umumnya berusia lanjut. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk
di ruang rawat inap rawat inap RS Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai
April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun
dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien
adalah bekas perokok sebanyak 109 penderita dengan proporsi sebesar (90,83%).
3

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Menurut hasil penelitian Shinta dkk di RSU dr Soetomo Surabaya pada
tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling besar adalah
proporsi penderita pada kelompok umur > 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%),
dan penderita yang merokok sebanyak 29 penderita dengan proporsi (63%).
8

Menurut hasil penelitian Manik di RS Haji Medan pada tahun 2000-2002
menunjukkan bahwa dari 132 penderita yang paling besar adalah proporsi
penderita pada kelompok umur 55 tahun sebesar 121 kasus (91,67%).
12

Kejadian PPOK terutama di negara berkembang meningkat dengan makin
banyaknya jumlah perokok dan polusi udara. Di Amerika Serikat pada tahun
2000, PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah kardiovaskuler dan
kanker, akibat tingginya jumlah perokok.
22

Angka kematian PPOK selama menjalani perawatan ICU karena
eksaserbasi penyakitnya adalah 13-24 % ( Knaus, 1995; Seneff, 1995). CFR
kematian 1 tahun pasca perawatan ICU penderita PPOK berusia lebih atau sama
dengan 65 tahun adalah 59% (Seneff, 1995). Penderita PPOK yang dirawat di
ICU mudah terkena infeksi sekunder karena produksi mukus meningkat sehingga
kuman mudah berkembang.
23

2.4.2 Faktor Determinan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Peran masing-masing faktor resiko penyebab PPOK telah banyak
dipelajari di luar negeri, tetapi seberapa jauh kontribusi masing-masing faktor
tersebut terhadap patogenesis PPOK tidak banyak dilaporkan.
7
Adapun beberapa
faktor determinan yang menyebabkan PPOK adalah :


Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
a. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan masalah kesehatan global, WHO
memperkirakan jumlah perokok didunia sebanyak 2,5 milyar orang dengan
dua per tiganya berada di negara berkembang. Di negara berkembang
paling sedikit satu dari empat orang dewasa adalah perokok.
24

Menurut buku Report of The WHO Expert Commite on Smoking
Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya PPOK. Asap rokok
dapat mengganggu aktifitas bulu getar saluran pernafasan, fungsi
makrofag dan mengakibatkan hipertropi kelenjar mukosa. Pengidap PPOK
yang merokok mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi (6,9-25 kali)
dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko PPOK yang diakibatkan oleh
rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok.

Mekanisme kerusakan paru akibat rokok terjadi melalui 2 tahap
yaitu jalur utama melalui peradangan yang disertai kerusakan matriks
ekstrasel dan jalur kedua ialah menghambat reparasi matriks ekstrasel.
Mekanisme kerusakan paru akibat rokok melalui radikal bebas yang
dikeluarkan oleh asap rokok. Bahan utama perusak sel akibat proses diatas
adalah protease, mielperoksidase, oksidan dan radikal bebas. Sedangkan
yang bertugas meredam bahan-bahan tersebut adalah Alfa-1 Antitripsin
(AAT), yang dapat dirusak oleh mielperoksidase (MPO), radikal bebas dan
oksidan.
7
b. Alfa 1 Antritripsin (AAT)
Alfa-1 Antitripsin adalah senyawa protein atau polipeptida yang
dapat diperoleh dari darah atau cairan bronkus. Alfa 1 Antitripsin yang
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
ada disaluran pernafasan jumlahnya sangat sedikit yaitu 1-2% dari AAT
yang ada di plasma darah. Disamping jumlahnya yang sedikit, kapasitas
inhibisinya juga rendah yaitu hanya 30% aktivitas di plasma darah. Salah
satu penyebab turunnya aktivitas AAT tersebut adalah karena AAT mudah
dioksidasi pada gugusan yang aktif yaitu gugus methion.
7

c. Pekerjaan
Faktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur alergi dan
hiperreaktivitas bronkus. Dan umumnya pekerja tambang yang bekerja
dilingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.
7,11

d. Tempat Tinggal
Orang yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK
lebih tinggi daripada orang yang tinggal di desa. Hal ini berkaitan dengan
kondisi tempat yang berbeda antara kota dan desa. Dimana dikota tingkat
polusi udara lebih tinggi dibandingkan di desa.
11

e. Jenis Kelamin
Pada pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita. Hal ini
disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan
pada wanita.
11
f. Faktor Genetik
Belum diketahui jelas apakah fator genetik berperan atau tidak,
kecuali penderita dengan efisiensi alfa-1 antitripsin yang merupakan suatu
protein. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
alfa- antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom
resesif.
13

g. Polusi Lingkungan
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab
penyakit diatas, tetapi bila ditambah merokok, resiko akan lebih tinggi.
Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan PPOK adalah zat-zat pereduksi
dan zat-zat pengoksidasi seperti N
2
O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
13

h. Status Sosial Ekonomi
Pada status ekonomi rendah kemungkinan untuk mendapatkan
PPOK lebih tinggi.
10
Hal ini disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih rendah.
13,25

i. Infeksi Bronkus
Di negara kita angka kejadian infeksi paru masih sangat tinggi baik
itu oleh Tuberkulosis maupun oleh penyebab lain. Infeksi paru yang
berulang-ulang diderita seseorang dalam jangka panjang juga akan
meningkatkan risiko terkena PPOK. Menurut laporan WHO (1999), di
Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian 130
penderita (CFR 22,3%) dengan tuberkulosis positif pada dahaknya.
26

Terjadi berulang yang diawali infeksi virus, kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah haemophilus Influenzae, Streptococcus Pneumonia dan
Staphylococcus. Serangkaian reaksi yang terjadi akibat masuknya bakteri
diproduksinya antibodi dan inhibitor protease serta pengaktifan sistem
proteolitik jaringan setempat. Enzim proteolitik yang diproduksi oleh
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
bakteri tidak dapat dibedakan dengan yang diproduksi oleh jaringan
setempat. Disamping itu bakteri yang mengalami lisis juga akan
mengeluarkan enzim proteolitik yang melekat pada dindingnya.
25

j. Usia
Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya setelah
usia 50 tahun keatas. Hal ini dikarenakan keluhan muncul karena adanya
terpaan asap beracun yang terus menerus dalam waktu yang lama. Pada
orang yang masih terus merokok setelah usia 45 tahun fungsi parunya
akan menurun dengan cepat dibandingkan yang tidak merokok dan pada
usia di atas 60 tahun gejala-gejala PPOK akan mulai muncul.
27

k. Debu
Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernafasan dipengaruhi
oleh ukuran partikel tersebut. Partikel yang berukuran 5 m atau lebih
akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkhus.
Partikel yang berukuran kurang dari 2 m akan berhenti di bronkiolus
respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 m
biasanya tidak sampai mengendap disaluran pernafasan akan tetapi
dikeluarkan lagi.
Debu yang masuk ke saluran pernafasan dapat berakibat terjadinya
kerusakan jaringan setempat dari yang ringan sampai kerusakan yang
parah dan menetap. Derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh debu
dipengaruhi oleh faktor asal dan sifat alamiah debu, jumlah debu yang
masuk dan lama paparan, serta reaksi imunologis subjek yang terkena
paparan.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Apabila terdapat debu yang masuk ke sakkus alveolus, makrofag
yang ada di dinding alveolus akan memakan debu tersebut. Akan tetapi
kemampuan fagositik makrofag terbatas, sehingga tidak semua debu dapat
difagositik. Debu yang ada di makrofag sebagian akan dibawa ke bulu
getar yang selanjutnya dibatukkan dan sebagian lagi tetap tertinggal di
interstinum bersama debu yang tidak sempat di fagositik. Debu organik
dapat menimbulkan fibrosis sedangkan debu mineral (inorganik) tidak
selalu menimbulkan fibrosis jaringan. Reaksi tersebut diatas dipengaruhi
juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu untuk
menghadapi rangsangan yang diterimanya.
28



2.5 Pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
2.5.1 Pencegahan Primer
29,16

a. Pendidikan terhadap penderita dan keluarganya.
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan
eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu
peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan.


b. Menghindari rokok dan zat-zat inhalasi lain yang bersifat iritasi.
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan
penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat
inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan
ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.


c. Menghindari infeksi.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat
menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.
d. Lingkungan yang sehat dan kebutuhan cairan yang cukup.


e. Imunoterapi.

2.5.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini (pemeriksaan penyakit) dan
pengobatan yang tepat.

a. Pemeriksaan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
a.1. Pemeriksaan Fisik
28

Pemeriksaan meliputi pasien tampak kurus dengan barrel shape chest
(diameter anteroposterior dada meningkat), fremitus taktil dada tidak ada atau
berkurang, perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, tukak jantung berkurang, dan suara nafas berkurang dengan expirasi
panjang.
a.2. Pemeriksaan Rutin
16

Pemeriksaan fungsi paru terdiri dari pemeriksaan spirometri dan uji
bronkodilator. Pemeriksaan ini merupakan parameter yang paling umum
digunakan untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Pemeriksaan darah rutin meliputi pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit. Pada
pemeriksaan radiologi, foto dada dan lateral (samping) berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain.

a.3. Pemeriksaan Khusus
30

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fungsi paru, uji latih pulmoner, uji
provokasi bronkus, uji coba kortokosteroid, analisa gas darah, CT scan resolusi
tinggi, EKG, ekokardiografi, bakteriologi dan pemeriksaan kadar alfa-1
antitripsin.


b. Pengobatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Adapun cara pengobatan PPOK dapat dilakukan dengan :
b.1. Bronkodilator
Pemberian bronkodilator jenis antikolinergik dan beta 2 agonis untuk
mengatasi obstruksi jalan nafas.
31

b.2. Teofilin
Pemberian teofilin untuk meningkatkan faal paru dan untuk mencegah
keletihan.
31

b.3. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dalam bentuk oral dengan dosis tunggal
prednison 40 mg/hari paling sedikit selama 2 minggu. Dapat pula digunakan
dalam bentuk inhalasi kortikosteroid antara lain azmakort. Bila tidak
menunjukkan hasil selama 2 minggu maka pengobatan kortikosteroid sebaiknya
dihentikan. Pada pasien yang menunjukkan perbaikan, maka harus di monitor efek
samping dari kortikosteroid pada penggunaan jangka panjang. Obat yang
termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.
31
b.4. Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama
pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan
semakin memburuk. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin
dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak
memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme
seperti Streptococcus pneumoniae, Haeomophilus influenza, dan Mycoplasma.

31,32
b.5. Terapi Oksigen
Diberikan pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO
2
< 55 mmHg.
Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus
memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, dan toleransi beban kerja.Lama
pemberian 15 jam setiap hari, yang bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur, pemberian oksigen pada waktu melakukan aktifitas
yang bertujuan menghilangkan sesak nafas dan meningkatkan kemampuan
aktifitas. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen diatas 90%. Terapi
diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sesitivitas terhadap CO
2
.
32,33

2.5.3 Pencegahan Tertier
Pencegahan ini berupa rehabilitasi, disebabkan pasien cenderung menemui
kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi
agar terhindar dari depresi.
29

Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
a. Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah membantu mengeluarkan sputum dan
meningkatkan efisiensi batuk, mengatasi gangguan pernapasan pasien,
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
memperbaiki gangguan pengembangan thoraks, meningkatkan kekuatan
otot-otot pernapasan, dan mengurangi spasme otot leher.
34

b. Rehabilitasi psikis
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan
mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya.
16

c. Rehabilitasi pekerjaan
Berguna untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk
daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.

16




























Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 3
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan studi kepustakaan dan latar belakang diatas, maka dapat
dibuat kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita penyakit paru
obstruksi kronik yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008
seperti gambaran dibawah ini :
KARAKTERISTIK PENDERITA
PPOK

1. Trend Kunjungan
2. Sosiodemografi
- Umur
- Jenis Kelamin
- Agama
- Tempat tinggal
- Suku
- Pekerjaan
- Pendidikan
3. Keadaan Medis
- Riwayat Merokok
- Jenis Penyakit Sebelumnya
- Jenis Komplikasi
- Tingkat Keparahan
- Keluhan
4. Lama Rawatan Rata-rata
5. Sumber Pembiayaan
6. Keadaan Sewaktu Pulang























3.2 Defenisi Operasional
3.2.1 Penderita paru obstruksi kronik adalah pasien yang didiagnosa menderita
penyakit paru obstruksi kronik yang tercatat pada kartu status yang ada di
RSUD Aceh Tamiang.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Trend kunjungan adalah untuk melihat kecendrungan peningkatan atau
penurunan selama tahun 2007-2008 penderita paru obstruksi kronik rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang yang tercatat dalam kartu status.
3.2.2 Sosiodemografi adalah keterangan yang menunjukkan spesifikasi
penderita paru obstruksi kronik dan hubungan sosial dimasyarakatnya
yang meliputi :
a. Umur adalah umur penderita paru obstruksi kronik yang dicatat pada
kartu status dan dikatagorikan sesuai dengan kelompok umur yang
beresiko terjadinya paru obstruksi kronik yaitu :
27

1. < 50 tahun
2. 50-60 tahun
3. > 60 tahun

Untuk analisis statistik umur dikategorikan atas:
1. 50 tahun
2. 60 tahun

b. Jenis Kelamin adalah ciri khas terentu yang dimiliki penderita yang
tertlis pada kartu status dibedakan atas :
1. Laki-laki
2. Perempuan

c. Agama adalah satu kepercayaan yang diakui oleh pemerintah
Republik Indonesia yang dianut atau yang diyakini oleh penderita
PPOK sesuai dengan yang tertulis di kartu status, yang dikategorikan
atas :
1. Islam
2. Kristen Protestan
3. Kristen Katolik
4. Budha
5. Hindu

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.

d. Tempat tinggal adalah tempat dimana pnderita PPOK tinggal dan
menetap yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas :
1. Kualasimpang
2. Luar Kualasimpang

e. Pekerjaan adalah aktivitas utama penderita PPOK seperti yang tertera
pada kartu status dan dibedakan atas :
1. PNS/TNI/POLRI
2. Pensiunan PNS/TNI/POLRI
3. Pegawai Swasta
4. Wiraswasta
5. Petani
6. Ibu Rumah Tangga
7. Tidak bekerja

Untuk analisis statistik pekerjaan dikategorikan atas:
1. Bekerja
2. Tidak bekerja

f. Suku adalah suku penderita sesuai dengan yang tertulis di kartu
status yang ada di rekam medis yang dikategorikan sesuai dengan
suku yang terbanyak tinggal di Aceh Tamiang, yaitu :
1. Aceh
2. Melayu
3. Jawa
4. Minang
5. Batak
6. Suku lainnya

g. Pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan
penderita PPOK sesuai yang tertulis pada kartu status dan
dikategorikan atas:
1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SLTP
4. SLTA
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
5. Akademi/Perguruan Tinggi

3.2.3 Jenis penyakit sebelumnya adalah penyakit yang pernah diderita
sebelumnya yang berisiko untuk menimbulkan penyakit paru obstruksi
kronik seperti yang tertera pada kartu status dengan kategori:
7,26

1. Asma Bronkial
2. Bronkhitis Kronis
3. Emfisema
4. TBC Paru

3.2.4 Jenis komplikasi adalah komplikasi yang terjadi pada penderita paru
obstruksi kronik seperti yang tertera pada kartu status dan dikategorikan
atas:
13

1. Hipertensi
2. Kor Pulmonal
3. Gagal nafas

3.2.5 Tingkat keparahan adalah tingkatan dari serangan penyakit paru obstruksi
kronik yang dikategorikan berdasarkan hasil nilai Spirometri Volume
Ekpirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Arus Puncak Ekspirasi (APE),
dibagi atas :
14

1. Tingkat PPOK Normal : 70%
2. Tingkat I (Obstruksi ringan) : 69%-60%
3. Tingkat II (Obstruksi sedang) : 59%-31%
4. Tingkat III (Obstruksi Berat) : 30%

3.2.6 Keluhan adalah keluhan yang dirasakan penderita penyakit paru obstruksi
kronik seperti yang tertera pada kartu status dan dikategorikan atas:
7

1. Batuk berdahak
2. Sesak nafas
3. Mengi (Wheezing)
4. Demam
5. Mual
6. Lebih dari satu keluhan


Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
3.2.7 Lama rawatan rata-rata adalah keterangan yang menunjukkan periode atau
lamanya perawatan penderita di rumah sakit dihitung dari tanggal mulai di
rawat sampai dengan keluar (baik dengan izin dokter maupun meninggal
dunia) berdasarkan pencatatan pada kartu status kemudian dihitung rata-
rata lama rawatan.
3.2.8 Sumber pembiayaan adalah asal biaya yg dikeluarkan pasien, seperti yang
tercatat di kartu status, di bagi atas:
1. Biaya sendiri
2. Bukan Biaya Sendiri

Sumber pembiayaan bukan biaya sendiri dikategorikan atas:
1. Askes
2. Jamkesmas


3.2.10 Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi kesehatan penderita sewaktu
pulang dari RSUD Aceh Tamiang, yang tercatat pada kartu status
penderita yang dikelompokkan atas :
1. Pulang Berobat Jalan (PBJ)
2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
3. Meninggal Dunia
















Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
menggunakan desain case series.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh
Tamiang, dengan pertimbangan yaitu tersedianya data penderita Penyakit Paru
Obstruksi Kronik tahun 2007-2008 dan belum pernah dilakukan penelitian tentang
Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang Dirawat Inap di
RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai Mei 2009.

4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita penyakit paru
obstruksi kronik yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008
sebanyak 139 data.


4.3.2 Sampel
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Sampel dalam penelitian ini adalah data seluruh penderita penyakit paru
obstruksi kronik yang tercatat dalam laporan RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-
2008 dengan besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).

4.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder yang
diperoleh dari rekam medis RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008, kemudian
dicatat sesuai dengan variabel yang ingin diteliti.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan, diolah dengan menggunakan program
SPSS. Data univariat dianalisa secara deskriptif dan data bivariat dianalisa dengan
menggunakan uji Chi Square dan uji Anova lalu disajikan dalam bentuk narasi,
tabel distribusi proporsi, diagram batang, dan diagram pie.



















Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 5
HASIL PENELITIAN


5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1. Sejarah Berdirinya RSUD Aceh Tamiang
RSUD Tamiang adalah rumah sakit umum tipe C milik pemerintah daerah
Kabupaten Aceh Tamiang yang berpenduduk 125.000 jiwa. Lokasi RSUD Aceh
Tamiang terletak di Desa Kesehatan di Kecamatan Karang Baru, sekitar 1,5 km
dari pusat kota Kualasimpang.
Pada awalnya RSUD Tamiang merupakan Rumah Sakit Perkebunan yang
didirikan oleh Belanda pada tahun 1915. kemudian pada tahun 1970-an
mengalami penurunan status pelayanan menjadi Puskesmas Rawatan lalu erjadi
lagi peningkatan status pelayanan menjadi pelayanan Rumah Sakit pada tanggal 2
Februari 2003. Sejak tanggal 24 Juni 2003 status pelayanan RSUD Aceh Tamiang
menjadi rumah sakit dengan klasifikasi kelas C. pada tanggal 2 Agustus 2003
dikukuhkan dengan penandatanganan prasasti oleh Bapak Ahmad Sujudi selaku
Menteri Kesehatan RI.
5.1.2. Visi, Misi, dan Motto RSUD Aceh Tamiang
RSUD Aceh Tamiang dalam menjalankan tugasnya memiliki Visi, Misi
dan Motto yaitu:
a. Visi
Visi RSUD Aceh Tamiang yaitu terwujudnya pelayanan kesehatan yang
berkualitas menuju Indonesia Sehat 2010.
b. Misi
Misi RSUD Aceh Tamiang yaitu:
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
b.1. Menyelenggarakan dan mengendalikan pelayanan kesehatan bermutu
tinggi dan berdaya saing yang terjangkau oleh semua lapisan
masyarakat.
b.2. Mendidik dan melatih SDM yang profesional dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
b.3. Melaksanakan penelitian untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan keilmuan.
c. Motto
Motto RSUD Aceh Tamiang yaitu BETUAH yang merupakan terjemahan
dari nilai-nilai yang harus dilaksanakan oleh semua karyawan meliputi B =
Bermutu, E = Efisien, T = Transparan, U = Ukhuwah, A = Aman, dan H =
Handal.
5.1.3. Tenaga Kesehatan
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di RSUD Aceh Tamiang,
kegiatan didukung sebanyak 139 orang pegawai.
Tabel 5.1. Distribusi Tenaga Kesehatan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2008

No. Pendidikan f %
1. Dokter Umum 9 6,3
2. Dokter Spesialis 3 2,1
3. Dokter Gigi 2 1,4
4. Perawat 45 31,9
5. Perawat Gigi 4 2,8
6. Bidan 24 16,9
7. Analis 6 4,2
8. Apoteker 7 4,9
9. Fisioterapi 5 3,5
10. Radiologi 3 2,1
11. Gizi 3 2,1
12. Kesehatan Lingkungan 1 0,7
13. Non Medis 30 21,1
Jumlah 142 100
Sumber : Profil RSUD Aceh Tamiang Tahun 2008
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
5.1.4. Cakupan Pelayanan
Cakupan pelayanan kesehatan RSUD Aceh Tamiang meliputi:
a. Pelayanan Medis : Pelayanan Spesialistik dan Non Spesialistik yang
mencakup rawat jalan dan rawat inap.
b. Pelayanan Asuhan Keperawatan : Pelayanan Rawatan Umum, Pelayanan
Rawatan Pasca Tindakan Operasi, Pelayanan Rawatan Ibu Hamil dan
Pelayanan Perawatan Intensif.
c. Pelayanan Penunjang Medis dan Gawat Darurat : Pelayanan Radiologi,
Pelayanan Laboratorium Medik, Pelayanan Rehabilitasi Medik, Pelayanan
Gizi, Pelayanan Rujukan Ambulans dan Pelayanan Kamar Jenazah.
5.2.Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu
Proporsi penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang berdasarkan
waktu dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Bulan di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008

Tahun
2007 2008 No. Bulan
f % f %
1. Januari 3 5,2 2 2,5
2. Februari 6 10,3 4 4,9
3. Maret 2 3,4 3 3,7
4. April 4 6,9 4 4,9
5. Mei 3 5,2 6 7,4
6. Juni 3 5,2 5 6,2
7. Juli 8 13,8 8 9,9
8. Agustus 2 3,4 10 12,3
9. September 2 3,4 9 11,1
10 Oktober 6 10,3 12 14,9
11. November 11 19,1 10 12,3
12. Desember 8 13,8 8 9,9
Jumlah 58 100,0 81 100,0

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa penderita tertinggi tahun 2007
pada bulan November sebanyak 11 orang dengan proporsi 19 % dan pada tahun
2008 pada bulan Oktober sebanyak 12 orang dengan proporsi 14,8 %.
Dari tabel 5.2. dapat diketahui bahwa frekuensi kasus dari bulan Januari-
Desember tahun 2007 meningkat sebanyak 8 - 3=5 kasus, dengan simple ratio
peningkatan 7 , 2
3
8
= kali, serta persentase peningkatan sebesar
% 7 , 166 % 100
3
3 8
=

. Pada tahun 2008 meningkat sebanyak 8 - 2=6 kasus,


dengan simple ratio peningkatan 4
2
8
= kali, serta persentase peningkatan
sebesar % 300 % 100
2
2 8
=

.
Trend atau kecenderungan penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh
Tamiang dengan metode Least Square berdasarkan data per bulan Tahun 2007 dan
tahun 2008 mengalami peningkatan menurut persamaan garis masing-masing y =
2,11 + 0,42 x dan y = 1,68 + 0,78 x (lampiran 3).

5.3.Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Sosiodemografi
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sosiodemografi di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.3. dan 5.4.
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Jumlah
No. Umur (Tahun)
F % f % f %
1.
2.
3.
< 50
50-60
> 60
10
30
60
7,2
21,6
43,2
10
9
20
7,2
6,5
14,4
20
39
80
14,4
28,1
57,6
Jumlah 100 71,9 39 28,1 139 100

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita PPOK
tertinggi pada kelompok umur > 60 tahun 57,6%, dengan proporsi laki-laki
43,2% dan perempuan 14,4%. Proporsi umur penderita PPOK terendah pada
kelompok umur < 50 tahun 14,4% dengan proporsi laki-laki 7,2% dan perempuan
7,2%.
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Sosiodemografi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah
No. Sosiodemografi
f %
1. Agama
1. Islam
2. Lain-lain

139
0

100
0
Jumlah 139 100
2. Tempat Tinggal
1. Kualasimpang
2. Luar Kualasimpang

68
71

48,9
51,1
Jumlah 139 100
3. Pekerjaan
1. PNS/TNI/POLRI
2. Pensiunan PNS/TNI/POLRI
3. Pegawai Swasta
4. Wiraswasta
5. Petani
6. Ibu Rumah Tangga
7. Tidak Bekerja

5
18
3
33
42
33
5

3,6
12,9
2,2
23,7
30,3
23,7
3,6
Jumlah 139 100
4. Suku
1. Aceh
2. Melayu
3. Jawa
4. Minang
5. Batak

62
28
42
5
2

44,7
20,1
30,2
3,6
1,4
Jumlah 139 100
5. Pendidikan
1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SLTP
4. SLTA
5. Akademi/Perguruan Tinggi

32
27
27
41
12

23,0
19,4
19,4
29,6
8,6
Jumlah 139 100

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Pada tabel 5.4. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
sosiodemografi seluruhnya beragama islam 100%. Proporsi tempat tinggal
penderita PPOK lebih tinggi dari luar kualasimpang 51,1%. Proporsi pekerjaan
penderita PPOK tertinggi adalah petani 30,3% dan terendah pegawai swasta 2,2%.
Proporsi suku penderita PPOK tertinggi adalah Aceh 44,7% dan terendah Batak
1,4%. Proporsi pendidikan penderita PPOK tertinggi adalah SLTA 29,6% dan
terendah Akademi/Perguruan Tinggi 8,6%.

5.4. Keadaan Medis Penderita PPOK
5.4.1. Riwayat Merokok
Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok tidak
dapat disajikan karena pencatatan tentang riwayat merokok tidak tersedia di kartu
status.
5.4.2. Jenis Penyakit Sebelumnya
Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis penyakit sebelumnya di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis Penyakit
Sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah
No. Jenis Penyakit Sebelumnya
f %
1.
2.
3.
4.
Bronkhitis Kronis
Asma Bronkial
Emfisema
TBC Paru
59
39
28
13
42,4
28,1
20,1
9,4
Jumlah 139 100

Pada tabel 5.5. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
jenis penyakit sebelumnya tertinggi adalah Bronkhitis Kronis 42,4%, disusul
Asma Bronkial 28,1%, Emfisema 20,1% dan terendah adalah TBC Paru 9,4%.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
5.4.3. Jenis Komplikasi
Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis komplikasi di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis
Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah
No. Jenis Komplikasi
f %
1.
2.
3.
Gagal nafas
Kor Pulmonal
Hipertensi
60
60
19
43,2
43,2
13,6
Jumlah 139 100

Pada tabel 5.6. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
jenis komplikasi tertinggi adalah Gagal Nafas dan Kor Pulmonal masing-masing
43,2% dan terendah adalah Hipertensi 13,6 %.
5.4.4. Tingkat Keparahan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Tingkat
Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah
No. Tingkat Keparahan
f %
1.
2.
3.
4.
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
5
43
89
2
3,6
30,9
64,1
1,4
Jumlah 139 100

Pada tabel 5.7. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
tingkat keparahan tertinggi adalah tingkat II 64,1%, kemudian tingkat I 30,9%,
PPOK normal 3,6% dan terendah adalah tingkat III 13,7 %.
5.4.5. Keluhan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan di RSUD Aceh Tamiang
tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keluhan di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

No. Keluhan (n = 139) f %
1
2.
3.
4.
5.
6.
Batuk Berdahak
Sesak Nafas
Nyeri Dada
Mengi (Wheezing)
Demam
Mual
139
139
102
79
43
11

100,0
100,0
73,4
56,8
31,0
8,0

Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat proporsi keluhan tertinggi penderita
PPOK adalah batuk berdahak dan sesak nafas 100%, disusul keluhan nyeri dada
73,4%, mengi (wheezing) 56,8%, demam 31,0%, dan terendah mual 11 orang
(8%) (lampiran 4).

5.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK
Lama rawatan rata-rata penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang tahun
2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Lama Rawatan Rata-rata(hari)
Mean
Standar Deviasi (SD)
95% Confidence Interval
Coefisien of Variation (COV)
Minimum
Maksimum
6,27
2,581
5,83-6,7
41,6%
2
17

Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat lama rawatan rata-rata penderita adalah
6,27 hari (6 hari) dengan Standard Deviasi (SD) 2,581, dan nilai dari Coefisien of
Variation (COV) sebesar 41,16% yang menunjukkan bahwa lama rawatan rata-
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
rata penderita PPOK sangat bervariasi. Dimana lama rawatan paling singkat 2 hari
sedangkan yang paling lama 17 hari. Dari Confidence Interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini lama rawatan rata-rata penderita PPOK adalah 5,83 6,7
hari.

5.6.Sumber Pembiayaan Penderita PPOK
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.10. dan tabel 5.11.
Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah
No. Sumber Pembiayaan
f %
1.
2.
Biaya Sendiri
Bukan Biaya Sendiri
39
100
28,1
71,9
Jumlah 139 100

Pada tabel 5.10. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
sumber pembiayaan lebih tinggi yang bukan menggunakan biaya sendiri 71,9%
dibandingkan biaya sendiri 28,1%.
Tabel 5. 11. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008

Jumlah
No.
Sumber Pembiayaan Bukan Biaya
Sendiri f %
1.
2.
Askes
Jamkesmas
30
70
30,0
70,0
Jumlah 100 100

Berdasarkan tabel 5.11 dapat dilihat bahwa proporsi sumber biaya bukan
biaya sendiri penderita lebih tinggi yang menggunakan Jamkesmas 70%
dibandingkan Askes 30%.
5.7. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah
No. Keadaan Sewaktu Pulang
f %
1.
2.
3.
Pulang Berobat Jalan (PBJ)
Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
Meninggal
108
29
2
77,7
20,9
1,4
Jumlah 139 100

Pada table 5.12 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah Pulang Berobat Jalan (PBJ) 77,7%,
disusul Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) dan terendah meninggal (1,4%).

5.8. Analisis Statistik
5.8.1. Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan
Umur berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Umur ( Tahun) Jumlah
<50 50-60 >60
Tingkat
Keparahan
f % f % f %
f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
2
12
6

40,0
27,9
6,6

1
13
25

20,0
30,2
27,5

2
18
60

40,0
41,9
65,9

5
43
91

100
100
100

Berdasarkan tabel 5.13 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita dengan
tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita berumur <50 tahun 40%,
berumur 50-60 tahun 20%, berumur >60 tahun 40%. Dari seluruh penderita
dengan tingkat keparahan pada tingkat I, proporsi penderita berumur <50 tahun
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
27,9%, berumur 50-60 tahun 30,2%, dan berumur >60 tahun 41,9%. Dari seluruh
penderita dengan tingkat keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita berumur
<50 tahun 6%, berumur 50-60 tahun 27,5%, dan berumur >60 tahun 65,9%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 3 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
5.8.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya
Jenis kelamin berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat inap di
RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin PPOK Berdasarkan Sumber
Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan Sumber Biaya
f % f %
f %
Biaya sendiri
Bukan biaya sendiri
31
69

79,5
69,0

8
31

20,5
31,0

39
100

100
100

p
=0,294
Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang berobat menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita berjenis kelamin
laki-laki 79,5% dan perempuan 20,5%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat
bukan menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki
69% dan perempuan 31%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi jenis kelamin berdasarkan sumber biaya.
5.8.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Jenis kelamin berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.15.
Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008

Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Tingkat
Keparahan
f % f %
f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
1
26
73
20,0
60,5
80,2
4
17
18
80,0
39,5
19,8
5
43
91
100
100
100


Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita berjenis kelamin laki-
laki 20% dan perempuan 80%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan
tingkat I, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 60,5% dan perempuan
39,5%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan tingkat II dan III, proporsi
penderita berjenis kelamin laki-laki 80,2% dan perempuan 19,8%.Hal ini
menunjukkan penderita laki-laki berobat setelah penyakit menjadi lebih parah.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
5.8.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Pekerjaan berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat inap di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.16.




Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan
Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Pekerjaan Jumlah
Bekerja Tidak Bekerja Sumber Biaya
f % f %
f %
Biaya sendiri
Bukan biaya sendiri
29
72

74,4
72,0

10
28
25,6
28,0

39
100
100
100

p =0,835
Berdasarkan tabel 5.16 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang berobat menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita yang bekerja 74,4%
dan tidak bekerja 25,6%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat bukan
menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita yang bekerja 72% dan tidak
bekerja 28%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan sumber biaya.
Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan
Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008

Pekerjaan Jumlah
Bekerja Tidak Bekerja
Bukan Biaya
Sendiri
f % f %
f %
Askes
Jamkesmas
25
47
83,3
67,1
5
23
16,7
32,9
30
70
100
100
p
=0,144
Berdasarkan tabel 5.17 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang menggunakan Askes, proporsi penderita yang bekerja 83,3% dan tidak
bekerja 16,7%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat menggunakan
Jamkesmas, proporsi penderita yang bekerja 67,1% dan tidak bekerja 32,9%.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan bukan biaya sendiri.
5.8.5. Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Keparahan
Pekerjaan berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap di
RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.18.
Tabel 5.18. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Pekerjaan Jumlah
Bekerja Tidak Bekerja
Tingkat
Keparahan
f % f %
f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
2
28
71
40,0
65,1
78,0
3
15
20
60,0
34,9
22,0
5
43
91
100
100
100


Berdasarkan tabel 5.18 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita yang bekerja 40%
dan tidak bekerja 60%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan tingkat I,
proporsi penderita yang bekerja 65,1% dan tidak bekerja34,9%. Dari seluruh
penderita PPOK dengan keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita yang
bekerja 78% dan tidak bekerja 22%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.

5.8.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur
Jenis penyakit sebelumnya berdasarkan umur penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.19.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.19. Distribusi Proporsi Jenis Penyakit Sebelumnya Penderita
PPOK Berdasarkan Umur di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008

Jenis Penyakit Sebelumnya Jumlah
Asma
Bronkial
Bronkhitis
Kronis
Emfisema

TBC Paru
Umur
(tahun)
f % f % f % f %
f %
50
60
17
22
28,8
27,5
23
36
39,0
45,0
8
20
13,6
25,0
11
2
18,6
2,5
59
80
100
100

2
= 11,980 df =3 p =0,007
Berdasarkan tabel 5.19 dapat dilihat dari hasil uji chi-square diperoleh
p<0,05 berarti secara statistik ada perbedaan antara proporsi jenis penyakit
sebelumnya berdasarkan umur. Proporsi penderita PPOK berumur 50 tahun
yang jenis penyakit sebelumnya Asma Bronkial (28,8%) secara signifikan lebih
rendah dibandingkan Bronkhitis Kronis (39%), lebih tinggi dibandingkan
Emfisema (13,6%), dan lebih tinggi dibandingkan TBC Paru (18,6%). Proporsi
penderita PPOK berumur 60 tahun yang jenis penyakit sebelumnya Asma
Bronkial (27,5%) secara signifikan lebih rendah dibandingkan Bronkhitis Kronis
(45%), lebih tinggi dibandingkan Emfisema (25%), dan lebih tinggi dibandingkan
TBC Paru (2,5%).
5.8.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel
5.20.



Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.20. Distribusi Proporsi Tingkat Keparahan Penderita PPOK
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Tingkat Keparahan
PPOK
Normal
Tingkat I
Tingkat II
dan III
Jumlah Keadaan Sewaktu
Pulang
f % f % f % f %
PBJ
PAPS
Meninggal
5
0
0
4,6
0
0
33
10
0
30,6
34,5
0
70
19
2
64,8
65,5
100
108
29
2
100
100
100

Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang pulang dengan berobat jalan, proporsi penderita dengan tingkat keparahan
PPOK normal 4,6%, tingkat I 30,6%, dan tingkat II dan III 64,8%. Dari seluruh
penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri, tidak ada penderita dengan
tingkat keparahan PPOK normal , proporsi penderita dengan keparahan tingkat I
34,5%, dan tingkat II dan III 65,5%. Dari seluruh penderita PPOK yang
meninggal, tidak ada penderita dengan tingkat keparahan PPOK normal dan
tingkat I, dan proporsi penderita dengan keparahan tingkat II dan III 100%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 5 sel (55,6%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
5.8.8. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Tingkat Keparahan
Lama rawatan rata-rata berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel
5.21.



Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.21. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Lama Rawatan Rata-Rata
No. Tingkat Keparahan
f Mean SD
1.
2.
3.
4.
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
5
43
89
2
5,00
4,88
7,01
6,00
1,871
2,026
2,578
2,828
F

= 8,068 df =3 p =0,000
Berdasarkan tabel 5.21. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK dengan tingkat keparahan PPOK normal adalah 5 hari , lama
rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan pada tingkat I adalah
4,88 hari, lama rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan pada
tingkat II adalah 7,01 hari, dan lama rawatan rata-rata penderita PPOK dengan
tingkat keparahan pada tingkat III adalah 6,00 hari.
Berdasarkan hasil test of homogeneity of variances diperoleh p=0,605
yang berarti memiliki varians yang sama sehingga analisis selanjutnya dapat
dilakukan.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi tingkat keparahan. Keparahan tingkat II lebih lama dirawat
(7,01 hari) dari tingkat III (6,00 hari), PPOK normal (5 hari), dan tingkat I (4,88
hari).
5.8.9. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya
Lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.22.

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.22. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Lama Rawatan Rata-Rata
No. Sumber Biaya
f Mean SD
1.
2.
3.
Biaya sendiri
Askes
Jamkesmas
39
30
70
5,51
7,43
6,19
2,063
2,788
2,606
F

= 5,043 df =2 p =0,008
Berdasarkan tabel 5.22 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK yang berobat dengan biaya sendiri adalah 5,51 hari, lama rawatan
rata-rata penderita PPOK dengan menggunakan Askes adalah 7,43 hari, dan lama
rawatan rata-rata penderita PPOK dengan menggunakan Jamkesmas adalah 6,19
hari.
Berdasarkan hasil test of homogeneity of variances diperoleh p=0,231
yang berarti memiliki varians yang sama sehingga analisis selanjutnya dapat
dilakukan.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi sumber biaya. Penderita yang menggunakan Askes lebih
lama dirawat (7,43 hari) dari Jamkesmas (6,19 hari) dan biaya sendiri (5,51 hari).
5.8.10. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita
PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada
tabel 5.23.



Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.

Tabel 5.23. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008

Lama Rawatan Rata-Rata
No. Keadaan Sewaktu Pulang
f Mean SD
1.
2.
3.
PBJ
PAPS
Meninggal
108
29
2
6,44
5,66
6,00
2,715
1,969
2,828
F

= 1,056 df =2 p =0,351
Berdasarkan tabel 5.23. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK yang pulang dengan berobat jalan adalah 6,44 hari, lama rawatan
rata-rata penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri adalah 5,66 hari,
dan lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang meninggal adalah 6 hari.
Berdasarkan hasil test of homogeneity of variances diperoleh p=0,318
yang berarti memiliki varians yang sama sehingga analisis selanjutnya dapat
dilakukan.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p>0,05
yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama
rawatan rata-rata berdasarkan proporsi keadaan sewaktu pulang.
5.8.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan
Sumber biaya berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.24.





Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.24. Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008

Sumber Pembiayaan
Biaya Sendiri
Bukan Biaya
Sendiri
Jumlah
Tingkat Keparahan
f % f % f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
1
13
25
20,0
30,2
27,5
4
30
66
80,0
69,8
72,5
5
43
91
100
100
100
Berdasarkan tabel 5.24 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita yang menggunakan
biaya sendiri 20% dan bukan biaya sendiri 80%. Dari seluruh penderita PPOK
dengan keparahan tingkat I, proporsi penderita yang menggunakan biaya sendiri
30,2% dan bukan biaya sendiri 69,8%. Dari seluruh penderita PPOK dengan
keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita yang menggunakan biaya sendiri
27,5% dan bukan biaya sendiri 72,5%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.










Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 6
PEMBAHASAN


6.1. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu
Distrbusi proporsi penderita PPOK berdasarkan waktu yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar
6.1.
3
6
2
4
3 3
8
2 2
6
11
8
2
4
3
4
6
5
8
10
9
12
10
8
y = 0.4196x + 2.1061
y = 0.7797x + 1.6818
0
2
4
6
8
10
12
14
J
a
n
u
a
r
i
F
e
b
r
u
a
r
i
M
a
r
e
t
A
p
r
i
l
M
e
i
J
u
n
i
J
u
l
i
A
g
u
s
t
u
s
S
e
p
t
e
m
b
e
r
O
k
t
o
b
e
r
N
o
v
e
m
b
e
r
D
e
s
e
m
b
e
r
bulan
f
r
e
k
u
e
n
s
i
tahun 2007 tahun 2008 Linear (tahun 2007) Linear (tahun 2008)

Gambar 6.1. Diagram Batang Penderita PPOK Berdasarkan Waktu di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan tahun 2008

Berdasarkan gambar 6.1 dapat dilihat bahwa frekuensi penderita PPOK
yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007 tertinggi pada bulan
November sebanyak 11 kasus dan tahun 2008 tertinggi pada bulan Oktober
sebanyak 12 kasus. Trend atau kecendrungan penderita PPOK yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007 dan 2008 dengan metode Least Square
berdasarkan data kunjungan perbulan mengalami peningkatan menurut persamaan
garis masing-masing y=2,11+0,42x dan y = 1,68 + 0,78x.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hal ini tidak menunjukkan secara langsung bahwa terjadi peningkatan
penderita PPOK di masyarakat, tetapi yang mengalami peningkatan adalah
penderita PPOK yang berobat ke RSUD Aceh tamiang tahun 2007-2008.

6.2. Distribusi Proporsi Penderita PPOK berdasarkan Sosiodemografi
6.2.1. Umur dan Jenis Kelamin

Proporsi penderita PPOK berdasarkan umur dan jenis kelamin yang
dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.2.
43.2
21.6
7.2
7.2
6.5
14.4
< 50
50-60
> 60
U
m
u
r

(
T
a
h
u
n
)
Pr opor si (%)
Laki-Laki
Perempuan

Gambar 6.2. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.2. dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita
PPOK tertinggi pada kelompok umur > 60 tahun, dengan proporsi laki-laki 43,2%
dan perempuan 14,4%. Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya
setelah usia 50 tahun keatas.
27

Sex

ratio penderita PPOK sebesar 256,41%, menunjukkan bahwa jumlah
penderita laki-laki lebih besar daripada penderita perempuan. Hal ini dikaitkan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
dengan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
Dalam kurun waktu 1988 dan 1993 Survei MONICA (Multinational of Trends
and Determinants In Cardiovascular Diseases) menunjukkan bahwa prevalensi
kebiasaan merokok telah meningkat dari 5,9% menjadi 6,2% pada wanita, dan
sedikit menurun dari 59,9% menjadi 56,9% pada laki-laki.
9
Risiko PPOK yang
diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Shinta di RSU dr. Soetomo
Surabaya pada tahun 2006 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi penderita PPOK pada kelompok umur > 61 tahun dengan proporsi 84,8%
dari 46 penderita.
8
6.2.2. Agama

Proporsi penderita PPOK berdasarkan agama yang dirawat inap di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.3.
Islam
100%

Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Agama di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.3 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
seluruhnya beragama Islam 100%. Hal ini bukan berarti penganut agama Islam
lebih berisiko untuk menderita PPOK. Namun berkaitan dengan penderita PPOK
yang berobat ke RSUD Aceh Tamiang semuanya beragama Islam.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Manik di RS Haji Medan
pada tahun 2002-2004 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi mayoritas beragama islam 99,2% dari 132 penderita.
12
6.2.3. Tempat Tinggal

Proporsi penderita PPOK berdasarkan tempat tinggal yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.4.
51.1%
48.9%
Luar Kualasimpang
Kualasimpang

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Tempat Tinggal di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.4 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
berdasarkan tempat tinggal lebih tinggi dari luar Aceh Tamiang (51,1%)
dibandingkan dari Kualasimpang (48,9%).
Hal ini bukan berarti yang bertempat tinggal di Aceh Tamiang lebih
berisiko untuk menderita PPOK. Namun berkaitan dengan penderita PPOK yang
berobat ke RSUD Aceh Tamiang semuanya bertempat tinggal di Aceh Tamiang.
6.2.4. Pekerjaan

Proporsi penderita PPOK berdasarkan pekerjaan yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.5.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
30.3
23.7 23.7
12.9
3.6 3.6
2.2
0
5
10
15
20
25
30
35
P
e
t
a
n
i
W
i
r
a
s
w
a
s
t
a
I
b
u

R
u
m
a
h

T
a
n
g
g
a
P
e
n
s
i
u
n
a
n

P
N
S
/
T
N
I
/
P
O
L
R
I
P
N
S
/
T
N
I
/
P
O
L
R
I
T
i
d
a
k

B
e
k
e
r
j
a
P
e
g
a
w
a
i

S
w
a
s
t
a
Pekerj aan
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)

Gambar 6.5. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008

Berdasarkan gambar 6.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pekerjaan
penderita PPOK tertinggi adalah petani 30,2% dan terendah pegawai swasta 2,2%.
Hal ini dikaitkan dengan proporsi pendidikan penderita tertinggi adalah SLTA
(29,6%), tidak sekolah (23%), SD dan SLTP masing-masing (19,4%) dan
terendah Akademi/Perguruan Tinggi (8,6%).

Faktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur alergi dan
hiperreaktivitas bronkus. Dan umumnya pekerja yang bekerja dilingkungan yang
berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.
7,11

6.2.5. Suku

Proporsi penderita PPOK berdasarkan suku yang dirawat inap di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.6.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
44.7%
30.2%
20.1%
3.6%
1.4%
Aceh
Jawa
Melayu
Minang
Batak

Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Suku di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.6. dapat dilihat bahwa proporsi suku penderita
PPOK tertinggi adalah Aceh 44,7% dan terendah suku Batak 1,4%.
Hal ini bukan berarti suku Aceh lebih berisiko untuk menderita PPOK.
Namun berkaitan dengan penderita PPOK yang berobat ke RSUD Aceh Tamiang
mayoritas suku Aceh.
6.2.6. Pendidikan

Proporsi penderita PPOK berdasarkan pendidikan yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.7.

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
29.6%
23.0%
19.4%
19.4%
8.6%
SLTA
Tidak Sekolah
SLTP
SD
Akademi/Perguruan Tinggi

Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Pendidikan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.7. dapat dilihat bahwa proporsi pendidikan
penderita PPOK tertinggi adalah SLTA 29,6% dan terendah tidak sekolah 8,6%.
Hal ini bukan berarti penderita PPOK dengan pendidikan SLTA lebih berisiko
untuk menderita PPOK. Namun berkaitan dengan penderita PPOK yang berobat
ke RSUD Aceh Tamiang mayoritas berpendidikan SLTA. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan pendidikan yang cukup tinggi pun masih banyak ditemui penderita
PPOK yang dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
PPOK.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Manik di RS Haji Medan
pada tahun 2002-2004 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi penderita PPOK berpendidikan SLTA 25% dari 132 penderita.
12




Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Medis
6.3.1. Jenis Penyakit Sebelumnya

Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis penyakit sebelumnya yang
dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.8.
42.4
20.1 20.1
9.4
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Bronkhitis Kronis Asma Bronkial Emf isema TBC Paru
Jenis Penyakit Sebelumnya
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)

Gambar 6.8. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Jenis Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.8. dapat dilihat bahwa jenis penyakit sebelumnya
penderita PPOK tertinggi adalah bronchitis kronis dengan proporsi 42,4% dan
terendah TBC Paru dengan proporsi 9,4%.
Penyakit-penyakit paru yang secara klinis dapat menimbulkan PPOK ialah
asma bronkial, bronkhitis kronis, dan emfisema. Ketiga penyakit tersebut masing-
masing dapat berlanjut ke PPOK yang berat. Infeksi paru seperti TBC Paru yang
parah akan menimbulkan kelainan paru berupa peradangan jaringan (fibrosis).
7,26

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hisyam dan Nurohman di
Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta tahun 1996 sampai 1999 dengan metode
penelitian case series bahwa proporsi tertinggi penderita PPOK dengan jenis
penyakit sebelumnya bronkhitis kronis 54% dari 55 penderita.
11
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.3.2. Jenis Komplikasi

Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis komplikasi yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.9.
43.2%
43.2%
13.6%
Gagal Nafas
Kor Pulmonal
Hipertensi

Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Jenis Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.9. dapat dilihat bahwa jenis komplikasi penderita
PPOK tertinggi adalah Gagal Nafas dan Kor Pulmonal dengan proporsi 43,2%
dan terendah Hipertensi dengan proporsi 13,6%.
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah Kor Pulmonal dan gagal
nafas yang digolongkan menjadi gagal nafas kronik dan gagal nafas akut. Pada
gagal nafas kronik ditandai dengan sesak nafas dengan atau tanpa sianosis,
sputum bertambah dan puruen, demam, dan kesadaran menurun.
19
Pada stadium
lanjut akan terjadi gangguan pada jantung kanan yang dikenal sebagai kor
pulmonal. Pada stadium ini penderita selalu sesak nafas walaupun hanya
melakukan pekerjaan rutin sehari-hari misalnya memakai baju.
7
Hipertensi pada
PPOK terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
intrapulmoner.
19
Pada dasarnya hipertensi bukan merupakan komplikasi
melainkan sebagai penyakit penyerta pada penderita PPOK.
6.3.3. Tingkat Keparahan

Proporsi penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.10.
64.1%
30.9%
3.6%
1.4%
Tingkat II
Tingkat I
PPOK Normal
Tingkat III

Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.10. dapat dilihat bahwa tingkat keparahan tertinggi
adalah tingkat II dengan proporsi 64,1% dan terendah tingkat III dengan proporsi
1,4%.
Proporsi penderita dengan tingkat keparahan PPOK Normal 3,6%.
Proporsi tertinggi penderita dengan PPOK Normal pada kelompok umur 50-59
tahun dan 60 tahun masing-masing 40%, perempuan 80%, pekerjaan IRT 60%,
dengan keluhan batuk berdahak dan sesak nafas masing-masing 100%, sumber
biaya bukan biaya sendiri 80%, dan pulang dengan berobat jalan 100%. Hal ini
menunjukkan penderita dengan PPOK Normal tetap perlu mengontrol kondisinya
setelah pulang dari rumah sakit, agar penyakit yang diderita tidak semakin parah.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setiyanto di Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta tahun 2005 sampai 2007 dengan metode penelitian case
series bahwa proporsi penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan tertinggi
adalah tingkat II 61,67% dari 120 penderita.
3
6.3.4. Keluhan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan yang dirawat inap di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.11.
8
31
56.8
73.4
100
100
0 20 40 60 80 100 120
Mual
Demam
Mengi
Nyeri Dada
Batuk Berdahak
Sesak Naf as
K
e
l
u
h
a
n
Pr opor si (%)
Gambar 6.11. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Keluhan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.11 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan keluhan tertinggi adalah sesak nafas dan batuk berdahak 100%, disusul
nyeri dada 73,4%, mengi 56,8%, demam 31%, dan mual 8%.
Keluhan sesak nafas dan batuk berdahak mempunyai sensitivitas sebesar
100% terhadap PPOK artinya seluruh penderita PPOK mengalami keluhan sesak
nafas dan batuk berdahak.
Gejala PPOK sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita lainnya,
dapat dimulai dengan tanpa gejala, gejala ringan sampai berat, mulai dari tanpa
kelainan fisik sampai kelainan fisik yang jelas. Keluhan utama yang dirasakan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
penderita yaitu adanya batuk berdahak yang memberat di pagi hari, dan sesak
nafas yang timbul progresif sampai mengganggu aktifitas. Pada penderita dengan
tingkat keparahan PPOK normal tidak selalu ada gejala batuk kronis. Pada tahap
ini pasien belum merasakan bahwa paru-parunya bermasalah akan tetapi gejala
dapat memburuk.
20
Pada hakekatnya keluhan-keluhan disebabkan oleh adanya hipersekresi
dan sesak, maka penderita mengeluh terutama pada batuk berdahak dan ada juga
mengeluh tentang sesak nafas. Pada stadium dini, keluhan sesak nafas hanya
dirasakan kalau sedang melakukan pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe deffort) yang
masih dapat ditoleransi penderita dengan mudah, namun lama kelamaan sesak ini
semakin progresif. . Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh tentang
panas badan, tetapi karena sering mendapatkan infeksi sekunder sub akut, maka
dalam periode-periode itu penderita akan mengeluh tentang panas badan rendah
(subfebril) sampai tinggi.
20

6.4. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK
Lama rawatan rata-rata penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 adalah 6,27 hari (6 hari) dengan 95% Confidence
Interval 5,83 6,7. Standard Deviation (SD) adalah 2,581 hari dengan lama
rawatan yang paling singkat 2 hari sedangkan yang paling lama 17 hari.
Karakteristik penderita PPOK yang paling lama dirawat yaitu jenis
kelamin laki-laki dengan umur 71 tahun, keluhan yang dirasakan batuk berdahak,
sesak nafas, mengi (wheezing), nyeri dada,sumber pembiayaan Jamkesmas dan
pulang berobat jalan.

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan yang dirawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.12.
71.9%
28.1%
Bukan Biaya Sendiri
Biaya Sendiri

Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Sumber Pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.12 dapat dilihat bahwa bahwa sumber pembiayaan
penderita PPOK tertinggi adalah bukan biaya sendiri dengan proporsi 71,9%, dan
biaya sendiri 28,1%. Hal ini dapat dikarenakan RSUD Aceh Tamiang merupaka
rumah sakit rujukan bagi penderita yang menggunakan kartu Jamkesmas dan
Askes.
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan bukan biaya
sendiri yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat
pada gambar 6.13.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
70%
30%
Jamkesmas
Askes

Gambar 6.13. Diagram Pie Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.13 dapat dilihat bahwa bahwa sumber pembiayaan
bukan biaya sendiri penderita PPOK tertinggi adalah Jamkesmas dengan proporsi
70% dan Askes 30%. Hal ini dikaitkan dengan proporsi pekerjaan penderita
tertinggi adalah Petani 30,2%.

6.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang
dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.14.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
77.7%
20.9%
1.4%
Pulang Berobat Jalan
Pulang Atas Permintaan
Sendiri
Meninggal

Gambar 6.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.14 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi keadaan
sewaktu pulang penderita PPOK adalah pulang berobat jalan 77,7%. Hal ini
menunjukkan bahwa rehabilitasi untuk penderita PPOK tetap perlu dilakukan
kontrol dari waktu ke waktu setelah pulang dari rumah sakit agar kondisi
penderita PPOK tetap dapat dikontrol dengan jelas.
25
Proporsi penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri 20,9%.
Proporsi tertinggi penderita yang memutuskan pulang atas permintaan sendiri
pada kelompok umur > 60 tahun 55,2%, laki-laki 69%, bekerja sebagai
Wiraswasta 31%, tigkat keparahan tingkat II 65,5%, dan sumber pembiayaan
bukan biaya sendiri 65,5%. Tingginya proporsi penderita yang pulang atas
permintaan sendiri menunjukkan penderita belum merasa puas dengan pelayanan
rumah sakit dan adanya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga yang menjaga penderita selama di rumah sakit yang merupakan
tanggungan keluarga sendiri.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Case Fatality Rate (CFR) penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh
Tamiang sebesar 1,4%. Proporsi penderita yang meninggal pada kelompok umur
50-60 tahun dan >60 tahun 50%, laki-laki dan perempuan 50% dengan keluhan
batuk,sesak, dan nyeri dada100%, sumber pembiayaan biaya sendiri 100%, dan
tingkat keparahan tingkat III 100%. Hal ini menunjukkan penderita PPOK datang
ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Hisyam dan Nurohman di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta tahun
1996 sampai 1999 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi penderita
PPOK yang meninggal semuanya dengan keparahan tingkat III 9% dari 55
penderita.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian. Manik di RS Haji Medan
pada tahun 2002-2004 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi penderita PPOK pulang dengan berobat jalan 53,03% dari132
penderita.
12

6.7. Analisis Statistik
6.7.1. Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan
Proporsi umur berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.15.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
40.0
27.9
6.6
20.0
30.2
27.5
40.0
41.9
65.9
0
10
20
30
40
50
60
70
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
<50 tahun
50-60 tahun
>60 tahun

Gambar 6.15. Diagram Batang Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.15 dapat dilihat bahwa penderita PPOK dengan
tingkat keparahan PPOK normal, tingkat I, II, dan III seluruhnya lebih tinggi pada
kelompok umur > 60 tahun. Hal ini dapat dikaitkan dengan gejala PPOK jarang
muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 50 tahun keatas. Pada orang yang
masih terus merokok setelah usia 45 tahun fungsi parunya akan menurun dengan
cepat dibandingkan yang tidak merokok dan pada usia di atas 60 tahun gejala-
gejala PPOK akan mulai muncul.
29

Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 3 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
6.7.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya
Proporsi jenis kelamin berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.16.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
79.5
69.0
20.5
31.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Biaya sendiri Bukan biaya sendiri
Sumber Biaya
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
Laki-Laki
Perempuan

Gambar 6.16. Diagram Batang Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.16 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
yang berobat menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada laki-laki 79,5%
dibandingkan pada perempuan 20,5%. Proporsi penderita PPOK yang berobat
bukan menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki 69%
dibandingkan pada perempuan 31%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi jenis kelamin berdasarkan sumber biaya.
6.7.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan
Proporsi jenis kelamin berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.17.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
20.0
60.5
80.2 80.0
39.5
19.8
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
Laki-laki
Perempuan

Gambar 6.17. Diagram Batang Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat
Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008

Berdasarkan gambar 6.17 dapat dilihat bahwa penderita PPOK dengan
jenis kelamin laki-laki proporsinya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita perempuan kecuali pada tingkat keparahan PPOK normal.
Penderita PPOK yang tingkat keparahan PPOK normal tertinggi dengan
jenis kelamin perempuan dengan proporsi 80%. Pada tahap ini penderita belum
merasakan bahwa paru-parunya bermasalah akan tetapi gejala dapat memburuk.
20
Hal ini menunjukkan penderita laki-laki lebih banyak yang berobat setelah
penyakit menjadi lebih parah. Dapat pula dikaitkan dengan lebih banyak
ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.


6.7.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi pekerjaan berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.18.
74.4
72.0
25.6
28.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Biaya sendiri Bukan biaya sendiri
Sumber Biaya
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
Bekerja
Tidak Bekerja

Gambar 6.18. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.18 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
yang menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada pekerja 74,4% dibandingkan
dengan yang tidak bekerja 25,6%. Proporsi penderita PPOK yang berobat bukan
menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada pekerja 72% dibandingkan dengan
yang tidak bekerja 28%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan sumber biaya.
Proporsi pekerjaan berdasarkan bukan biaya sendiri penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.19.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
83.3
67.1
16.7
32.9
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Askes Jamkesmas
Bukan Biaya Sendir i
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
Bekerja
Tidak Bekerja

Gambar 6.19. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Bukan Biaya
Sendiri Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008

Berdasarkan gambar 6.19 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan sumber biaya Askes lebih tinggi pada yang bekerja 83,3% dibandingkan
dengan yang tidak bekerja 16,7%. Proporsi penderita PPOK dengan sumber biaya
Jamkesmas lebih tinggi pada yang bekerja 67,1% dibandingkan dengan yang tidak
bekerja 32,9%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan bukan biaya sendiri.
6.7.5. Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Keparahan
Proporsi pekerjaan berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.20.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
40.0
65.1
78.0
60.0
34.9
22.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
Bekerja
Tidak Bekerja

Gambar 6.20. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Keparahan
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.20 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal lebih tinggi pada yang tidak bekerja 60%
dibandingkan yang bekerja 40%. Proporsi penderita PPOK dengan keparahan
tingkat I lebih tinggi pada pekerja 65,1% dibandingkan dengan yang tidak bekerja
34,9%. Proporsi penderita PPOK dengan keparahan tingkat II dan III lebih tinggi
pada pekerja 78% dibandingkan dengan yang tidak bekerja 22%.
Proporsi tertinggi penderita dengan tingkat keparahan PPOK normal
dengan jenis kelamin perempuan 80%, jenis penyakit sebelumnya Asma Bronkial
80%, dan IRT 60%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.


6.7.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi jenis penyakit sebelumnya berdasarkan umur penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.21.
28.8
27.5
39.0
45.0
13.6
25.0
18.6
2.5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
50 tahun 60 tahun
Umur
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
Asma Bronkial
Bronkhitis Kronis
Emf isema
TBC Paru

Gambar 6.21. Diagram Batang Jenis Penyakit Sebelumnya
Berdasarkan Umur Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.21 dapat dilihat bahwa dari hasil uji chi-square
diperoleh p<0,05 berarti secara statistik ada perbedaan antara proporsi jenis
penyakit sebelumnya berdasarkan umur. Proporsi penderita PPOK berumur 50
tahun yang jenis penyakit sebelumnya Bronkhitis Kronik (39%) secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan Asma Bronkial (28,8%), Emfisema (13,6%), dan TBC
Paru (28,8%). Proporsi penderita PPOK berumur 60 tahun yang jenis penyakit
sebelumnya Bronkhitis Kronis (45%) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
Asma Bronkial (27,5%), Emfisema (25%), dan TBC Paru (2,5%).




Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.7.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Proporsi tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita
PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada
gambar 6.22.
4.6
0 0
30.6
34.5
0
64.8 65.5
100.0
0
20
40
60
80
100
120
PBJ PAPS Meninggal
Keadaan Sewakt u Pulang
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III

Gambar 6.22. Diagram Batang Tingkat Keparahan Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.22 dapat dilihat bahwa penderita PPOK yang
pulang berobat jalan tertinggi dengan tingkat keparahan II dan III dengan proporsi
64,8%. Penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri tertinggi dengan
tingkat keparahan II dan III dengan proporsi 65,5%. Tingginya proporsi penderita
yang pulang atas permintaan sendiri dapat menunjukkan penderita belum merasa
nyaman dengan pelayanan rumah sakit.
Penderita PPOK yang meninggal seluruhnya dengan tingkat keparahan II
dan III dengan proporsi 100%. Hal ini menunjukkan penderita PPOK datang ke
rumah sakit sudah dalam keadaan parah.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi penderita PPOK yang pulang beobat jalan, pulang atas
permintaan sendiri, dan meninggal tertinggi dengan keparahan tingkat II dan III.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 5 sel (55,6%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
6.7.8. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Tingkat Keparahan
Lama rawatan rata-rata berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.23.
4.88
5
6
7.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Tingkat I
PPOK Normal
Tingkat III
Tingkat II
T
i
n
g
k
a
t

K
e
p
a
r
a
h
a
n
Lama Rawatan Rata-Rata (Hari )

Gambar 6.23. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Tingkat Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.23 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK dengan tingkat keparahan tingkat II adalah 7,01 hari, lama
rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan tingkat III adalah 6
hari, lama rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan PPOK
normal adalah 5 hari, dan lama rawatan penderita PPOK dengan tingkat
keparahan tingkat I adalah 4,88 hari.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi tingkat keparahan. Keparahan tingkat II lebih lama dirawat
(7,01 hari) dari tingkat III (6,00 hari), PPOK normal (5 hari), dan tingkat I (4,88
hari).
6.7.9. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya
Lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.24.
5.51
6.19
7.43
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Biaya sendiri
Jamkesmas
Askes
S
u
m
b
e
r

B
i
a
y
a
Lama Rawatan Rata-Rata (Hari )

Gambar 6.24. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Sumber Biaya Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.24 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK dengan menggunakan Askes adalah 7,43 hari, lama rawatan
penderita PPOK dengan menggunakan Jamkesmas adalah 6,19 hari, dan lama
rawatan penderita PPOK dengan menggunakan biaya sendiri adalah 5,51 hari.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi sumber biaya. Lama rawatan rata penderita yang
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
menggunakan biaya sendiri relatif lebih singkat (5,51 hari) dibandingkan
Jamkesmas (6,19 hari) dan Askes (7,43 hari).
6.7.10. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita
PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada
gambar 6.25.
5.66
6.00
6.44
0 1 2 3 4 5 6 7
PAPS
Meninggal
PBJ
K
e
a
d
a
a
n

S
e
w
a
k
t
u

P
u
l
a
n
g
Lama Rawatan Rata-Rata (Hari)

Gambar 6.25. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008

Berdasarkan gambar 6.25 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK yang Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) adalah 5,66 hari,
lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang meninggal adalah 6 hari, dan lama
rawatan rata-rata penderita PPOK yang Pulang Berobat Jalan (PBJ) adalah 6,44
hari.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p>0,05
yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama
rawatan rata-rata berdasarkan proporsi keadaan sewaktu pulang.
6.7.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi sumber biaya berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.26.
20.0
30.2
27.5
80.0
69.8
72.5
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i

(
%
)
Biaya Sendiri
Bukan Biaya Sendiri

Gambar 6.26. Diagram Batang Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat
Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008

Berdasarkan gambar 6.26 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal lebih tinggi dengan berobat bukan
menggunakan biaya sendiri dengan proporsi 80% dibandingkan dengan
menggunakan biaya sendiri 20%. Proporsi penderita PPOK dengan keparahan
tingkat I lebih tinggi dengan berobat bukan menggunakan biaya sendiri 69,8%
dibandingkan dengan biaya sendiri 30,2%. Proporsi penderita PPOK yang
keparahan tingkat II dan III lebih tinggi dengan berobat bukan menggunakan
biaya sendiri 72,5% dibandingkan dengan biaya sendiri 27,5%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.



Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1.Kesimpulan
7.1.1. Kecenderungan kunjungan penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
berdasarkan data per bulan tahun 2007 dan tahun 2008 menunjukkan
peningkatan dengan masing-masing persamaan garis dan
.
x y 42 , 0 11 , 2 + =
x y 78 , 0 68 , 1 + =
7.1.2. Proporsi penderita PPOK berdasarkan sosiodemografi diperoleh proporsi
tertinggi pada kelompok umur > 60 tahun 57,6%, dengan proporsi laki-
laki 43,2% dan perempuan 14,4%, agama Islam 100%, tempat tinggal di
luar Kualasimpang 51,1%, pekerjaan petani 30,2%, suku Aceh 44,7%, dan
pendidikan SLTA 29,6%.
7.1.3. Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan medis tertinggi jenis
penyakit sebelumnya bronkhitis kronis 42,4%, jenis komplikasi gagal
nafas dan kor pulmonal masing-masing 43,2%, keparahan tingkat II
64,1%, keluhan batuk berdahak dan sesak nafas dengan sensitifitas
masing-msing 100%.
7.1.4. Lama rawatan rata-rata penderita PPOK 6,27hari (6 hari).
7.1.5. Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan tertinggi bukan
biaya sendiri 71,9%.
7.1.6. Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi
pulang berobat jalan 77,7%.
7.1.7. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan
sumber biaya (p=0,294).
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
7.1.8. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara pekerjaan berdasarkan sumber
biaya (p=0,835).
7.1.9. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,351).
7.1.10. Proporsi penderita PPOK berumur 50 tahun yang jenis penyakit
sebelumnya Bronkhitis Kronik (39%) secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan Asma Bronkial (28,8%), Emfisema (13,6%), dan TBC Paru
(18,6%). Proporsi penderita PPOK berumur 60 tahun yang jenis
penyakit sebelumnya Bronkhitis Kronis (45%) secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan Asma Bronkial (27,5%), Emfisema (25%), dan TBC
Paru (2,5%).(
2
= 11,980; p= 0,007; 39% vs 28,8%; 39% vs 13,6%; 39%
vs 18,6%; 45% vs 27,5%; 45% vs 25%; 45% vs 2,5%).
7.1.11. Lama rawatan rata-rata penderita dengan keparahan tingkat I secara
signifikan lebih singkat dari PPOK normal, tingkat III, dan tingkat II.
(F=8,068; p= 0,000; 4,88 hari vs 5,00 hari; 4,88 hari vs 6,00 hari; 4,88
hari vs 7,01 hari).
7.1.12. Lama rawatan rata-rata penderita yang berobat menggunakan biaya sendiri
secara signifikan lebih singkat dirawat dari Jamkesmas dan Askes. (F =
5,043; p = 0,008; 5,51 hari vs 6,19 hari; 5,51 hari vs 7,43hari).
7.1.13. Uji chi-square tidak dapat dilakukan untuk melihat perbedaan proporsi
umur berdasarkan tingkat keparahan, jenis kelamin berdasarkan tingkat
keparahan, pekerjaan berdasarkan tingkat keparahan, tingkat keparahan
berdasarkan keadaan sewaktu pulang, dan sumber biaya berdasarkan
tingkat keparahan karena data tidak memenuhi syarat.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
7.2.Saran
7.2.1. Bagi pihak rumah sakit sebaiknya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi
penderita PPOK khususnya, untuk meminimalisir PAPS.
7.2.2. Kepada bagian Rekam Medik RSUD Aceh Tamiang diharapkan untuk
melengkapi pencatatan rekam medik terkhusus yang berkaitan dengan
PPOK misalnya riwayat merokok.




































Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bustan, M. N. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT
Rineka Cipta.

2. Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta.

3. Setiyanto, H., dkk. 2008. Pola dan Sensitiviti Kuman PPOK Eksaserbasi Akut
yang Mendapat pengobatan Echinacea Purpurea dan Antibiotik
Siprofloksasin. Jurnal Respirologi Indonesia Vol. 28, No.3.

4. WHO. 2007. The Top Ten Causes of Death 2002. Diakses tanggal 10
Februari 2009. http://www.who.int/whr/

5. WHO. 2008. The Top Ten Causes of Death 2004. Diakses tanggal 10
Februari 2009. http://www.who.int/whr/

6. Aditama, 2002. Paru Kita Masalah Kita. Majalah Kesehatan Medika tahun
XXVIII, No. 11. Hal : 743-745.

7. Amin M, 1996. PPOM : Polusi Udara, Rokok dan Alfa-1 Antitripsin.
Cetakan pertama, Airlangga University Press, Surabaya.

8. Shinta, dkk. 2007. Studi Penggunaan Antibiotik Pada Eksaserbasi Akut
Penyakit Paru Obstruksi Kronik : Studi Pada Pasien IRNA Medik di
Ruang Paru Laki dan Paru Wanita RSU Dr. Soetomo Surabaya.
http://lib.unair.ac.id/ di akses tanggal 30 Maret 2009.

9. Jamal, S. 2004. Deskripsi Penyakit Sistem Sirkulasi : Penyebab Kematian
utama di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran no.143. Jakarta.

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Profil Kesehatan
Indonesia 2001. DEPKES RI, Jakarta.

11. Hisyam, dkk, 2001. Pola Mikroba pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) Eksaserbasi di RS. Dr. Sardjito. Jurnal Penelitian Universitas
Gadjah Mada Vol.33 No.1 , http://digilib.litbang.depkes.go.id di akses
tanggal 15 Januari 2009.

12. Manik, Crysti, 2004. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronik yang di Rawat Inap di RS Haji Medan tahun 200-2002.
Skripsi, FKM USU.


13. Tierney, L.M, dkk, 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit
Dalam). Edisi pertama, Salemba Medika, Jakarta.

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
14. Alsagaff, Hood, dkk, 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan
Ketiga, Airlangga University Press, Surabaya.

15. Cooper, Robert, 1996. Disease/Penyakit. PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta.

16. Farida, Y, 2004. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Bagian Radiologi RSUP
Fatmawati Jakarta,
http://www.geocities.com/koskap3sakti/referat/PPOK.doc. di akses
tanggal 7 Februari 2009.

17. Soemantri, S, 2001. Bronkhilis Kronik dan Emfisema Paru dalam: Ilmu
Penyakit dalam Jilid 2. Penerbit FKUI, Jakarta.

18. Robbins, S.L, dkk, 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Cetakan Pertama,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

19. Danusantoso, H, 2000. Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Pertama, Penerbit
Hipokrates, Jakarta.

20. Amin M, dkk, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University
Press, Surabaya.

21. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006. Pantangan Meroko Pada
Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik. http://klikpdpi.com di
akses tanggal 5 April 2009.

22. Pusat Data dan Informasi PERSI 2001. Rokok Tingkatkan Risiko Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. http://pdpersi.co.id di akses tanggal 5 April
2009.

23. Mangunegoro, H, 2001. PPOK : Ancaman Maut di Balik Nikmatnya
Merokok. Majalah Kesehatan Medika tahun XXVII, No. 7.

24. Imansyah, Budhi, 2008. Peran Bupropin Untuk Berhenti Merokok. Jurnal
Tuberkulosis Indonesia, Vol 5.

25. Soeparman, dkk, jilid 2, 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI,
Jakarta.

26. Hiswani, 2004. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih
Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat.
http://digililib.usu.ac.id/index.php diakses tangal 5 April 2009.

27. Mubarak, H, 2008. Penyakit Paru Obstruksi Kronis.
http://centrione.blogspot.com di akses tanggal 15 Januari 2009.

Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
28. Sumakmur, 1984. Masalah Penyakit Paru Akibat Kerja di Indonesia,
Penerbit Universitas Indonesia.

29. Faisal Yunus, 1997. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi. Cermin Dunia
Kedokteran, No. 114, Jakarta.

30. Indeks Penyakit. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
http://www.klikdokter.com/ di akses tanggal 15 Januari 2009.

31. Saputra L, 1997. Terapi Mutakhir Penyakit Saluran Pernapasan. Binarupa
Aksara, Jakarta.

32. Yunus, F, 1992. Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta.

33. Surya, DA,1990. Bronkhitis Kronik dan Empisema dalam : Manual Ilmu
Penyakit Paru. Binarupa Aksara, Jakarta.

34. Suharto, 2000. Fisioterapi Pada Empisema. Cermin Dunia Kedokteran No.
128, Jakarta.





























Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.




Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.

Anda mungkin juga menyukai