Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris
Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance
Abstrak Wiwik Andriani Sukartini Reno Fithri Meuthia Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang Board characteristics have become an interesting area of research for many years. It is believed that board characteristics have a positive effect on internal audit quality. This study examines the impact of board competency and independency on good corporate govemance practices. The responses of 32 President Directors (CEO) from non financial BUMNs to the questionnaires were analyzed by using regression analysis. The results of this study were generally consistent with the prior empirical research. The results also support the research hypotheses that board competency and independency influence good corporate governance practices with positive direction. Therefore, it can be concluded that the board competency and independency will influence the quality of good corporate governance practices. Keywords ; Boards composition, Audit committees composition, Internal audit quality, corporate govemance and non financial BUMN. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Oi Indonesia, kurang efektifnya corporate governance disadari atau tidak merupakan pemicu utama krisis ekonomi dan kegagalan usaha. Persepsi investor internasional terhadap Indonesia masih belum baik. Hal ini terlihat dari hasil survey yang dilakukan oleh berbagai lembaga internasional. Credit Lyonnais Securities Asset (ClSA) pada tahun 2002 memberikan skor 2,9 untuk pelaksanaan GCG di Indonesia. Nilai ini mengalami penurunan karena pada tahun 2001 Gambar 1. Hasil penelitian terhadap penerapan standar corporate governance di beberapa Negara. Sumber: FCGI, 2003 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance ClSA memberikan nilai 3,2. Sementara itu McKinsey Investor Opinion Survey pada bulan Juli 2002 juga masih menempatkan Indonesia sebagai negara terburuk dalam penerapan GCG di Asia. Gambar berikut ini menggambarkan bagaimana penerapan standar corporate govemance di beberapa negara termasuk di dalamnya adalah Indonesia (FCGI, 2003). Namun demikian semenjak tahun 2000 telah dilakukan . upaya-upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya good corporate governance, diantaranya dengan dibentuknya Komnas GCG dan Pedoman Nasional GCG. Selain itu juga telah diterbitkan peraturan- peraturan oleh 8apepam, BEJ dan Menteri 8UMN mengenai pembentukan komisaris independen, komite audit dan corporate secretary. Disamping itu juga telah terdapat jadwal rinci mengenai perbaikan-perbaikan corporate govemance yang merupakan bag ian penting dari nota kesepakatan (letter of intent) yang ditandatangani antara Indonesia dengan IMF dimana kelanjutan bantuan keuangan dari pihak IMF akan tergantung pada pelaksanaan kesepakatan tersebut (FCGI, 2003). Penerapan corporate govemance memberikan sumbangan yang penting guna memperbaiki perekonomian dan menghindari krisis dari kegagalan serupa dimasa' mendatang (Media Akuntansi, 2003). Menurut FCGI (2003) ada beberapa manfaat yang bisa dipetik dengan diterapkannya corporate govemance, yaitu : meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders ; mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia ; pemegang saham akan merasa puas dengan perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder's value dan deviden. Khusus untuk BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. Dewan komisaris merupakan sentral corporate govemance yang merupakan badan pembuat keputusan utama pada perusahaan pubJik (HermaJin dan Weisbach, 2003). Sesuai dengan ketentuan pasal 97 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) maka komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasehat kepada direksi. Selanjutnya dalam pasal 98 ayat 1 UUPT dikatakan bahwa komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Ada dua isu penting yang berkaitan dengan efektifitas dewan komisaris yaitu kompetensi dan independensi anggota dewan komisaris. Menurut Cadbury Report (1992) kompetensi anggota dewan komisaris sangat penting bagi terciptanya dewan komisaris yang efektif. Kompetensi yang dibutuhkan oleh dewan komisaris dalam melaksanakan peran monitoring- nya adalah pengetahuan mengenai bidang usaha perusahaan dan pemahaman mengenai proses corporate govemance. Berbeda dengan rekomendasi yang terdapat dalam Cadbury Report, Bedard dan Chi (1993) lebih mementingkan faktor pengalaman sebagai unsur kompetensi yang lebih penting bagi dewan komisaris. Beasley (1996) menemukan hubungan yang negatif antara persentase anggota non eksekutif pad a dewan komisaris dengan kemungkinan fraud pada laporan keuangan. Perusahaan yang tidak memiliki fraud pada laporan keuangannya ternyata dewan komisarisnya didominasi oleh anggota yang berasal dari luar perusahaan. Sementara Dechow et aI., (1996) 34 Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance menemukan bahwa perusahaan yang memiliki persentase besar anggota non eksekutif pada dewan komisaris tidak terlalu mendukung penyelenggaraan praktek akuntansi seperti yang dikehendaki oleh SEC. Walaupun telah diatur didalam undang- undang tetapi kenyataan yang selama ini t e ~ d i dewan komisaris lebih merupakan organ perusahaan yang berlaku pasif. Dewan komisaris tidak mampu melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap direksi secara efektif. Hal itu mungkin disebabkan karena umumnya anggota dewan komisaris tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan dan juga tidak dapat bersikap independen (Kumiawan dan Indriantoro, 2000). Jabatan komisaris diberikan kepada anggota keluarga atau orang-orang kepercayaan sebagai jabatan kehormatan atau penghargaan yang mensyaratkan adanya loyalitas yang imbal balik. Jabatan komisaris juga diberikan kepada pejabat atau mantan pejabat pemerintah yang masih mempunyai pengaruh sebagai, upaya untuk meningkatkan bargaining power perusahaan dikalangan pemerintah (Usahawan, 2000). Akhirnya independensi dewan komisaris menjadi sangat diragukan karena hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya dengan dewan direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan dewan komisaris. Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian dewan komisaris yang didasarkan pada persentase gaji dewan direksi. Kepemilikan saham yang terpusat pada suatu kelompok dapat pula menjadi salah satu lemahnya posisi dewan komisaris. Dari uraian diatas terlihat bahwa ada kontradiksi antara gambaran ideal pelaksanaan corporate governance dengan fenomena yang terjadi didunia usaha di Indonesia. Selain itu dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat hasil yang masih saling bertentangan satu sama lainnya. Oleh karena sebab-sebab diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Kompetensi dan Independensi Dewan Komisaris terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Berapa besar pengaruh kompetensi dan independensi dewan komisaris terhadap pelaksanaan good corporate governance? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh kompetensi dan independensi dewan komisaris terhadap pelaksanaan good corporate governance. Lebih lanjut, penelitian 101 diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Aspek Keilmuan : 1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kompetensi dan independensi dewan komisaris terhadap pelaksanaan good corporate governance 2. Sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi penelitian dan pengembangan ilmu auditing dan penerapan corporate governance dalam perusahaan. b. Aspek Praktis 1.Memberikan informasi yang dapat digunakan bagi perusahaan mengenai efektifitas dewan komisaris sebagai salah satu unsur pelaksana corporate governance. 2.Bagi penulis sendiri dengan adanya peneliti ini akan men am bah Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46 35 Pengaruh Kornpetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance wawasan keilmuan mengenai corporate governance. 1.4. Landasan Teori 1.4.1. Kompetensl Dewan Komisaris Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan. Dalam teori agensi yang dikemukakan oleh Fama dan Jensen (1983), dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian interen tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen. Dewan komisaris menerima wewenang untuk mengontrol pengendalian interen dari para pemegang saham perusahaan. Pendelegasian wewenang ini terjadi karena pemegang saham tidak memiliki cukup sumber daya untuk memastikan apakah manajemen telah bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Beasley dan Salterio, 2001). Lebih lanjut menurut pendapat John M. Nash, Presiden National Association of Corporate Directors, dewan komisaris merupakan bentuk konsultasi yang termurah (Herwidayatmo, 2000). Pasal 28 Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, ayat (1) berbunyi: Anggota komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai dibidang usaha persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya. Dari ayat (1) tadi dapat dilihat bahwa untuk menjadi anggota dewan komisaris harus memiliki pengetahuan yang memadai dibidang manajemen dan bidang usaha perusahaan yang bersangkutan. Seorang komisaris dapat memiliki kompetensi seperti ini melalui pelatihan baik secara internal maupun eksternal dan juga melalui pengalaman. Cadbury Report (1992) menyatakan bahwa kompetensi anggota dewan komisaris hal yang sangat penting agar dapat menghasilkan dewan komisaris yang efektif. Kompetensi yang dibutuhkan oleh dewan komisaris dalam melaksanakan peran monitoring-nya adalah pengetahuan mengenai bidang usaha perusahaan dan pemahaman mengenai proses corporate governance. Menurut rekomendasi Cadbury Report, perusahaan harus melaksanakan program orientasi secara formal bagi komisaris baru dan memberikan pelatihan khusus berkaitan dengan isu-isu mengenai corporate governance. Berbeda dengan rekomendasi yang terdapat dalam Cadbury Report, Bedard dan Chi (1993) lebih mementingkan faktor pengalaman sebagai unsur kompetensi yang lebih penting bagi dewan komisaris. Komisaris yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang baik mengenai bidang usaha perusahaan lebih dapat melakukan pengawasan secara efektif dalam hal pelaporan keuangan. 1.4.2. Independensi Dewan Komisa'ris Ayat (2) Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN menyatakan : komposisi komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Poin ini menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris akan mempengaruhi independensinya. Suatu jajaran dewan komisaris dikatakan independen jika proporsi anggota outside commissioners lebih banyak dibandingkan inside commissioners (Lehn et ai, 2003). Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris merupakan faktor penting dalam menciptakan fungsi pengawasan tindakan manajemen yang efektif. Alasannya, dewan komisaris akan lebih efektif dalam memonitor tindakan manajemen jika 36 Jurnal Akuntansi & Manajernen Vol 2 No.2 Desernber 20071SSN 1858-3687 hal 33-46 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance anggotanya berasal dari dalam dan luar perusahaan. Inside commissioners perusahaan memiliki kelebihan, yaitu akses untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kegiatan perusahaan sedangkan outside commissioners dapat bertindak sebagai penengah jika terjadi perselisihan antara manajer internal dan dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan masalah agensi. Dalam suatu artikelnya, Barry Reiter menyatakan bahwa outside commissioners dapat membantu memberikan kontinuitas dan objektifitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan untuk berkembang dan makmur. Mereka juga membantu merencanakan strategi jangka panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi terse but (Herwidayatmo, 2000). Lehn et al (2003) yang mengutip pemyataan Lipton dan Lorsch (1992) menyarankan rasio komposisi dewan komisaris sebaiknya berisikan paling kurang dua dewan komisaris independen untuk setiap dewan komisaris yang tergabung dalam jajaran dewan komisaris. Pemegang saham juga menilai masuknya outside commissioners sebagai hal yang positif karena diasosiasikan dengan performance yang baik (Raheja, 2003). Di Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan pencatatan efek BEJ Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000, perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh aggota komisaris (Herwidayatmo, 2000). Dari penelitian yang dilakukan oleh Linck et al (2005) ditemukan fakta bahwa penerapan Sarbanes Oxley Act secara signifikan berdampak pada struktur dewan komisaris. Mereka juga menyatakan, jika dalam suatu perusahaan proporsi dewan komisarisnya didominasi oleh inside commissioners maka lebih baik ditambah saja dengan outside commissioners ketimbang menyingkirkan inside directors walaupun konsekuensinya hal tersebut akan meningkatkan biaya perusahaan. Kemampuan outside commissioners untuk memonitor manajemen secara lebih efektif dapat berdampak pada kebijakan manajemen untuk membatasi aktifitas dewan komisaris dengan cara mengontrol posisi ketua dewan komisaris. Pemegang saham berusaha membatasi kemampuan CEO untuk menghalangi pengawasan yang dilakukan oleh outside commissioners dengan memisahkan cara posisi direktur utama dan ketua dewan komisaris, karena fungsi ketua dewan komisaris adalah untuk mengadakan pertemuan dewan komisaris dalam mengawasi proses pengangkatan, pemecatan, pengevaluasian dan penghargaan manajemen senior (Fama dan Jensen, 1983). Mengenai independensi ini sangat perlu ditekankan bahwa setiap anggota dewan komisaris harus memiliki sikap independensi profesional, yaitu suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang. Integritas independensi seseorang ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakini dan dilaksanakan dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat (in appearance). Salah satu cara untuk mengetahui independensi seseorang adalah dengan melaksanakan fit and proper test terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan komisaris. 1.4.3. Good Corporate Governance Hingga saat ini masih ditemui definisi yang bermacam-macam tentang corporate governance. Namun demikian Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46 37 Pengaruh Kompetensi Dan Independens/ Dewan Kom/saris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance umumnya mempunyai maksud dan pengertian yang sama. FCGI dalam publikasi pertamanya menggunakan definisi Cadburry Committee yaitu : Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak- hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan . Disamping itu FCGI juga menjelaskan tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan stakeholders. Secara lebih nncl terminologi corporate governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan dan perilaku dari dewan direksi, dewan komisaris, pengelola perusahaan dan para pemegang saham. Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), ada em pat unsure penting dalam corporate governance, yaitu: 1. Fairness (keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham termasuk hak- hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor. 2. Transparency (Transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu . serta jelas dan dapat dipebandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. 3. Accountability (Akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham sebagimana yang diawasi oleh dewan komisaris. 4. Responsibility (Pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai- nilai sosial (OECD, 1998). Chtourou et al. (2001) yang menguji apakah praktik corporate governance mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan perusahaan juga menyimpulkan bahwa penerapan prinsip corporate governance akan menjadi constrain manipulasi yang dilakukan manajemen. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Abbott et al. (2000) yang membuktikan adanya hubungan positif antara penerapan corporate governance dengan berkurangnya kecurangan (fraud) pada pelaporan keuangan (financial reporting) yang dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan. Penelitian McKinsey, seperti dikutip oleh Luhukay (2002) dan Rafick (2002), membuktikan bahwa investor di negara- negara maju bersedia memberi premium yang cukup tinggi, mencapai sekitar 28%, kepada perusahaan yang menerapkan prinsip corporate governance dengan konsisten. Sebagai tambahan ditemukan bukti bahwa saham perusahaan- perusahaan tersebut menikmati valuasi pasar sampai dengan 10%-12%. Sejalan dengan penelitian terse but, survei yang dilakukan di enam emerging market menunjukkan kaitan yang erat antara penerapan corporate governance dengan harga saham perusahaan-perusahaan public tersebut (Luhukay, 2002). Hal tersebut terjadi karena hampir 75% investor di pasar menganggap 38 Jurnal Akuntans/ & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 /SSN 1858-3687 hal 33-46 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komlsaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance keterbukaan dan informasi mengenai penerapan corporate governance sama pentingnya dengan informasi keuangan yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan. Bahkan beberapa pihak menganggap keterbukaan dan informasi mengenai corporate governance lebih penting daripada informasi keuangan. Sejalan dengan penelitian terse but, Mayangsari dan Murtanto (2002) yang menguji apakah pengumuman pembentukan komite audit akan direspon oleh pasar juga menemukan bukti bahwa pasar akan bereaksi positif terhadap pengumuman tersebut. Hal 101 mengindikasikan bahwa pengumuman tersebut mempunyai kandungan informasi yang menarik minat investor di pasar. Penelitian terse but mendukung beberapa penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa pengumuman mempunyai kandungan informasi yang dapat mempengaruhi harga saham (retum) perusahaan bersangkutan (Ball dan Brown, 1968; Beaver, 1968) menduduki jabatan komisaris. 1.5. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran dan landasan teori yang telah diuraikan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho : Kompetensi dan independensi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate governance. Ha : Kompetensi dan independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate governance 1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif verifikatif. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002) tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current status dari subyek yang diteliti. Subyek penelitian ini adalah BUMN infra struktur dan non infra struktur sebagaimana yang terdapat pada daftar Lampiran I Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 yang memiliki asset diatas 1 trilyun. Obyek pada penelitian ini adalah dewan komisaris. Horizon waktu penelitian ini adalah cross sectional, yaitu penelitian yang di/akukan pada waktu tertentu terhadap sejumlah perusahaan yang menjadi subjek penelitian. 1.6.2. Operasionalisasi Variabel Tabel 1 Operasional Variabel Skala Ordinal Variabel Indikator Kompetensi Financially literate Komisaris ~ Memiliki pengetahuan dibidang (XI) usaha perusahaan ~ Mempunyai pengalaman yang relevan Independensi Proporsl komisaris Independen Komisaris ~ Tidak mempunyai hubungan (X2) dengan pemegang saham mayoritas/direksi ~ Melaksanakan fit and proper test Pelaksanaan ~ Faimess. yaitu menjamin GCG perlindungan hak pemegang (Y) saham dan investor ~ Transparency. yaitu menjamln adanya keterbukaan Informasi ~ Accountability. yaltu menjamln keseimbangan manajemen dan pemegang saham Responsibility. menjamln dlpatuhlnya perundang- undanganlperaturan yang berlaku Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46 39 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance 1.6.3. Sam pel Penelitian Sampel penelitian adalah semua BUMN infra struktur dan non infra struktur yang telah memiliki aset diatas 1 trilyun. Berikut adalah daftar BUMN yang dimaksud : Tabel2. Daftar BUMN Sample Penelitian KEL BIDANG NO NAMA BUMN INDUSTRI I Bidang 1 PT Pupuk Sriwijaya Industri Pupuk 2 PT Semen Batu dan Semen Raja II Bidang 1 PT Indo Farma Industrl 2 PT Kimia Farma Farmasi 3 PT Bio Farma dan Aneka 4 PTRajawali Industrl Nusantara Indonesia III Bidang 1 PTTambang Pertambangan Batubara Bukit dan Energi Asam 2 PT Perusahaan Gas Negara IV Bidang 1 PT Krakatau Steel Industri 2 PT Dirgantara Strategis Indonesia V Bidang 1 PT Wijaya Karya Konstruksi 2 PT Adhi Karya dan 3 PT Hutama Karya Jalan Tol 4 PT Jasa Marga VI Bidang 1 PT Pelabuhan Prasarana Indonesia I Perhubungan 2 PT Pelabuhan Laut Indonesia II 3 PT Pelabuhan Indonesia III VII Bidang 1 PT Angkasa Pura I Prasarana 2 PT Angkasa Pura II Perhubungan Udara VIII Bidang 1 PT Kereta Api Sarana Indonesia Perhubungan 2 PT Pelayaran Nasional Indonesia 3 PT Garuda Indonesia 4 PT Merpati Airlines IX Bidang Pos 1 PT Pos Indonesia X Bidang 1 PTPN II Perkebunan 2 PTPN III 3 PTPN IV 4 PTPN V 5 PTPN VII 6 PTPN VIII XI Bidang 1 PT Perhutani Kehutanan XII Seklor 1 Perum Pegadaian Pelayanan Umum Pengelompokan BUMN ini sesuai dengan Lampiran I Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP- 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 yang berisikan tabel kelompok BUMN infra struktur dan non infra struktur Dari informasi yang terdapat pada situs BUMN Online 32 BUMN infra struktur dan non infra struktur yang telah memiliki aset diatas 1 trilyun. 1.6.4. Prosedur Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu teknik pengumpulan opini dari responden yang diteliti. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer yang didapat melalui questionnaire. Questionnaire dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan variabel penelitian, yaitu mengenai kompetensi komisaris, independensi komi saris dan pelaksanaan corporate governance. Setiap pilihan jawaban yang disediakan diberikan skor berdasarkan skala Likert yang memiliki nilai antara 1-5. Responden dalam penelitian ini adalah Direktur Utama. Hal ini karena Direktur Utama juga merupakan pihak yang sangat menentukan berhasilnya corporate governance didalam sebuah perusahaan (Beasley, Mark dan Steven Salterio : 2001). Selain itu Direktur Utama juga merupakan pihak yang sering berhubungan dengan pihak yang dijadikan obyek penelitian sehingga diasumsikan dapat memberikan jawaban yang diperlukan atas pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini. 1.6.5. Pengujian Data Data yang diperoleh dari responden akan diuji untuk menyatakan keabsahan hasil penelitian. Adapun pengujian yang dilakukan adalah : 1. Uji validitas Uji validitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing 40 Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Govemance pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan total skor untuk masing-masing varia bel. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman. Betdasarkan pad a rumus Rank Spearman tersebut maka dapat diketahui nilai r yang menunjukkan kekuatan hubungan pertanyaan dengan konsep pengukurannya. Selanjutnya dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, menurut Masrun dalam Sugiyono (1997) menyatakan : "item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) dan korelasinya tinggi, menunjukkan bahwa item terse but mempunyai validitas yang tinggi pula n
Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut : Dengan, = banyaknya observasi yang berangka sama pada suatu skor tertentu T = faktor korelasi dimana: R(Xj) = rank pada X untuk data responden yang ke-i R(Yj) = rank pada Y untuk data responden yang ke-i d , = R(X , ) - R(Y , ) Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan pada variavel X dan Y. Dengan tingkat keyakinan 95% (a = 0.05) maka jika :
rMung > "abel maka pernyataan dinyatakan valid rhHung < rlabel maka pernyataan dinyatakan valid. butir butir tidak 2. Uji keandalan (reability) Uji keandalan dilakukan dengan menggunakan teknik split half dengan langkah k e ~ sebagai berikut : a. Membagi pertanyaan-pertanyaan menjadi dua bag ian yaitu ganjil dan genap b. Skor untuk masing-masing pertanyaan ditiap bag ian dijumlahkan sehingga menghasilkan dua skor total untuk masing-masing bagian c. Mengkorelasikan skor total bagian pertama dengan skor total bag ian kedua dengan menggunakan korelasi Rank Spearman d. Hitung reabilitas untuk keseluruhan item dengan menggunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut : 2(r,,) r,o, =-1+ r" rtot = angka reabilitas seluruh item rll = angka korelasi bagian pertama dan bag ian kedua Dengan tingkat keyakinan 95% (a = 0.05) maka jika : Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46 41 Pengaruh Kompetensl Dan Independensl Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance riot > rtl. berarti data yang bersanakutan reliabel dan layak digunakan dalam pengujian hipotesis. riot > rlt berarti data yang bersangkutan tidak reliabel dan tidak layak digunakan dalam pengujian hipotesis. 1.6.6. Metode Analisis Untuk menganalisis data yang dihasilkan dari questionnaire dilakukan anali.sis regresi dan pengukuran korelasi. Analisis data akan dllakukan dengan bantuan software SPSS for windows ver. 12. O. Karena pengukuran untuk variabel X 1 , X 2 dan Y dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal, sedangkan syarat analisis regresi minimal berskala interval maka data yang berskala ordinal harus ditingkatkan menjadi skala interval dengan successive interval (Hay's, 1969) sebagal berikut: a. Memperlihatkan pertanyaan setiap item b. Untuk setiap item tetukan berapa orang responden yang mendapat skor 5,4,3,2,1 yang selanjutnya disebut frekuensi (f) c. Setiap frekuensi dibagi responden dan hasilnya proporsi (p) d. Hitung proporsi kumulatif (pk). banyak disebut e. Hitung nilai z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh dengan menggunakan tabel normal. f. Tentukan SV (scale value = nilai skala) dengan rumus : (DenSity at lower limit) - (DenSity at upper limit) SV=------____________ _ (Area below upper limit) - (Area below lower limit) g. SV (scale value) yang nilainya terkecil (nilai negatif terbesar) diubah menjadi sama dengan 1. Transformed Scale Value: Y = SV + ISVm1nl +1 1.6.7. ModeJ PeneJitian Berikut adalah persamaan struktural penelitian : Y = a + bX. + bX 2 + 6 2. Pembahasan 2.1. Hasil Pengujian Alat Ukur Penelitian Untuk kepentingan penelitian ini penulis mengirimkan 32 (tiga puluh dua) buah questionnaire ke 32 (tiga puluh dua) perusahaan. Semua questionnaire yang dikirimkan diisi secara lengkap oleh responden dan memenuhi syarat untuk diolah lebih lanjut. Data variabel penelitian yang terkumpul melalui questionnaire adalah data yang berskala ordinal. Sebelum diolah lebih lanjut, data ordinal terlebih dahulu dinaikkan dan ditransformasikan tingkat pengukurannya ke tingkat interval melalui Method of Successive Interval (MSI) atau metode interval berurutan. Sebelum melakukan pengolahan data, terlebih dahulu data yang diperoleh melalui questionnaire perlu diuji kesahihan dan keandalannya. UntUk itu dilakukan analisis dari keseluruhan pertanyaan pada kuesioner dengan uji validitas dan reliabilitas. 2.1.1. Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengukur pertanyan-pertanyaan yang ada dalam questionnaire. Suatu pertanyaan dikatakan valid jika pertanyaan tersebut mampu untuk mengukur apa yang perlu diukur dan mampu mengungkapkan apa yang ingin diungkap. Uji validitas ini dilakukan dengan mengkorelasikan 42 Jurnal Akuntansl & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Govemance masing-masing skor pertanyaan untuk masing-masing variabel dengan skor masing-masing varia bel. Selanjutnya angka korelasi yang bernilai positit, berarti data terse but adalah valid. Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows 13.0 dengan menggunakan korelasi Rank Spearman. Hasil pengujian validitas butir pertanyaan pada variabel kompetensi dewan komisaris (Xl), independensi dewan komisaris (X 2 ) dan pelaksanaan good corporate governance (y) menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan valid sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3 dibawah ini. Tabel3 Case Processing Summary N % Cases Valid 31 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 31 100.0 A Llstwlse deletton based on aU vartables in the procedure. 2.1.2. Uji Reliabilitas Setelah diketahui bahwa setiap item pertanyaan yang dibuat memiliki validitas maka selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas ini dilakukan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang memiliki validitas, untuk mengetahui apakah alat pengumpulan data terse but menunjukkan tingkat ketapatan, keakuratan, kestabilan atau konsistensi alat tersebut digunakan walaupun dalam waktu yang berbeda, walaupun dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang serupa. Pada tabel 4, hasil perhitungan koefisien reliabilitas dengan menggunakan SPSS for Windows 13. adalah sebesar 0.919. Artinya, jika alat ukur ini digunakan berulang kali diharapkan sebanyak 91,9 % hasilnya akan relatit sama. Cronbach's Alpha Tabel4 Reliability Statistics Part 1 Value N of Items Part 2 Value N of Items Total N of /tems Correlation Between Forms Spearman- Equal Length Brown Coefficient Unequal Length Guttman Solit-Half Coefficient a The items are: V1, V1. b The items are: V2, V2. 2.2. Hasil Regresi 1.000 1(a) 1.000 1(b) 2 .919 .958 .958 .955 Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan SPSS for Windows 12.0 maka dapat dijelaskan hasilnya sebagai berikut. Model R 1 .928(a) Tabel5 Model Summary R Adjusted R Square Square .862 .852 a Predictors: (Constant), V2, V1 Std. Error of the Estimate 3.471 Dari tabel 5 terlihat bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.862 berarti bahwa 86,2 % variabelitas variabel pelaksanaan good corporate governance (Y) dapat diterangkan oleh variabel- variabel independennya, dalam hal ini kompetensi dewan komisaris (Xl) dan independensi dewan komisaris (X 2 ). Untuk menguji hipotesis penelitian yaitu apakah kompetensi dan independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate governance dilakukan uji F. Hasil pengujian dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada tabel 6 berikut : Jumal Akuntansi & ManaJemen Vol 2 No.2 Desember 20071SSN 1858-3687 hal 33-46 43 Pengaruh Kompelensi Dan Independensl Dewan Komlsaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporale Govemance Model 1 Regression Residual Total Tabel6 ANOVA b Sum of df SQuares 2102.125 2 337.359 28 2439.484 30 Mean F SQuare 1051.062 12.049 87.236 Berdasarkan perhitungan dengan SPSS diperoleh nilai F hltung sebesar 87,236 dengan nilai Sig F adalah 0.000, maka berarti Ho ditolak. Jadi dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh antara kompetensi dewan komisaris (X , ) dan independensi dewan komisaris (X 2 ) dengan pelaksanaan good corporate governance (y) sebesar koefisien determinasi (R2) sebesar 0.862 atau 86,2 %. Ini berarti bahwa pengaruh varia bel- variabel diluar model adalah sebesar 1 - R2 = 0,138 (error). Pengaruh masing-masing variabel X, dan X2 terhadap Y dapat dilihat pada tabel 7 berikut : Model 1 (Constant) V1 V21 Tabel7 ANOVA b Unstandardiz Standardi ed zed Std. Coefficie B Error nts Beta 1.798 3.498 .401 .167 .42f .185 .520 t Sig. .514 .611 2.399 2.918 .007 Dari hasil perhitungan SPSS terlihat koefisien (beta) yang pertama bernilai positif yaitu sebesar 0.428. Artinya kompetensi dewan komisaris (X,) berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate governance (y) sebesar 0.428. Nilai koefisien (beta) yang positif untuk variabel kompetensi dewan komisaris berarti bahwa dewan komisaris yang kompeten akan mampu meningkatkan pelaksanaan good corporate governance. Dalam penelitian ini kompetensi dewan komisaris dilihat dari pemahaman komisaris terhadap laporan keuangan (financially literate), memiliki pemahaman mengenai bidang usaha perusahaan dan mempunyai pengalaman yang relevan. Umumnya dewan komisaris pad a BUMN diteliti termasuk dalam kategori peten. Hal ini terlihat dari hasil litian, walaupun banyak komisaris tidak mempunyai latar belakang idikan ekonomi tetapi mereka ahami bidang usaha perusahaan. xane slffn rio"
me n Misalnya, pada BUMN yang bergerak dibidang teknik atau farmasi. Beberapa komisarisnya bukan berpendidikan ekonomi tetapi sesuai dengan bidang usaha BUMN tersebut yaitu teknik dan farmasi sehingga mereka sangat memahami bidang usaha perusahaan. Untuk mengatasi kekurangan mereka dalam hal pemahaman atas laporan keuangan maka diangkatlah komisaris independen yang banyak berasal dari kalangan konsultan atau akademisi. Selain itu untuk menambah wawasan selama menjadi komisaris umumnya mereka juga mendapatkan seminar atau workshop mengenai manajemen dan juga mengenai good corporate governance. Selanjutnya, koefisien (beta) yang kedua juga bernilai positif yaitu sebesar 0,520. Artinya independensi dewan komisaris (X 2 ) berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate governance (Y) sebesar 0,520. Nilai koefisien (beta) yang positif untuk variabel independensi dewan komisaris berarti bahwa dewan komisaris yang independen akan mampu meningkatkan pelaksanaan good corporate governance. Independensi dewan komisaris dilihat dari banyaknya jumlah komisaris independen dalam jajaran dewan komisaris. Dari penelitian terlihat bahwa proporsi komisaris independen sudah cukup besar, rata-rata adalah 30%. Hal ini juga sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Dewan komisaris harus memiliki sikap independensi profesional, yaitu suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang. Integritas 44 Jumal Akunlansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 18583687 hal 33-46 Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Govemance independensi seseorang ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakini dan dilaksanakan dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat (in appearance). Salah satu cara untuk mengetahui independensi seseorang adalah dengan melaksanakan fit and proper test terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan komisaris. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sudah banyak BUMN yang menerapkan fit and proper test untuk posisi komisaris. Ruang lingkup fit and proper test mencakup dua faktor, yaitu: faktor integritas dan faktor kompetensi. Kriteria "faktor integritas' meliputi ada tidaknya rekayasa Clan praktek-praktek yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan. Termasuk di dalamnya perbuatan-perbuatan seperti tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan pemerintah, memberikan keuntungan kepada pemilik, manajemen, pegawai, dan/atau pihak lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan perusahaan, serfa tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan tidak independen. Selain itu juga bisa dilihat track record dari komisaris tersebut, apakah ia pernah tersangkut dengan masalah yang berkaitan dengan integritas independensinya. Dari perhitungan SPSS, terlihat bahwa korelasi antara variabel kompetensi dewan komisaris (X 1 ) dengan variabel independensi dewan komisaris (X 2 ) adalah sebesar 0,917 sebagaimana terlihat pada tabel 8. Spear V1 man's rho V2 Tabel8 Correlations Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N V1 V2 1.000 .917 .000 31 31 .917 1.000 .000 31 31 '*. Correlation IS significant at the 0.01 level (2-tailed). Berdasarkan hasil pengolahan data diatas maka dapat dituliskan persamaan strukturC\lnya sebagai berikut : Y = 0.428 X 1 + 0.520 X 2 + 3. Keslmpulan dan Saran 3.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kompetensi dan independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate governance. 2. Kompetensi dan independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap pelaksanaan good corporate governance dengan arah pengaruh yang positif. Ini berarti bahwa dewan komisaris yang kompeten dan in depend en berkecenderungan untuk meningkatkan pelaksanaan good corporate governance. 3.2. Saran 1. Agar dewan komisaris dapat berfungsi secara efektif maka perlu menjaga independensinya sehingga dapat memenuhi fungsi utamanya untuk mengawasi kebijakan dan memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan perusahaan. 2. Agar dewan komisaris selalu meningkatkan wawasannya khususnya mengenai pelaksanaan GCG. Daftar Pustaka Beasley, Mark dan Steven Salterio, 2001, The Relationship Between Board Characteristics an Voluntary Improvements in Audit Committee Composition and Experience, Contemporary Accounting Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46 45 Pengaruh Kompetensl Dan Independensl Dewan Komisaris Terhadap Pelaksanaan Good Corporate Govemance Research (18) : 539-570. Chtourou, Sonda M., Jean Bedard dan Lucie Courteau, 2001, Corporate Governance and Earning Management, Working Paper, Social Science Research Network. Cohen, Jeffrey, Ganesh Krishnamoorthy dan Arnie Wright, 2004, Corporate Governance Mosaic and Financial Reporting Quality, Journal of Accounting Literature. Cornelius Trihendradi, 2005, Step by Step SPSS 13 : Analisis Data Statistik, Penerbit Andi Yogyakarta. Dudi M. Kurniawan dan Nur Indriantoro, 2000, Corporate Governance in Indonesia, Makalah Seminar pada the Second Asian Roundtable on Corporate Governance and Accountability di Hongkong. Hermalin, Benjamin dan Michael Weisbach, 2003, Boards of Directors as an Endogenously Determined Institution : a Survey of the Economic Literature, FRBNY Economic Policy Review 9, p 7-22. Herwidayatmo, 2000, Implementasi Good Corporate Governance untuk Perusahaan Publik Indonesia, Artikel, Majalah Usahawan No. 10 Tahun XXIX, Oktober. Linck, James S., Jeffry M. Netter dan Tina Yang, 2005, Effect and Unintended Consequnces of the Sarbanes Oxley Act on Corporate Boards, Working Paper, Social Science Research Network. Lehn, Kenneth, Sukesh Patro dan Mengxin Zhao, 2003, Determinants of the Size and Structure of Corporate Boards : 1935-2000, Working Paper, Social Science Research Network. Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis untuk akuntansi dan Manajemen, BPFE Yogyakarta. Raheja, Charu G., 2003, the Interaction of Insider and Outsiders in MonitOring : a Theory of Corporate Boards, Disertasi. 46 Jumal Akuntansi & Manajemen Vol 2 No.2 Desember 2007 ISSN 1858-3687 hal 33-46