Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL

PENGARUH POLITIK, DESENTRALISASI DAN KEARIFAN LOKAL


(LOCAL WISDOM) TERHADAP PROSES PENGAMBILAN
KEPUTUSAN DAN KEBIJAKAN PEMERITAH DAERAH KOTA PALU
SULAWESI TENGAH


Di ajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah






Oleh:
ZAINUDIN
I. 102 13 091





PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
2014





BAB 1
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang kaya akan budaya (tradisi). Kata kebudayaan berasal
dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata buddhi yang
berarti budi atau akal. Kebudayaan di artikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan
budi atau akal. Soerjono Soekanto (1990), mengatakan dengan budaya (tradisi) yang
dimilikinya masyarakat dapat mewujudkan segala kaidah-kaidah, norma-norma dan nilai-
nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya dan
kebijakan di pemerintahan khususnya.
Kemudian nilai-nilai tradisi lokal tersebut di adaptasi dalam konstitusi nasional, itu
terbukti ketika adanya aturan mengenai desentralisasi yang memberikan kewenangan lebih
kepada pemerintah daerah untuk mengatur pemerintahannya sendiri, termasuk
mengembangkan nilai-nilai kearifan local (local wisdom) dalam sistem pemerintahan, karena
titik berat sistem pemerintahan desentralisasi di Indonesia ialah bagaimana daerah sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai rumah tangga sendiri dengan perkataan lain,
kehidupan Kemasyarakatan I ndonesia di kembangkan melalui tingkat lokal, yakni melaui
pembangunan dan pengembangan Daerah-daerah Tingkat II. Kemudian kewenangan tersebut
berujung pada lahirnya beberapa Undang-Undang yang mengatur tentang otonomi daerah,
misalnya diantaranya:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1Tahun 1957,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974, Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Thaun 2004.
Dalam bidang pemerintahanpun muncul istilah-istilah, seperti, istilah anggaran
partisipatif, ini bukanlah sesuatu yang baru dalam bidang politik, karena istilah ini
merupakan proyek demokrasi yang menjelma dalam kebijakan desentralisasi atau lebih
khususnya bidang otonomi daerah (Salahudin, 2012). Sehinggabudaya (tradisi) dan politik
jelas tidak pernah bisa terpisahkan dalam tataran kehidupan manusia. Karena memang kedua
unsur tersebut merupakan kebulatan yang sudah tersusun dalam sebuah sistem yang saling
terangkai antara satu sama lain. Ketika budaya (tradisi) itu di artikan dalam bahasa latin
sebagai colere yang berarti pemeliharaan dan pengolahan (Soerjono Soekanto, 1990),
maka politik sebagai subjek dari budaya (tradisi) itu sendiri. Walaupun dalam konteks
kenegaraan politik selalu di pandang sebagai sebuah metode bagaimana memperoleh dan
mempertahankan legitimasi kekuasaan (authority), yang cenderung menuju kediktatoran
(Niccollo Macchievelli (1513), dalam Imam Hijadat, 2009), namun demikian ketika politik di
jalankan dengan kebijaksanaan (wisdom) sebagai cerminan budaya (tradisi) lokal, mungkin
pandangan tersebut akan beralih pada nilai-nilai politik yang sebenarnya yaitu tingkah laku
yang menjadi sistem: budaya, keuasaan dan,kebijakan serta kebijaksanaan kebijaksanaan
(wisdom).

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di ketahui bahwa kewenangan lebih yang
dilimpahkan pemerintah pusat (konsentratif) kepada pemerintahan daerah melaui sistem
desentralisasi (dekonsentratif) yang berujung pada kebijakan otonomi daerah ditambah
dengan penguatan local wisdom (pemberdayaan kearifan lokal) serta pergerakan politik dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijkan pemerintah Daerah Kota Palu
Sulawesi tengah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai :
1. Bagaimana pengaruh politik terhadap kearifan lokal (local wisdom) dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintah Daerah Kota Palu
Sulawesi tengah ?
2. Bagaimana strategi-strategi pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan
Pemerintah Daerah Kota Palu Sulawesi Tengah dalam dunia politik ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah :
1. Untuk mengetahui pengaruh politik terhadap kearifan lokal (local wisdom) dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Kota Palu
Sulawesi Tengah
2. Untuk mengetahui strategi-strategi pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan
Pemerintah Daerah Kota Palu Sulawesi Tengah.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Bagi Universitas
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat untuk Universitas Tadulako
Palu, khususnya di Jurusan Magister Administrasi Publik serta dapat memberikan
sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pemberdayaan
kearifan lokal (local wisdom) dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan lebih
lanjut.
b. Manfaat Bagi Masyarakat
Kemudian penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi tentang arti
penting dan manfaat dari adanya politik dan pemerintahan yang baik (good governance)
melalui pemahaman tentang kearifan lokal itu sendiri demi kesejahteraan masyarakat
banyak.
c. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini juga di harapakan dapat memberikan pemahaman bagi peneliti sendiri
tentang arti penting serta pengaruh nilai-nilai etika lokal yang demokratis dalam proses
pembuatan serta pengambilan keputusan, yang mengutamakan asas-asas bermusyawarah.
Serta betapa pentingnya partisipasi masyakat dalam APBD demi kemakmuran bersama.
Kemudian penelitian ini juga dapat melatih peneliti sebagai Mahasiswa Jurusan Magister
Administrasi Publik cerdas, yang mensinergikan antara ide dan aksi, karena aksi tanpa ide
maka sia-sia jadinya, sebaliknya ide tanpa aksi atau dalam hal ini (Observasi) turun langsung
lapangan maka akan sia-sia pula.
1.5 Devinisi Istilah
a. Politik merupakan system kekuasaan pemerintahan yang dijalankan dan dipegang oleh
kaum Aristokrat (kaum bijak) yang di pilih lewat keputusan bersama, dan di dalamnya
tidak ada kediktatoran (Plato, (427-347 SM).
b. Desentralisasi adalah proses pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke
pemerintahan yang lebih rendah serta beberapa pelimpahan wewenang dari pemerintahan
ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi (Salahudin, 2012).
c. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan budaya dan tradisi masyarakat lokal yang di
tuangkan dalam bentuk aturan yang didalamnya terdapat norma-norma dan nilai-nilai
moral.



















BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Devinisi Politik, Desentralisasi, dan Kearifan Lokal (local wisdom)
Dilihat dari sisi etimologi, kata politk berasal dari bahasa Yunani, yakni polis yang
berarti kota yang berstatus negara kota (city state). Segala aktifitas yang dijalankan polis
untuk kelestarian dan perkembangannya disebut politike techne (politika). Berdasarkan
pengertian di atas, maka secara umum bisa di katakana bahwa poilitik pada hakikatnya the
art and science of government atau seni dan ilmu pemerintahan (Imam Hijadat, 2009).
Kemudian politik juga diartikan sebagai kegiatan dalam suatu Negara (state) yang berkaitan
dengan masalah kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan
public (public policy), dan alokasi atau distribusi (alloction or distribution) (Miriam
Buadiardjo, 2008).
Sesungguhnya konsep utama yang sangat krusial dalam dalam politik adalah
kekuasaan hal ini tidak mengherankan ketika adanya pendapat yang mengatakan politik di
anggap identik dengan kekuasaan (Niccolo Macchiavelli, 1514 dalam Imam Hidajat, 2009).
Kekuasaan dalam politik sebenarnya merupakan suatu konsep yang sangat di pertentangkan
karena merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu konsensus, karena pada umunya,
kekuasaan adalah kemampuan seseorang pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang
pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang
mempunyai kekuasaan. Kemudian definisi serupa juga di rumuskan oleh seseorang ahli
kontemporer, Barbara Goodwin, 2003 dalam Miriam Budiardjo, 2008:
kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang
oleh yang bersangkutan tidak akan di pilih, seandainya ia tidak dilibatkan dengan kata lain
memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.
Sistem Desentralisasi seperti yang telah disampaikan dimuka merupakan proses
pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintahan yang lebih rendah serta
beberapa pelimpahan wewenang dari pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi
(Salahudin, 2012). Sistem desentralisasi yang telah menjadi pelopor kebijakan di
pemerintahan Indonesia sekarang adalah sistem desentralisasi social kerakyatan (societal,
komunal) fungsional, tidak lagi sistem desentralisasi teritorial atau dengan kata lain bahwa
sistem desentralisasi yang di anut sekarang adalah bagaimana masyarakat yang terbentuk
dalam sebuah kesatuan hukum ( bukan kesatuan wilayah hukum) yang mempunyai batas
wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri (Slamet Prajudi Atmosudirdjo, 1989). Dengan perkataan lain lagi,
kehidupan Kemasyarakatan Indonesia di kembangkan pada tingkat lokal, yakni melalui
pembangunan dan pengembangan Daerah-daerah Tingkat II.
Pada teori-teori administrasi Negara pada Tingkat Kabupaten yang telah di paparkan
di muka pada dasarnya merupakan prinsip dari nilai-nilai desentralisasi itu sendiri atau kita
sebut saja sebagai Otonomi Daerah yang dimana sesuai dengan Pasal II, Undang-undang
nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, Titik berat Otonomi
Daerah di letakkan pada Daerah Tingkat II.
Prinsip-prinsip Otonomi daerah secara jelas hendak mengedepankan cita-cita
penegakkan prinsip-prinsip demokrasi, keunggulan lokal keberagaman, prinsip partisipasi
masyarakat, desentralisasi administrative maupun politik di tingkat lokal serta berkemampuan
mengatasi persoalan riil di lapangan (Medekhan Ali, 2007 dalam Salahudin, 2012).
Desentralisasi di harapakan dapat menghasilakan dua manfaat nyata, yaitu yang
pertama mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam
pembangunan, serta mendorong pemerataan serta hasil-hasil yang tersedia di masing-masing
daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran
pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki
informasi yang paling lengkap (Mardiasmo, 2004). Desentralisasi juga dianggap sebagai
strategi baru dalam pengelolaan anggaran daerah. Strategi ini membawa konsekuensi untuk
menerapkan tatakelola pemerintahan yang baik, yang diistilahkan sebagai konsep good
governance. Good governance mengharuskan adanya keseimbangan sektor dalam
pengelolaan pemerintahan, khususnya pengelolaan keuangan daerah (APBD). Sektor yang
dimaksudkan yakni: pemerintah (state), masyarakat (civil society), dan pengusaha (swasta)
Word Bank, 1997 dalam Salahudin, 2012.
Kata Kearifan lokal (local wisdom) pada mulanya di artikan sebagai tradsi, etos
(etika) lokal yang baik. Memang seraca harfiahnya istilah kearifan berasal dari kata arif
yang berarti berpikir bijak, pandai dan cendikia serta di ataptasi dari perspektif agama-agama
di Indonesia. Sejalan dengan pendapat Abdurrchman Wahid, 1994 dalam Imam Hidajat,2009,
bahwa hubungan Negara dan agama dalam wajah pembangunan masih menunjukan
hubungan yang manipulatif.
Di satu pihak agama mendorong masyarakat untuk melakukan pembatasan anak demi
kesejahteraan dan menjaga stabilitas, tetapi di pihak yang lain peranan agama masih
suplementer, sehingga bukan penentu jalannya roda pemerintahan. Akibatnya, nilai-nilai
moral termarginalisasi oleh pandangan utilitarianisme, yaitu pandangan yang menganggap
apa yang
membawa manfaat di anggap hal yang baik, terlepas apakah bertentangan dengan prinsip ,
nilai-nilai moral agama. Artinya Kearifan Lokal (local wisdom) lahir karena adanya krisis
moral yang terjadi dalam masyarakat Nasional. Sehingga melanjutkan pendapat diatas agar
ada usaha pemerintah yang serius dengan langkah yang sistematis untuk menjadikan isu
moralitas sebagai basis legitimasi kekuasaan.
Kearifan Lokal (local wisdom) adalah budaya atau tradisi baik masyarakat yang ada
di berbagai daerah. Tiap daerah pasti memiliki kearifan local. Dari sekian banyak kearifan
lokal yang dimilki Indonesia, 99% yang menjunjung tinggi moralitas, seperti misalnya di
Daerah Bima dan Dompu terdapat kearifan lokal yang menjunjung tinggi moralitas dan nilai-
nilai agung, yakni Maja Labo Dahu (Malu dan Takut) (Salahudin 2012). Makna kearifan
lokal tersebut ialah sebagai insan manusia harus memiliki perasaan malu dan takut, Malu
dan takut ketika mengambil milik orang lain dan selalu merasa berdosa ketika berada di luar
jalan allah SWT..
2.2 Peranan Politik, Desentralisasi, dan Kearifan Lokal
Pada dasarnya ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, ide-ide atau norma-norma,
kepercayaan atau keyakinan, suatu Weltanschauung, yang dimiliki seseorang atau
sekelompok orang atas dasar mana ia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan
problematika politik yang dihadapinya dan yang menentukan perilaku politiknya. Ideologi
politik mencakup pembahasan dan diagnose, serta saran-saran (prescription) mengenai
bagaiamana mencapai tujuan ideal itu (Mariam Budiardjo, 2008). Sehingga prinsip ideal dari
politik itu sendiri seperti yang telah di sampaikan di muka adalah politic is powe,r (Niccolo
Macchiavelli, 1513 dalam Imam Hidajat, 2009).
Sehinggga dapat dipastikan bahwa politik itu sebagai media untuk mendapatkan serta
mempertahankan kekuasaan. Definisi dan fungsi serta peranan politik terus berkembang
seiring perkembangan zaman, pada pemikiran klasik contohnya, menganggap politik sebagai
suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik, sehingga menurut
pandangannya bahwa politik dapat menciptakan kehidupan manusia yang bahagia karena
memiliki peluang untuk mengembangankan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang
akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Politik dalam bentuk paling baik
adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (Mariam Budiardjo,
2008). Berbeda halnya ketika kita berbicara peranan serta fungsi politik dalam perspektif
modern yang mana menganggap poiltik sebagai proses-proses dalam pemerntahan dan
masyarakat yang berintikan aktifitas kompetisi dan kerjasama dalam memupuk dan
menggunakan kekuasaan, serta didalamnya terdapat suatu sistem yang absolute atau mutlak
(kediktatoran), dan satu-satunya jalan untuk
mencapai suatu sistem kekuasaan tersebut dengan cara melaksanakan revolusi (M.
Hutauruk dalam Imam Hidajat, 2009).
Desentralisasi secara umum mempunyai perananan penting dalam perkembangan
pembangunan daerah. Seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa sistem desentralisasi
idealnya sebagai proses perencanaan program dan penganggaran pembangunan yang dimana
masyarakat dapat berpartisipasi langsung dalam penyusunan APDB daerahnya sendiri.
Karena untuk mencapai tujuan utama dalam sistem desentralisasi tergantung kepada
partisipasi masyarakat dalam proses perncanaan program dan pengangaran pembangunan
(Salahudin, 2012). Sehingga dapat analisa dengan jelas bahwa sistem desentrlisasi ini sebagai
sebuah paradigm pengelolaan anggaran daerah, dari pengelolaan yang mengedepankan sistem
top-down menuju pengelolaan bottom-up. Hal ini menggambarkan adanya kinginan kuat
untuk memposisikan masyarakat sebagai subjek dan objek kebijakan anggaran (APBD).
Esensi dari desentralisasi adalah terwujudnya efektitas dan efisiensi penyelenggaraan
pemerintah untuk masyarakat (pelayanan publik). D.Juliantara, 2006 dalam Salahudin (2012)
menguraikan beberapa hal penting berkaitan dengan desntralisasi kerakyatan, seperti berikut
ini:
1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu kepada kepentingan publik (public
oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk
kepentingan publik , tetapi juga terlihat pada besarnya perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan keuangan daerah.
2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umunya dan anggaran daerah
pada khusunya.
3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait
dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KHD, Sekda dan perangkat daerah lainnya.
4. Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan penglolaan uang
daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan
akuntabilitas.
5. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KHD, dan PNS Daerah, baik ratio
maupun dasar pertimbangannya.
6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi
tahunan.
7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional
8. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah, laporan keuangan, peran DPRD dan
akuntanpublik dalam pengawasan, pemberian opini dan ranting kinerja anggaran, dan
trasparansi informasi anggaran publik.
9. Aspek pembinaan dan pengawasan meliputi batasan dan pembinaan peran asosiasi, dan
peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintahan
daerah.
10.Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran
yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebaluasan
informasi sehingga memudahkan pelaporan dan pengenadalian, serta mempermudah
mendapatkan informasi.
Kemudian Kearifan lokal secara umum di jadikan sebagai sebuah slogan dalam suatu
daerah tertentu untuk memperkokoh nilai-nilai serta norma-norma yang telah ada. Seperti
yang telah disampaikan di muka kearifan lokal merupakan sifat kebijaksanaan yang memang
sudah ada dan tertanam dalam bilik hati setiap manusia sejak ia masih dalam kandungan.
Kebijaksanaan meliputi sifat wibawa manusia yang lahir dari rasa kasih sayang terhadap
orang lain serta rasa memiliki yang begitu besar. Misalnya seperti istilah kebijaksanaan
dalam pemerintah artinya penguasa atau pejabat pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan
harus bersikap bijaksana dimana satiap kebijakan harus memihak kepada masyarakat. Tidak
ada tendensi individu maupun politik dalam pngambilan keputusan serta kebijakan
pemerintah.



































BAB III
METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal yang tidak di tentukan dan bertempat di
Kantor Pemerintah Daerah Kota Palu Sulawesi Tengah.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan survei.
Metode eksperimen adalah pengujian hipotesa untuk mengetahui hubungan sebab akibat,
penelitian yang pelaksanaanya memerlukan konsep dan variabel yang jelas dan cermat dalam
proses (Observasi) langsung lapangan. Sedangkan metode survei menurut Adianshari (2012)
dalam Wahyuningtyas (2006), metode survei yaitu metode yang dilakukan dengan
mengadakan kegiatan pengumpulan dan penyusunan data, analisa dan interpretasi yang
bertujuan membuat deskripsi tentang penelitian pada saat kegiatan berlangsung dan teknik
pengambilan data dilakukan dengan observasi secara langsung dilapangan. Menurut Marzuki
(1983) dalam Wahyuningtyas (2006), Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang diselidiki.
3.3 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah Pendekatan Penelitian Kualitatif.
Dalam pelaksanaanya, peneliti tidak mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan yang
dibangun didasarkan pada saling kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti melakukan
hubungan dengan yang diteliti secara intensif. (Jonathan, 2009).
Pendekatan Kualitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek
penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi
variable masing-masing dan pemahaman dari luar (outward). Reliabilitas dan validitas
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena
kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian. Maka Pendekatan
Kualitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke
lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan
aspek-aspek kecenderungan, non perhitungan numerik, situasional deskriptif, interview
mendalam,analisis isi, bola salju dan story (Lucas, 2009).
3.4 Teknik Pengambilan Data
3.4.1 Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan dicatat untuk
pertama kalinya. Data primer ini dapat diperoleh langsung dari pencatatan hasil observasi,
wawancara dan partisipasi aktif (Marzuki, 1991) dalam Haryanto (2007).
Data primer dalam penelitian ini meliputi:
1. Pembuatan Keputusan
2. Kebijakan
3. Kearifan Lokal
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah diolah oleh pihak lain (Adianshari, 2012) dalam
Haryanto (2007). Atau data yang diperoleh secara tidak langsung, melainkan berasal dari
orang kedua. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan data dari bahan bacaan dan instansi
yang terkait. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi:
1. Pengaruh Politik
2. Dokumen lain yang berhubungan dengan kebijakan serta pembuatan
keputusan


3.5 Penentuan Stasiun Pengamatan
Penentuan stasiun dan lokasi pengambilan data diawali dengan wawancara untuk
mengetahui keadaan dan lokasi lapang secara umum, kemudian dilanjutkan dengan
perencanaan pembuatan denah stasiun pengamatan. Adapun denah penelitian dapat dilihat
pada gambar 5. berikut.
Pemukiman
Kantor Camat

Kantor Pemda

Gambar 5. Denah penelitian
Keterangan:
Pemukiman dalam hal ini rumah penduduk merupakan Objek pertama sebagai media untuk
menggali informasi mengenai partispasi kebijakan.
Kantor Camat merupakan miniature Pemerintah Daerah dalam lingkup Kecamatan yang
berdekatan dengan pemukiman penduduk.
Kantor Pemerintah Daerah Palu yang terletak di antara Pemukiman Penduduk, yang
jaraknya sekitar 45 KM dari Kantor Camat.










DAFTAR PUSTAKA


Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hidajat, Imam. 2009. Teori-teori Politik. Setara Press. Malang.
Salahudin. 2012. Korupsi Demokrasi dan Pembangunan Daerah. Lembaga Anti Korupsi Pro
Otonomi Daerah Bima, Dompu, Sumbawa (LAPINDA BIDOS) NTB Bekerjasama dengan
Buku Litera. Yogyakarta. tanggal 11 juni 2012.

Anda mungkin juga menyukai