Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

499
KARAKTERISTIK DAGING KAMBING DENGAN
PERENDAMAN ENZIM PAPAIN
(The Characteristic of Goat Meat Soaked in Papain)
ROSWITA SUNARLIM dan S. USMIATI
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor
ABSTRACT
Meat of the older goat has tough character so the technology is needed to improve its tenderness. The
application of papain enzyme as meat tenderizer has been known but the time length of dipping of various
form of papain enzyme was unknown. Objective of research was to obtain characteristic of meat from the old
female goat dipped in papain enzyme solution at various concentration and dipping time. The research was
designed by Split Plot Design with three treatments with three replication, that were four levels of time length
of dipping or A (A1 =10 minutes; A2 =20 minutes; A3 =30 minutes; A4 =40 minutes) and four kind of
papain enzyme form or B (B1 =solution of crystal of commercial papain enzyme (C1 =1, 2, 3, 4%); B2 =
solution of papaya latex (C2 =0.2, 0.4, 0.6, 0.8%); B3 =solution of crystal of crude papain enzyme (C3 =
0.1, 0.2, 0.3, 0.4%) and B4 =solution of crystal of pure papain enzyme (C4 =0.02, 0.04, 0.06, 0.08%).
Parameters of research were pH, water holding capacity (WHC), cooking loss and tenderness. The results
showed that dipping the meat in solution of papaya latex form 0.4% with length of soaking for 30 minutes
resulting optimum character of meat of the old female goat on tenderness 7.18 mm/50g/10 s, cooking loss of
47.49%, WHC of 6.36% and the fresh meat in acidic condition with average pH value of 5.73.
Key Words: Papain Enzyme, Enzyme Concentration, Length of Soaking, Lamb Meat
ABSTRAK
Daging kambing dari ternak berumur tua memiliki karakteristik yang alot/liat sehingga perlu diintroduksi
teknologi untuk meningkatkan keempukannya. Aplikasi enzim papain sebagai pengempuk daging telah
diketahui namun pengaruh lama waktu perendaman pada berbagai bentuk enzim papain masih perlu diteliti.
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan karakteristik daging kambing betina berumur tua yang direndam
enzim papain pada berbagai konsentrasi dan lama perendaman. Penelitian didesain menggunakan rancangan
petak terbagi dengan jumlah pengulangan 3 kali. Perlakuan adalah sebagai berikut: petak utama A=lama
waktu perendaman (A1 =10 menit; A2 =20 menit; A3 =30 menit; A4 =40 menit) dan B =bentuk enzim
papain (B1 =larutan enzim kristal papain komersial (anak petak C1 =1, 2, 3 dan 4%); B2 =larutan enzim
getah pepaya (anak petak C2 =0,2, 0,4, 0,6 dan 0,8%); B3 =larutan enzim kristal papain kasar (anak petak
C3 =0,1, 0,2, 0,3 dan 0,4%) dan B4 =larutan enzim kristal papain murni (anak petak C4 =0,02, 0,04, 0,06%
dan 0,08%). Parameter pengamatan meliputi pH, daya mengikat air (DMA), susut masak dan keempukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman menggunakan enzim papain dalam bentuk getah pepaya
konsentrasi 0,4% dengan lama perendaman 30 menit menghasilkan karakteristik optimum dari daging
kambing betina yang berumur tua pada tingkat keempukan 7,18 mm/50g/10 det, nilai susut masak sebesar
47,49%, daya mengikat air sebesar 6,36% dan daging segar dalam kondisi asam dengan nilai rata-rata pH
5,73.
Kata Kunci: Enzim Papain, Konsentrasi Enzim, Lama Perendaman, Daging Kambing

PENDAHULUAN
Untuk mendukung program Percepatan
Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS)
tahun 2010 pemerintah telah mencanangkan
kebijakan impor sapi dan daging sapi. Bila
sampai tahun 2010 terjadi kekurangan pasokan
baik dari dalam negeri maupun impor maka
terdapat peluang untuk pasokan dan
pengembangan jenis daging dari ternak kecil
seperti kambing. Hal ini didukung data bahwa
padatahun 2006 populasi kambing di Indonesia
500
cukup tinggi yaitu mencapai 11.798.159 ekor
(ANONIMUS, 2006).
Peluang pasar untuk kambing di dalam
negeri sangat terbuka lebar, tersirat dari
besarnya permintaan dan data pemotongan
untuk kebutuhan konsumsi, Idul Adha dan
aqiqah. Potensi pasar ini terus berkembang
sejalan dengan pesatnya pertambahan
penduduk, peningkatan pendapatan, serta
peningkatan kesadaran pentingnya gizi protein
hewani untuk meningkatkan kecerdasan bangsa.
Daging kambing umumnya dikonsumsi
dalam bentuk olahan seperti sate, sop, soto,
gulai, tongseng dan sebagainya yang dijajakan
di pinggir jalan, rumah makan dan hotel
berbintang (SUNARLIM et al., 2004). Walaupun
suplai daging kambing dapat ditingkatkan
namun daging kambing dari ternak yang
berumur tua masih belum dapat sepenuhnya
diterima masyarakat karena dagingnya alot/liat.
Hal ini perlu diintroduksi teknologi untuk
meningkatkan keempukan daging kambing
tersebut.
Sifat biokimia dan fisikokimia daging dari
seekor ternak akan mengalami perubahan
sesaat setelah ternak disembelih antara lain
adalah nilai pH, daya mengikat air (DMA) dan
struktur jaringan daging (MUCHTADI dan
SUGIYONO, 1992). Hal ini berpengaruh
terhadap tingkat keempukan daging sebagai
tolok ukur kualitas daging masak berdasarkan
sifat mudah dikunyah tanpa kehilangan sifat-
sifat jaringan yang layak (BERNHOLDT dalam
SETIYONO, 1987). Palatabilitas pada
keempukan daging antara lain dipengaruhi oleh
kemudahan penetrasi gigi ke dalam daging atau
kemudahan daging dikunyah menjadi bagian
yang lebih kecil (WEIR, 1960). Keempukan
daging antara lain dipengaruhi oleh keliatan
serat daging dan keliatan jaringan ikat
(WHYTES dan RAMSAY, 1981).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
keempukan daging antara lain adalah faktor
ante mortem dan post mortem. Faktor ante
mortem diantaranya adalah umur ternak saat
disembelih selain faktor sifat genetik, fisiologi,
dan pakan. Daging dari ternak berumur muda
lebih empuk dibandingkan dengan daging dari
ternak berumur tua karena adanya perbedaan
ukuran dan serabut daging. Tingkat keliatan
jaringan ikat semakin meningkat pada ternak
berumur tua, hal ini mengakibatkan tingkat
keempukan daging menurun (LAWRIE, 1991).
Faktor post mortem yang mempengaruhi tingkat
keempukan daging antara lain penggunaan
enzim pengempuk selain faktor lain seperti
metode penyembelihan, lama pemasakan, dan
suhu penyimpanan. Ternak yang telah
disembelih dagingnya akan mengalami
perubahan pH karena adanya perubahan asam
laktat yang ditentukan oleh kandungan
glikogen. Peningkatan pH dari 5,5 menjadi 6,0
menyebabkan terjadinya penurunan tingkat
keempukan daging (LAWRIE, 1991).
Untuk mendapatkan daging yang empuk
berbagai metode pengempukan telah dilakukan
baik secara kimia maupun secara fisik. Hasil
penelitian aplikasi teknologi pelayuan terhadap
karkas domba tua pada suhu 4
o
C selama 7 hari
telah menghasilkan daging lebih empuk.
Kelemahan teknologi pelayuan adalah
membutuhkan waktu lama dan investasi yang
tinggi. Perlakuan dengan enzim proteolitik
adalah salah satu metode pengempukan daging
yang populer (GERELT et al., 2000). Introduksi
enzim proteolitik kedalam daging pasca
penyembelihan ternak ada beberapa metode,
antara lain adalah perendaman daging dalam
larutan enzim proteolitik. Aplikasi enzim
proteolitik dari tanaman telah banyak dipelajari
antara lain papain dari pepaya (SCHENKOVA et
al., 2007), dan actinidin dari buah kiwi (HAN et
al., 2009). Penggunaan enzim papain selama
ini telah dipelajari dan kemungkinan
merupakan agen pengempuk daging yang
paling efektif (SCHENKOVA et al., 2007).
Kelebihan metode ini adalah tidak memerlukan
waktu berhari-hari dan harganya relatif lebih
murah dibandingkan dengan teknologi
pelayuan.
Papain adalah enzim yang terdapat dalam
getah buah pepaya (KALK, 1975). Getah
pepaya tersebut berwarna putih bersih tidak
tercampur dengan klorofil ataupun serat
(DARYONO dan MUHIDIN, 1974). Getah pepaya
tidak dijual dalam keadaan segar dan biasanya
diolah menjadi bentuk lain agar tidak cepat
rusak. Papain yang diperjualbelikan antara lain
berupa kristal kasar, amorf atau granula,
berwarna putih hingga coklat muda atau putih
keabuan, dan bersifat higroskopis oleh karena
itu perlu dihindarkan dari udara lembab dan
harus disimpan ditempat dingin (ARIEF, 1975).
Papain sukar larut dalam air dan tidak larut
dalam pelarut organik seperti alkohol, aseton,
eter dan pelarut lemak lainnya (DARYONO dan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
501
MUHIDIN, 1974), stabil hingga suhu 75
o
C
dengan suhu optimum 50-60
o
C, stabil pada pH
asam (3) hingga basa (11) dengan pH optimum
5 7.
Aplikasi enzim papain sebagai pengempuk
daging selama ini telah diketahui namun
pengaruh lama waktu perendaman pada
berbagai bentuk enzim papain belum pernah
diteliti. Tujuan penelitian adalah untuk
mendapatkan karakteristik daging kambing
betina berumur tua yang direndam enzim
papain pada berbagai konsentrasi dan lama
perendaman.
MATERI DAN METODE
Penelitiandidesainmenggunakan rancangan
petak terbagi dengan jumlah pengulangan 3
kali. Perlakuan adalah sebagai berikut: petak
utama A =lama waktu perendaman (A1 =10
menit; A2 =20 menit; A3 =30 menit; A4 =40
menit) dan B =bentuk enzim papain (B1 =
larutan enzim kristal papain komersial (anak
petak C1 =1, 2, 3 dan 4%); B2 =larutan enzim
getah pepaya (anak petak C2 =0,2, 0,4, 0,6
dan 0,8%); B3=larutan enzim kristal papain
kasar (anak petak C3 =0,1, 0,2, 0,3 dan 0,4%)
dan B4=larutan enzim kristal papain murni
(anak petak C4 =0,02, 0,04, 0,06 dan 0,08%).
Parameter pengamatan meliputi: (a) pH
(J AYARAMAN, 1981), diukur pada 45 menit
setelah kambing disembelih untuk mengetahui
penurunan nilai pH dari pH awal daging
kambing. (b) DMA (PRABOWO et al., 1994),
diukur bersamaan dengan pengukuran pH. (c)
Susut masak (PRABOWO et al., 1994). dan (d)
Keempukan (WIRAKARTAKUSUMAH, 1986).
Persiapan bahan
a. Daging kambing yang digunakan adalah
bagian paha yang diperoleh dari karkas
kambing Peranakan Etawah berumur 2,5
3 tahun. Daging kemudian dipotong-potong
berukuran (10 x 15 x 1 cm) dengan berat
sekitar 100 g.
b. Getah pepaya diperoleh dari buah pepaya
umur 2 3 bulan disadap memanjang dari
pangkal hingga ujung buah sebanyak lima
goresan. Penyadapan dilakukan pada pagi
hari (pukul 05.00 08.00). Getah pepaya
kemudian dikumpulkan ke dalam mangkuk
plastik yang selanjutnya digunakan untuk
membuat larutan getah pepaya.
c. Kristal papain kasar diperoleh dengan cara
melarutkan getah pepaya dengan alkohol
80% (perbandingan 1 : 3) kemudian
didiamkan selama beberapa jam sampai
terbentuk endapan. Selanjutnya disaring
dan dikeringkan selama 6 12 jam
menggunakan oven pengering pada suhu
50 60
o
C. Setelah itu, papain kering
dihaluskan dengan mortar dan diayak
dengan ayakan 60 mesh. Papain kristal ini
digunakan untuk membuat larutan enzim
kristal papain kasar.
Perendaman
Daging kambing yang telah dipotong-
potong direndam dalam larutan enzim papain
sebanyak 200 ml selama waktu dan konsentrasi
sesuai perlakuan. Sebagai kontrol digunakan
potongan daging kambing tanpa perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai pH
Berdasarkan analisis statistik nilai pH
daging kambing tidak dipengaruhi oleh
perlakuan, dan antara bentuk enzim papain,
konsentrasi dan lama perendaman tidak saling
berinteraksi. Nilai pH akibat perlakuan bentuk
enzim papain berkisar antara 5,29 6,00 (rata-
rata 5,73), sedangkan akibat perlakuan
konsentrasi enzim papain berkisar antara 5,25
6,03 (rata-rata 5,70), dan akibat perlakuan
waktu perendaman oleh enzim papain berkisar
antara 5,66 5,76 (rata-rata 5,73). Rata-rata
nilai pH daging kambing kontrol yang tidak
diberi perlakuan perendaman dalam larutan
enzim papain adalah 5,86, artinya daging
kambing berada dalam suasana asam. Hal ini
terjadi karena setelah ternak disembelih mulai
terbentuk asam laktat pada daging. Terhentinya
aliran oksigen karena terhentinya aliran darah
akibat penyembelihan menyebabkan ion
hidrogen yang dihasilkan dari proses glikolisis
dan siklus Tricarboxylic Acid (TCA)
digunakan untuk mengubah asam piruvat
menjadi asam laktat yang dimanifestasikan
dengan turunnya nilai pH daging (FOREST et
al. (1975).
502
Susut masak
Susut masak merupakan salah satu
parameter yang menentukan kualitas daging
masak karena menggambarkan kehilangan
bobot akibat proses pemasakan. Berdasarkan
uji statistik, perlakuan bentuk enzim papain
berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap nilai
susut masak daging kambing, sedangkan
perlakuan konsentrasi enzim papain dan lama
waktu perendaman tidak berpengaruh,
demikian pula antar perlakuan tidak saling
berinteraksi. Hasil uji Duncan pengaruh bentuk
enzim papain terhadap nilai susut masak
daging kambing disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai susut masak daging kambing akibat
perlakuan perbedaan bentuk enzim papain
Bentuk enzim papain Nilai susut masak (%)
Kristal papain komersial 45,97ab
Getah pepaya 47,49b
Kristal papain kasar 56,09c
Kristal papain murni 42,71a
Huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata
Berdasarkan hasil pada Tabel 1 tampak
bahwa penggunaan kristal papain kasar
menghasilkan nilai susut masak yang tertinggi
(56,09%) artinya daging kambing mengalami
kehilangan bobot yang lebih besar. Hal ini
kemungkinan akibat penggunaan kristal papain
kasar menyebabkan proses keluarnya cairan
dari dalam daging lebih besar dibandingkan
perlakuan bentuk enzim papain lainnya.
Tampaknya penggunaan kristal papain kasar
menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada
struktur jaringan lemak dalam daging akibat
suhu yang tinggi selama proses pemasakan,
yaitu pelelehan lemak lebih banyak sehingga
cairan lemak dan komponen nutrisi yang larut
didalamnya bersama-sama keluar dari daging.
Selain proses pelelehan lemak oleh panas,
selama pemasakan juga terjadi denaturasi
protein miofibrilair yang menyebabkan daging
kehilangan daya mengikat air dan cairan di
dalamnya (SOEPARNO, 1992). Nilai susut
masak akibat perlakuan perbedaan konsentrasi
enzim papain berkisar antara 39,34 60,27%,
sedangkan akibat perlakuan perbedaan waktu
rendam berkisar antara 47,31 48,95%. Nilai
susut masak daging kambing kontrol (tanpa
perlakuan) adalah 34,08%. Nilai susut masak
ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai
susut masak daging yang diberi perlakuan.
Tampaknya daging tanpa perlakuan relatif
tidak mengalami kerusakan struktur lemak oleh
enzim papain. Susut masak yang terjadi antara
lain adalah kerusakan struktural daging karena
proses pemasakan dengan penggunaan suhu
tinggi.
Daging dengan nilai susut masak yang
relatif rendah mempunyai kualitas yang relatif
labih baik dibandingkan dengan daging dengan
nilai susut masak yang lebih besar. Dalam
bisnis makanan, semakin tinggi nilai susut
masak daging maka semakin banyak kerugian
yang dialami oleh pengusaha. Dengan melihat
data nilai susut masak pada Tabel 1, tampak
bahwa penggunaan getah pepaya cukup
representatif digunakan karena menghasilkan
nilai susut masak sebesar 47,49% yang relatif
tidak berbeda dengan kristal papain komersial
sebesar 45,97%. Penggunaan kristal papain
murni menghasilkan nilai susut masak yang
terendah, tetapi biaya produksi untuk
menghasilkankristal papain murni
kemungkinan relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan proses untuk mendapatkan getah
pepaya dan kristal papain komersial.
Keempukan
Keempukan daging adalah salah satu faktor
penentu kualitas daging masak tanpa
mengabaikan flavor yang terbentuk. Menurut
survei penilaian konsumen dari seluruh atribut
kualitas pangan dan palatabilitas daging,
keempukan adalah hal yang paling penting
(GERELT et al., 2000; SHACKELFORD et al.,
2001). Pengukuran keempukan dengan
penetrometer menggambarkan kemampuan
penetrasi gigi ke dalam daging. Metode ini
dianggap cukup relevan. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa perlakuan bentuk enzim
papain, konsentrasi dan lama waktu
perendaman nyata (P <0,05) mempengaruhi
keempukan daging kambing. Tabel 2a 2c
menunjukkan hasil uji Duncan pengaruh
bentuk enzim papain terhadap keempukan
daging kambing.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
503
Tabel 2. Nilai keempukan daging kambing akibat
perlakuan
(a) Perbedaan bentuk enzim papain
Bentuk enzim papain
Keempukan
mm/50g/10det)
Kristal papain komersial 6,29a
Kristal papain murni 6,52a
Getah pepaya 6,98b
Kristal papain kasar 7,85c
(b) Perbedaan konsentrasi enzim papain
Konsentrasi enzim
papain (%)
Keempukan
mm/50 g/10 det)
0,02 kristal papain murni 5,65a
1,00 papain komersial 5,96ab
0,04 kristal papain murni 6,16abc
2,00 papain komersial 6,23abc
3,00 papain komersial 6,41bcd
4,00 papain komersial 6,59bcd
0,20 getah pepaya,
papain kasar
6,71cd
0,06 kristal papain murni 6,73cd
0,10 kristal papain kasar 6,91d
0,60 getah pepaya 7,09de
0,08 kristal papain murni 7,56ef
0,80 getah pepaya 7,74fg
0,40 getah pepaya, kristal
papain kasar
7,91fg
0,30 kristal papain kasar 8,28g
(c) Perbedaan lamawaktu rendamoleh enzimpapain
Lama waktu rendam oleh
enzim papain (menit)
Keempukan
mm/50g/10det)
10 6,23a
20 6,80b
30 7,18c
40 7,43c
Huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 2a tampak bahwa
penggunaan enzim papain kasar menghasilkan
nilai keempukan yang tertinggi (7,85
mm/50g/10 det) dibandingkan dengan nilai
keempukan dengan perlakuan lainnya,
sedangkan nilai keempukan daging kambing
kontrol (tanpa pemberian enzim papain) adalah
4,97 mm/50g/10 det. Tabel 2b dan 2c
menunjukkan bahwa konsentrasi enzim papain
kasar sebesar 0,30% menghasilkan nilai
keempukan daging kambing yang tertinggi
(8,28 mm/50 g/10 det) dan nilai keempukan
semakin meningkat dengan meningkatnya
waktu perendaman hingga 40 menit (7,43
mm/50g/10 det). Tampak bahwa rata-rata nilai
keempukan menjadi semakin tinggi seiring
dengan semakin besarnya konsentrasi enzim
papain dan semakin lama waktu
perendamannya. Namun demikian secara
ekonomis dalam bisnis makanan perlu
dipertimbangkan prinsip efisensi. Untuk
mendapatkan tingkat keempukan daging
kambing yang optimum adalah dengan
menggunakan enzim papain getah pepaya
(nilai keempukan 6,98 mm/50g/10 det) atau
papain komersial (nilai keempukan 6,29
mm/50g/10 det), konsentrasi 0,40% getah
pepaya (nilai keempukan 7,91 mm/50g/10 det)
atau konsentrasi 4% papain komersial (nilai
keempukan 6,59 mm/50g/10 det) dan lama
waktu perendaman 30 menit (nilai keempukan
7,18 mm/50g/10 det).
Proses pengempukan secara alamiah terjadi
karena pemecahan protein-protein daging oleh
enzim protease. Tampak bahwa penggunaan
enzim papain membantu dalam proses
pemecahan protein-protein daging yang
semakin banyak. Peningkatan nilai keempukan
daging kambing disebabkan adanya aktivitas
enzim proteolitik/protease yang memiliki
kemampuan dalam memecahkan endomiseum
yang menyelebungi serabut-serabut daging dan
menghancurkan tenunan pengikat menjadi
serabut amorf.
Keempukan daging juga dipengaruhi oleh
faktor antara lain nilai pH dan daya mengikat
air (DMA). Nilai pH yang rendah
mengakibatkan DMA makin rendah sehingga
kandungan air dalam daging semakin rendah.
Hal ini mengakibatkan daging menjadi relatif
lebih keras. Menurut TRIYANTINI et al. (1986)
nilai pH yang tinggi mengakibatkan DMA
yang semakin tinggi sehingga kandungan air
dalam daging semakin banyak dan daging
menjadi relatif lebih empuk.
504
Daya mengikat air (DMA)
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
perlakuan bentuk enzim papain menghasilkan
perbedaan (P <0,05) pada nilai DMA daging
kambing, sedangkan perlakuan konsentrasi
enzim papain dan lama waktu perendaman
tidak berpengaruh nyata, selain itu antar
perlakuan tidak menunjukkan adanya interaksi.
Pengaruh bentuk enzim terhadap nilai DMA
daging kambing dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa nilai
DMA daging kambing akibat perlakuan
perendaman enzim papain komersial
menunjukkan nilai negatif (-6,04%). Hal ini
berarti bahwa daging kambing tidak memiliki
kapasitas untuk memegang air ketika daging
diberi perlakuan perendaman oleh enzim
papain komersial. Hal ini kemungkinan dalam
enzim papain komersial mengandung kadar
garam yang dapat mengakibatkan terjadi
dehidrasi (HAMM, 1974) sehingga air keluar
dari daging akibatnya daging menjadi relatif
lebih empuk. Nilai DMA daging kambing
akibat perlakuan perbedaan konsentrasi enzim
papain berkisar antara -8,52 10,82%,
sedangkan akibat perlakuan perbedaan waktu
rendam berkisar antara 3,00 5,66%. Nilai
DMA daging kambing kontrol (tanpa
perlakuan) adalah 22,30%.
Tabel 3. Nilai daya mengikat air daging kambing
akibat perlakuan perbedaan bentuk enzim
papain
Bentuk enzim papain DMA (%)
Kristal papain komersial -6,04a
Getah pepaya 6,36b
Kristal papain kasar 9,74b
Kristal papain murni 7,27b
Huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak
berbeda nyata
Daya mengikat air (DMA) merupakan
kemampuan daging untuk mempertahankan
kandungan airnya selama mengalami perlakuan
dari luar. Nilai DMA dinyatakan dengan
persentase air yang terikat dalam daging.
Semakin besar nilai DMA maka semakin tinggi
air terikat dalam daging. Perbedaan nilai DMA
antara lain berhubungan dengan nilai pH
daging. Daya mengikat air yang tinggi terjadi
karena asam laktat yang dihasilkan dalam
proses glikolisis (perubahan glikogen menjadi
asam laktat) menyebabkan ruang antar filamen
dalam protein miofibril melebar sehingga
terjadi peningkatan diameter miofibril. Ion OH
-

dari asam laktat (CH
3
COOH) menyebabkan
filamen protein menjadi bermuatan negatif dan
terjadi tolak menolak sehingga air menjadi
terikat dan menyebabkan DMA makin besar
(SUNARLIM et al., 1996).
KESIMPULAN
Perendaman menggunakan berbagai bentuk
enzim papain menghasilkan perbedaan dalam
karakteristik keempukan, susut masak dan daya
mengikat air daging kambing betina berumur
tua, sedangkan konsentrasi pemberian enzim
papain serta lama waktu perendaman hanya
mempengaruhi nilai keempukannya.
Perendaman menggunakan enzim papain getah
pepaya konsentrasi 0,4% dengan lama
perendaman 30 menit menghasilkan
karakteristik optimum dari daging kambing
betina yang berumur tua pada tingkat
keempukan 7,18 mm/50g/10 det, nilai susut
masak sebesar 47,49%, daya mengikat air
sebesar 6,36% dan dalam kondisi asam dengan
nilai pH 5,73.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMUS. 2006. Statistik Peternakan. Dinas
Peternakan Provinsi J awa Barat, Bandung.
ARIEF. 1975. Papain. Bull. Biokimia (1).
DARYONO, M. Dan MUHIDIN, D. 1974. Penentuan
aktivitas dan produksi papain kasar tiap buah
dari beberapa varietas pepaya. Bull. Penelitian
Horticultura 6: 4.
FORREST, R., E.D. ABERLE, H.B. HENDRICK, M.D.
J UDGE and R.A. MERKELL. 1975. Principle of
Meat Science. W.H. Freeman and Co., San
Fransisco.
GERELT, B., IKEUCHI, Y. and SUZUKI, A. 2000. Meat
tenderization by proteolitic enzymes after
osmotic dehydration. Meat Sci. 56: 311 318.
HAN, J ., J .D. MORTON, A.E.D. BEKHIT and J .R.
SEDCOLE. 2009. Pre-rigor infusion with
kiwifruit juice improves lamb tenderness.
Meat Sci. 82: 324 330.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
505
HAMM, R. 1974. Water holding capacity of meat.
Proc. of the 21
st
Easter School in Agricultural
Science. University of Nothingham,
Butterworths.
J AYARAMAN, J . 1981. Laboratory Manual in
Biochemistry. Wiley Eastern Limited, New
Delhi.
KALK. 1975. Magnetic Relaxation in Protein Studies
of Papain. Groningen
LAWRIE, R.A. 1991. Meat Science. Fifth edition.
Pergamon Press, Oxford.
MUCHTADI, T.R. dan SUGIYONO. 1992. Petunjuk
Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. PAU Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
PRABOWO, A., R. SUNARLIM, A. DJ AJ ANEGARA dan
K. DIWYANTO. 1994. Assessment of Carcass
Quality and Meat Market Potential of
Imported Sheep from Australia. Balitnak,
Ciawi, Bogor.
SCHENKOVA, N., SIKULOVA, M., J ELENIKOVA, J .,
PIPEK, P., HOUSKA, M., and MAREK, M. 2007.
Influence of high isostatic pressure and papain
treatment on quality of beef meat. High
Pressure Res. 27: 163 168.
SETIYONO. 1987. Hubungan Kualitas Fisik dengan
Komposisi Kimia Karkas dan Daging Domba
J antan yang Diberi Pakan dengan Level
Energi yang Berbeda. Laporan Penelitian
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
SHACKELFORD, S.D., T.L. WHEELER, M.K. MEADE,
J .D. REAGAN, B.L. BYRNES and M.
KOOHMARIE. 2001. Consumer impressions of
tender select beef. J . Anim. Sci. 79: 2605
2614.
SOEPARNO. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
SUNARLIM, R., H. SETIYANTO dan SUGIARTO. 1996.
Penambahan tepung bungkil kedelai dan
sodium tripolifosfat dalam rangka peningkatan
gizi dan mutu bakso. Pros. Seminar Nasional
Peternakan dan Veteriner. Cisarua, 7 8
Nopember 1995. Puslitbang Peternakan,
Bogor. hlm. 855 861.
SUNARLIM, R., TRIYANTINI dan B. SETIADI. 2004.
Penggunaan stimulasi listrik pada kambing
lokal terhadap mutu daging selama
penyimpanan suhu kamar. Pros. Seminar
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4
5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan,
Bogor. hlm. 427 432.
TRIYANTINI, R. SUNARLIM, J . DHARMA dan T.P
INDRARMONO. 1986. Pengaruh macam daging
dan lama pelayuan terhadap mutu bakso sapi.
Pros. Seminar Nasional LIPI 7: 359 364.
WEIR, C.E. 1983. The science of Meat and Meat
Product. Amer. Meat. Inst. Found. Reinhold
Publ. Co. New York.
WIRAKARTAKUSUMAH, M.A. 1986. Studi Pengaruh
Penanganan Prapenyimpanan dan
Penyimpanan Beku terhadap Mutu Daging
Kodok. J urusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
WHYTES, J .R. and W.R. RAMSAY. 1981. Beef
Carcass Composition and Meat Quality.
Quensland.


DISKUSI
Pertanyaan:
1. Apakah yang dimaksud kambing tua? Apakah umur 2,5 3 tahun sudah termasuk tua?
2. Apakah ada ukuran tingkat keliatan daging?
3. Makin liat, apakah dibutuhkan lama dan konsentrasi lebih dari papain?
4. Berapa maksimum penggunaan papain tanpa mempengaruhi rasa?


506
Jawaban:
1. Kambing yang berumur 2,5 3 tahun memang belum dianggap belum sepenuhnya tua sekali
(umumnya di atas 4 5 tahun) tetapi daging kambing dengan umur tersebut dagingnya sudah
alot/liat tidak seperti daging dari kambing umur kurang dari 1 tahun.
2. Ukuran keliatan daging, menurut PEARSON (1985) pengukuran Warmer Blatzer Shear ada 3
kategori yaitu kategori empuk dengan skala 0 3, cukup empuk 3 6 dan alot skala 6 11.
Lebih dari skala 11 tidak dapat dikunyah/dimakan (oleh manusia).
3. Semakin alot sebaiknya dipergunakan lama waktu perendaman dengan konsentrasi yang tidak
terlalu tinggi karena jika terlalu tinggi konsentrasi papain akan menyebabkan pahit.
4. Maksimum penggunaan papain tanpa mempengaruhi rasa pada saa penelitian tidak
dilakukan, namun prinsipnya konsentrasi penggunaan harus dibatasi agar tidak pahit (papain
komersial < 5% dan papain getah pepaya <0,8% dan kristal papain murni < 0,08%).

Anda mungkin juga menyukai