Anda di halaman 1dari 14

Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris

Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance


Abstrak
Wiwik Andriani
Sukartini
Reno Fithri Meuthia
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang
Board characteristics have become an interesting area of research for many years. It is believed
that board characteristics have a positive effect on internal audit quality. This study examines the
impact of board competency and independency on good corporate govemance practices. The
responses of 32 President Directors (CEO) from non financial BUMNs to the questionnaires were
analyzed by using regression analysis. The results of this study were generally consistent with the
prior empirical research. The results also support the research hypotheses that board competency
and independency influence good corporate governance practices with positive direction.
Therefore, it can be concluded that the board competency and independency will influence the
quality of good corporate governance practices.
Keywords ; Boards composition, Audit committees composition, Internal audit quality, corporate
govemance and non financial BUMN.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Oi Indonesia, kurang efektifnya corporate
governance disadari atau tidak
merupakan pemicu utama krisis ekonomi
dan kegagalan usaha. Persepsi investor
internasional terhadap Indonesia masih
belum baik. Hal ini terlihat dari hasil
survey yang dilakukan oleh berbagai
lembaga internasional. Credit Lyonnais
Securities Asset (ClSA) pada tahun 2002
memberikan skor 2,9 untuk pelaksanaan
GCG di Indonesia. Nilai ini mengalami
penurunan karena pada tahun 2001
Gambar 1.
Hasil penelitian terhadap penerapan standar corporate governance di beberapa
Negara. Sumber: FCGI, 2003
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
ClSA memberikan nilai 3,2. Sementara
itu McKinsey Investor Opinion Survey
pada bulan Juli 2002 juga masih
menempatkan Indonesia sebagai negara
terburuk dalam penerapan GCG di Asia.
Gambar berikut ini menggambarkan
bagaimana penerapan standar corporate
govemance di beberapa negara termasuk
di dalamnya adalah Indonesia (FCGI,
2003).
Namun demikian semenjak tahun 2000
telah dilakukan . upaya-upaya untuk
menumbuhkan kesadaran akan
pentingnya good corporate governance,
diantaranya dengan dibentuknya Komnas
GCG dan Pedoman Nasional GCG.
Selain itu juga telah diterbitkan peraturan-
peraturan oleh 8apepam, BEJ dan
Menteri 8UMN mengenai pembentukan
komisaris independen, komite audit dan
corporate secretary. Disamping itu juga
telah terdapat jadwal rinci mengenai
perbaikan-perbaikan corporate
govemance yang merupakan bag ian
penting dari nota kesepakatan (letter of
intent) yang ditandatangani antara
Indonesia dengan IMF dimana kelanjutan
bantuan keuangan dari pihak IMF akan
tergantung pada pelaksanaan
kesepakatan tersebut (FCGI, 2003).
Penerapan corporate govemance
memberikan sumbangan yang penting
guna memperbaiki perekonomian dan
menghindari krisis dari kegagalan serupa
dimasa' mendatang (Media Akuntansi,
2003). Menurut FCGI (2003) ada
beberapa manfaat yang bisa dipetik
dengan diterapkannya corporate
govemance, yaitu : meningkatkan kinerja
perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik,
meningkatkan efisiensi operasional
perusahaan serta lebih meningkatkan
pelayanan kepada stakeholders ;
mempermudah diperolehnya dana
pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigit (karena faktor kepercayaan) yang
pada akhirnya akan meningkatkan
corporate value mengembalikan
kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia ; pemegang
saham akan merasa puas dengan
perusahaan karena sekaligus akan
meningkatkan shareholder's value dan
deviden. Khusus untuk BUMN akan dapat
membantu penerimaan bagi APBN
terutama dari hasil privatisasi.
Dewan komisaris merupakan sentral
corporate govemance yang merupakan
badan pembuat keputusan utama pada
perusahaan pubJik (HermaJin dan
Weisbach, 2003). Sesuai dengan
ketentuan pasal 97 Undang-undang No. 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT) maka komisaris bertugas
mengawasi kebijaksanaan direksi dalam
menjalankan perseroan serta
memberikan nasehat kepada direksi.
Selanjutnya dalam pasal 98 ayat 1 UUPT
dikatakan bahwa komisaris wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan
dan usaha perseroan.
Ada dua isu penting yang berkaitan
dengan efektifitas dewan komisaris yaitu
kompetensi dan independensi anggota
dewan komisaris. Menurut Cadbury
Report (1992) kompetensi anggota dewan
komisaris sangat penting bagi terciptanya
dewan komisaris yang efektif. Kompetensi
yang dibutuhkan oleh dewan komisaris
dalam melaksanakan peran monitoring-
nya adalah pengetahuan mengenai
bidang usaha perusahaan dan
pemahaman mengenai proses corporate
govemance. Berbeda dengan
rekomendasi yang terdapat dalam
Cadbury Report, Bedard dan Chi (1993)
lebih mementingkan faktor pengalaman
sebagai unsur kompetensi yang lebih
penting bagi dewan komisaris.
Beasley (1996) menemukan hubungan
yang negatif antara persentase anggota
non eksekutif pad a dewan komisaris
dengan kemungkinan fraud
pada laporan keuangan. Perusahaan
yang tidak memiliki fraud pada laporan
keuangannya ternyata dewan
komisarisnya didominasi oleh anggota
yang berasal dari luar perusahaan.
Sementara Dechow et aI., (1996)
34 Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
menemukan bahwa perusahaan yang
memiliki persentase besar anggota non
eksekutif pada dewan komisaris tidak
terlalu mendukung penyelenggaraan
praktek akuntansi seperti yang
dikehendaki oleh SEC.
Walaupun telah diatur didalam undang-
undang tetapi kenyataan yang selama ini
t e ~ d i dewan komisaris lebih merupakan
organ perusahaan yang berlaku pasif.
Dewan komisaris tidak mampu
melaksanakan fungsi pengawasannya
terhadap direksi secara efektif. Hal itu
mungkin disebabkan karena umumnya
anggota dewan komisaris tidak memiliki
kompetensi yang dibutuhkan dan juga
tidak dapat bersikap independen
(Kumiawan dan Indriantoro, 2000).
Jabatan komisaris diberikan kepada
anggota keluarga atau orang-orang
kepercayaan sebagai jabatan kehormatan
atau penghargaan yang mensyaratkan
adanya loyalitas yang imbal balik.
Jabatan komisaris juga diberikan kepada
pejabat atau mantan pejabat pemerintah
yang masih mempunyai pengaruh
sebagai, upaya untuk meningkatkan
bargaining power perusahaan dikalangan
pemerintah (Usahawan, 2000). Akhirnya
independensi dewan komisaris menjadi
sangat diragukan karena hubungan
khususnya dengan pemegang saham
mayoritas ataupun hubungannya dengan
dewan direksi ditambah kurangnya
integritas serta kemampuan dewan
komisaris. Persoalan independensi juga
muncul dalam hal penggajian dewan
komisaris yang didasarkan pada
persentase gaji dewan direksi.
Kepemilikan saham yang terpusat pada
suatu kelompok dapat pula menjadi salah
satu lemahnya posisi dewan komisaris.
Dari uraian diatas terlihat bahwa ada
kontradiksi antara gambaran ideal
pelaksanaan corporate governance
dengan fenomena yang terjadi didunia
usaha di Indonesia. Selain itu dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya terdapat hasil yang masih
saling bertentangan satu sama lainnya.
Oleh karena sebab-sebab diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : Pengaruh
Kompetensi dan Independensi Dewan
Komisaris terhadap Pelaksanaan Good
Corporate Governance.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
Berapa besar pengaruh kompetensi
dan independensi dewan komisaris
terhadap pelaksanaan good
corporate governance?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui besarnya pengaruh
kompetensi dan independensi dewan
komisaris terhadap pelaksanaan good
corporate governance. Lebih lanjut,
penelitian 101 diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Aspek Keilmuan :
1. Memberikan bukti empiris
mengenai pengaruh kompetensi
dan independensi dewan komisaris
terhadap pelaksanaan good
corporate governance
2. Sebagai bahan kajian lebih lanjut
bagi penelitian dan pengembangan
ilmu auditing dan penerapan
corporate governance dalam
perusahaan.
b. Aspek Praktis
1.Memberikan informasi yang dapat
digunakan bagi perusahaan
mengenai efektifitas dewan
komisaris sebagai salah satu unsur
pelaksana corporate governance.
2.Bagi penulis sendiri dengan adanya
peneliti ini akan men am bah
Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46 35
Pengaruh Kornpetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
wawasan keilmuan mengenai
corporate governance.
1.4. Landasan Teori
1.4.1. Kompetensl Dewan Komisaris
Dewan komisaris memegang peranan
yang sangat penting dalam perusahaan.
Dalam teori agensi yang dikemukakan
oleh Fama dan Jensen (1983), dewan
komisaris merupakan mekanisme
pengendalian interen tertinggi yang
bertanggung jawab untuk memonitor
tindakan manajemen. Dewan komisaris
menerima wewenang untuk mengontrol
pengendalian interen dari para pemegang
saham perusahaan. Pendelegasian
wewenang ini terjadi karena pemegang
saham tidak memiliki cukup sumber daya
untuk memastikan apakah manajemen
telah bertindak sesuai dengan
kepentingan pemegang saham (Beasley
dan Salterio, 2001). Lebih lanjut menurut
pendapat John M. Nash, Presiden
National Association of Corporate
Directors, dewan komisaris merupakan
bentuk konsultasi yang termurah
(Herwidayatmo, 2000).
Pasal 28 Undang-undang No. 19 tahun
2003 tentang BUMN, ayat (1) berbunyi:
Anggota komisaris diangkat berdasarkan
pertimbangan integritas, dedikasi,
memahami masalah-masalah manajemen
perusahaan yang berkaitan dengan salah
satu fungsi manajemen, memiliki
pengetahuan yang memadai dibidang
usaha persero tersebut, serta dapat
menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya.
Dari ayat (1) tadi dapat dilihat bahwa
untuk menjadi anggota dewan komisaris
harus memiliki pengetahuan yang
memadai dibidang manajemen dan
bidang usaha perusahaan yang
bersangkutan. Seorang komisaris dapat
memiliki kompetensi seperti ini melalui
pelatihan baik secara internal maupun
eksternal dan juga melalui pengalaman.
Cadbury Report (1992) menyatakan
bahwa kompetensi anggota dewan
komisaris hal yang sangat
penting agar dapat menghasilkan dewan
komisaris yang efektif. Kompetensi yang
dibutuhkan oleh dewan komisaris dalam
melaksanakan peran monitoring-nya
adalah pengetahuan mengenai bidang
usaha perusahaan dan pemahaman
mengenai proses corporate governance.
Menurut rekomendasi Cadbury Report,
perusahaan harus melaksanakan
program orientasi secara formal bagi
komisaris baru dan memberikan pelatihan
khusus berkaitan dengan isu-isu
mengenai corporate governance.
Berbeda dengan rekomendasi yang
terdapat dalam Cadbury Report, Bedard
dan Chi (1993) lebih mementingkan faktor
pengalaman sebagai unsur kompetensi
yang lebih penting bagi dewan komisaris.
Komisaris yang berpengalaman dan
memiliki pengetahuan yang baik
mengenai bidang usaha perusahaan lebih
dapat melakukan pengawasan secara
efektif dalam hal pelaporan keuangan.
1.4.2. Independensi Dewan Komisa'ris
Ayat (2) Undang-undang No. 19 tahun
2003 tentang BUMN menyatakan :
komposisi komisaris harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pengambilan keputusan
dapat dilakukan secara efektif, tepat dan
cepat serta dapat bertindak secara
independen. Poin ini menyatakan bahwa
komposisi dewan komisaris akan
mempengaruhi independensinya. Suatu
jajaran dewan komisaris dikatakan
independen jika proporsi anggota outside
commissioners lebih banyak
dibandingkan inside commissioners (Lehn
et ai, 2003).
Fama dan Jensen (1983) menyatakan
bahwa komposisi dewan komisaris
merupakan faktor penting dalam
menciptakan fungsi pengawasan tindakan
manajemen yang efektif. Alasannya,
dewan komisaris akan lebih efektif dalam
memonitor tindakan manajemen jika
36 Jurnal Akuntansi & Manajernen Vol 2 No.2 Desernber 20071SSN 1858-3687 hal 33-46
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
anggotanya berasal dari dalam dan luar
perusahaan. Inside commissioners
perusahaan memiliki kelebihan, yaitu
akses untuk mendapatkan informasi yang
spesifik mengenai kegiatan perusahaan
sedangkan outside commissioners dapat
bertindak sebagai penengah jika terjadi
perselisihan antara manajer internal dan
dapat mengatasi masalah yang berkaitan
dengan masalah agensi.
Dalam suatu artikelnya, Barry Reiter
menyatakan bahwa outside
commissioners dapat membantu
memberikan kontinuitas dan objektifitas
yang diperlukan bagi suatu perusahaan
untuk berkembang dan makmur. Mereka
juga membantu merencanakan strategi
jangka panjang perusahaan dan secara
berkala melakukan review atas
implementasi strategi terse but
(Herwidayatmo, 2000).
Lehn et al (2003) yang mengutip
pemyataan Lipton dan Lorsch (1992)
menyarankan rasio komposisi dewan
komisaris sebaiknya berisikan paling
kurang dua dewan komisaris independen
untuk setiap dewan komisaris yang
tergabung dalam jajaran dewan
komisaris. Pemegang saham juga menilai
masuknya outside commissioners
sebagai hal yang positif karena
diasosiasikan dengan performance yang
baik (Raheja, 2003).
Di Indonesia, sesuai dengan ketentuan
peraturan pencatatan efek BEJ Nomor I-A
tentang Ketentuan Umum Pencatatan
Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang
berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000,
perusahaan yang tercatat di BEJ wajib
memiliki komisaris independen yang
jumlahnya secara proporsional sebanding
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh
bukan pemegang saham pengendali
dengan ketentuan jumlah komisaris
independen sekurang-kurangnya 30%
dari jumlah seluruh aggota komisaris
(Herwidayatmo, 2000).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Linck
et al (2005) ditemukan fakta bahwa
penerapan Sarbanes Oxley Act secara
signifikan berdampak pada struktur
dewan komisaris. Mereka juga
menyatakan, jika dalam suatu
perusahaan proporsi dewan komisarisnya
didominasi oleh inside commissioners
maka lebih baik ditambah saja dengan
outside commissioners ketimbang
menyingkirkan inside directors walaupun
konsekuensinya hal tersebut akan
meningkatkan biaya perusahaan.
Kemampuan outside commissioners
untuk memonitor manajemen secara lebih
efektif dapat berdampak pada kebijakan
manajemen untuk membatasi aktifitas
dewan komisaris dengan cara mengontrol
posisi ketua dewan komisaris. Pemegang
saham berusaha membatasi kemampuan
CEO untuk menghalangi pengawasan
yang dilakukan oleh outside
commissioners dengan memisahkan cara
posisi direktur utama dan ketua dewan
komisaris, karena fungsi ketua dewan
komisaris adalah untuk mengadakan
pertemuan dewan komisaris dalam
mengawasi proses pengangkatan,
pemecatan, pengevaluasian dan
penghargaan manajemen senior (Fama
dan Jensen, 1983).
Mengenai independensi ini sangat perlu
ditekankan bahwa setiap anggota dewan
komisaris harus memiliki sikap
independensi profesional, yaitu suatu
bentuk sikap mental yang sulit untuk
dikendalikan karena berhubungan
dengan integritas seseorang. Integritas
independensi seseorang ditentukan oleh
apa yang sebenarnya diyakini dan
dilaksanakan dalam kenyataan (in fact)
dan bukan oleh apa yang terlihat (in
appearance). Salah satu cara untuk
mengetahui independensi seseorang
adalah dengan melaksanakan fit and
proper test terhadap kandidat yang akan
menduduki jabatan komisaris.
1.4.3. Good Corporate Governance
Hingga saat ini masih ditemui definisi
yang bermacam-macam tentang
corporate governance. Namun demikian
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46 37
Pengaruh Kompetensi Dan Independens/ Dewan Kom/saris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
umumnya mempunyai maksud dan
pengertian yang sama. FCGI dalam
publikasi pertamanya menggunakan
definisi Cadburry Committee yaitu :
Seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengelola
perusahaan, kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern
lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu system yang
mengatur dan mengendalikan
perusahaan .
Disamping itu FCGI juga menjelaskan
tujuan dari corporate governance adalah
untuk menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan
stakeholders. Secara lebih nncl
terminologi corporate governance dapat
dipergunakan untuk menjelaskan
peranan dan perilaku dari dewan direksi,
dewan komisaris, pengelola perusahaan
dan para pemegang saham.
Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD
(Organization for Economic Cooperation
and Development), ada em pat unsure
penting dalam corporate governance,
yaitu:
1. Fairness (keadilan). Menjamin
perlindungan hak-hak para
pemegang saham termasuk hak-
hak pemegang saham minoritas
dan para pemegang saham asing
serta menjamin terlaksananya
komitmen dengan para investor.
2. Transparency (Transparansi).
Mewajibkan adanya suatu
informasi yang terbuka, tepat waktu
. serta jelas dan dapat
dipebandingkan yang menyangkut
keadaan keuangan, pengelolaan
perusahaan dan kepemilikan
perusahaan.
3. Accountability (Akuntabilitas).
Menjelaskan peran dan tanggung
jawab serta mendukung usaha
untuk menjamin penyeimbangan
kepentingan manajemen dan
pemegang saham sebagimana
yang diawasi oleh dewan
komisaris.
4. Responsibility
(Pertanggungjawaban).
Memastikan dipatuhinya peraturan
serta ketentuan yang berlaku
sebagai cerminan dipatuhinya nilai-
nilai sosial (OECD, 1998).
Chtourou et al. (2001) yang menguji
apakah praktik corporate governance
mempunyai pengaruh positif terhadap
kualitas informasi keuangan yang
dipublikasikan perusahaan juga
menyimpulkan bahwa penerapan prinsip
corporate governance akan menjadi
constrain manipulasi yang dilakukan
manajemen. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Abbott et al. (2000) yang
membuktikan adanya hubungan positif
antara penerapan corporate governance
dengan berkurangnya kecurangan (fraud)
pada pelaporan keuangan (financial
reporting) yang dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan yang
dipublikasikan perusahaan.
Penelitian McKinsey, seperti dikutip oleh
Luhukay (2002) dan Rafick (2002),
membuktikan bahwa investor di negara-
negara maju bersedia memberi premium
yang cukup tinggi, mencapai sekitar 28%,
kepada perusahaan yang menerapkan
prinsip corporate governance dengan
konsisten. Sebagai tambahan ditemukan
bukti bahwa saham perusahaan-
perusahaan tersebut menikmati valuasi
pasar sampai dengan 10%-12%. Sejalan
dengan penelitian terse but, survei yang
dilakukan di enam emerging market
menunjukkan kaitan yang erat antara
penerapan corporate governance dengan
harga saham perusahaan-perusahaan
public tersebut (Luhukay, 2002). Hal
tersebut terjadi karena hampir 75%
investor di pasar menganggap
38 Jurnal Akuntans/ & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 /SSN 1858-3687 hal 33-46
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komlsaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
keterbukaan dan informasi mengenai
penerapan corporate governance sama
pentingnya dengan informasi keuangan
yang dipublikasikan oleh suatu
perusahaan. Bahkan beberapa pihak
menganggap keterbukaan dan informasi
mengenai corporate governance lebih
penting daripada informasi keuangan.
Sejalan dengan penelitian terse but,
Mayangsari dan Murtanto (2002) yang
menguji apakah pengumuman
pembentukan komite audit akan direspon
oleh pasar juga menemukan bukti bahwa
pasar akan bereaksi positif terhadap
pengumuman tersebut. Hal 101
mengindikasikan bahwa pengumuman
tersebut mempunyai kandungan informasi
yang menarik minat investor di pasar.
Penelitian terse but mendukung beberapa
penelitian sebelumnya yang
menyimpulkan bahwa pengumuman
mempunyai kandungan informasi yang
dapat mempengaruhi harga saham
(retum) perusahaan bersangkutan (Ball
dan Brown, 1968; Beaver, 1968)
menduduki jabatan komisaris.
1.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran dan
landasan teori yang telah diuraikan diatas
maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Ho : Kompetensi dan independensi
dewan komisaris tidak berpengaruh
terhadap pelaksanaan good
corporate governance.
Ha : Kompetensi dan independensi
dewan komisaris berpengaruh
terhadap pelaksanaan good
corporate governance
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif verifikatif.
Menurut Indriantoro dan Supomo
(2002) tujuan penelitian deskriptif
adalah untuk menguji hipotesis atau
menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan current status
dari subyek yang diteliti.
Subyek penelitian ini adalah BUMN
infra struktur dan non infra struktur
sebagaimana yang terdapat pada
daftar Lampiran I Keputusan
Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Nomor KEP-
100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002
yang memiliki asset diatas 1 trilyun.
Obyek pada penelitian ini adalah
dewan komisaris.
Horizon waktu penelitian ini adalah
cross sectional, yaitu penelitian
yang di/akukan pada waktu tertentu
terhadap sejumlah perusahaan
yang menjadi subjek penelitian.
1.6.2. Operasionalisasi Variabel
Tabel 1
Operasional Variabel Skala Ordinal
Variabel Indikator
Kompetensi Financially literate
Komisaris ~ Memiliki pengetahuan dibidang
(XI) usaha perusahaan
~ Mempunyai pengalaman yang
relevan
Independensi Proporsl komisaris Independen
Komisaris ~ Tidak mempunyai hubungan
(X2) dengan pemegang saham
mayoritas/direksi
~ Melaksanakan fit and proper test
Pelaksanaan ~ Faimess. yaitu menjamin
GCG perlindungan hak pemegang
(Y) saham dan investor
~ Transparency. yaitu menjamln
adanya keterbukaan Informasi
~ Accountability. yaltu menjamln
keseimbangan manajemen dan
pemegang saham
Responsibility. menjamln
dlpatuhlnya perundang-
undanganlperaturan yang berlaku
Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46
39
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
1.6.3. Sam pel Penelitian
Sampel penelitian adalah semua BUMN
infra struktur dan non infra struktur yang
telah memiliki aset diatas 1 trilyun. Berikut
adalah daftar BUMN yang dimaksud :
Tabel2.
Daftar BUMN Sample Penelitian
KEL
BIDANG
NO NAMA BUMN
INDUSTRI
I Bidang 1 PT Pupuk Sriwijaya
Industri Pupuk 2 PT Semen Batu
dan Semen Raja
II Bidang 1 PT Indo Farma
Industrl 2 PT Kimia Farma
Farmasi 3 PT Bio Farma
dan Aneka 4 PTRajawali
Industrl Nusantara Indonesia
III Bidang 1 PTTambang
Pertambangan Batubara Bukit
dan Energi Asam
2 PT Perusahaan Gas
Negara
IV Bidang 1 PT Krakatau Steel
Industri 2 PT Dirgantara
Strategis Indonesia
V Bidang 1 PT Wijaya Karya
Konstruksi 2 PT Adhi Karya
dan 3 PT Hutama Karya
Jalan Tol 4 PT Jasa Marga
VI Bidang 1 PT Pelabuhan
Prasarana Indonesia I
Perhubungan 2 PT Pelabuhan
Laut Indonesia II
3 PT Pelabuhan
Indonesia III
VII Bidang 1 PT Angkasa Pura I
Prasarana 2 PT Angkasa Pura II
Perhubungan
Udara
VIII Bidang 1 PT Kereta Api
Sarana Indonesia
Perhubungan 2 PT Pelayaran
Nasional Indonesia
3 PT Garuda
Indonesia
4 PT Merpati Airlines
IX Bidang Pos 1 PT Pos Indonesia
X Bidang 1 PTPN II
Perkebunan 2 PTPN III
3 PTPN IV
4 PTPN V
5 PTPN VII
6 PTPN VIII
XI Bidang 1 PT Perhutani
Kehutanan
XII Seklor 1 Perum Pegadaian
Pelayanan
Umum
Pengelompokan BUMN ini sesuai dengan
Lampiran I Keputusan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP-
100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 yang
berisikan tabel kelompok BUMN infra
struktur dan non infra struktur Dari
informasi yang terdapat pada situs BUMN
Online 32 BUMN infra struktur dan non
infra struktur yang telah memiliki aset
diatas 1 trilyun.
1.6.4. Prosedur Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei, yaitu teknik pengumpulan
opini dari responden yang diteliti. Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini
merupakan data primer yang didapat
melalui questionnaire. Questionnaire
dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan
variabel penelitian, yaitu mengenai
kompetensi komisaris, independensi
komi saris dan pelaksanaan corporate
governance. Setiap pilihan jawaban yang
disediakan diberikan skor berdasarkan
skala Likert yang memiliki nilai antara 1-5.
Responden dalam penelitian ini adalah
Direktur Utama. Hal ini karena Direktur
Utama juga merupakan pihak yang
sangat menentukan berhasilnya corporate
governance didalam sebuah perusahaan
(Beasley, Mark dan Steven Salterio :
2001). Selain itu Direktur Utama juga
merupakan pihak yang sering
berhubungan dengan pihak yang
dijadikan obyek penelitian sehingga
diasumsikan dapat memberikan jawaban
yang diperlukan atas pertanyaan yang
diajukan dalam penelitian ini.
1.6.5. Pengujian Data
Data yang diperoleh dari responden akan
diuji untuk menyatakan keabsahan hasil
penelitian. Adapun pengujian yang
dilakukan adalah :
1. Uji validitas
Uji validitas dilakukan dengan cara
mengkorelasikan skor masing-masing
40 Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Govemance
pertanyaan yang diajukan kepada
responden dengan total skor untuk
masing-masing varia bel. Teknik
korelasi yang digunakan adalah
korelasi Rank Spearman.
Betdasarkan pad a rumus Rank
Spearman tersebut maka dapat
diketahui nilai r yang menunjukkan
kekuatan hubungan pertanyaan
dengan konsep pengukurannya.
Selanjutnya dalam memberikan
interpretasi terhadap koefisien
korelasi, menurut Masrun dalam
Sugiyono (1997) menyatakan : "item
yang mempunyai korelasi positif
dengan kriterium (skor total) dan
korelasinya tinggi, menunjukkan
bahwa item terse but mempunyai
validitas yang tinggi pula
n

Rumus korelasi Rank Spearman
adalah sebagai berikut :
Dengan,
= banyaknya observasi yang
berangka sama pada suatu
skor tertentu
T = faktor korelasi
dimana:
R(Xj) = rank pada X untuk data
responden yang ke-i
R(Yj) = rank pada Y untuk data
responden yang ke-i
d
,
= R(X
,
) - R(Y
,
)
Uji validitas dalam penelitian ini
dilakukan pada variavel X dan Y.
Dengan tingkat keyakinan 95% (a =
0.05) maka jika :

rMung > "abel maka
pernyataan dinyatakan valid
rhHung < rlabel maka
pernyataan dinyatakan
valid.
butir
butir
tidak
2. Uji keandalan (reability)
Uji keandalan dilakukan dengan
menggunakan teknik split half dengan
langkah k e ~ sebagai berikut :
a. Membagi pertanyaan-pertanyaan
menjadi dua bag ian yaitu ganjil
dan genap
b. Skor untuk masing-masing
pertanyaan ditiap bag ian
dijumlahkan sehingga
menghasilkan dua skor total
untuk masing-masing bagian
c. Mengkorelasikan skor total
bagian pertama dengan skor total
bag ian kedua dengan
menggunakan korelasi Rank
Spearman
d. Hitung reabilitas untuk
keseluruhan item dengan
menggunakan rumus Spearman
Brown sebagai berikut :
2(r,,)
r,o, =-1+
r"
rtot = angka reabilitas seluruh
item
rll = angka korelasi bagian
pertama dan bag ian kedua
Dengan tingkat keyakinan 95% (a =
0.05) maka jika :
Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46
41
Pengaruh Kompetensl Dan Independensl Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Governance
riot > rtl. berarti data yang
bersanakutan reliabel dan layak
digunakan dalam pengujian
hipotesis.
riot > rlt berarti data yang
bersangkutan tidak reliabel dan
tidak layak digunakan dalam
pengujian hipotesis.
1.6.6. Metode Analisis
Untuk menganalisis data yang dihasilkan
dari questionnaire dilakukan anali.sis
regresi dan pengukuran
korelasi. Analisis data akan dllakukan
dengan bantuan software SPSS for
windows ver. 12. O. Karena pengukuran
untuk variabel X
1
, X
2
dan Y dalam
penelitian ini menggunakan skala ordinal,
sedangkan syarat analisis regresi minimal
berskala interval maka data yang
berskala ordinal harus ditingkatkan
menjadi skala interval dengan
successive interval (Hay's, 1969) sebagal
berikut:
a. Memperlihatkan
pertanyaan
setiap
item
b. Untuk setiap item tetukan berapa
orang responden yang mendapat
skor 5,4,3,2,1 yang selanjutnya
disebut frekuensi (f)
c. Setiap frekuensi dibagi
responden dan hasilnya
proporsi (p)
d. Hitung proporsi kumulatif (pk).
banyak
disebut
e. Hitung nilai z untuk setiap proporsi
kumulatif yang diperoleh dengan
menggunakan tabel normal.
f. Tentukan SV (scale value = nilai
skala) dengan rumus :
(DenSity at lower limit) -
(DenSity at upper limit)
SV=------____________ _
(Area below upper limit) -
(Area below lower limit)
g. SV (scale value) yang nilainya
terkecil (nilai negatif terbesar) diubah
menjadi sama dengan 1.
Transformed Scale Value:
Y = SV + ISVm1nl +1
1.6.7. ModeJ PeneJitian
Berikut adalah persamaan struktural
penelitian : Y = a + bX. + bX
2
+ 6
2. Pembahasan
2.1. Hasil Pengujian Alat Ukur
Penelitian
Untuk kepentingan penelitian ini penulis
mengirimkan 32 (tiga puluh dua) buah
questionnaire ke 32 (tiga puluh dua)
perusahaan. Semua questionnaire yang
dikirimkan diisi secara lengkap oleh
responden dan memenuhi syarat untuk
diolah lebih lanjut. Data variabel
penelitian yang terkumpul melalui
questionnaire adalah data yang berskala
ordinal. Sebelum diolah lebih lanjut, data
ordinal terlebih dahulu dinaikkan dan
ditransformasikan tingkat pengukurannya
ke tingkat interval melalui Method of
Successive Interval (MSI) atau metode
interval berurutan.
Sebelum melakukan pengolahan data,
terlebih dahulu data yang diperoleh
melalui questionnaire perlu diuji
kesahihan dan keandalannya. UntUk itu
dilakukan analisis dari keseluruhan
pertanyaan pada kuesioner dengan uji
validitas dan reliabilitas.
2.1.1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengukur
pertanyan-pertanyaan yang ada dalam
questionnaire. Suatu pertanyaan
dikatakan valid jika pertanyaan tersebut
mampu untuk mengukur apa yang perlu
diukur dan mampu mengungkapkan apa
yang ingin diungkap. Uji validitas ini
dilakukan dengan mengkorelasikan
42
Jurnal Akuntansl & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Govemance
masing-masing skor pertanyaan untuk
masing-masing variabel dengan skor
masing-masing varia bel. Selanjutnya
angka korelasi yang bernilai positit, berarti
data terse but adalah valid.
Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan
dengan menggunakan program SPSS for
Windows 13.0 dengan menggunakan
korelasi Rank Spearman. Hasil pengujian
validitas butir pertanyaan pada variabel
kompetensi dewan komisaris (Xl),
independensi dewan komisaris (X
2
) dan
pelaksanaan good corporate governance
(y) menunjukkan bahwa semua butir
pertanyaan valid sebagaimana
ditunjukkan pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel3
Case Processing Summary
N %
Cases Valid
31 100.0
Excluded(a)
0 .0
Total
31 100.0
A Llstwlse deletton based on aU vartables
in the procedure.
2.1.2. Uji Reliabilitas
Setelah diketahui bahwa setiap item
pertanyaan yang dibuat memiliki validitas
maka selanjutnya dilakukan uji reliabilitas.
Uji reliabilitas ini dilakukan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang memiliki
validitas, untuk mengetahui apakah alat
pengumpulan data terse but menunjukkan
tingkat ketapatan, keakuratan, kestabilan
atau konsistensi alat tersebut digunakan
walaupun dalam waktu yang berbeda,
walaupun dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih terhadap gejala yang serupa.
Pada tabel 4, hasil perhitungan koefisien
reliabilitas dengan menggunakan SPSS
for Windows 13. adalah sebesar 0.919.
Artinya, jika alat ukur ini digunakan
berulang kali diharapkan sebanyak 91,9
% hasilnya akan relatit sama.
Cronbach's
Alpha
Tabel4
Reliability Statistics
Part 1 Value
N of Items
Part 2 Value
N of Items
Total N of /tems
Correlation Between Forms
Spearman- Equal Length
Brown
Coefficient Unequal Length
Guttman Solit-Half Coefficient
a The items are: V1, V1.
b The items are: V2, V2.
2.2. Hasil Regresi
1.000
1(a)
1.000
1(b)
2
.919
.958
.958
.955
Berdasarkan pengolahan data dengan
menggunakan SPSS for Windows 12.0
maka dapat dijelaskan hasilnya sebagai
berikut.
Model R
1
.928(a)
Tabel5
Model Summary
R Adjusted R
Square Square
.862 .852
a Predictors: (Constant), V2, V1
Std. Error
of the
Estimate
3.471
Dari tabel 5 terlihat bahwa koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.862 berarti
bahwa 86,2 % variabelitas variabel
pelaksanaan good corporate governance
(Y) dapat diterangkan oleh variabel-
variabel independennya, dalam hal ini
kompetensi dewan komisaris (Xl) dan
independensi dewan komisaris (X
2
).
Untuk menguji hipotesis penelitian yaitu
apakah kompetensi dan independensi
dewan komisaris berpengaruh terhadap
pelaksanaan good corporate governance
dilakukan uji F. Hasil pengujian dengan
menggunakan SPSS dapat dilihat pada
tabel 6 berikut :
Jumal Akuntansi & ManaJemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46 43
Pengaruh Kompelensi Dan Independensl Dewan Komlsaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporale
Govemance
Model
1 Regression
Residual
Total
Tabel6
ANOVA
b
Sum of
df
SQuares
2102.125 2
337.359 28
2439.484 30
Mean
F
SQuare
1051.062
12.049
87.236
Berdasarkan perhitungan dengan SPSS
diperoleh nilai F
hltung
sebesar 87,236
dengan nilai Sig F adalah 0.000, maka
berarti Ho ditolak. Jadi dapat diartikan
bahwa terdapat pengaruh antara
kompetensi dewan komisaris (X
,
) dan
independensi dewan komisaris (X
2
)
dengan pelaksanaan good corporate
governance (y) sebesar koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.862 atau 86,2
%. Ini berarti bahwa pengaruh varia bel-
variabel diluar model adalah sebesar 1 -
R2 = 0,138 (error).
Pengaruh masing-masing variabel X, dan
X2 terhadap Y dapat dilihat pada tabel 7
berikut :
Model
1 (Constant)
V1
V21
Tabel7
ANOVA b
Unstandardiz Standardi
ed zed
Std.
Coefficie
B
Error
nts Beta
1.798 3.498
.401 .167 .42f
.185 .520
t Sig.
.514 .611
2.399
2.918 .007
Dari hasil perhitungan SPSS terlihat
koefisien (beta) yang pertama bernilai
positif yaitu sebesar 0.428. Artinya
kompetensi dewan komisaris (X,)
berpengaruh terhadap pelaksanaan good
corporate governance (y) sebesar 0.428.
Nilai koefisien (beta) yang positif untuk
variabel kompetensi dewan komisaris
berarti bahwa dewan komisaris yang
kompeten akan mampu meningkatkan
pelaksanaan good corporate governance.
Dalam penelitian ini kompetensi dewan
komisaris dilihat dari pemahaman
komisaris terhadap laporan keuangan
(financially literate), memiliki pemahaman
mengenai bidang usaha perusahaan dan
mempunyai pengalaman yang relevan.
Umumnya dewan komisaris pad a BUMN
diteliti termasuk dalam kategori
peten. Hal ini terlihat dari hasil
litian, walaupun banyak komisaris
tidak mempunyai latar belakang
idikan ekonomi tetapi mereka
ahami bidang usaha perusahaan.
xane
slffn
rio"


me n
Misalnya, pada BUMN yang bergerak
dibidang teknik atau farmasi. Beberapa
komisarisnya bukan berpendidikan
ekonomi tetapi sesuai dengan bidang
usaha BUMN tersebut yaitu teknik dan
farmasi sehingga mereka sangat
memahami bidang usaha perusahaan.
Untuk mengatasi kekurangan mereka
dalam hal pemahaman atas laporan
keuangan maka diangkatlah komisaris
independen yang banyak berasal dari
kalangan konsultan atau akademisi.
Selain itu untuk menambah wawasan
selama menjadi komisaris umumnya
mereka juga mendapatkan seminar atau
workshop mengenai manajemen dan juga
mengenai good corporate governance.
Selanjutnya, koefisien (beta) yang kedua
juga bernilai positif yaitu sebesar 0,520.
Artinya independensi dewan komisaris
(X
2
) berpengaruh terhadap pelaksanaan
good corporate governance (Y) sebesar
0,520. Nilai koefisien (beta) yang positif
untuk variabel independensi dewan
komisaris berarti bahwa dewan komisaris
yang independen akan mampu
meningkatkan pelaksanaan good
corporate governance.
Independensi dewan komisaris dilihat dari
banyaknya jumlah komisaris independen
dalam jajaran dewan komisaris. Dari
penelitian terlihat bahwa proporsi
komisaris independen sudah cukup
besar, rata-rata adalah 30%. Hal ini juga
sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Indonesia.
Dewan komisaris harus memiliki sikap
independensi profesional, yaitu suatu
bentuk sikap mental yang sulit untuk
dikendalikan karena berhubungan
dengan integritas seseorang. Integritas
44 Jumal Akunlansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 18583687 hal 33-46
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Govemance
independensi seseorang ditentukan oleh
apa yang sebenarnya diyakini dan
dilaksanakan dalam kenyataan (in fact)
dan bukan oleh apa yang terlihat (in
appearance). Salah satu cara untuk
mengetahui independensi seseorang
adalah dengan melaksanakan fit and
proper test terhadap kandidat yang akan
menduduki jabatan komisaris.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa sudah
banyak BUMN yang menerapkan fit and
proper test untuk posisi komisaris. Ruang
lingkup fit and proper test mencakup dua
faktor, yaitu: faktor integritas dan faktor
kompetensi.
Kriteria "faktor integritas' meliputi ada
tidaknya rekayasa Clan praktek-praktek
yang menyimpang dari ketentuan yang
telah ditetapkan. Termasuk di dalamnya
perbuatan-perbuatan seperti tidak
memenuhi komitmen yang telah
disepakati dengan pemerintah,
memberikan keuntungan kepada pemilik,
manajemen, pegawai, dan/atau pihak
lainnya yang dapat merugikan atau
mengurangi keuntungan perusahaan,
serfa tindakan-tindakan yang dapat
dikategorikan tidak independen. Selain itu
juga bisa dilihat track record dari
komisaris tersebut, apakah ia pernah
tersangkut dengan masalah yang
berkaitan dengan integritas
independensinya. Dari perhitungan
SPSS, terlihat bahwa korelasi antara
variabel kompetensi dewan komisaris (X
1
)
dengan variabel independensi dewan
komisaris (X
2
) adalah sebesar 0,917
sebagaimana terlihat pada tabel 8.
Spear V1
man's
rho
V2
Tabel8
Correlations
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
V1 V2
1.000 .917
.000
31 31
.917 1.000
.000
31 31
'*. Correlation IS significant at the 0.01 level
(2-tailed).
Berdasarkan hasil pengolahan data
diatas maka dapat dituliskan persamaan
strukturC\lnya sebagai berikut :
Y = 0.428 X
1
+ 0.520 X
2
+
3. Keslmpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kompetensi dan independensi dewan
komisaris berpengaruh terhadap
pelaksanaan good corporate
governance.
2. Kompetensi dan independensi dewan
komisaris berpengaruh terhadap
pelaksanaan good corporate
governance dengan arah pengaruh
yang positif. Ini berarti bahwa dewan
komisaris yang kompeten dan
in depend en berkecenderungan untuk
meningkatkan pelaksanaan good
corporate governance.
3.2. Saran
1. Agar dewan komisaris dapat
berfungsi secara efektif maka perlu
menjaga independensinya sehingga
dapat memenuhi fungsi utamanya
untuk mengawasi kebijakan dan
memberikan nasehat kepada direksi
dalam menjalankan perusahaan.
2. Agar dewan komisaris selalu
meningkatkan wawasannya
khususnya mengenai pelaksanaan
GCG.
Daftar Pustaka
Beasley, Mark dan Steven Salterio, 2001,
The Relationship Between Board
Characteristics an Voluntary
Improvements in Audit Committee
Composition and Experience,
Contemporary Accounting
Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46
45
Pengaruh Kompetensl Dan Independensl Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate
Govemance
Research (18) : 539-570.
Chtourou, Sonda M., Jean Bedard dan
Lucie Courteau, 2001, Corporate
Governance and Earning
Management, Working Paper,
Social Science Research Network.
Cohen, Jeffrey, Ganesh Krishnamoorthy
dan Arnie Wright, 2004, Corporate
Governance Mosaic and Financial
Reporting Quality, Journal of
Accounting Literature.
Cornelius Trihendradi, 2005, Step by Step
SPSS 13 : Analisis Data Statistik,
Penerbit Andi Yogyakarta.
Dudi M. Kurniawan dan Nur Indriantoro,
2000, Corporate Governance in
Indonesia, Makalah Seminar pada
the Second Asian Roundtable on
Corporate Governance and
Accountability di Hongkong.
Hermalin, Benjamin dan Michael
Weisbach, 2003, Boards of
Directors as an Endogenously
Determined Institution : a Survey of
the Economic Literature, FRBNY
Economic Policy Review 9, p 7-22.
Herwidayatmo, 2000, Implementasi Good
Corporate Governance untuk
Perusahaan Publik Indonesia,
Artikel, Majalah Usahawan No. 10
Tahun XXIX, Oktober.
Linck, James S., Jeffry M. Netter dan Tina
Yang, 2005, Effect and Unintended
Consequnces of the Sarbanes
Oxley Act on Corporate Boards,
Working Paper, Social Science
Research Network.
Lehn, Kenneth, Sukesh Patro dan
Mengxin Zhao, 2003, Determinants
of the Size and Structure of
Corporate Boards : 1935-2000,
Working Paper, Social Science
Research Network.
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo,
2002, Metodologi Penelitian Bisnis
untuk akuntansi dan Manajemen,
BPFE Yogyakarta.
Raheja, Charu G., 2003, the Interaction of
Insider and Outsiders in MonitOring
: a Theory of Corporate Boards,
Disertasi.
46 Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46

Anda mungkin juga menyukai