Anda di halaman 1dari 6

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan sebagai Potensi Kelongsoran Tanggul

Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo dengan Menggunakan Ground Penetrating


Radar (GPR)

Yenie Ratna Setyaningsih
1
, Daeng Achmad Suaidi
2
, Nasikhudin
3

1
Mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
2
Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
3
Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
Email: yenieratna@yahoo.co.id

Abstrak
Munculnya semburan panas lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo pada 29 Mei 2006 hingga sekarang menga-
kibatkan tergenangnya kawasan pemukiman, pertanian dan lain-lain. Lumpur terus menyembur setiap
harinya hingga menyebabkan beberapa titik tanggul dinyatakan siaga 1 oleh BPLS yaitu di Desa Gla-
gaharum. Tubuh tanggul yang terbuat dari urugan mudah sekali mengalami kerusakan yang diakibatkan air
melimpah melalui puncak tanggul maupun karena rembesan yang membawa material tanggul. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan dilihat dari struktur luar tanggul, masih dalam keadaan yang cukup baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi struktur bawah permukaan untuk mengetahui potensi
longsor pada tanggul lumpur lapindo berdasarkan radargram Ground Penetrating Radar (GPR). Hal per-
tama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengambilan data dengan 10 lintasan pada tanggul lumpur
Lapindo di Desa Glagaharum Porong, Sidoarjo menggunakan GPR. Data yang diperoleh kemudian diolah
dengan menggunakan software GeoScan32. Data yang sudah diolah lalu diinterpretasikan berdasarkan
konstanta dielektrisitas sebuah material. Sehingga dapat diketahui jenis material yang terkandung pada la-
pisan bawah permukaan tanggul. Software Surfer 9.0 digunakan untuk menampilkan penampang tanggul.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pada tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum
berpotensi terjadi kelongsoran pada beberapa lintasan penelitian. Karena lapisan tanah dibawahnya
mengandung tanah liat, air dan rongga udara. Kerusakan tanggul dapat diakibatkan rembesan yang mem-
bawa material tanggul. Besarnya rembesan dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk melewatkan air
(permeabilitas). Semakin besar rembesan maka akan mengancam kestabilan tanggul hingga dapat menye-
babkan longsor. Tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum yang berpotensi terjadi longsor adalah pada
lintasan 6, 7, 8 dan 9.
Kata Kunci: Tanggul, Lumpur Lapindo, Longsor, Ground Penetrating Radar, GeoScan32, Surfer 9.0.

1. Pendahuluan
Munculnya semburan panas lumpur Lapindo di
Porong Sidoarjo pada 29 Mei 2006 hingga sekarang
mengakibatkan tergenangnya kawasan pemukiman,
pertanian dan lain-lain [1]. Lumpur terus menyem-
bur setiap harinya hingga menyebabkan beberapa
titik tanggul dinyatakan siaga 1 oleh BPLS yaitu di
Desa Glagaharum [2]. Tubuh tanggul yang terbuat
dari urugan mudah sekali mengalami kerusakan
yang diakibatkan air melimpah melalui puncak
tanggul maupun karena rembesan yang membawa
material tanggul [3]. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan dilihat dari struktur luar tanggul, masih
dalam keadaan yang cukup baik.
Metode Ground Penetrating Radar (GPR) digu-
nakan untuk mendeteksi keadaan bawah permukaan
dengan mengirimkan pulsa gelombang radio fre-
kuensi kedalam tanah dari antena pemancar yang
terletak dipermukaan [4]. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui bagaimana struktur bawah permu-
kaan tanggul lumpur Lapindo menggunakan GPR.
Metode ini dianggap sebagai metode yang paling
prospektif, karena menghasilkan resolusi dan kece-
patan akuisisi data tinggi untuk menyelidiki berbagai
masalah kebumian dan tidak bersifat merusak dan
dikhususkan untuk eksplorasi dangkal.

2. Teori
2.1. Kondisi Geografis
Kawasan yang menjadi obyek penelitian berada
di tanggul lumpur Lapindo di Desa Glagaharum
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Ti-
mur. Semburan lumpur panas telah menenggelam-
kan setidaknya 18 desa, yang meliputi: Reno-
kenongo, Jatirejo, Siring, Kedung Bendo, Sentul,
Besuki, Glagaharum, Kedung Cangkring, Mindi,
Ketapang, Pejarakan, Permisan, Kali Dawir, Pamo-
tan, Keboguyang, Gempolsari, Kesambi dan Kali-
tengah [5].
2.2. Gerakan Tanah
Gerakan tanah merupakan pergerakan massa
tanah maupun massa batuan yang dalam keadaan
tertentu bergerak ke bawah, baik melalui bidang ge-
ser maupun jatuh bebas. Gerakan tanah dapat terjadi
karena gaya perlawanan tanah yang ada lebih kecil
daripada gaya yang berusaha dan bekerja dari luar
[6].
Faktor-faktor yang dapat mempercepat dan me-
micu terjadinya gerakan tanah antara lain daya ikat
(kohesi), kelolosan air (permeabilitas), sudut kemi-
ringan lereng, perubahan kelembaban tanah / batuan
karena masuknya air dsb.
2.3. Tanah Longsor
Tanah longsor adalah perpindahan material
pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran tersebut yang ber-
gerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya
tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air
yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot
tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah ke-
dap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka
tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya
akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng
[7].
2.4. Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik merupakan ge-
lombang medan yang merambat secara transversal.
Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang
gabungan dua komponen yang saling tegak lurus
yaitu medan listrik (E) dan medan magnet (H).
Karakteristik radiasi gelombang elektromagnetik
pada medium struktur lapisan bawah permukaan
bumi selanjutnya akan dihamburkan, dipantulkan
ataupun diteruskan sesuai dengan parameter-para-
meter permeabilitas magnet (), permitifitas listrik
() dan konduktifitas ().
Setelah menempuh jarak tertentu, amplitudo
gelombang akan mengalami peredaman atau ate-
nuasi. Kecepatan gelombang elektromagnetik dalam
beberapa medium tergantung pada kecepatan cahaya
di udara (c = 300 mm/ns), konstanta dielektrik (
r
)
dan permeabilitas magnetik relatif ( = 1 untuk
material non magnetik). Nilai rasio kecepatan ge-
lombang elektromagnetik di udara terhadap kece-
patan gelombang elektromagnetik medium non kon-
duktor, disebut dengan indeks bias (n), maka men-
jadi persamaan 1 [8].

(1)
Dalam penelitian ini sifat magnetik diabaikan,
sehingga = 1 (untuk material nonmagnetik).
adalah permitivitas relatif sebuah medium yang dile-
wati oleh gelombang. Daftar nilai permitivitas relatif
(epsilon) dan kecepatan gelombang elektromagnetik
dalam berbagai medium berbedabeda terdapat
dalam tabel 1.
Tb. 1. Daftar Nilai Permitivitas Relatif atau Kons-
tanta Dielektrik dan Kecepatan Gelombang
Elektromagnetik dalam Berbagai Mineral
Geologi.
Mineral

Kecepatan (mm/ns)
Udara 1 300
Air (bersih) 81 33
Air (laut) 81 33
Salju kutub 1,4 3 194 252
Es Kutub 3 3,15 168
Es Hangat 3,2 167
Es murni 3,2 167
Danau Air Tawar yang
membeku
4 150
Laut Beku 2,5 8 78 - 157
Petrmafrost 1 8 106 - 300
Pasir Pantai (Kering) 10 95
Pasir (Kering) 3 6 120 170
Pasir (Basah) 25-30 55 60
Silt (Basah) 10 95
Tanah Liat (Basah) 8 15 86 110
Tanah Liat (Kering) 3 173
Rawa 12 86
Dataran agrikultur 15 77
Dataran kepastoran 13 83
Rata rata Lahan 16 75
Granit 5 8 106 120
Batu gamping 7 9 100 113
Dolomite 6,8 8 106 115
Basalt (Basah) 8 106
Serpihan Batu (basah) 7 113
Batu Pasir (basah) 6 112
Batu bara 4-5 134 - 150
Kwarsa 4,3 145
Beton 6-30 55 112
Aspal 3 5 134 173
PVC, Epoxy, Polyesters 3 173
2.5. Metode Ground Penetrating Radar
Metode Ground Penetrating Radar merupakan
salah satu metode geofisika terus berkembang. GPR
merupakan teknik eksplorasi geofisika yang meng-
gunakan gelombang elektromagnetik, yang digu-
nakan untuk mendekteksi objekobjek yang terkubur
di dalam tanah. GPR bersifat non destruktif dan
mempunyai resolusi tinggi terhadap kontras di-
elektrik material bumi. Metode Ground Penetrating
Radar (GPR) juga mampu mendeteksi karakteristik
bawah permukaan tanah tanpa dilakukan pengeboran
ataupun penggalian [9].
2.6. Prinsip Kerja Ground Penetrating Radar
(GPR)
Ground Penetrating Radar (GPR) memiliki ca-
ra kerja yang sama dengan radar konvensional. GPR
mengirim sinyal energi antara 10-1000MHz ke
dalam tanah oleh antena pemancar lalu mengenai
suatu lapisan objek dengan suatu konstanta
dielektrik (permitivitas) berbeda selanjutnya sinyal
akan dipantulkan kembali dan diterima oleh antena
penerima, waktu dan besar sinyal yang direkam.
Penjelasan lebih jelasnya akan dijelaskan dalam
Gambar 1.

Gb. 1. Skema Cara Kerja GPR [10].
3. Metode
3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dengan menggunakan
Ground Penetrating Radar diawali dengan studi
literatur, yaitu mempelajari teori-teori yang berhu-
bungan dengan penelitian. Dilanjutkan survei
lapangan di daerah tanggul lumpur Lapindo Porong,
tepatnya di Desa Glagaharum dan menentukan lin-
tasan pengukuran. Kemudian melakukan pengam-
bilan data di lapangan, pengolahan data hasil peneli-
tian dan dilanjutkan dengan interpretasi data terolah.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software GeoScan32 dan interpre-tasi data dilakukan
dengan menggunakan soft-ware Surfer 9.0.
3.2. Prosedur Penelitian
3.2.1. Persiapan Penelitian
a. Melakukan observasi terhadap lokasi yang akan
dilakukan penelitian, agar pada kondisi yang
stabil dan siap untuk dilakukan penelitian.
b. Melakukan pengecekkan terhadap alat yang akan
digunakan agar dalam kondisi yang baik, dila-
kukan sehari sebelum pengambilan data peneli-
tian.
c. Menentukan lintasan untuk pengambilan data,
ditunjukkan pada Gambar 2.


Gb. 2. Sketsa Lintasan Pengambilan Data
3.2.2. Pengambilan Data
a. Merangkai alat Ground Penetrating Radar.
b. Menjalankan program Geoscan32.
c. Pada saat program Geoscan32 dijalankan, alat
juga dijalankan dengan cara didorong.
3.2.3. Pengolahan Data
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kon-
disi di bawah permukaan tanggul. Tahap pengolahan
data Ground Penetrating Radar ini sesuai dengan
tujuan dari penelitian. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan software GeoScan32 dan
software Surfer 9.0. Software Surfer 9.0. hanya un-
tuk menampilkan penampang bawah permukaan
agar terlihat lebih jelas.


3.3. Interpretasi Data
Dari gambar yang dihasilkan oleh software
GeoScan32, dapat dicari nilai-nilai epsilon dan
kecepatan gelombang masing-masing lintasan di
daerah penelitian. Nilai epsilon ini menunjukkan ni-
lai permitivitas atau konstanta dielektrik sebuah
material. Nilai konstanta dielektrik dan kecepatan
gelombang pada masing-masing medium berbeda-
beda.
Dari data yang didapatkan dengan software
GeoScan32 yaitu jarak, kedalaman dan epsilon dapat
diinterpretasikan lagi dengan menggunakan software
Surfer 9.0. Ini dilakukan agar penampang masing-
masing lintasan pada tanggul lebih terlihat jelas.
Dari gambar dan nilai epsilon dapat disesuaikan
dengan nilai epsilon / permitivitas pada tabel 1,
sehingga dapat diketahui jenis batuan pada masing-
masing lintasan dengan kedalaman tertentu. Dari
hasil tersebut dapat diidentifikasi bagaimana struktur
bawah permukaan tanggul tempat penelitian, se-
hingga dapat disimpulkan pada lintasan mana yang
lebih berpotensi terjadi longsor pada tanggul dilihat
dari jenis batuan di bawah permukaan tanggul.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Hasil penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan terhadap 10
lintasan. Masing-masing lintasan akan didapatkan
permitivitas serta kecepatan gelombang yang mele-
wati material. Material dalam setiap lintasan mem-
punyai variasi yang berbeda-beda, sehingga dilaku-
kan beberapa titik material pada setiap 5 meter pan-
jang lintasan yang diolah dalam pengolahan data
pada kedalaman 3, 5, 8, 10, 12 dan 14 meter. Maka
dari itu, setiap satu lintasan terdapat beberapa mate-
rial yang teridentifikasi berdasarkan radargram dari
software GeoScan32 dan di-dukung dengan gambar
penampang dari software Surfer 9.0.
Data yang telah diolah merupakan data
mentah hasil pengukuran georadar. Data yang tere-
kam akan ditampilkan dalam bentuk radargram se-
bagai fungsi waktu. Salah satu data hasil pengukuran
dengan georadar yang diperoleh ditunjukkan pada
Gambar 3.


Gb. 3. Data GPR pada Lintasan 1

Berdasarkan pengolahan data menggunakan soft-
ware GeoScan32 menghasilkan sebuah gambar yang
dapat menjelaskan keadaan bawah permukaan dari
daerah penelitian. Informasi keadaan bawah permu-
kaan tanah tersebut meliputi jenis tanah dan material
yang ada di bawah tanggul lumpur Lapindo khu-
susnya Desa Glagaharum. Data yang sudah dida-
patkan tersebut akan dibandingkan dengan harga
kecepatan gelombang elektromagnetik dan konstanta
dielektrik atau permitivitas berbagai medium yang
ditampilkan pada table 1 dan disesuaikan dengan
kondisi geologis daerah penelitian. Berdasarkan data
yang telah didapat dengan software GeoScan32,
dapat disajikan gambar penampang bawah permu-
kaan tanggul di Desa Glagharum Porong dengan
menggunakan software Surfer 9.0 seperti berikut:



Lintasan 1

Gb. 4. Penampang pada Lintasan 1





Lintasan 2

Gb. 5. Penampang pada Lintasan 2




Lintasan 3

Gb. 6. Penampang pada Lintasan 3




Lintasan 4

Gb. 7. Penampang pada Lintasan 4




Lintasan 5

Gb. 8. Penampang pada Lintasan 5




Lintasan 6

Gb. 8. Penampang pada Lintasan 6





Lintasan 7

Gb. 9. Penampang pada Lintasan 7




Lintasan 8

Gb. 10. Penampang pada Lintasan 8




Lintasan 9

Gb. 11. Penampang pada Lintasan 9




Lintasan 10

Gb. 12. Penampang pada Lintasan 10
Skala warna pada gambar setiap lintasan
merupakan skala permitivitas (epsilon). Untuk
menginterpretasikan penampang dari software Sur-
fer 9.0, maka skala warna pada gambar setiap lin-
tasan disesuaikan dengan skala permitivitas pada
tabel 1.
4.2. Pembahasan
Pengolahan data dilakukan pada kedalaman 3,
5, 8, 10, 12 dan 14 meter. Hasil yang diperoleh dari
kesepuluh lintasan di tanggul lumpur Lapindo di De-
sa Glagaharum ini memiliki persamaan jenis
material yaitu pasir kering, tanah liat kering, tanah
liat basah, pasir basah, udara serta air.
Pada lintasan 1, 2, 3, 4 dan 5 terdapat pasir
kering, tanah liat kering, tanah liat basah, pasir basah
dan udara. Pada lintasan 1 lebih didominasi pasir
kering. Pasir kering ini terlihat dalam software
GeoScan32 dengan ditemukannya nilai-nilai epsilon
(permitivitas) antara 36. Berdasarkan data yang di-
peroleh terlihat bahwa nilai permitivitas yang ter-
identifikasi sebagai pasir kering adalah tidak tepat
pada nilai-nilai rentang pasir kering sesuai tabel 1.
Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan pada saat
pengambilan data dan juga karena adanya material-
material lain yang dilewati oleh gelombang elek-
tromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak sem-
purna. Nilai permitivitas tentang pasir kering yang
didapat jika dibandingkan dengan nilai permitivitas
pada tabel 1 memiliki selisih yang sedikit, sehingga
dapat diidentifikasi material yang diteliti merupakan
pasir kering.
Pada lintasan 5 didominasi oleh tanah liat
kering. Tanah liat kering ini terlihat dalam software
GeoScan32 dengan ditemukannya nilai-nilai permi-
tivitas sekitar 3. Berdasarkan data yang diperoleh
terlihat bahwa nilai permitivitas yang teridentifikasi
sebagai tanah liat kering adalah tidak tepat pada
nilai-nilai rentang tanah liat kering sesuai tabel 1.
Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan pada saat
pengambilan data dan karena adanya material-
material lain yang dilewati oleh gelombang elek-
tromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak
sempurna. Nilai permitivitas tentang tanah liat ke-
ring yang didapat jika dibandingkan dengan nilai
permitivitas pada tabel 1 memiliki selisih yang
sedikit, sehingga dapat diidentifikasi material yang
diteliti merupakan tanah liat kering.
Pada lintasan 6, 7, 8, 9 dan 10 terdapat tanah
liat basah, pasir basah, tanah liat kering, pasir
kering, udara serta air. Pada lintasan 6, 8 dan 9
didominasi oleh tanah liat basah dan air. Tanah liat
basah ini terlihat dalam software GeoScan32 dengan
ditemukannya nilai-nilai permitivitas 8-15, se-
dangkan air nilai permitivitasnya sekitar 81.
Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa nilai
permitivitas yang teridentifikasi sebagai tanah liat
basah dan air adalah tidak tepat pada nilai-nilai
rentang tanah liat basah dan air sesuai tabel 1. Hal
ini disebabkan oleh adanya gerakan pada saat pe-
ngambilan data dan juga karena adanya material-
material lain yang dilewati oleh gelombang elek-
tromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak sem-
purna. Nilai permitivitas tentang tanah liat basah dan
air yang didapat jika dibandingkan dengan nilai
permitivitas pada tabel 1 memiliki selisih yang sedi-
kit, sehingga dapat diidentifikasi material yang
diteliti merupakan tanah liat basah dan air.
Pada lintasan 7 didominasi oleh pasir basah
dan udara. Pasir basah ini terlihat dalam software
GeoScan32 dengan ditemukannya nilai-nilai permi-
tivitas antara 25-30, sedangkan udara nilai permiti-
vitasnya sekitar 1. Berdasarkan data yang diperoleh
terlihat bahwa nilai permitivitas yang teridentifikasi
sebagai pasir basah dan udara adalah tidak tepat
pada nilai-nilai rentang pasir basah dan udara sesuai
tabel 1. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan
pada saat pengambilan data dan juga karena adanya
material-material lain yang dilewati oleh gelombang
elektromagnetik yang menyebabkan atenuasi tidak
sempurna. Nilai permitivitas tentang pasir basah dan
udara yang didapat jika dibandingkan dengan nilai
permitivitas pada tabel 2.3 memiliki selisih yang
sedikit, sehingga dapat diidentifikasi material yang
diteliti merupakan pasir basah dan udara.
Dari hasil pengolahan dan pembahasan data
pada kesepuluh lintasan tanggul lumpur lapindo
yang berada di Desa Glagaharum Kecamatan Porong
Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa keadaan
tanggul lumpur yang masih relatif bagus meskipun
ada bagian yang berpotensi terjadi longsor karena
lapisan tanah dibawahnya mengandung tanah liat, air
serta terdapat rongga udara. Kerusakan tanggul
dapat diakibatkan oleh rembesan yang membawa
material tanggul. Besarnya rembesan sangat dipe-
ngaruhi oleh kemampuan tanah pada tanggul untuk
melewatkan air (sifat permeabilitas tanah). Jika yang
terjadi pada tanggul semakin besar maka akan
mengancam kestabilan tanggul hingga dapat menye-
babkan longsor tanggul.
Gerakan tanah merupakan pergerakan massa ta-
nah maupun batuan yang dalam keadaan tertentu
bergerak ke bawah, baik melalui bidang geser mau-
pun jatuh bebas. Salah satu jenis gerakan tanah ada-
lah longsor. Faktor yang mempengaruhi fenomena
gerakan tanah longsor yaitu perubahan kelembaban
tanah/batuan karena masuknya air dan kelolosan air
(permeabilitas). Pada saat musim hujan kerusakan
tanggul juga dapat terjadi karena air meluber atau
melimpah melalui puncak tubuh tanggul yang me-
nyebabkan terjadinya erosi serta longsor.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
pada penelitian yang telah dilakukan di tanggul
lumpur Lapindo di Desa Glagaharum Kecamatan
Porong Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan
metode georadar, maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Jenis material yang banyak ditemukan pada
daerah penelitian yaitu pasir kering, tanah liat
kering, tanah liat basah dan pada beberapa
lintasan terdapat pasir basah, udara serta air.
2. Pada lintasan 6, lintasan 7, lintasan 8, dan lin-
tasan 9 ditemukan daerah yang berpotensi ter-
jadi longsor. Karena pada lintasan tersebut ter-
deteksi adanya tanah liat basah, air serta rongga
udara.
6. Daftar Pustaka
[1] Djarwadi, D. dan Hardiyanto, H. C. 2008.
Tinjauan Ulang Tanggul Utama Pada Pengen-
dalian Lumpur Panas Sidoarjo. Seminar Na-
sional Teknologi Tepat Guna Penanganan
Saran Prasarana di Indonesia. PT Widya Bumi
Amarta, Surabaya dan Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta
[2] Wibawa, Sony Wignya. 2013. BPLS Lembur
Buang Lumpur ke Kali Porong. (Online),
(www.tempo.co/read/news/2013/01/11/058453
694/BPLS-Lembur-Buang-Lumpur-ke-Kali-
Porong), diakses 11 Januari 2013.
[3] Jayadi, Mohamad. 2009. Analisis Debit Rem-
besan Pada Model Tanggul Tanah. Skripsi
(Tidak Dipublikasikan). Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor.
[4] Warnana, Dwa Desa. 2008. Identifikasi Scou-
ring sebagai Potensi Kelongsoran Tanggul
Sungai Bengawan Solo berdasarkan Survei
GPR (Studi Kasus Desa Widang, Kabupaten
Tuban). Lab.Geofisika, Jurusan Fisika-FMIPA,
ITS. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 4, No.
2, Juni 2008
[5] Zulkarnain Iskandar, Dr. Ir. 2010. Mencari
Sumber Air Lumpur Panas Sidoarjo. Surabaya:
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
[6] Sari, Elies Septiana. 2012. Identifikasi Potensi
Gerakan Tanah Di Lereng Sukorejo, Desa
Sukorejo, Kecamatan Kalidawir-Tulungagung
Dengan Metode Analisis Struktur Batuan Ber-
dasarkan Sifat Resistivitas Hasil Pengukuran
FlashRES64 61-Channel. Skripsi (Tidak Dipu-
blikasikan). Malang: Progam Sarjana Sains
Universitas Negeri Malang.
[7] Highland, L. and Johnson, M. 2004. Landslide
and Processes. U.S. Departement of the
Interior, U.S. Geological Survey.
[8] Supriyanto, Dr. Eng. M.Sc. 2007. Perambatan
Gelombang Elektromagnetik. Tesis. Depar-
temen Fisika - FMIPA: Universitas Indonesia.
[9] Arisona. 2009. Migrasi Data Georadar dengan
Metode Pergeseran Fasa. Jurnal Aplikasi Fi-
sika. Vol 5, No 1.
[10] Budiono, K, dkk. 2008. Penafsiran Struktur
Geologi Bawah Permukaan di Kawasan Sem-
buran Lumpur Sidoarjo, berdasarkan Penam-
pang Ground Penetrating Radar (GPR). Jurnal
Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September
2010: 187-195.

Anda mungkin juga menyukai