.
Trend atau kecenderungan penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh
Tamiang dengan metode Least Square berdasarkan data per bulan Tahun 2007 dan
tahun 2008 mengalami peningkatan menurut persamaan garis masing-masing y =
2,11 + 0,42 x dan y = 1,68 + 0,78 x (lampiran 3).
5.3.Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Sosiodemografi
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sosiodemografi di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.3. dan 5.4.
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Jumlah
No. Umur (Tahun)
F % f % f %
1.
2.
3.
< 50
50-60
> 60
10
30
60
7,2
21,6
43,2
10
9
20
7,2
6,5
14,4
20
39
80
14,4
28,1
57,6
Jumlah 100 71,9 39 28,1 139 100
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita PPOK
tertinggi pada kelompok umur > 60 tahun 57,6%, dengan proporsi laki-laki
43,2% dan perempuan 14,4%. Proporsi umur penderita PPOK terendah pada
kelompok umur < 50 tahun 14,4% dengan proporsi laki-laki 7,2% dan perempuan
7,2%.
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Sosiodemografi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jumlah
No. Sosiodemografi
f %
1. Agama
1. Islam
2. Lain-lain
139
0
100
0
Jumlah 139 100
2. Tempat Tinggal
1. Kualasimpang
2. Luar Kualasimpang
68
71
48,9
51,1
Jumlah 139 100
3. Pekerjaan
1. PNS/TNI/POLRI
2. Pensiunan PNS/TNI/POLRI
3. Pegawai Swasta
4. Wiraswasta
5. Petani
6. Ibu Rumah Tangga
7. Tidak Bekerja
5
18
3
33
42
33
5
3,6
12,9
2,2
23,7
30,3
23,7
3,6
Jumlah 139 100
4. Suku
1. Aceh
2. Melayu
3. Jawa
4. Minang
5. Batak
62
28
42
5
2
44,7
20,1
30,2
3,6
1,4
Jumlah 139 100
5. Pendidikan
1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SLTP
4. SLTA
5. Akademi/Perguruan Tinggi
32
27
27
41
12
23,0
19,4
19,4
29,6
8,6
Jumlah 139 100
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Pada tabel 5.4. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
sosiodemografi seluruhnya beragama islam 100%. Proporsi tempat tinggal
penderita PPOK lebih tinggi dari luar kualasimpang 51,1%. Proporsi pekerjaan
penderita PPOK tertinggi adalah petani 30,3% dan terendah pegawai swasta 2,2%.
Proporsi suku penderita PPOK tertinggi adalah Aceh 44,7% dan terendah Batak
1,4%. Proporsi pendidikan penderita PPOK tertinggi adalah SLTA 29,6% dan
terendah Akademi/Perguruan Tinggi 8,6%.
5.4. Keadaan Medis Penderita PPOK
5.4.1. Riwayat Merokok
Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok tidak
dapat disajikan karena pencatatan tentang riwayat merokok tidak tersedia di kartu
status.
5.4.2. Jenis Penyakit Sebelumnya
Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis penyakit sebelumnya di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis Penyakit
Sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jumlah
No. Jenis Penyakit Sebelumnya
f %
1.
2.
3.
4.
Bronkhitis Kronis
Asma Bronkial
Emfisema
TBC Paru
59
39
28
13
42,4
28,1
20,1
9,4
Jumlah 139 100
Pada tabel 5.5. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
jenis penyakit sebelumnya tertinggi adalah Bronkhitis Kronis 42,4%, disusul
Asma Bronkial 28,1%, Emfisema 20,1% dan terendah adalah TBC Paru 9,4%.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
5.4.3. Jenis Komplikasi
Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis komplikasi di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis
Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jumlah
No. Jenis Komplikasi
f %
1.
2.
3.
Gagal nafas
Kor Pulmonal
Hipertensi
60
60
19
43,2
43,2
13,6
Jumlah 139 100
Pada tabel 5.6. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
jenis komplikasi tertinggi adalah Gagal Nafas dan Kor Pulmonal masing-masing
43,2% dan terendah adalah Hipertensi 13,6 %.
5.4.4. Tingkat Keparahan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Tingkat
Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jumlah
No. Tingkat Keparahan
f %
1.
2.
3.
4.
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
5
43
89
2
3,6
30,9
64,1
1,4
Jumlah 139 100
Pada tabel 5.7. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
tingkat keparahan tertinggi adalah tingkat II 64,1%, kemudian tingkat I 30,9%,
PPOK normal 3,6% dan terendah adalah tingkat III 13,7 %.
5.4.5. Keluhan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan di RSUD Aceh Tamiang
tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keluhan di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
No. Keluhan (n = 139) f %
1
2.
3.
4.
5.
6.
Batuk Berdahak
Sesak Nafas
Nyeri Dada
Mengi (Wheezing)
Demam
Mual
139
139
102
79
43
11
100,0
100,0
73,4
56,8
31,0
8,0
Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat proporsi keluhan tertinggi penderita
PPOK adalah batuk berdahak dan sesak nafas 100%, disusul keluhan nyeri dada
73,4%, mengi (wheezing) 56,8%, demam 31,0%, dan terendah mual 11 orang
(8%) (lampiran 4).
5.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK
Lama rawatan rata-rata penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang tahun
2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Lama Rawatan Rata-rata(hari)
Mean
Standar Deviasi (SD)
95% Confidence Interval
Coefisien of Variation (COV)
Minimum
Maksimum
6,27
2,581
5,83-6,7
41,6%
2
17
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat lama rawatan rata-rata penderita adalah
6,27 hari (6 hari) dengan Standard Deviasi (SD) 2,581, dan nilai dari Coefisien of
Variation (COV) sebesar 41,16% yang menunjukkan bahwa lama rawatan rata-
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
rata penderita PPOK sangat bervariasi. Dimana lama rawatan paling singkat 2 hari
sedangkan yang paling lama 17 hari. Dari Confidence Interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini lama rawatan rata-rata penderita PPOK adalah 5,83 6,7
hari.
5.6.Sumber Pembiayaan Penderita PPOK
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan di RSUD Aceh
Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.10. dan tabel 5.11.
Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jumlah
No. Sumber Pembiayaan
f %
1.
2.
Biaya Sendiri
Bukan Biaya Sendiri
39
100
28,1
71,9
Jumlah 139 100
Pada tabel 5.10. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
sumber pembiayaan lebih tinggi yang bukan menggunakan biaya sendiri 71,9%
dibandingkan biaya sendiri 28,1%.
Tabel 5. 11. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008
Jumlah
No.
Sumber Pembiayaan Bukan Biaya
Sendiri f %
1.
2.
Askes
Jamkesmas
30
70
30,0
70,0
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.11 dapat dilihat bahwa proporsi sumber biaya bukan
biaya sendiri penderita lebih tinggi yang menggunakan Jamkesmas 70%
dibandingkan Askes 30%.
5.7. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jumlah
No. Keadaan Sewaktu Pulang
f %
1.
2.
3.
Pulang Berobat Jalan (PBJ)
Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
Meninggal
108
29
2
77,7
20,9
1,4
Jumlah 139 100
Pada table 5.12 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan
keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah Pulang Berobat Jalan (PBJ) 77,7%,
disusul Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) dan terendah meninggal (1,4%).
5.8. Analisis Statistik
5.8.1. Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan
Umur berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Umur ( Tahun) Jumlah
<50 50-60 >60
Tingkat
Keparahan
f % f % f %
f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
2
12
6
40,0
27,9
6,6
1
13
25
20,0
30,2
27,5
2
18
60
40,0
41,9
65,9
5
43
91
100
100
100
Berdasarkan tabel 5.13 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita dengan
tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita berumur <50 tahun 40%,
berumur 50-60 tahun 20%, berumur >60 tahun 40%. Dari seluruh penderita
dengan tingkat keparahan pada tingkat I, proporsi penderita berumur <50 tahun
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
27,9%, berumur 50-60 tahun 30,2%, dan berumur >60 tahun 41,9%. Dari seluruh
penderita dengan tingkat keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita berumur
<50 tahun 6%, berumur 50-60 tahun 27,5%, dan berumur >60 tahun 65,9%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 3 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
5.8.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya
Jenis kelamin berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat inap di
RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin PPOK Berdasarkan Sumber
Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan Sumber Biaya
f % f %
f %
Biaya sendiri
Bukan biaya sendiri
31
69
79,5
69,0
8
31
20,5
31,0
39
100
100
100
p
=0,294
Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang berobat menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita berjenis kelamin
laki-laki 79,5% dan perempuan 20,5%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat
bukan menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki
69% dan perempuan 31%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi jenis kelamin berdasarkan sumber biaya.
5.8.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Jenis kelamin berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.15.
Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Tingkat
Keparahan
f % f %
f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
1
26
73
20,0
60,5
80,2
4
17
18
80,0
39,5
19,8
5
43
91
100
100
100
Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita berjenis kelamin laki-
laki 20% dan perempuan 80%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan
tingkat I, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 60,5% dan perempuan
39,5%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan tingkat II dan III, proporsi
penderita berjenis kelamin laki-laki 80,2% dan perempuan 19,8%.Hal ini
menunjukkan penderita laki-laki berobat setelah penyakit menjadi lebih parah.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
5.8.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Pekerjaan berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat inap di RSUD
Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.16.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan
Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Pekerjaan Jumlah
Bekerja Tidak Bekerja Sumber Biaya
f % f %
f %
Biaya sendiri
Bukan biaya sendiri
29
72
74,4
72,0
10
28
25,6
28,0
39
100
100
100
p =0,835
Berdasarkan tabel 5.16 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang berobat menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita yang bekerja 74,4%
dan tidak bekerja 25,6%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat bukan
menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita yang bekerja 72% dan tidak
bekerja 28%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan sumber biaya.
Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan
Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008
Pekerjaan Jumlah
Bekerja Tidak Bekerja
Bukan Biaya
Sendiri
f % f %
f %
Askes
Jamkesmas
25
47
83,3
67,1
5
23
16,7
32,9
30
70
100
100
p
=0,144
Berdasarkan tabel 5.17 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang menggunakan Askes, proporsi penderita yang bekerja 83,3% dan tidak
bekerja 16,7%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat menggunakan
Jamkesmas, proporsi penderita yang bekerja 67,1% dan tidak bekerja 32,9%.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan bukan biaya sendiri.
5.8.5. Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Keparahan
Pekerjaan berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap di
RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.18.
Tabel 5.18. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Pekerjaan Jumlah
Bekerja Tidak Bekerja
Tingkat
Keparahan
f % f %
f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
2
28
71
40,0
65,1
78,0
3
15
20
60,0
34,9
22,0
5
43
91
100
100
100
Berdasarkan tabel 5.18 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita yang bekerja 40%
dan tidak bekerja 60%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan tingkat I,
proporsi penderita yang bekerja 65,1% dan tidak bekerja34,9%. Dari seluruh
penderita PPOK dengan keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita yang
bekerja 78% dan tidak bekerja 22%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
5.8.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur
Jenis penyakit sebelumnya berdasarkan umur penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.19.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.19. Distribusi Proporsi Jenis Penyakit Sebelumnya Penderita
PPOK Berdasarkan Umur di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008
Jenis Penyakit Sebelumnya Jumlah
Asma
Bronkial
Bronkhitis
Kronis
Emfisema
TBC Paru
Umur
(tahun)
f % f % f % f %
f %
50
60
17
22
28,8
27,5
23
36
39,0
45,0
8
20
13,6
25,0
11
2
18,6
2,5
59
80
100
100
2
= 11,980 df =3 p =0,007
Berdasarkan tabel 5.19 dapat dilihat dari hasil uji chi-square diperoleh
p<0,05 berarti secara statistik ada perbedaan antara proporsi jenis penyakit
sebelumnya berdasarkan umur. Proporsi penderita PPOK berumur 50 tahun
yang jenis penyakit sebelumnya Asma Bronkial (28,8%) secara signifikan lebih
rendah dibandingkan Bronkhitis Kronis (39%), lebih tinggi dibandingkan
Emfisema (13,6%), dan lebih tinggi dibandingkan TBC Paru (18,6%). Proporsi
penderita PPOK berumur 60 tahun yang jenis penyakit sebelumnya Asma
Bronkial (27,5%) secara signifikan lebih rendah dibandingkan Bronkhitis Kronis
(45%), lebih tinggi dibandingkan Emfisema (25%), dan lebih tinggi dibandingkan
TBC Paru (2,5%).
5.8.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel
5.20.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.20. Distribusi Proporsi Tingkat Keparahan Penderita PPOK
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Tingkat Keparahan
PPOK
Normal
Tingkat I
Tingkat II
dan III
Jumlah Keadaan Sewaktu
Pulang
f % f % f % f %
PBJ
PAPS
Meninggal
5
0
0
4,6
0
0
33
10
0
30,6
34,5
0
70
19
2
64,8
65,5
100
108
29
2
100
100
100
Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
yang pulang dengan berobat jalan, proporsi penderita dengan tingkat keparahan
PPOK normal 4,6%, tingkat I 30,6%, dan tingkat II dan III 64,8%. Dari seluruh
penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri, tidak ada penderita dengan
tingkat keparahan PPOK normal , proporsi penderita dengan keparahan tingkat I
34,5%, dan tingkat II dan III 65,5%. Dari seluruh penderita PPOK yang
meninggal, tidak ada penderita dengan tingkat keparahan PPOK normal dan
tingkat I, dan proporsi penderita dengan keparahan tingkat II dan III 100%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 5 sel (55,6%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
5.8.8. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Tingkat Keparahan
Lama rawatan rata-rata berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel
5.21.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.21. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Lama Rawatan Rata-Rata
No. Tingkat Keparahan
f Mean SD
1.
2.
3.
4.
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
5
43
89
2
5,00
4,88
7,01
6,00
1,871
2,026
2,578
2,828
F
= 8,068 df =3 p =0,000
Berdasarkan tabel 5.21. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK dengan tingkat keparahan PPOK normal adalah 5 hari , lama
rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan pada tingkat I adalah
4,88 hari, lama rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan pada
tingkat II adalah 7,01 hari, dan lama rawatan rata-rata penderita PPOK dengan
tingkat keparahan pada tingkat III adalah 6,00 hari.
Berdasarkan hasil test of homogeneity of variances diperoleh p=0,605
yang berarti memiliki varians yang sama sehingga analisis selanjutnya dapat
dilakukan.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi tingkat keparahan. Keparahan tingkat II lebih lama dirawat
(7,01 hari) dari tingkat III (6,00 hari), PPOK normal (5 hari), dan tingkat I (4,88
hari).
5.8.9. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya
Lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.22.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.22. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Lama Rawatan Rata-Rata
No. Sumber Biaya
f Mean SD
1.
2.
3.
Biaya sendiri
Askes
Jamkesmas
39
30
70
5,51
7,43
6,19
2,063
2,788
2,606
F
= 5,043 df =2 p =0,008
Berdasarkan tabel 5.22 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK yang berobat dengan biaya sendiri adalah 5,51 hari, lama rawatan
rata-rata penderita PPOK dengan menggunakan Askes adalah 7,43 hari, dan lama
rawatan rata-rata penderita PPOK dengan menggunakan Jamkesmas adalah 6,19
hari.
Berdasarkan hasil test of homogeneity of variances diperoleh p=0,231
yang berarti memiliki varians yang sama sehingga analisis selanjutnya dapat
dilakukan.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi sumber biaya. Penderita yang menggunakan Askes lebih
lama dirawat (7,43 hari) dari Jamkesmas (6,19 hari) dan biaya sendiri (5,51 hari).
5.8.10. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita
PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada
tabel 5.23.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.23. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-
2008
Lama Rawatan Rata-Rata
No. Keadaan Sewaktu Pulang
f Mean SD
1.
2.
3.
PBJ
PAPS
Meninggal
108
29
2
6,44
5,66
6,00
2,715
1,969
2,828
F
= 1,056 df =2 p =0,351
Berdasarkan tabel 5.23. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK yang pulang dengan berobat jalan adalah 6,44 hari, lama rawatan
rata-rata penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri adalah 5,66 hari,
dan lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang meninggal adalah 6 hari.
Berdasarkan hasil test of homogeneity of variances diperoleh p=0,318
yang berarti memiliki varians yang sama sehingga analisis selanjutnya dapat
dilakukan.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p>0,05
yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama
rawatan rata-rata berdasarkan proporsi keadaan sewaktu pulang.
5.8.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan
Sumber biaya berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.24.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Tabel 5.24. Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008
Sumber Pembiayaan
Biaya Sendiri
Bukan Biaya
Sendiri
Jumlah
Tingkat Keparahan
f % f % f %
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
1
13
25
20,0
30,2
27,5
4
30
66
80,0
69,8
72,5
5
43
91
100
100
100
Berdasarkan tabel 5.24 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita yang menggunakan
biaya sendiri 20% dan bukan biaya sendiri 80%. Dari seluruh penderita PPOK
dengan keparahan tingkat I, proporsi penderita yang menggunakan biaya sendiri
30,2% dan bukan biaya sendiri 69,8%. Dari seluruh penderita PPOK dengan
keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita yang menggunakan biaya sendiri
27,5% dan bukan biaya sendiri 72,5%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu
Distrbusi proporsi penderita PPOK berdasarkan waktu yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar
6.1.
3
6
2
4
3 3
8
2 2
6
11
8
2
4
3
4
6
5
8
10
9
12
10
8
y = 0.4196x + 2.1061
y = 0.7797x + 1.6818
0
2
4
6
8
10
12
14
J
a
n
u
a
r
i
F
e
b
r
u
a
r
i
M
a
r
e
t
A
p
r
i
l
M
e
i
J
u
n
i
J
u
l
i
A
g
u
s
t
u
s
S
e
p
t
e
m
b
e
r
O
k
t
o
b
e
r
N
o
v
e
m
b
e
r
D
e
s
e
m
b
e
r
bulan
f
r
e
k
u
e
n
s
i
tahun 2007 tahun 2008 Linear (tahun 2007) Linear (tahun 2008)
Gambar 6.1. Diagram Batang Penderita PPOK Berdasarkan Waktu di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan tahun 2008
Berdasarkan gambar 6.1 dapat dilihat bahwa frekuensi penderita PPOK
yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007 tertinggi pada bulan
November sebanyak 11 kasus dan tahun 2008 tertinggi pada bulan Oktober
sebanyak 12 kasus. Trend atau kecendrungan penderita PPOK yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007 dan 2008 dengan metode Least Square
berdasarkan data kunjungan perbulan mengalami peningkatan menurut persamaan
garis masing-masing y=2,11+0,42x dan y = 1,68 + 0,78x.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hal ini tidak menunjukkan secara langsung bahwa terjadi peningkatan
penderita PPOK di masyarakat, tetapi yang mengalami peningkatan adalah
penderita PPOK yang berobat ke RSUD Aceh tamiang tahun 2007-2008.
6.2. Distribusi Proporsi Penderita PPOK berdasarkan Sosiodemografi
6.2.1. Umur dan Jenis Kelamin
Proporsi penderita PPOK berdasarkan umur dan jenis kelamin yang
dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.2.
43.2
21.6
7.2
7.2
6.5
14.4
< 50
50-60
> 60
U
m
u
r
(
T
a
h
u
n
)
Pr opor si (%)
Laki-Laki
Perempuan
Gambar 6.2. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.2. dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita
PPOK tertinggi pada kelompok umur > 60 tahun, dengan proporsi laki-laki 43,2%
dan perempuan 14,4%. Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya
setelah usia 50 tahun keatas.
27
Sex
ratio penderita PPOK sebesar 256,41%, menunjukkan bahwa jumlah
penderita laki-laki lebih besar daripada penderita perempuan. Hal ini dikaitkan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
dengan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
Dalam kurun waktu 1988 dan 1993 Survei MONICA (Multinational of Trends
and Determinants In Cardiovascular Diseases) menunjukkan bahwa prevalensi
kebiasaan merokok telah meningkat dari 5,9% menjadi 6,2% pada wanita, dan
sedikit menurun dari 59,9% menjadi 56,9% pada laki-laki.
9
Risiko PPOK yang
diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Shinta di RSU dr. Soetomo
Surabaya pada tahun 2006 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi penderita PPOK pada kelompok umur > 61 tahun dengan proporsi 84,8%
dari 46 penderita.
8
6.2.2. Agama
Proporsi penderita PPOK berdasarkan agama yang dirawat inap di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.3.
Islam
100%
Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Agama di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.3 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
seluruhnya beragama Islam 100%. Hal ini bukan berarti penganut agama Islam
lebih berisiko untuk menderita PPOK. Namun berkaitan dengan penderita PPOK
yang berobat ke RSUD Aceh Tamiang semuanya beragama Islam.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Manik di RS Haji Medan
pada tahun 2002-2004 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi mayoritas beragama islam 99,2% dari 132 penderita.
12
6.2.3. Tempat Tinggal
Proporsi penderita PPOK berdasarkan tempat tinggal yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.4.
51.1%
48.9%
Luar Kualasimpang
Kualasimpang
Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Tempat Tinggal di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.4 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
berdasarkan tempat tinggal lebih tinggi dari luar Aceh Tamiang (51,1%)
dibandingkan dari Kualasimpang (48,9%).
Hal ini bukan berarti yang bertempat tinggal di Aceh Tamiang lebih
berisiko untuk menderita PPOK. Namun berkaitan dengan penderita PPOK yang
berobat ke RSUD Aceh Tamiang semuanya bertempat tinggal di Aceh Tamiang.
6.2.4. Pekerjaan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan pekerjaan yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.5.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
30.3
23.7 23.7
12.9
3.6 3.6
2.2
0
5
10
15
20
25
30
35
P
e
t
a
n
i
W
i
r
a
s
w
a
s
t
a
I
b
u
R
u
m
a
h
T
a
n
g
g
a
P
e
n
s
i
u
n
a
n
P
N
S
/
T
N
I
/
P
O
L
R
I
P
N
S
/
T
N
I
/
P
O
L
R
I
T
i
d
a
k
B
e
k
e
r
j
a
P
e
g
a
w
a
i
S
w
a
s
t
a
Pekerj aan
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Gambar 6.5. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008
Berdasarkan gambar 6.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pekerjaan
penderita PPOK tertinggi adalah petani 30,2% dan terendah pegawai swasta 2,2%.
Hal ini dikaitkan dengan proporsi pendidikan penderita tertinggi adalah SLTA
(29,6%), tidak sekolah (23%), SD dan SLTP masing-masing (19,4%) dan
terendah Akademi/Perguruan Tinggi (8,6%).
Faktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur alergi dan
hiperreaktivitas bronkus. Dan umumnya pekerja yang bekerja dilingkungan yang
berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.
7,11
6.2.5. Suku
Proporsi penderita PPOK berdasarkan suku yang dirawat inap di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.6.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
44.7%
30.2%
20.1%
3.6%
1.4%
Aceh
Jawa
Melayu
Minang
Batak
Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Suku di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.6. dapat dilihat bahwa proporsi suku penderita
PPOK tertinggi adalah Aceh 44,7% dan terendah suku Batak 1,4%.
Hal ini bukan berarti suku Aceh lebih berisiko untuk menderita PPOK.
Namun berkaitan dengan penderita PPOK yang berobat ke RSUD Aceh Tamiang
mayoritas suku Aceh.
6.2.6. Pendidikan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan pendidikan yang dirawat inap di
RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.7.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
29.6%
23.0%
19.4%
19.4%
8.6%
SLTA
Tidak Sekolah
SLTP
SD
Akademi/Perguruan Tinggi
Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Pendidikan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.7. dapat dilihat bahwa proporsi pendidikan
penderita PPOK tertinggi adalah SLTA 29,6% dan terendah tidak sekolah 8,6%.
Hal ini bukan berarti penderita PPOK dengan pendidikan SLTA lebih berisiko
untuk menderita PPOK. Namun berkaitan dengan penderita PPOK yang berobat
ke RSUD Aceh Tamiang mayoritas berpendidikan SLTA. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan pendidikan yang cukup tinggi pun masih banyak ditemui penderita
PPOK yang dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
PPOK.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Manik di RS Haji Medan
pada tahun 2002-2004 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi penderita PPOK berpendidikan SLTA 25% dari 132 penderita.
12
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Medis
6.3.1. Jenis Penyakit Sebelumnya
Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis penyakit sebelumnya yang
dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.8.
42.4
20.1 20.1
9.4
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Bronkhitis Kronis Asma Bronkial Emf isema TBC Paru
Jenis Penyakit Sebelumnya
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Gambar 6.8. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Jenis Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.8. dapat dilihat bahwa jenis penyakit sebelumnya
penderita PPOK tertinggi adalah bronchitis kronis dengan proporsi 42,4% dan
terendah TBC Paru dengan proporsi 9,4%.
Penyakit-penyakit paru yang secara klinis dapat menimbulkan PPOK ialah
asma bronkial, bronkhitis kronis, dan emfisema. Ketiga penyakit tersebut masing-
masing dapat berlanjut ke PPOK yang berat. Infeksi paru seperti TBC Paru yang
parah akan menimbulkan kelainan paru berupa peradangan jaringan (fibrosis).
7,26
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hisyam dan Nurohman di
Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta tahun 1996 sampai 1999 dengan metode
penelitian case series bahwa proporsi tertinggi penderita PPOK dengan jenis
penyakit sebelumnya bronkhitis kronis 54% dari 55 penderita.
11
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.3.2. Jenis Komplikasi
Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis komplikasi yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.9.
43.2%
43.2%
13.6%
Gagal Nafas
Kor Pulmonal
Hipertensi
Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan
Jenis Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.9. dapat dilihat bahwa jenis komplikasi penderita
PPOK tertinggi adalah Gagal Nafas dan Kor Pulmonal dengan proporsi 43,2%
dan terendah Hipertensi dengan proporsi 13,6%.
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah Kor Pulmonal dan gagal
nafas yang digolongkan menjadi gagal nafas kronik dan gagal nafas akut. Pada
gagal nafas kronik ditandai dengan sesak nafas dengan atau tanpa sianosis,
sputum bertambah dan puruen, demam, dan kesadaran menurun.
19
Pada stadium
lanjut akan terjadi gangguan pada jantung kanan yang dikenal sebagai kor
pulmonal. Pada stadium ini penderita selalu sesak nafas walaupun hanya
melakukan pekerjaan rutin sehari-hari misalnya memakai baju.
7
Hipertensi pada
PPOK terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
intrapulmoner.
19
Pada dasarnya hipertensi bukan merupakan komplikasi
melainkan sebagai penyakit penyerta pada penderita PPOK.
6.3.3. Tingkat Keparahan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan yang dirawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.10.
64.1%
30.9%
3.6%
1.4%
Tingkat II
Tingkat I
PPOK Normal
Tingkat III
Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.10. dapat dilihat bahwa tingkat keparahan tertinggi
adalah tingkat II dengan proporsi 64,1% dan terendah tingkat III dengan proporsi
1,4%.
Proporsi penderita dengan tingkat keparahan PPOK Normal 3,6%.
Proporsi tertinggi penderita dengan PPOK Normal pada kelompok umur 50-59
tahun dan 60 tahun masing-masing 40%, perempuan 80%, pekerjaan IRT 60%,
dengan keluhan batuk berdahak dan sesak nafas masing-masing 100%, sumber
biaya bukan biaya sendiri 80%, dan pulang dengan berobat jalan 100%. Hal ini
menunjukkan penderita dengan PPOK Normal tetap perlu mengontrol kondisinya
setelah pulang dari rumah sakit, agar penyakit yang diderita tidak semakin parah.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setiyanto di Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta tahun 2005 sampai 2007 dengan metode penelitian case
series bahwa proporsi penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan tertinggi
adalah tingkat II 61,67% dari 120 penderita.
3
6.3.4. Keluhan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan yang dirawat inap di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.11.
8
31
56.8
73.4
100
100
0 20 40 60 80 100 120
Mual
Demam
Mengi
Nyeri Dada
Batuk Berdahak
Sesak Naf as
K
e
l
u
h
a
n
Pr opor si (%)
Gambar 6.11. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Keluhan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.11 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan keluhan tertinggi adalah sesak nafas dan batuk berdahak 100%, disusul
nyeri dada 73,4%, mengi 56,8%, demam 31%, dan mual 8%.
Keluhan sesak nafas dan batuk berdahak mempunyai sensitivitas sebesar
100% terhadap PPOK artinya seluruh penderita PPOK mengalami keluhan sesak
nafas dan batuk berdahak.
Gejala PPOK sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita lainnya,
dapat dimulai dengan tanpa gejala, gejala ringan sampai berat, mulai dari tanpa
kelainan fisik sampai kelainan fisik yang jelas. Keluhan utama yang dirasakan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
penderita yaitu adanya batuk berdahak yang memberat di pagi hari, dan sesak
nafas yang timbul progresif sampai mengganggu aktifitas. Pada penderita dengan
tingkat keparahan PPOK normal tidak selalu ada gejala batuk kronis. Pada tahap
ini pasien belum merasakan bahwa paru-parunya bermasalah akan tetapi gejala
dapat memburuk.
20
Pada hakekatnya keluhan-keluhan disebabkan oleh adanya hipersekresi
dan sesak, maka penderita mengeluh terutama pada batuk berdahak dan ada juga
mengeluh tentang sesak nafas. Pada stadium dini, keluhan sesak nafas hanya
dirasakan kalau sedang melakukan pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe deffort) yang
masih dapat ditoleransi penderita dengan mudah, namun lama kelamaan sesak ini
semakin progresif. . Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh tentang
panas badan, tetapi karena sering mendapatkan infeksi sekunder sub akut, maka
dalam periode-periode itu penderita akan mengeluh tentang panas badan rendah
(subfebril) sampai tinggi.
20
6.4. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK
Lama rawatan rata-rata penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008 adalah 6,27 hari (6 hari) dengan 95% Confidence
Interval 5,83 6,7. Standard Deviation (SD) adalah 2,581 hari dengan lama
rawatan yang paling singkat 2 hari sedangkan yang paling lama 17 hari.
Karakteristik penderita PPOK yang paling lama dirawat yaitu jenis
kelamin laki-laki dengan umur 71 tahun, keluhan yang dirasakan batuk berdahak,
sesak nafas, mengi (wheezing), nyeri dada,sumber pembiayaan Jamkesmas dan
pulang berobat jalan.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan yang dirawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.12.
71.9%
28.1%
Bukan Biaya Sendiri
Biaya Sendiri
Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Sumber Pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.12 dapat dilihat bahwa bahwa sumber pembiayaan
penderita PPOK tertinggi adalah bukan biaya sendiri dengan proporsi 71,9%, dan
biaya sendiri 28,1%. Hal ini dapat dikarenakan RSUD Aceh Tamiang merupaka
rumah sakit rujukan bagi penderita yang menggunakan kartu Jamkesmas dan
Askes.
Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan bukan biaya
sendiri yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat
pada gambar 6.13.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
70%
30%
Jamkesmas
Askes
Gambar 6.13. Diagram Pie Penderita PPOK Berdasarkan Sumber
Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.13 dapat dilihat bahwa bahwa sumber pembiayaan
bukan biaya sendiri penderita PPOK tertinggi adalah Jamkesmas dengan proporsi
70% dan Askes 30%. Hal ini dikaitkan dengan proporsi pekerjaan penderita
tertinggi adalah Petani 30,2%.
6.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang
Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang
dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.14.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
77.7%
20.9%
1.4%
Pulang Berobat Jalan
Pulang Atas Permintaan
Sendiri
Meninggal
Gambar 6.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.14 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi keadaan
sewaktu pulang penderita PPOK adalah pulang berobat jalan 77,7%. Hal ini
menunjukkan bahwa rehabilitasi untuk penderita PPOK tetap perlu dilakukan
kontrol dari waktu ke waktu setelah pulang dari rumah sakit agar kondisi
penderita PPOK tetap dapat dikontrol dengan jelas.
25
Proporsi penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri 20,9%.
Proporsi tertinggi penderita yang memutuskan pulang atas permintaan sendiri
pada kelompok umur > 60 tahun 55,2%, laki-laki 69%, bekerja sebagai
Wiraswasta 31%, tigkat keparahan tingkat II 65,5%, dan sumber pembiayaan
bukan biaya sendiri 65,5%. Tingginya proporsi penderita yang pulang atas
permintaan sendiri menunjukkan penderita belum merasa puas dengan pelayanan
rumah sakit dan adanya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga yang menjaga penderita selama di rumah sakit yang merupakan
tanggungan keluarga sendiri.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Case Fatality Rate (CFR) penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh
Tamiang sebesar 1,4%. Proporsi penderita yang meninggal pada kelompok umur
50-60 tahun dan >60 tahun 50%, laki-laki dan perempuan 50% dengan keluhan
batuk,sesak, dan nyeri dada100%, sumber pembiayaan biaya sendiri 100%, dan
tingkat keparahan tingkat III 100%. Hal ini menunjukkan penderita PPOK datang
ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Hisyam dan Nurohman di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta tahun
1996 sampai 1999 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi penderita
PPOK yang meninggal semuanya dengan keparahan tingkat III 9% dari 55
penderita.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian. Manik di RS Haji Medan
pada tahun 2002-2004 dengan metode penelitian case series bahwa proporsi
tertinggi penderita PPOK pulang dengan berobat jalan 53,03% dari132
penderita.
12
6.7. Analisis Statistik
6.7.1. Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan
Proporsi umur berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.15.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
40.0
27.9
6.6
20.0
30.2
27.5
40.0
41.9
65.9
0
10
20
30
40
50
60
70
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
<50 tahun
50-60 tahun
>60 tahun
Gambar 6.15. Diagram Batang Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.15 dapat dilihat bahwa penderita PPOK dengan
tingkat keparahan PPOK normal, tingkat I, II, dan III seluruhnya lebih tinggi pada
kelompok umur > 60 tahun. Hal ini dapat dikaitkan dengan gejala PPOK jarang
muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 50 tahun keatas. Pada orang yang
masih terus merokok setelah usia 45 tahun fungsi parunya akan menurun dengan
cepat dibandingkan yang tidak merokok dan pada usia di atas 60 tahun gejala-
gejala PPOK akan mulai muncul.
29
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 3 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
6.7.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya
Proporsi jenis kelamin berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.16.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
79.5
69.0
20.5
31.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Biaya sendiri Bukan biaya sendiri
Sumber Biaya
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Laki-Laki
Perempuan
Gambar 6.16. Diagram Batang Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.16 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
yang berobat menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada laki-laki 79,5%
dibandingkan pada perempuan 20,5%. Proporsi penderita PPOK yang berobat
bukan menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki 69%
dibandingkan pada perempuan 31%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi jenis kelamin berdasarkan sumber biaya.
6.7.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan
Proporsi jenis kelamin berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.17.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
20.0
60.5
80.2 80.0
39.5
19.8
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Laki-laki
Perempuan
Gambar 6.17. Diagram Batang Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat
Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008
Berdasarkan gambar 6.17 dapat dilihat bahwa penderita PPOK dengan
jenis kelamin laki-laki proporsinya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita perempuan kecuali pada tingkat keparahan PPOK normal.
Penderita PPOK yang tingkat keparahan PPOK normal tertinggi dengan
jenis kelamin perempuan dengan proporsi 80%. Pada tahap ini penderita belum
merasakan bahwa paru-parunya bermasalah akan tetapi gejala dapat memburuk.
20
Hal ini menunjukkan penderita laki-laki lebih banyak yang berobat setelah
penyakit menjadi lebih parah. Dapat pula dikaitkan dengan lebih banyak
ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
6.7.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi pekerjaan berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat inap
di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.18.
74.4
72.0
25.6
28.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Biaya sendiri Bukan biaya sendiri
Sumber Biaya
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Bekerja
Tidak Bekerja
Gambar 6.18. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.18 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
yang menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada pekerja 74,4% dibandingkan
dengan yang tidak bekerja 25,6%. Proporsi penderita PPOK yang berobat bukan
menggunakan biaya sendiri lebih tinggi pada pekerja 72% dibandingkan dengan
yang tidak bekerja 28%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan sumber biaya.
Proporsi pekerjaan berdasarkan bukan biaya sendiri penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.19.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
83.3
67.1
16.7
32.9
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Askes Jamkesmas
Bukan Biaya Sendir i
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Bekerja
Tidak Bekerja
Gambar 6.19. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Bukan Biaya
Sendiri Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008
Berdasarkan gambar 6.19 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan sumber biaya Askes lebih tinggi pada yang bekerja 83,3% dibandingkan
dengan yang tidak bekerja 16,7%. Proporsi penderita PPOK dengan sumber biaya
Jamkesmas lebih tinggi pada yang bekerja 67,1% dibandingkan dengan yang tidak
bekerja 32,9%.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh
p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara
proporsi pekerjaan berdasarkan bukan biaya sendiri.
6.7.5. Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Keparahan
Proporsi pekerjaan berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.20.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
40.0
65.1
78.0
60.0
34.9
22.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Bekerja
Tidak Bekerja
Gambar 6.20. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Keparahan
Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.20 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal lebih tinggi pada yang tidak bekerja 60%
dibandingkan yang bekerja 40%. Proporsi penderita PPOK dengan keparahan
tingkat I lebih tinggi pada pekerja 65,1% dibandingkan dengan yang tidak bekerja
34,9%. Proporsi penderita PPOK dengan keparahan tingkat II dan III lebih tinggi
pada pekerja 78% dibandingkan dengan yang tidak bekerja 22%.
Proporsi tertinggi penderita dengan tingkat keparahan PPOK normal
dengan jenis kelamin perempuan 80%, jenis penyakit sebelumnya Asma Bronkial
80%, dan IRT 60%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
6.7.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi jenis penyakit sebelumnya berdasarkan umur penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.21.
28.8
27.5
39.0
45.0
13.6
25.0
18.6
2.5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
50 tahun 60 tahun
Umur
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Asma Bronkial
Bronkhitis Kronis
Emf isema
TBC Paru
Gambar 6.21. Diagram Batang Jenis Penyakit Sebelumnya
Berdasarkan Umur Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.21 dapat dilihat bahwa dari hasil uji chi-square
diperoleh p<0,05 berarti secara statistik ada perbedaan antara proporsi jenis
penyakit sebelumnya berdasarkan umur. Proporsi penderita PPOK berumur 50
tahun yang jenis penyakit sebelumnya Bronkhitis Kronik (39%) secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan Asma Bronkial (28,8%), Emfisema (13,6%), dan TBC
Paru (28,8%). Proporsi penderita PPOK berumur 60 tahun yang jenis penyakit
sebelumnya Bronkhitis Kronis (45%) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
Asma Bronkial (27,5%), Emfisema (25%), dan TBC Paru (2,5%).
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
6.7.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Proporsi tingkat keparahan berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita
PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada
gambar 6.22.
4.6
0 0
30.6
34.5
0
64.8 65.5
100.0
0
20
40
60
80
100
120
PBJ PAPS Meninggal
Keadaan Sewakt u Pulang
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
PPOK Normal
Tingkat I
Tingkat II dan III
Gambar 6.22. Diagram Batang Tingkat Keparahan Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD
Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.22 dapat dilihat bahwa penderita PPOK yang
pulang berobat jalan tertinggi dengan tingkat keparahan II dan III dengan proporsi
64,8%. Penderita PPOK yang pulang atas permintaan sendiri tertinggi dengan
tingkat keparahan II dan III dengan proporsi 65,5%. Tingginya proporsi penderita
yang pulang atas permintaan sendiri dapat menunjukkan penderita belum merasa
nyaman dengan pelayanan rumah sakit.
Penderita PPOK yang meninggal seluruhnya dengan tingkat keparahan II
dan III dengan proporsi 100%. Hal ini menunjukkan penderita PPOK datang ke
rumah sakit sudah dalam keadaan parah.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi penderita PPOK yang pulang beobat jalan, pulang atas
permintaan sendiri, dan meninggal tertinggi dengan keparahan tingkat II dan III.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 5 sel (55,6%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
6.7.8. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Tingkat Keparahan
Lama rawatan rata-rata berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.23.
4.88
5
6
7.01
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Tingkat I
PPOK Normal
Tingkat III
Tingkat II
T
i
n
g
k
a
t
K
e
p
a
r
a
h
a
n
Lama Rawatan Rata-Rata (Hari )
Gambar 6.23. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Tingkat Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.23 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK dengan tingkat keparahan tingkat II adalah 7,01 hari, lama
rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan tingkat III adalah 6
hari, lama rawatan rata-rata penderita PPOK dengan tingkat keparahan PPOK
normal adalah 5 hari, dan lama rawatan penderita PPOK dengan tingkat
keparahan tingkat I adalah 4,88 hari.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi tingkat keparahan. Keparahan tingkat II lebih lama dirawat
(7,01 hari) dari tingkat III (6,00 hari), PPOK normal (5 hari), dan tingkat I (4,88
hari).
6.7.9. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya
Lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat
inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar 6.24.
5.51
6.19
7.43
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Biaya sendiri
Jamkesmas
Askes
S
u
m
b
e
r
B
i
a
y
a
Lama Rawatan Rata-Rata (Hari )
Gambar 6.24. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Sumber Biaya Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.24 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK dengan menggunakan Askes adalah 7,43 hari, lama rawatan
penderita PPOK dengan menggunakan Jamkesmas adalah 6,19 hari, dan lama
rawatan penderita PPOK dengan menggunakan biaya sendiri adalah 5,51 hari.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p<0,05
yang berarti secara statistik ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan proporsi sumber biaya. Lama rawatan rata penderita yang
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
menggunakan biaya sendiri relatif lebih singkat (5,51 hari) dibandingkan
Jamkesmas (6,19 hari) dan Askes (7,43 hari).
6.7.10. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita
PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada
gambar 6.25.
5.66
6.00
6.44
0 1 2 3 4 5 6 7
PAPS
Meninggal
PBJ
K
e
a
d
a
a
n
S
e
w
a
k
t
u
P
u
l
a
n
g
Lama Rawatan Rata-Rata (Hari)
Gambar 6.25. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD Aceh
Tamiang Tahun 2007-2008
Berdasarkan gambar 6.25 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
penderita PPOK yang Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) adalah 5,66 hari,
lama rawatan rata-rata penderita PPOK yang meninggal adalah 6 hari, dan lama
rawatan rata-rata penderita PPOK yang Pulang Berobat Jalan (PBJ) adalah 6,44
hari.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh p>0,05
yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama
rawatan rata-rata berdasarkan proporsi keadaan sewaktu pulang.
6.7.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Proporsi sumber biaya berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK
rawat inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 dapat dilihat pada gambar
6.26.
20.0
30.2
27.5
80.0
69.8
72.5
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PPOK Normal Tingkat I Tingkat II dan III
Tingkat Kepar ahan
P
r
o
p
o
r
s
i
(
%
)
Biaya Sendiri
Bukan Biaya Sendiri
Gambar 6.26. Diagram Batang Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat
Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008
Berdasarkan gambar 6.26 dapat dilihat bahwa proporsi penderita PPOK
dengan tingkat keparahan PPOK normal lebih tinggi dengan berobat bukan
menggunakan biaya sendiri dengan proporsi 80% dibandingkan dengan
menggunakan biaya sendiri 20%. Proporsi penderita PPOK dengan keparahan
tingkat I lebih tinggi dengan berobat bukan menggunakan biaya sendiri 69,8%
dibandingkan dengan biaya sendiri 30,2%. Proporsi penderita PPOK yang
keparahan tingkat II dan III lebih tinggi dengan berobat bukan menggunakan
biaya sendiri 72,5% dibandingkan dengan biaya sendiri 27,5%.
Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena
terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.Kesimpulan
7.1.1. Kecenderungan kunjungan penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang
berdasarkan data per bulan tahun 2007 dan tahun 2008 menunjukkan
peningkatan dengan masing-masing persamaan garis dan
.
x y 42 , 0 11 , 2 + =
x y 78 , 0 68 , 1 + =
7.1.2. Proporsi penderita PPOK berdasarkan sosiodemografi diperoleh proporsi
tertinggi pada kelompok umur > 60 tahun 57,6%, dengan proporsi laki-
laki 43,2% dan perempuan 14,4%, agama Islam 100%, tempat tinggal di
luar Kualasimpang 51,1%, pekerjaan petani 30,2%, suku Aceh 44,7%, dan
pendidikan SLTA 29,6%.
7.1.3. Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan medis tertinggi jenis
penyakit sebelumnya bronkhitis kronis 42,4%, jenis komplikasi gagal
nafas dan kor pulmonal masing-masing 43,2%, keparahan tingkat II
64,1%, keluhan batuk berdahak dan sesak nafas dengan sensitifitas
masing-msing 100%.
7.1.4. Lama rawatan rata-rata penderita PPOK 6,27hari (6 hari).
7.1.5. Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan tertinggi bukan
biaya sendiri 71,9%.
7.1.6. Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi
pulang berobat jalan 77,7%.
7.1.7. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan
sumber biaya (p=0,294).
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
7.1.8. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara pekerjaan berdasarkan sumber
biaya (p=0,835).
7.1.9. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata
berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,351).
7.1.10. Proporsi penderita PPOK berumur 50 tahun yang jenis penyakit
sebelumnya Bronkhitis Kronik (39%) secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan Asma Bronkial (28,8%), Emfisema (13,6%), dan TBC Paru
(18,6%). Proporsi penderita PPOK berumur 60 tahun yang jenis
penyakit sebelumnya Bronkhitis Kronis (45%) secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan Asma Bronkial (27,5%), Emfisema (25%), dan TBC
Paru (2,5%).(
2
= 11,980; p= 0,007; 39% vs 28,8%; 39% vs 13,6%; 39%
vs 18,6%; 45% vs 27,5%; 45% vs 25%; 45% vs 2,5%).
7.1.11. Lama rawatan rata-rata penderita dengan keparahan tingkat I secara
signifikan lebih singkat dari PPOK normal, tingkat III, dan tingkat II.
(F=8,068; p= 0,000; 4,88 hari vs 5,00 hari; 4,88 hari vs 6,00 hari; 4,88
hari vs 7,01 hari).
7.1.12. Lama rawatan rata-rata penderita yang berobat menggunakan biaya sendiri
secara signifikan lebih singkat dirawat dari Jamkesmas dan Askes. (F =
5,043; p = 0,008; 5,51 hari vs 6,19 hari; 5,51 hari vs 7,43hari).
7.1.13. Uji chi-square tidak dapat dilakukan untuk melihat perbedaan proporsi
umur berdasarkan tingkat keparahan, jenis kelamin berdasarkan tingkat
keparahan, pekerjaan berdasarkan tingkat keparahan, tingkat keparahan
berdasarkan keadaan sewaktu pulang, dan sumber biaya berdasarkan
tingkat keparahan karena data tidak memenuhi syarat.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
7.2.Saran
7.2.1. Bagi pihak rumah sakit sebaiknya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi
penderita PPOK khususnya, untuk meminimalisir PAPS.
7.2.2. Kepada bagian Rekam Medik RSUD Aceh Tamiang diharapkan untuk
melengkapi pencatatan rekam medik terkhusus yang berkaitan dengan
PPOK misalnya riwayat merokok.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bustan, M. N. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
2. Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta.
3. Setiyanto, H., dkk. 2008. Pola dan Sensitiviti Kuman PPOK Eksaserbasi Akut
yang Mendapat pengobatan Echinacea Purpurea dan Antibiotik
Siprofloksasin. Jurnal Respirologi Indonesia Vol. 28, No.3.
4. WHO. 2007. The Top Ten Causes of Death 2002. Diakses tanggal 10
Februari 2009. http://www.who.int/whr/
5. WHO. 2008. The Top Ten Causes of Death 2004. Diakses tanggal 10
Februari 2009. http://www.who.int/whr/
6. Aditama, 2002. Paru Kita Masalah Kita. Majalah Kesehatan Medika tahun
XXVIII, No. 11. Hal : 743-745.
7. Amin M, 1996. PPOM : Polusi Udara, Rokok dan Alfa-1 Antitripsin.
Cetakan pertama, Airlangga University Press, Surabaya.
8. Shinta, dkk. 2007. Studi Penggunaan Antibiotik Pada Eksaserbasi Akut
Penyakit Paru Obstruksi Kronik : Studi Pada Pasien IRNA Medik di
Ruang Paru Laki dan Paru Wanita RSU Dr. Soetomo Surabaya.
http://lib.unair.ac.id/ di akses tanggal 30 Maret 2009.
9. Jamal, S. 2004. Deskripsi Penyakit Sistem Sirkulasi : Penyebab Kematian
utama di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran no.143. Jakarta.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Profil Kesehatan
Indonesia 2001. DEPKES RI, Jakarta.
11. Hisyam, dkk, 2001. Pola Mikroba pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) Eksaserbasi di RS. Dr. Sardjito. Jurnal Penelitian Universitas
Gadjah Mada Vol.33 No.1 , http://digilib.litbang.depkes.go.id di akses
tanggal 15 Januari 2009.
12. Manik, Crysti, 2004. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronik yang di Rawat Inap di RS Haji Medan tahun 200-2002.
Skripsi, FKM USU.
13. Tierney, L.M, dkk, 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit
Dalam). Edisi pertama, Salemba Medika, Jakarta.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
14. Alsagaff, Hood, dkk, 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan
Ketiga, Airlangga University Press, Surabaya.
15. Cooper, Robert, 1996. Disease/Penyakit. PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta.
16. Farida, Y, 2004. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Bagian Radiologi RSUP
Fatmawati Jakarta,
http://www.geocities.com/koskap3sakti/referat/PPOK.doc. di akses
tanggal 7 Februari 2009.
17. Soemantri, S, 2001. Bronkhilis Kronik dan Emfisema Paru dalam: Ilmu
Penyakit dalam Jilid 2. Penerbit FKUI, Jakarta.
18. Robbins, S.L, dkk, 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Cetakan Pertama,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
19. Danusantoso, H, 2000. Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Pertama, Penerbit
Hipokrates, Jakarta.
20. Amin M, dkk, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University
Press, Surabaya.
21. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006. Pantangan Meroko Pada
Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik. http://klikpdpi.com di
akses tanggal 5 April 2009.
22. Pusat Data dan Informasi PERSI 2001. Rokok Tingkatkan Risiko Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. http://pdpersi.co.id di akses tanggal 5 April
2009.
23. Mangunegoro, H, 2001. PPOK : Ancaman Maut di Balik Nikmatnya
Merokok. Majalah Kesehatan Medika tahun XXVII, No. 7.
24. Imansyah, Budhi, 2008. Peran Bupropin Untuk Berhenti Merokok. Jurnal
Tuberkulosis Indonesia, Vol 5.
25. Soeparman, dkk, jilid 2, 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI,
Jakarta.
26. Hiswani, 2004. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih
Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat.
http://digililib.usu.ac.id/index.php diakses tangal 5 April 2009.
27. Mubarak, H, 2008. Penyakit Paru Obstruksi Kronis.
http://centrione.blogspot.com di akses tanggal 15 Januari 2009.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
28. Sumakmur, 1984. Masalah Penyakit Paru Akibat Kerja di Indonesia,
Penerbit Universitas Indonesia.
29. Faisal Yunus, 1997. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi. Cermin Dunia
Kedokteran, No. 114, Jakarta.
30. Indeks Penyakit. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
http://www.klikdokter.com/ di akses tanggal 15 Januari 2009.
31. Saputra L, 1997. Terapi Mutakhir Penyakit Saluran Pernapasan. Binarupa
Aksara, Jakarta.
32. Yunus, F, 1992. Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta.
33. Surya, DA,1990. Bronkhitis Kronik dan Empisema dalam : Manual Ilmu
Penyakit Paru. Binarupa Aksara, Jakarta.
34. Suharto, 2000. Fisioterapi Pada Empisema. Cermin Dunia Kedokteran No.
128, Jakarta.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.
Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun
2007-2008, 2010.