(ln
+ +
+ + E =
p q n
d n
p n , (1)
dengan:
\
| +
= _ (2)
Daerah Penolakan :
Tolak H
0
jika nilai
2
15 ; 05 , 0
2
_ _ >
hitung
Tabel 3. Uji Barlett Sphericity
Barletts Test of Sphericity Approx. Chi- Square 126,961
Df 15
P-value 0,000
2
15 ; 05 , 0
_
24,996
Hasil uji Barletts di atas dapat diketahui, bahwa nilai
2
hitung
_ sebesar 126,961 lebih
besar dari nilai
2
15 ; 05 , 0
_ . Berdasarkan hipotesis di atas dapat diambil keputusan untuk menolak
H
0
, sehingga dapat disimpulkan bahwa matriks korelasi tidak membentuk matriks identitas
atau dapat diartikan antar variabel respon dalam penelitian ini saling berkorelasi. Sehingga
analisis multivariat dapat digunakan pada penelitian ini.
7
4.2.2 Pemilihan Model dengan Kriteria AICc
Model regresi yang dibentuk adalah model regresi dengan melibatkan kombinasi dari
variabel variabel prediktor. Mulai dengan penggunaan satu variabel prediktor sampai tiga
belas variabel prediktor. Untuk mendapatkan model regresi multivariat terbaik digunakan
kriteria AICc. Sebelum menghitung nilai AICc, dilakukan regresi secara parsial beberapa
variabel. Dimana variabel prediktor yang tidak signifikan tidak digunakan dalam menghitung
AICc. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan kombinasi model yang lebih sedikit.
Berdasarkan variabel prediktor yang signifikan terbentuk 15 macam kombinasi model
dengan variabel prediktor yang digunakan adalah usia (X
2
), tipe gejala klinis penyakit kusta
(X
3
), penghasilan (X
6
) dan sebelum serta setelah didiagnosa kusta (X
7
) dan
menghubungkannya dengan variabel respon yaitu kerja sama (Y
1
), akomodasi (Y
2
), asimilasi
(Y
3
), konflik (Y
4
), daya saing (Y
5
) dan Kontravensi (Y
6
). Melalui perhitungan AICc,
diperoleh nilai AICc minimum sebesar 447,429 dengan variabel prediktor yang berpengaruh
adalah variabel X
2
, X
3
dan X
7
.
4.2.3 Penaksiran Parameter
Untuk mendapatkan model regresi multivariat yang menggambarkan hubungan antara
variabel prediktor dan respon perlu dilakukan estimasi parameter. Hasil estimasi parameter
model regresi multivariat disajikan dalam Tabel 4 yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Estimasi Parameter Model
Parameter 1
Y
2
Y
3
Y
4
Y
5
Y
6
Y
0
|
,002 -,014 -,001 -,011 ,005 ,009
3
1
+ + = Y
diagnosa 51 , 0 tipe 04 , 0 usia 014 , 0 979 , 3
2
+ + = Y
diagnosa 93 , 0 tipe 005 , 0 usia 001 , 0 072 , 4
3
+ = Y
diagnosa 346 , 0 tipe 078 , 0 usia 011 , 0 062 , 2
4
+ = Y
diagnosa 19 , 1 tipe 075 , 0 usia 005 , 0 785 , 3
5
+ = Y
diagnosa 68 , 0 tipe 53 , 0 usia 009 , 0 408 , 3
6
+ + = Y
Model di atas, dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi interaksi sosial (kerja sama,
akomodasi, asimilasi, konflik, daya saing, dan kontravensi) pada penderita kusta di
Kecamatan Brondong Lamongan adalah usia, tipe gejala klinis penyakit kusta (PB atau MB)
dan diagnosa (sebelum dan sesudah didiagnosa menderita kusta). Sedangkan faktor faktor
lain seperti jenis kelamin, pendidikan, dan penghasilan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap interaksi sosial.
Model pertama dapat diinterpretasikan bahwa penyakit kusta dapat memberikan
pengaruh negatif pada keikutsertaan organisasi maupun kegiatan yang melibatkan banyak
orang. Seseorang yang telah didiagnosa menderita kusta (dummy bernilai 1), interaksi
sosialnya (kerja sama) akan turun sebesar 0,86 jika faktor lain seperti usia dan tipe gejala
klinis penyakit kusta tidak mengalami perubahan. Sedangkan interaksi sosial (kerja sama)
untuk penderita kusta dengan tipe MB (dummy bernilai 0) jika usia sebesar 1 tahun, maka
interaksi sosial (kerja sama) akan bernilai sebesar 2,236. Nilai 2,236 diperoleh dari
8
) 1 ( 86 , 0 ) 0 ( 01 , 1 ) 1 ( 002 , 0 094 , 3
1
+ + = Y . Sedangkan untuk tipe PB (dummy bernilai 1), kerja
samanya akan bernilai 3,246. Yang artinya seseorang dengan menderita kusta tipe PB akan
lebih banyak berinteraksi bila dibandingkan dengan seseorang yang terkena kusta tipe MB.
Untuk model lainnya dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama seperti model
sebelumnya.
4.2.4 Uji Signifikansi Parameter
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji signifikansi parameter yang bertujuan
untuk mengetahui apakah parameter berpengaruh secara signifikan dalam model. Uji
signifikansi parameter dimulai dari uji secara serentak, kemudian dilanjutkan dengan uji
parsial. Pengujian secara serentak dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah secara
keseluruhan parameter signifikan dalam model.
Hipotesis:
H
0
:
76 36 26 72 32 22 71 31 21
... | | | | | | | | | = = = = = = = = = = 0
H
1
:
Minimal ada satu 0 =
qp
|
Statistik Uji:
'
y y n
hitung
=
+
= A
Y Y'
Y X' ' Y Y'
H E
E
(3)
Daerah penolakan :
Tolak H
0
jika
1 , , ,
A s A
q n q p hitung o
.
Pada pengujian hipotesis diperoleh nilai Wilks Lambda sebesar 0,365 yang lebih
kecil dari nilai
96 , 3 , 6 , 05 , 0
A yaitu 0,734 maka keputusannya adalah menolak H
0
yang berarti
minimal ada satu parameter yang signifikan berpengaruh terhadap model. Besarnya
hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor diperoleh dari nilai
635 , 0 365 , 0 1
2
= =
A
q . Nilai
2
A
q
sebesar 0,635 berada pada interval 0 dan 1. Nilai
2
A
q
Semakin mendekati 1 berarti hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor
semakin erat.
Untuk mengetahui apakah model regresi multivariat yang diperoleh layak digunakan
atau tidak, untuk itu dilakukan pengujian terhadap parameter model secara parsial. Pengujian
ini bertujuan untuk melihat pengaruh setiap variabel prediktor terhadap variabel-variabel
respon secara parsial.
Hipotesis yang digunakan sebagai berikut:
- Variabel usia penderita kusta (X
2
)
H
0
: 0
26 25 24 23 22 21
= = = = = = | | | | | |
H
1
: Minimal ada satu 0 =
qp
|
: 0,05
- Variabel dummy untuk tipe gejala klinis penyakit kusta MB atau PB (X
3
)
H
0
: 0
36 35 34 33 32 31
= = = = = = | | | | | |
H
1
: Minimal ada satu 0 =
qp
|
: 0,05
- Variabel dummy sebelum atau setelah didiagnosa menderita kusta (X
7
)
H
0
: 0
76 75 74 73 72 71
= = = = = = | | | | | |
H
1
: Minimal ada satu 0 =
qp
|
: 0,05
9
Tabel 4. Hasil Perhitungan Wilks Lambda
Wilks Lambda
98 , 1 , 6 , 05 , 0
A
P-Value
X
2
0,828 0,8751 0,007
X
3
0,815 0,8751 0,004
X
7
0,542 0,8751 0,000
Tabel 4 merupakan hasil pengujian parameter secara parsial dengan menggunakan
statistik uji Wilks Lambda, dimana nilai Wilks Lambda dari masing-masing variabel kurang
dari nilai
98 , 1 , 6 , 05 , 0
A . Sesuai dengan hipotesis yang ada, maka diambil keputusan untuk
menolak H
0
. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel berpengaruh secara
signifikan terhadap interaksi sosial (kerja sama, akomodasi, asimilasi, konflik, daya saing,
dan kontravensi) dan ketiga variabel tersebut adalah variabel usia penderita kusta, variabel
dummy untuk tipe gejala klinis penyakit kusta, dan variabel dummy sebelum atau setelah
didiagnosa menderita kusta.
4.2.5 Uji Asumsi Residual
Setelah dilakukan estimasi parameter model langkah selanjutnya yaitu pengujian
asumsi residual. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi adalah normal multivariate, identik,
dan independen.
Normal Multivariat
Salah satu asumsi model regresi multivariat adalah matriks residual berdistribusi
normal multivariat dengan pengujian sebagai berikut :
Hipotesis:
H
0
: Residual data berdistribusi normal multivariat
H
1
: Residual data tidak berdistribusi normal multivariat
Setelah dilakukan pengujian distribusi normal multivariat dengan membuat q-q plot
dari nilai
2
i
d , diperoleh nilai
2
i
d yang kurang dari
2
5 , 0 ; p
_
sebanyak 51% maka keputusan
yang diambil adalah gagal menolak H
0
. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada residual
memenuhi asumsi distribusi normal multivariat.
Identik
Setelah melakukan pengujian asumsi ditribusi normal multivariat, asumsi lain yang
harus dipenuhi adalah matrik varian kovarian residual yang homogen. Untuk pengujian
matriks varian kovarian residual dilakukan pengujian dengan menggunakan statistik uji
Boxs M (Morrison, 2005).
Hipotesis:
H
0
: = = = = = =
6 5 4 3 2 1
H
1
: minimal ada satu
l k
E = E untuk l k =
Hasil pengujian kehomogenan matrik varian kovarian dengan menggunakan Boxs
M didapatkan nilai u sebesar 120,681, karena nilai u <
) 1 6 ( 6 ) 1 6 (
2
1
, + o
_ maka diambil keputusan
gagal menolak H
0
. Sehingga dapat disimpulkan matriks varians-kovarian residual data
homogen.
Independen
Pengujian asumsi residual selanjutnya, selain asumsi residual berdistribusi normal
multivariat, matrik varian kovarian residual data homogen dan asumsi residual data bersifat
10
independent (saling bebas) juga harus dipenuhi. Pengujian asumsi residual data bersifat
independent ini dilakukan menggunakan uji Bartlett Spericity (Morrison, 2005)
Hipotesis :
H
0
: R=I
H
1
: RI
Hasil pengujian independen pada matriks varians dengan menggunakan Bartlett
Spericity diperoleh nilai
2
hitung
_ sebesar 87,165, karena nilai
( )
2
2 / 1 6 6 , 05 . 0
2
> _ _
hitung
maka diambil
keputusan untuk tolak H
0
. Sehingga dapat disimpulkan matriks varians-kovarian residual
dependen. Hal ini berarti ada kecenderungan kesamaan jawaban antara responden satu
dengan yang lain dalam hal interaksi sosial.
4.2.6 Uji Berpasangan 2 Sampel t
Uji berpasangan ini dilakukan untuk mengetahui apakah antara sebelum dan sesudah
didiagnosa kusta untuk interaksi sosial penyandang kusta berbeda atau tidak. Uji
berpasangan dilakukan pada masing-masing dimensi interaksi sosial. Hipotesis yang
digunakan sebagai berikut :
H
0
:
2 1
=
H
1
:
2 1
=
: 0,05
Statistik Uji :
( ) ( )
( ) ( )
2 1
2 1 2 1
/ 1 / 1 n n S
X X
t
p
hitung
+
=
Daerah Penolakan : tolak H
0
jika
hitung
t >
) 98 ( 025 , 0
t atau
hitung
t <
) 2 ( ,
2
2 1
+
n n
t
o
yaitu
hitung
t > 1,98 atau
hitung
t < -1,98
Tabel 5. Hasil Perhitungan Uji t
Dimensi Keterangan Mean
p
S
hitung
t
Kerja sama
Sebelum 3,42
1,29 3,32
Setelah 2,56
Akomodasi
Sebelum 3,48
0,96 -2,64
Setelah 3,99
Asimilasi
Sebelum 4,03
0,79 5,88
Setelah 3,10
Konflik
Sebelum 1,69
0,74 2,33
Setelah 1,34
Daya saing
Sebelum 3,94
0,94 6,34
Setelah 2,75
Kontravensi
Sebelum 3,86
0,80 4,24
Setelah 3,18
Tabel 5. merupakan hasil pengujian berpasangan 2 sampel t, dimana nilai
hitung
t dari
masing-masing dimensi kurang dari -1,98 atau lebih besar dari 1,98. Sesuai dengan hipotesis
yang ada, maka diambil keputusan untuk menolak H
0
. Yang dapat diartikan bahwa masing-
masing dimensi interaksi sosial sebelum didiagnosa kusta berbeda dengan setelah didiagnosa
kusta. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta dapat mempengaruhi interaksi sosial
11
seseorang. Intensitas kerja sama, kemampuan berbaur, dan daya saing seseoarang akan
berkurang jika orang tersebut terdiagnosa menderita kusta.
5. Kesimpulan
Hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Interaksi sosial seseorang setelah didiagnosa menderita kusta untuk dimensi kerja sama,
asimilasi, konflik dan daya saing secara rata-rata turun yang masing-masing menjadi 2,6
satuan, 3,1 satuan, 1,3 satuan dan 2,8 satuan. Sedangkan interaksi sosial setelah
didiagnosa menderita kusta untuk dimensi akomodasi dan kontravensi secara rata-rata
naik yang masing-masing sebesar 4 dan 2,8 satuan. Selain itu dari karakteristik
responden dapat disimpulkan bahwa usia penderita kusta di Kecamatan Brondong
Lamongan berkisar 30-60 tahun dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki.
Sedangkan tipe gejala klinis penyakit kusta di Kecamatan Brondonng Lamongan adalah
tipe multibasilar (MB). Tipe ini adalah tipe kusta basah dan mudah menular. Penderita
kusta di Brondong pada umumnya berpenghasilan rendah yaitu <Rp 500.000/bulan
dengan tingkat pendidikan terakhir paling dominan adalah SLTP.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial seperti kerja sama, akomodasi,
asimilasi, konflik, daya saing dan kontravensi adalah usia, tipe gejala klinis (PB atau
MB), dan diagnosa kusta (sebelum dan setelah didiagnosa kusta) dengan model sebagai
berikut:
diagnosa 86 , 0 tipe 01 , 1 usia 002 , 0 094 , 3
1
+ + = Y
diagnosa 51 , 0 tipe 04 , 0 usia 014 , 0 979 , 3
2
+ + = Y
diagnosa 93 , 0 tipe 005 , 0 usia 001 , 0 072 , 4
3
+ = Y
diagnosa 346 , 0 tipe 078 , 0 usia 011 , 0 062 , 2
4
+ = Y
diagnosa 19 , 1 tipe 075 , 0 usia 005 , 0 785 , 3
5
+ = Y
diagnosa 68 , 0 tipe 53 , 0 usia 009 , 0 408 , 3
6
+ + = Y
Melalui model yang diperoleh dapat diketahui bahwa penyakit kusta dapat memberikan
dampak yaitu berkurangnya intensitas interaksi sosial seseorang, khususnya untuk
dimensi kerja sama, asimilasi, konflik dan daya saing. Sedangkan penderita kusta
dengan tipe MB interaksi sosialnya akan lebih rendah bila dibandingkan dengan tipe
PB.
6. Daftar Pustaka
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2008. Laporan kusta tahun 2008. Dinkes Jatim. Surabaya.
Fajar, N. A. 2004. Pengaruh Faktor Sosial Budaya dalam Keluarga terhadap
Pengobatan Dini dan Keteraturan Berobat pada Penderita Kusta. FK UNAIR.
Surabaya.
Hafidi, B. dan Mkhadri, A. 2006. A Corrected Akaike Criterion Baed on Kull backs
Symmetric Divergence : Application in Time Series, Multiple and Multivariate
Regression, Computational Statistics and Data Analysis 50, hal 1524-1550.
Johnson, R. A., & Wichern, D. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. New
Jersey: Prentice Hall.
Karp dan Yoels. 2007. Tiga Jenis Aturan dalam Interaksi Sosial, <URL:
http://alfinnitihardjo.ohlog.com/interaksi-sosial.oh112676.html> [diunduh 7 Februari
2011].
12
Kartono. 1990. Batasan Usia Remaja, <URL: http://belajarpsikologi.com/batasan-usia-
remaja/> [diunduh 7 Februari 2011].
Kasmadji. 2002. Studi tentang Hubungan antara Pengetahuan dan Gangguan Harga
Diri pada Pasien Morbus Hansen di Poli Kulit dan Kelamin. Program Studi Ilmu
Keperawatan FK UNAIR. Surabaya.
Maryawati dan Suryawati. 2003. Pengertian Interaksi Sosial, <URL: http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html> [diunduh 7
Februari 2011].
Morrison, D. F. 2005. Multivariate Statistical Methods Fourth Edition. The Wharton
School University of Pennsylvania.
Murdiyatmoko dan Handayani. 2004. Pengertian Interaksi Sosial, <URL: http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html> [diunduh 7
Februari 2011].
Puskesmas Brondong. 2010. Laporan kusta tahun 2010. UPT Puskesmas Brondong,
kecamatan Brondong kabupaten Lamongan.
Rencher, A. R. 2002. Methods of Multivariate Analysis Second Edition. John Wiley &
Sons, Inc. New York.
Tim Sosiologi. 2002. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial, <URL: http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html> [diunduh 7
Februari 2011].
Walpole, E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.
World Health Organization (WHO). 1998. WHO Expert Committee on Leprosy. 7
th
ed.
WHO Technical Report Series. No. 874. Geneva.
World Health Organization (WHO)-Leprosy Group. 2003. Leprosy. In: Cook GC.,
Zumla A. (Eds). Mansons Tropical Diseases. 21
st
ed. Saunders. London. p.1065-1084.
World Health Organization (WHO). 2008. Weekly epidemiological report. 83(33): 293-
300.