Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Herpes simpleks adalah infeksi yang ditandai suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok
di atas daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa kelompok terutama pada atau dekat
sambungan mukokutan. Herpes simpleks disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I
atau tipe II yang dapat berlangsung primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever
blister, cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalis.
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun anita
dengan frekuensi yang tidak berbeda. Sekitar !" juta penduduk di #merika Serikat menderita
infeksi HSV pada usia $% tahun atau lebih. Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya dimulai pada
usia anak&anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi sebanyak %!&!"' dari populasi
pada dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
($)

Infeksi HSV berlangsung dalam tiga tingkat yaitu infeksi primer, fase laten dan infeksi
rekurens. Pada infeksi primer tempat predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas terutama
daerah mulut dan hidung yang biasanya dimulai pada usia anak&anak. Inokulasi dapat terjadi
se(ara kebetulan, misalnya kontak kulit pada peraat, dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan
lainnya yang tidak menggunakan sarung tangan dan mengalami Herpetic Whitlow pada jari
tangannya. )ilaporkan juga baha Herpetic Whitlow sering didapati pada anita dengan herpes
genital. Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. *ejala yang ditimbulkan berupa
perasaan gatal, rasa terbakar, eritema, malaise, demam dan nyeri otot.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Herpes simpleks genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes
simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema
dan bersifat rekurens.
(%)
Infeksi herpes genitalis ini terjadi pada alat genital dan sekitarnya seperti
daerah anal, bokong dan paha. +erdapat % tipe HSV yaitu HSV&$ dan HSV&%, dimana infeksi
HSV&% sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurens dan ulserasi
genital yang nyeri sedangkan HSV&$ biasanya mengenai mulut akan tetapi kedua tipe virus
tersebut dapat menyebabkan herpes genitalis.
2.2 ETIOLOGI
Herpes simpleks genitalis disebabkan oleh Herpes simplex Virus (HSV) atau Herpes
virus hominis (HVH) yang terbagi menjadi HSV tipe $ dan HSV tipe %. Virus ini bersama
dengan ,pstein -arr dan Vari(ella .oster tergolong dalam famili herpes viridae, subfamili
alphaherpesvirinae, dan genus simpleks virus. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan
pengeringan. HSV terdiri dari / lapisan yaitu inti sel yang (ukup besar, genom double&stranded
)0# tertutup oleh kapsid i(osapentahedral yang terdiri dari (apsomers. 1apsid ini dikelilingi
oleh protein amorf disebut tegument. 1etiga lapisan tersebut terbungkus dalam lapisan
glikoprotein&lipid bilayer. +ipe $ dan % memperlihatkan !"' urutan homologi.
HSV merupakan double-stranded )0# dan memiliki siklus pertumbuhan (epat, memakan
aktu 2&$3 jam sampai selesai. *en alfa (dini&segera) segera timbul setelah infeksi. *en&gen ini
ditraskripsikan pada keadaan tidak adanya sintesis protein virus dan merupakan permulaan replikasi.
*en beta(dini) timbul kemudian, membutuhkan hasil gen alfa fungsional untuk ekspresinya, yaitu
kebanyakan berupa en.im dan protein replikasi. ,kspresi gen beta bertepatan dengan penurunan
transkripsi gen alfa dan penghentian sintesis protein sel inang yang ireversibel, dan dikatakan sebagai
kematian sel. Hasil&hasil gen gama (lambat) yang kemudian dihasilkan dan men(akup sebagian besar
protein struktural virus.
(4)
Pada infeksi HSV ini, manusia merupakan reservoir alami dan tidak ada vektor yang
terlibat dalam transmisi. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi
2
melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya,oropharyn5, serviks,
konjungtiva) atau melalui luka ke(il di kulit. Predileksi HSV&$ di daerah pinggang ke atas
terutama hidung dan mulut, sedangkan HSV&% di daerah pinggang ke bah terutama daerah
genital. 6alaupun sebagian besar penyebab herpes genitalis adalah HSV&%, dapat pula
disebabkan HSV&$ (7$3') akibat adanya hubungan kelamin se(ara orogenital atau penularan
melalui tangan.
(%)

2.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria dan anita dalam frekuensi
yang sama. Prevalensi pembentukan antibody dari HSV pada sebuah populasi bergantung pada
faktor&faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. Prevalensi HSV&% lebih rendah
dibanding HSV&$ dan lebih sering ditemukan pada usia deasa yang terbentuk setelah adanya
kontak seksual. Pada kelompok remaja kurang dari 4"', pada kelompok anita di atas umur /"
tahun meningkat sampai 3"', dan pada pekerja seks anita ternyata antibody HSV&% $" kali
lebih tinggi daripada orang normal.
(%)
Herpes genital mengalami peningkatan antara aal tahun $83"&an dan $88"&an. )i
Inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik P9S meningkat enam kali lipatantara
tahun $8:%&$88/. 1unjungan aal pada dokter yang dilakukan oleh pasien di #merikaSerikat
untuk episode pertama dari herpes genital meningkat sepuluh kali lipat mulai dari$3.823 pasien
di tahun $8:" menjadi $3".""" di tahun $88! per $"".""" pasien yangberkunjung.
(/)
)i samping
itu lebih banyaknya golongan anita dibandingkan pria disebabkan oleh anatomi alat genital
(permukaan mukosa lebih luas pada anita), seringnya rekurensi pada pria dan lebih ringannya
gejala pada pria. 6alaupun demikian, dari jumlah tersebut diatas hanya 8' yang menyadari
akan penyakitnya.
)i Indonesia, sampai saat ini belum ada angka yang pasti, akan tetapi herpes genitalis
merupakan P9S (Penyakit 9enular Seksual) dengan gejala ulkus genital yang paling sering
dijumpai. HSV&% merupakan penyebab infeksi herpes genital yang paling banyak (:"&8"'),
meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan kejadian dapat disebabkan oleh HSV&$ ($"&
4"'). HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi
HSV dapat menularkan virus itu padanya baru lahir selama persalinan vagina, terutama jika ibu
memiliki infeksi aktif pada saat kehamilan dan persalinan. Pada herpes genitalis akibat HSV&$,
3
rekurensi baik yang simptomatis ataupun yang asimptomatis jarang terjadi setelah $ tahun
pertama infeksi, reaktivasi HSV&$ biasanya terjadi selama pertengahan kehamilan, sebab saat itu
ibu hamil berada dalam keadaan imunokompresi. Sebaliknya, reaktivasi herpes genitalis HSV&%
dapat terjadi kapan saja dan biasanya lebih sering. %"&4"' anita hamil memiliki antibodi HSV&
%, dan $"' beresiko memperoleh infeksi dari pasangannya sebab ibu tersebut merupakan HSV&%
seronegatif sedangkan pasangannnya merupakan seropositif. ;esiko terinfeksi selama kehamilan
adalah %'.
(/)
2.4 PATOGENESIS
Saat mulai terpajan HSV, maka infeksi dapat berbentuk episode I infeksi primer (inisial),
episode I non infeksi primer, infeksi rekurens, asimptomatik, atau tidak terjadi infeksi sama
sekali. +ransmisi virus herpes simpleks (HSV) infeksi dipengaruhi oleh kontak pribadi dari
individu seronegatif yang rentan dengan seseorang yang dapat mengekskresikan HSV.
9asuknya virus kedalam tubuh hospes melalui kontak langsung dengan permukaan mukosa atau
kulit yang terkelupas (adanya mikrolesi). Infeksi HSV&$ biasanya terbatas pada orofaring. Virus
menyebar melalui droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang
terinfeksi. HSV&% biasanya ditularkan se(ara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh
hospes, terjadi penggabungan dengan )0# hospes dan mengadakan multiplikasi atau replikasi
di lokasi infeksi primer, baik sebagai virion utuh ataupun kapsid, virus akan ditransfer se(ara
retrograde oleh neuron ke ganglia dorsalis, dimana setelah siklus replikasi virus selanjutnya akan
terjadi fase latensi. ;eplikasi virus dalam sel epidermis dan dermis menyebabkan destruksi
seluler dan peradangan.
Semakin besar ukuran, jumlah dan luas lesi yang ada, maka infeksi primer akan semakin
berat dan rekurensinya juga semakin meningkat. Saat pertama kali virus masuk, sel hospes
belum memiliki antibody spesifik keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah
yang luas dengan gejala konstitusi berat, bahkan dapat menimbulkan infeksi yang mengan(am
jia misalnya ensefalitis. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion
saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi orofaring HSV&$ menimbulkan
infeksi laten di ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV&% menimbulkan infeksi laten
di ganglion sakral.
(!)

4
-ila pada suatu aktu ada faktor pen(etus (trigger fa(tor), virus akan mengalami
reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh
hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada aktu infeksi primer. <aktor pen(etus tersebut antara lain adalah trauma atau
koitus, demam, stress fisik atau emosi, sinar =V, gangguan pen(ernaan, alergi makanan dan
obat&obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan hampir
selalu melalui hubungan seksul baik genito&genital, anogenital maupun oro&genital. Infeksi oleh
HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok ini bertanggung jaab terhadap
penyebaran penyakit.
Setelah onset infeksi, terjadi pelepasan )0# virus yang kemudian )0# virus tersebut
masuk ke nukleus sel hospes. +ahap ini diikuti oleh transkripsi gen yang mengkode protein
reguler, yang dibutuhkan untuk replikasi virus dan protein struktural. Virion matang diangkut ke
membran luar sel hospes di dalam vesikel. Pelepasan virus tersebut disertai dengan kematian sel.
9elalui inokulasi ke kulit atau selaput lendir, HSV bereplikasi di sel epitel dengan masa inkubasi
adalah / sampai 3 hari.
(3)
;eplikasi berlanjut, lisis sel dan peradangan lokal terjadi dan
mengakibatkan vesikel pada dasar yang eritematosa. 1elenjar getah bening ikut terlibat untuk
mengalirkan sekresi dari daerah replikasi virus. Viremia dan penyebaran ke organ vis(eral dapat
terjadi tergantung dari imunitas hospes. Sebagian besar virus akan menuju ganglia dorsalis saraf
sensoris perifer, replikasi dalam sel saraf tersebut akan diikuti oleh penyebaran virus ke mukosa
dan kulit permukaan lain melalui saraf sensoris perifer. ;eplikasi tersebut terus berlanjut di sel
epitel dan menimbulkan lesi dari infeksi aal sampai terbentuk imunitas dari sel hospes.
-aik pada infeksi primer ataupun rekurensi, perubahan histopatologisnya serupa.
Perubahan tersebut diaali dengan edema>ballooning pada sel yang terinfeksi dan mun(ulnya
kromatin terkondensasi pada sel nukleus, diikuti oleh degenerasi sel nu(leus tersebut. Sel
kehilangan membran plasma utuh dan membentuk sel&sel raksasa berinti banyak. )apat pula
menunjukkan inklusi intranuklear yang dikenal sebagai badan ?odry, yang sugestif tetapi tidak
diagnostik terhadap infeksi HSV. )engan adanya lisis sel, (airan vesikel yang jernih
mengandung sejumlah besar virus, vesikel tersebut terbentuk antara epidermis dan lapisan
dermal yang vesikelnya berukuran sama besar. )ermis menunjukkan respon inflamasi yang
intensif, terutama pada infeksi primer. Saat penyembuhan berlangsung, (airan vesikel yang
jernih tersebut menjadi pustular karena adanya pengangkutan sel&sel inflamasi kedalamnya. @esi
5
mengeluarkan eksudat yang dapat menyebabkan terjadinya krusta. @esi tersebut akan bertahan
selama % sampai / minggu ke(uali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringan
parut.
Perubahan vaskular di daerah infeksi meliputi perubahan perivaskular dan nekrosis
hemoragik. Perubahan ini sangat menonjol terutama pada organ selain kulit yang terlibat, seperti
herpes simpleks ensefalitis atau infeksi HSV neonatal yang luas. @imfatik lokal dapat
menunjukkan bukti infeksi dengan intrusi sel&sel inflamasi akibat pengaliran sekresi dari daerah
replikasi virus. Sebagai bentuk pertahanan tubuh, masuknya sel mononuklear dapat dideteksi
dalam jaringan yang terinfeksi. 1arakteristik unik dari semua virus herpes adalah kemampuan
mereka untuk menyebabkan infeksi laten, bertahan dalam keadaan yang tampaknya tidak aktif
untuk aktu tertentu, dan kemudian diaktifkan kembali saat ada paktor pen(etus.
6
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Infeksi aal dari 34' HSV&% dan 4:' HSV&$ adalah asimptomatik. Simptom dari
infeksi aal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi aal) simptom khas mun(ul
antara 4 hingga 8 hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan
dalam tahun pertama setelah diagnosa dilakukan pada sekitar $!' kasus HSV&%.
(:)
Inisial
7
episode yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi
HSV&$ dan HSV&% agak susah dibedakan. +anda utama dari herpes genitalis adalah luka di
sekitar vagina, penis, atau di daerah anus. 1adang&kadang luka dari herpes genital mun(ul di
skrotum, bokong atau paha. @uka dapat mun(ul sekitar /&: hari setelah infeksi.
*ejala dari herpes disebut juga outbreaks, mun(ul dalam dua minggu setelah terinfeksi
dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. #dapun gejalanya berupa nyeri dan disuria,
uretral dan vaginal dis(harge, gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala),
limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal serta nyeri pada re(tum dan tenesmus. +anda
yang mun(ul berupa eritema, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta
tergantung pada tingkat infeksi, limfadenopati inguinal, (ervi(itis dan dapat disertai faringitis.
Se(ara umum, infeksi herpes genitalis berlangsung dalam 4 tingkat yaitu infeksi primer, fase
laten dan rekurensi.
2.5.1 Infeksi !i"e!
Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual (termasuk hubungan
oral atau anal) dan berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai
gejala prodormal seperti demam, malaise dan anoreksia. -iasanya didahului rasa terbakar dan
gatal pada daerah lesi yang beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Setelah lesi timbul dapat
disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. 1elainan kulit yang dijumpai
berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, (epat membentuk erosi
superfi(ial atau ulkus yang tidak nyeri. Vesikel berisi (airan jernih dan menjadi seropurulen,
dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi.
+empat predileksi pada pria biasanya di preputium, glans penis, batang penis, dapat juga
di uretra dan daerah anal sedangkan daerah skrotum jarang terkena. @esi pada anita dapat di
daerah labia mayor>minor, klitoris, introitus vagina, serviks, sedangkan daerah perianal, bokong
dan mons pubis jarang ditemukan. Infeksi pada anita juga sering dihubungkan dengan
servisitis. HSV servisitis terjadi pada 2"' anita dengan infeksi primer. )apat tamAak sebagai
vaginal dis(harge purulen atau berdarah, sedangkan (ervi(al dis(harge biasanya berbentuk
mukoid tetapi kadang&kadang mukopurulen.
)efek pada epitel&epitel ini sembuh dalam %&/ minggu, sering mengakibatkan hipo atau
hiperpigmentasi post inflamasi, jarang dengan jaringan parut.
(2)
1ebanyakan penderita tidak
bergejala, yang bergejala umumnya mengeluhkan demam, sakit kepala, malaise mialgia, yang
8
memun(ak pada 4&/ hari pertama setelah onset dari lesi, selesai dalam 4&/ hari berikutnya.
1elenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan serta teraba lembut, biasanya
terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Infeksi didaerah serviks dapat menimbulkan perubahan
seperti peradangan difus, ulkus multiple sampai terjadinya ulkus yang besar dan nekrotik. *ejala
dapat disertai disuria bila lesi terletak di daerah uretra dan periuretra, sehingga dapat
menimbulkan retensi urin. ;etensi urin juga dapat disebabkan adanya lesi pada daerah sakral
yang menimbulkan mielitis dan radikulitis. -eberapa kasus dari episode klinis pertama herpes
genitalis dimanifestasikan oleh penyakit se(ara luas dan membutuhkan raat inap.

G#"$#! 1. G#"$#!#n %e!es &eni'#(is !i"e!
2.5.2 F#se (#'en
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.
2.5.3 Infeksi !ek)!en
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia
dorsalis menjadi aktif oleh faktor pen(etus tertentu lalu men(apai kulit sehingga menimbulkan
gejala klinis yang lebih ringan karena telah ada antibodi spesifik dan berlangsung sekitar :&$"
hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat
timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya. Pada sebagian besar orang, virus
9
dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks beberapa kali dalam setahun. <aktor pen(etus
tersebut dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan
sebagainya), trauma psikis, (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula makanan atau
minuman yang merangsang. B
@esi bisa sama dengan infeksi primer (lo(o) atau di tempat lain>sekitarnya (non lo(o)
tetapi pada skala yang lebih rendah, lesi hilang dalam $&% minggu, gejala baru mungkin mun(ul
akibat infeksi yang pernah dialami sebelumnya.
(8)
1ebanyakan penderita dengan herpes genitalis
tidak mengalami temuan CklasikD dari vesikel berkelompok pada dasar eritematosa. *ejala yang
umum adalah rasa gatal, terbakar, fisur, kemerahan, iritasi sebelum vesikel pe(ah. )apat disertai
disuria, s(iati(a, rasa tidak nyaman pada anus. *ejala sistemik meningitis aseptik HSV&% dapat
terjadi dengan herpes genitalis primer atau herpes genitalis rekuren.
G#"$#! 2. He!es &eni'#(is !ek)!en
2.5.4 Infeksi %e!es &eni'#(is #*# ke%#"i(#n *#n i")n+*efisiensi
-ila pada kehamilan timbul herpes genitalis maka perlu diaspadai karena virus dapat
melalui plasenta dan sampai pada sirkulasi fetal, menyebabkan kerusakan bahkan kematian.
Infeksi neonatal mempunyai mortalitasnya 3"', separuh dari yang hidup menderita (a(at
neurologis atau kelainan mata berupa ensefalitis, mikrosefali, hidrosefali, koroidoretinitis,
10
keratokonjungtivitis atau hepatitis dan dapat pula timbul kelainan kulit. +ransmisi tersebut bisa
juga terjadi saat intrapartum atau pas(a partum.
-ila menyerang seseorang dengan imunodefisiensi, maka kelainan yang ditemukan (ukup
progresif berupa ulkus yang dalam di daerah anogenital. )isamping itu lesi juga lebih luas
dibandingkan dengan keadaan biasanya. Pada keadaan imunodefisiensi yang tidak berat,
didapatkan keluhan rekurensi yang lebih sering dengan penyembuhan yang lama.
2. , DIAGNOSIS
)iagnosis herpes simpleks genitalis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, bila perlu
ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium.
#. An#"nesis
1eluhan dapat berat atau asimptomatik. *ejala mun(ul setelah 4&: hari terinfeksi, luka
berupa gelembung berisi (airan yang berkelompok, dirasa nyeri, merah dan dapat membentuk
ulkus pada pria palin sering di penis meskipun di anus dan perineum dapat ditemukan sedangkan
anita pada genitalia eksterna bilateral. -eberapa jam sebelum mun(ul kelainan kulit, daerah lesi
gatal dan seperti terbakar. Setelah timbul lesi dapat disertai gejala konstitusi seperti malaise,
demam dan nyeri otot. Selanjutnya dapat diikuti gejala lain yang mun(ul berdasarkan beratnya
infeksi seperti disuria, uretral dan vaginal dis(harge, pembesaran 1*- yang nyeri pada daerah
inguinal serta nyeri pada rektum dan tenesmus. 1emudian perlu ditanyakan apakah terdapat
riayat lesi sebelumnya yang berukuran sama, lama timbulnya dan sifatnya sama, bila yam aka
kemungkinan infeksi HSV.
$. Pe"e!iks##n fisik
Eang khas ialah lesi aal berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritema. 1emudian
dapat berkembang menjadi pustule atau ulkus yang akhirnya membentuk krusta. -ila sebelumya
sudah pernah terinfeksi, maka biasanya lesi (enderung berulang pada atau dekat lokasinya
dengan distribusi saraf sensorik yang sama. Pada lesi sebelumnya tidak meninggalkan jaringan
parut dan penyembuhan lesi dapat berlangsung !&: hari tetapi bisa lebih lama bila pada infeksi
primer, bila rekurensi maka keluhan dan gejala tidak seberat lesi primer. @imfadenopati inguinal
bilateral, nyeri tekan dan teraba kenyal. )apat disertai infeksi sekunder yang menyebabkan
gambaran lesi menjadi tidak khas.
11
-. Pe"e!iks##n en)n.#n&
1. Tes T/#nk merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana. Positif infeksi
herpes bila ditemukan sel raksasa berinti banyak dari badan inklusi intranuklear. Sensitivitas
dan spesifisitas pemeriksaan ini umumnya rendah. +etapi tidak dapat membedakan herpes
.oster atau simpleks. 1onfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop elektron atau
kultur jaringan.
G#"$#! 3. Se( !#ks#s# $e!in'i $#n0#k
+es +.an(k dapat diselesaikan dalam aktu 4" menit atau kurang.?aranya dengan membuka
vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek
kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya
beri pearnaan (!' methylene blue, 6right, *iemsa) selama beberapa detik, (u(i dan
keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Fika positif terinfeksi
hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berarna biru
2. Pe"e!iks##n (#n&s)n& "ik!+sk+ e(ek'!+n hasil dapat langsung dilihat dalam aktu %
jam tetapi tidak spesifik karena kelompok virus herpes tidak dapat dibedakan.
3. K)(')! .#!in&#n merupakan (ara yang paling baik karena sensitif dan spesifik. -ila titer
virus dalam spesimen (ukup tinggi, hasil positif dapat dilihat dalam aktu %/&/2 jam.
12
Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya granulasi sitoplasmik,
degenerasi balon dan sel raksasa berinti banyak.
4. Tes P12 jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan ?)? merekomendasikan tes ini
untuk mendeteksi herpes dalam (airan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes ensefalitis.
P?; dapat membuat banyak salinan )0# virus sehingga bahkan sejumlah ke(il )0#
dalam sampel dapat dideteksi.
5. Tes se!+(+&i mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis, Herpes
Simple5 Virus $ (HSV&$) atau Virus Herpes Simpleks % (HSV&%). #danya antibodi terhadap
herpes juga menunjukkan baha seseorang adalah pembaa virus dan mungkin menularkan
kepada orang lain.
+es tes antibodi terhadap dua protein yang berbeda yang berkaitan dengan virus herpes yaitu
*likoprotein **&$ dikaitkan dengan HSV&$ dan *likoprotein **&% berhubungan dengan
HSV&%. Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan $%&$3 minggu setelah
terpapar virus. -entuk tes serologi meliputiG
H ELIS !immunosorbent assay en"im-link# atau Immunoblot$ sangat akurat dalam
mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.
H %iokit HSV-& !SureVue HSV-&#$ hanya mendeteksi HSV&% saja, hanya
membutuhkan tusukan jari dan hasil didapat kurang dari $" menit.
H Western %lot 'est , standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi 88'.
+es serologi herpes terutama dianjurkan untuk orang yang memiliki gejala genital berulan
tetapi tidak ada kultur virus negative, konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala
yang terlihat herpes genital, menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita
herpes genital, dan orang&orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji
untuk berbagai jenis P9S (Penyakit 9enular Seksual).
2.3 DIAGNOSIS BANDING
1. U(k)s *)!)"
?han(re (ulkus durum) sifilis biasanya mun(ul sebagai lesi tunggal, bulat atau lonjong
yang tidak menyakitkan dan tidak berulang. =lkus tersebut biasanya bulat, dasarnya ialah
jaringan granulasi berarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum. 1*- regional
membesar, umumnya bilateral, kenyal, tidak nyeri dan tidak disertai eritema. Eang membedakan
13
ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi, pembesaran 1*- tidak nyeri serta tidak ada
gejala sistemik.
G#"$#! 4. 1%#n-!e #*# sifi(is
2. 1%#n-!+i* 4)(k)s "+(e5
?han(roid adalah penyakit infeksi menular ulseratif akut yang disebabkan oleh
organisme Haemophilus du(reyi, sering bermanifestasi sebagai ulkus multipel dengan eksudat
abu&abu kekuningan diatas dasar jaringan granulasi. =lkus ke(il, lunak pada perabaan, tidak
terdapat indurasi, berbentuk (aan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi halo yang
eritematosa. 1*- inguinal bilateral atau unilateral membesar, nyeri dengan eritema diatasnya,
seringkali disertai tanda fluktuasi. Eang membedakan adalah ulkus kotor, merah dan nyeri,
terdapat tanda fluktuasi pada 1*- yang membesar dan tidak ada gejala sistemik.
14
G#"$#! 5. Pe"$es#!#n -%#n-!+i* *en&#n eks)*#' #$)6#$) 0#n& 'e(#% "e!)s#k f!en)()"
4kissin& )(-e!5
3. Li"f+&!#n)(+"# 7ene!e)"
=lkus yang mendahului limfigranuloma venereum berbentuk tidak khas dan tidak nyeri,
dapat berupa erosi, papul miliar, vesikel, pustul, dan ulkus. =mumnya penderita tidak datang
berobat pada fase ini, tetapi pada aktu terjadi sindrom ingunal yaitu terjadi limfadenitis dan
periadenitis dengan tanda radang akut. Eang membedakan adalah ulkus sangat nyeri dan
didahului pembesaran 1*- inguinal serta dapat berkomplikasi elephantiasis genital atau
sindroma anorektal.
G#"$#! ,. A. E!+si Ti*#k N0e!i *i P!e)si)"
B.Pe"$es#!#n *#!i Ke(en.#! Ge'#% Benin& In&)in#(is
2.8 KOMPLIKASI
Pada orang deasa herpes simpleks genitalis biasnya tidak menyebabkan kelainan yang
serius. +etapi pada sejumlah orang dengan imunitas yang terganggu dapat timbul outbreaks
herpes genital yang bisa saja langsung berta dan dalam aktu yang lama. 1omplikasi yang dapat
timbul antara lain neuralgia, retensi urine, meningitis aseptik dan infeksi anal, serta dapat pula
15
mun(ul herpes okuler yang biasanya disebabkan oleh HSV&$ tetapi dapat pula oleh HSV&% yang
menyebabkan kelainan serius termasuk kebutaan. 1omplikasi lainnnya adalah pioderma, ek.ema
herpetikum, herpeticwhithlow, herpes gladiatorum (pada pegulat yang menular melalui kontak),
esophagitis, infeksi neonatus, keratitis, dan ensefalitis.
($")

Pada orang tua dapat ditemukan hepatitis akibat HSV dan meningitis herpetika. Pada
infeksi herpes dapat pula timbul hipersensitivitas terhadap virus yang menimbulkan reaksi
berupa eritema eksudativum multiforme. )apat juga timbul ketakutan dan depresi akibat salah
penanganan atau rekurensi yang tinggi. Pada kehamilan dapat menyebabkan abortus pada
kehamilan trimester pertama, partus premature dan pertumbuhan janin terhambat pada trimester
kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit, ensefalitis, makrosefali dan
keratokonjungtivitis.
.2.9 PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya, penanganan infeksi herpes simpleks virus terbagi 4 ma(am yaitu terapi
spesifik, terapi non&spesifik dan terapi profilaksis yang ketiganya bertujuan memper(epat proses
penyembuhan, meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan. Pemberian
terapi spesifik digolongkan menjadi episode klinis pertama (infeksi inisial) dan terapi rekurensi.
+erapi rekurensi terdiri dari terapi episodik dan terapi supresif. +erapi infeksi inisial diberikan
untuk $" hari baik pada infeksi primer maupun non primer.
+erapi episodik untuk herpes yang rekuren, dimana terapi ini optimal untuk pasien
dengan gejala prodromal dan episode ringan atau jarang yang dapat mengurangi pelepasan virus
dan penyembuhan $&% hari, terapi ini langsung diberikan begitu gejala pertama dari infeksi
rekuren mun(ul. Sebaiknya tidak perlu menunggu sampai terjadi 35 outbreak dalam setahun, %&4
kali outbreak sudah dapat menjadi indikasi untuk mempertimbangkan pemberian terapi supresif.
-ila telah dijalani selama $ tahun maka untuk tahun berikutnya dipertimbangkan kembali apakah
masih harus dilanjutkan. -eberapa pasien memerlukan lebih dari setahun, tetapi ada pula yang
sudah dapat bertransisi ke terapi episodik dalam jangka aktu 8 bulan sampai % tahun.
($")
Pasangan seks dari pasien yang memiliki herpes genitalis bisa mendapatkan keuntungan
dari evaluasi dan konseling. Pasangan seks yang menunjukkan gejala harus dievaluasi dan
diobati dengan (ara yang sama seperti pasien dengan herpes genitalis. Pasangan seks dari
16
penderita herpes genitalis yang tidak menunjukkan gejala harus ditanyakan riayat dari lesi
genital dan ditaarkan untuk melakukan uji serologis tipe spesifik untuk infeksi HSV.

1. TE2API SPESIFIK
o Infeksi (rimer)Inisial (;ekomendasi ?)? %"$")
$) #(y(lovir %"" mg po ! 5>hari atau /"" mg po 45>hari, selama :&$" hari atau
4) Vala(ylovir $ gr po %5>hari, selama :&$" hari, atau
/) <am(i(lovir %!" mg po 45>hari, selama :&$" hari
o Infeksi *ekuren
+erapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes genitalis,
dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari % kali>tahun hingga lebih
dari 3 kali>tahun. +erdapat % ma(am terapi dalam mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi
episodik dan terapi supresif.
#. Te!#i Eis+*ik 42ek+"en*#si 1D1 2:1:5
$) #(y(lovir
/"" mg p.o 45>hari, ! hari, atau 2"" mg %5>hari, ! hari, atau 2"" mg p.o 45>hari, % hari
%) Vala(y(lovir
!"" mg p.o %5>hari 4 hari, atau $ gr p.o $5>hari, ! hari
4) <am(i(lovir
$%! mg p.o %5>hari, ! hari, atau $ gr p.o %5>hari, $ hari, atau !"" mg $5 diikuti dengan
%!" mg %5>hari, % hari
$. Te!#i S)!esif 42ek+"en*#si ;HO 2::3 < 1D1 2:1:5
$) #(y(lovir /"" mg p.o %5>hari, atau %!" mg p.o %5>hari, atau
%) Vala(y(lovir !"" mg p.o $5>hari atau $ gr p.o $5>hari selama $ tahun
Pen#'#(#ks#n##n $#0i (#%i! *#!i i$) *en&#n %e!es &eni'#(is
9engidentifikasi se(epatnya kemungkinan adanya infeksi herpes pada bayi tersebut.
)irekomendasikan pemeriksaan kultur virus dari sekret serviks ketika persalinan berlangsung
pada semua ibu hamil dengan riayat herpes genitalis. Selain itu juga pemeriksaan kultur virus
dari mukosa orofaring atau mukosa konjungtiva dari bayi yang di(urigai. Pada bayi dengan ibu
mengidap herpes genitalis primer pada saat persalinan pervaginam, harus diberikan terapi
17
profilaksis a(y(lovir intravena dengan dosis 3" mg>kg-->hari yang terbagi dalam 4 dosis yang
diberikan selama %$ hari atau a(y(lovir intravena $" mg>kg-- tiap 2 jam selama $"&%$ hari.
+erapi ini juga diberikan pada bayi yang dinyatakan positif terinfeksi, dan terapi diberikan
seaal mungkin ketika mulai timbul gejala.
Pen#'#(#ks#n##n en*e!i'# HI7 *en&#n %e!es &eni'#(is
Penderita dengan immuno(ompromised biasanya memiliki gejala yang lebih berat serta
lebih lama pada daerah genital, perianal, atau oral. @esi yang disebabkan oleh HSV biasanya
bersifat atipik, lebih nyeri, serta lebih berat. 9eskipun terapi antiretroviral bisa menurunkan
tingkat keparahan dari infeksi herpes genital, namun infeksi subklinik tetap dapat terjadi.
Pemberian terapi supresif atau terapi episodik menggunakan agen antivirus oral terbukti efektif
dalam memperingan manifestasi klinik dari HSV yang disertai dengan infeksi HIV.
i+ 'erapi Supresif !*ekomendasi ,-, &./.#
$) #(y(lovir /""&2"" mg peroral %&4 kali sehari, atau
%) <am(i(lovir !"" mg peroral % kali sehari, atau
4) Vala(y(lovir !"" mg peroral % kali sehari
ii+ 'erapi Episodik !*ekomendasi ,-, &./.#
$) #(y(lovir /"" mg p.o 45>hr !&$" hari, atau
%) <am(i(lovir !"" mg p.o %5>hr, !&$" hari, atau
4) Vala(y(lovir $""" mg p.o %5>hr, !&$" hari
Pen#'#(#ks#n##n #*# ke#*##n !esis'ensi A-0-(+=i!
$) <os(arnet intravena /" mg>kg-->2 jam hingga terjadi perbaikan klinis, atau
%) ?idofovir intravena ! mg>kg-- $5>minggu bisa juga efektif.
4) ?idofovir gel $' $5>hari selama ! hari yang dioleskan pada lesi.
2. TE2API NON SPESIFIK
Pengobatan non&spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa nyeri
dan rasa gatal. ;asa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetik, antipiretik
dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Iat&.at pengering yang bersifat
antiseptik juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa jodium povidon se(ara topikal untuk
mengeringkan lesi, men(egah infeksi sekunder dan memper(epat aktu penyembuhan. Selain itu
pemberian antibiotik atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk men(egah infeksi sekunder.
18
Pada lesi yang dini sebagai terapi spesifik dapat digunakan obat topikal berupa salap>krim
yang mengandung preparat idoksuridin (sto5il, viruguent, virunguent&P) atau preparat asiklovir
(.ovira5). Fika pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan
untukmenggunakan asiklovir /"" mg atau valasiklovir $""" mg oral setiap hari selama satu
tahun. =ntuk obat oles digunakan lotion "inc oxide atau calamine. Pada anita hamil diberi
vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena.
2.1: P2OGNOSIS
Pengobatan dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit
berlangsung lebih singkat dan rekuren lebih jarang. 9eskipun kematian akibat herpes simpleks
jarang terjadi, pada orang dengan gangguan imunitas, seperti tumor di sistem retikuloendotelial
atau pemakai imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi dapat menyebar ke organ&organ
dalam dan dapat berakibat fatal. Infeksi di daerah genital pada anita hamil dapat menyerang
bayinya. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang deasa.
(8)
2.11 PEN1EGAHAN
Penderita HSV harus menghindari kontak dengan orang lain saat tahap akut sampai lesi
sembuh sempurna. Penderita perlu mendapat penjelasan tentang sifat penyakit yang dapat
menular terutama bila sedang terkena serangan. Selain itu juga dilakukan proteksi individual
dengan menggunakan % ma(am alat perintang, yaitu busa spermisidal dan kondom. 1ombinasi
tersebut bila diikuti dengan pen(u(ian alat kelamin memakai air dan sabun pas(a koitus, dapat
men(egah transmisi herpes genitalis hampir $""'. -usa spermisidal se(ara in vitro ternyata
mempunyai sifat virisidal, dan kondom dapat mengurangi penetrasi virus.
@angkah profilaksis lain yaitu dengan menghindari faktor&faktor pen(etus timbulnya
serangan herpes, seperti stress, kelelahan, atau yang lainya. -ila perlu konsultasi psikiatrik dapat
pula membantu karena faktor psikis mempunyai peranan untuk timbulnya serangan. Vaksin HSV
sedang dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan kekebalan kepada individu yang rentan
sehingga diharapkan tidak terjadi infeksi pada daerah genital serta ganglion sensori menjadi
terlindung dari infeksi laten HSV. Virus yang dikembangkan sekarang dibagi menjadi % jenis,
yaitu berupa virus aktif dan inaktif yang masih diteliti mengenai keamanan dan keefektifanya.
19
Vaksin yang berasal dari HSV g- dan g), yaitu suatu subunit glikoprotein, ternyata
tidak efektif dalam men(egah transmisi herpes. Se(ara ringkas ada ! langkah utama untuk
pen(egahan herpes genitalis, yaituG
a) 9endidik seseorang yang berisiko tinggi mendapatkan herpes genitalis dan P9S lainnya
untuk mengurangi transmisi penularan.
b) 9endeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
() 9endiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follo up dengan
tepat.
d) ,valuasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.
e) Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam
pen(egahan.
20
BAB III
KESIMPULAN
Herpes genital merupakan penyakit infeksi akut pada genital dengan gambaran khas
berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem, dan (enderung bersifat rekuren. =mumnya
disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe % (HSV&%), tetapi sebagian ke(il dapat pula oleh tipe
$(HSV&$). )iagnosis herpes genital se(ara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa
vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. )iagnosis dapat ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik jika gejalanya khas dan pemeriksaan laboratorium.
Pengobatan herpes genital se(ara umum bisa dengan menjaga kebersihan lokal, menghindari
trauma atau faktor pen(etus. #dapun obat&obat yang dapat menangani herpes genital adalah
asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir. Pengobatan yang dini dan tepat akan bermanfaat dalam
memperpendek gejala dan menurunkan angka rekurensi.
21
DAFTA2 PUSTAKA
1. =niversity of 9aryland 9edi(al ?entre. Herpes Simple5&)iagnosis. #vailable atG
httpG>>.umm.edu>patiented>arti(les>hoJseriousJherpesJsimple5J""""!%J!.htm.
#((esed on ! Fune %"$/
%. )aili S<, Fudanarso F. Herpes *enitalis. InG )aili S<, 9akes 6I, Iubier <, Fudanarso F,
editor. Penyakit 9enular Seksual. %
nd
ed. FakartaG <k&=IK %""$. p. $$"&%"
3. 6hitley ;F. 9edi(al 9i(robiogy. #vailable atG
httpG>>.n(bi.nlm.nih.gov>books>0-12$!:> #((esed on$" Fune %"$/
/. *ardella ?, -ron I#. 9anaging *enital Herpes Infe(tion in Pregnan(y. ?leveland ?lin
F 9ed %"":K:/
!. 6hitley ;, 1imberlin )6, ?harles *. Human HerpesvirusesG -iology, +herapy, and
Immunoprophyla5is. #vailable atG httpG>>.n(bi.nlm.nih.gov>books>0-1/://8>
#((esed on ! Fune %"$/
3. ?e(il 9edi(ine. Herpes Simple5 Virus Infe(tion. #vailable atG
httpG>>.(i5ip.(om>inde5.php>page>(ontent>id>8/% #((esed on ! Fune %"$/
:. Simmons #. ?lini(al 9anifestations and +reatment ?onsiderations of Herpes Simple5
Virus Infe(tion. F Infe(t )is %""%K $"/G!S.
2. 6olf ?, Fohnson ;#. <it.patri(kDs ?olor #tlas L Synopsis of ?lini(al )ermatology. 3
th
edG 0e EorkK %""8.p. 8$%&2
8. Handoko ;P. Herpes Simpleks. InG )juanda #, Ham.ah 9, #isah S, editors. Ilmu
Penyakit 1ulit dan 1elamin.. %
nd
ed. FakartaG <k&=IK %"$". p. 42"&%
$". ;i(hald *#. +he )iagnosis and 9anagement of *enital HerpesG +he Silent ,pidemi(.
#vailable atG httpG>>.meds(ape.org>viearti(le>/48:!% #((eses on $2 Fune %"$/
22
23

Anda mungkin juga menyukai