Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam per-
ekonomian Indonesia. Hal ini dapat diukur dari pangsa sektor pertanian dalam
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, pengentasan kemiskinan,
perolehan devisa melalui ekspor non migas, penciptaan ketahanan pangan nasi-
onal dan penciptaan kondisi yang kondusif bagi pembangunan sektor lain. Selain
itu, sektor pertanian juga berperan sebagai penyedia bahan baku dan pasar yang
potensial bagi sektor industri.
Pada saat perekonomian nasional dilanda krisis, ternyata sektor pertanian
terbukti mampu menjadi penyangga ekonomi nasional. Pengalaman krisis multi-
dimensi tahun 1997-1998 memberikan pelajaran berharga betapa strategisnya
sektor pertanian sebagai jangkar, peredam gejolak, dan penyelamat bagi sistem
perekonomian nasional. Sementara itu, sektor-sektor lainnya mengalami keter-
purukan sebagai akibat krisis ekonomi tersebut, terutama industri yang banyak
komponen impornya (foot loose industries).
Sepanjang tahun 2000-2006, lebih dari 40 juta jiwa atau sekitar 44 persen
angkatan kerja di Indonesia menggantungkan pekerjaan pada sektor pertanian.
Namun demikian, apabila dilihat dari sumbangannya terhadap PDB pada periode
yang sama, ternyata sektor pertanian hanya mampu memberikan kontribusi sekitar
15 persen (Tabel 1).

2
Tabel 1. Tenaga Kerja dan Nilai Output Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan
di Indonesia, Tahun 2000-2006

Tenaga Kerja
(Juta Jiwa)
PDB
a/
(Milyar Rupiah)
Tahun
Pertanian Industri Pertanian Agroindustri
Non
Agroindustri
Total
Industri
b/

2000
40.5
(45.1)
11.7
(13.0)
216 831
(15.60)
240 677
(17.32)
90 641
(6.52)
331 318
(23.84)
2001
39.7
(43.8)
12.1
(13.3)
225 686
(15.64)
242 783
(16.83)
104 646
(7.25)
347 429
(24.08)
2002
40.6
(44.3)
12.1
(13.2)
232 973
(15.47)
247 686
(16.45)
119 523
(7.93)
367 209
(24.38)
2003
42.0
(46.2)
10.9
(12.0)
240 387
(15.24)
260 507
(16.52)
181 248
(11.49)
441 755
(28.01)
2004
40.6
(43.3)
11.1
(11.8)
247 164
(14.92)
269 949
(16.30)
200 003
(12.07)
469 952
(28.37)
2005
41.8
(44.3)
11.7
(12.3)
253 726
(14.49)
279 049
(15.94)
212 373
(12.13)
491 422
(28.07)
2006
40.1
(42.1)
11.9
(12.5)
261 296
(14.15)
291 505
(15.79)
222 687
(12.06)
514 192
(27.84)
Sumber: BPS (2007).
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan persentase.

a/
PDB dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000.

b/
Industri yang dimaksud disini merupakan industri non migas
Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja
di sektor pertanian masih relatif rendah. Pada gilirannya tingkat kesejahteraan
rumah tangga yang menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian juga
menjadi relatif lebih rendah. Sementara itu, peran sektor industri terhadap per-
ekonomian nasional menunjukkan gejala yang cukup menggembirakan. Menurut
Oktaviani dan Sahara (2005), sektor industri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
agroindustri dan non agroindustri. Secara umum definisi agroindustri adalah
industri yang bahan bakunya berasal dari hasil pertanian. Sementara itu, menurut
klasifikasi lapangan usaha Indonesia (KLUI), yang termasuk dalam agroindustri
meliputi kegiatan yang mengolah bahan dan kegiatan yang menyediakan sarana
produksi pertanian (misalnya benih, pupuk dan pestisida).
3
Pada Tabel 1, nampak bahwa dikaji dari kontribusinya terhadap PDB
Indonesia selama tahun 2000-2006, sektor industri menyumbang lebih dari 24
persen, dimana lebih dari separuhnya merupakan sumbangan sub sektor agro-
industri. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor industri mampu menyerap
tenaga kerja lebih dari 12 juta jiwa selama tahun 2000-2002, walaupun pada tahun
2003 sempat mengalami penurunan menjadi hanya 10.9 juta jiwa dan meningkat
kembali pada tahun-tahun berikutnya.
Transformasi struktur perekonomian dari dominasi sektor pertanian ke
dominasi sektor industri menghendaki adanya kaitan yang kuat antara sektor per-
tanian dan sektor industri. Melalui keterkaitan tersebut, diharapkan nilai tambah
komoditas pertanian dan penyerapan tenaga kerja menjadi semakin meningkat.
Selain itu, melalui keterkaitan tersebut proses industrialisasi dapat berjalan mulus
karena industri yang dikembangkan menggunakan bahan baku yang tersedia.
Dewasa ini, dan terlebih lagi di masa yang akan datang, orientasi sektor
pertanian telah berubah dari orientasi produksi kepada orientasi pasar. Dengan
berlangsungnya perubahan preferensi konsumen yang makin menuntut atribut
produk yang lebih rinci dan lengkap serta adanya preferensi konsumen akan
produk olahan, maka motor penggerak sektor pertanian harus berubah dari usaha-
tani kepada industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri). Menurut Depar-
temen Pertanian (2002), untuk mengembangkan sektor pertanian yang modern
dan berdaya saing, maka agroindustri harus menjadi lokomotif dan sekaligus
penentu kegiatan subsektor usahatani dan selanjutnya akan menentukan subsektor
agribisnis hulu.
4
Menurut Departemen Pertanian (2005a), paling sedikit ada lima alasan
utama mengapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan eko-
nomi nasional masa depan, yakni karena hal-hal berikut:
1. Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif men-
jadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan memperkuat
daya saing produk agribisnis Indonesia.
2. Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar, sehingga
kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian na-
sional secara keseluruhan.
3. Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir (forward and
backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya.
4. Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diper-
baharui sehingga terjamin sustainabilitasnya.
5. Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional
dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.
Berdasarkan Grand Strategy Pengembangan Agroindustri yang telah disu-
sun oleh Departemen Pertanian (2005b), program pengembangan agroindustri
diarahkan untuk hal-hal berikut:
1. Mengembangkan cluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi
dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya.
2. Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang di-
dukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.
3. Mengembangkan industri pengolahan yang mempunyai daya saing tinggi untuk
meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Adapun
5
prioritas utama pengembangan agroindustri difokuskan pada sinergi antara
keunggulan komparatif sumberdaya dengan orientasi pasar, yakni: (a) industri
pengolahan hasil perkebunan seperti industri pengolahan minyak sawit dan
kelapa, industri kakao olahan, industri gula, industri biji mete olahan, industri
kopi bubuk/instan, dan industri teh olahan, (b) industri pengolahan hasil ta-
naman pangan dan hortikultura seperti industri buah dan sayur dalam kaleng,
industri minuman sari buah, industri tepung tapioka dan derivatnya, industri
pakan ternak, dan industri makanan ringan, (c) industri pengolahan hasil pe-
ternakan seperti industri susu olahan, industri daging dalam kaleng, dan
industri penyamakan kulit, serta (d) industri pengolahan hasil ikutan/samping
seperti industri agrocomposting, industri pakan ternak, industri coco fiber dan
coco peat, industri karbon aktif, industri minuman dari buah jambu mete, dan
lain-lain.
Namun demikian, selama ini proses industrialisasi di Indonesia berjalan
masih sangat lambat. Hal ini terlihat antara lain dari semakin senjangnya ekono-
mi desa-kota. Dualisme ekonomi desa-kota telah mengakibatkan kota menjadi
pusat segala-galanya dan ekonomi perdesaan hanyalah pendukung ekonomi per-
kotaan. Dalam jangka panjang apabila dualisme ekonomi desa-kota tidak dapat
diatasi, maka dapat dipastikan akan muncul masalah lain yang lebih rumit, se-
perti urbanisasi besar-besaran, rusaknya kultur asli bangsa seperti gotong royong
dan kekeluargaan, kriminalitas yang meningkat, serta semakin melebarnya ke-
senjangan pendapatan dalam masyarakat. Masyarakat kaya pemilik modal di per-
kotaan akan semakin kaya, sementara itu penduduk miskin di perdesaan semakin
bertambah besar (Departemen Pertanian, 2005a).
6
Pengembangan agroindustri dapat menjadi pilihan yang strategis dalam
menanggulangi permasalahan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di perdesaan.
Hal ini disebabkan adanya kemampuan yang tinggi dari sektor agroindustri dalam
hal perluasan kesempatan kerja. Pengembangan agroindustri yang berbasis pada
masyarakat perdesaan merupakan sektor yang sesuai untuk menampung banyak
tenaga kerja dan menjamin perluasan berusaha, sehingga akan efektif dalam
upaya meningkatkan perekonomian masyarakat perdesaan. Berkembangnya agro-
industri juga akan meningkatkan penerimaan devisa dan mendorong terjadinya
keseimbangan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian. Dengan
demikian, kebijakan pembangunan agroindustri diharapkan mampu menggerak-
kan perekonomian masyarakat di wilayah produksi pertanian dan mendorong
penawaran hasil-hasil pertanian untuk kebutuhan agroindustri.
Dalam kaitannya dengan peran agroindustri dalam menurunkan kemiskin-
an perdesaan, Gandhi et al. (2001) melakukan studi tentang pembangunan agro-
industri untuk petani kecil dan perdesaan di India. Hasil studi menunjukkan bah-
wa sektor agroindustri mampu memberikan sumbangan yang besar terhadap ke-
sempatan kerja. Peran sektor agroindustri dalam mendorong kegiatan pem-
bangunan dan menurunkan kemiskinan perdesaan dicerminkan oleh kemampuan-
nya dalam peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja perdesaan, khususnya
bagi kelompok petani berlahan sempit.
Stanton (2000) melakukan studi tentang peran agroindustri dalam pe-
ningkatan pendapatan masyarakat perdesaan di Mexico. Hasil studi menunjukkan
bahwa perusahaan agroindustri pada tingkat lokal mampu menghasilkan nilai
tambah dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan.
7
Sementara itu, Holloway et al. (2000) melakukan studi tentang industrialisasi
pertanian melalui inovasi biaya transaksi kelembagaan, koperasi dan pengem-
bangan pasar susu di pegunungan Timur Afrika. Hasil studi menunjukkan bahwa
kegiatan produksi susu untuk pasar lokal mampu menciptakan pendapatan yang
substansial dan meyakinkan. Salah satu aspek penting dari keberhasilan industri
pertanian adalah peran lembaga pemasaran bersama yang mampu menekan biaya
transaksi.
Beberapa studi di atas relevan dengan kondisi di Indonesia. Berdasarkan
data Sensus Penduduk tahun 2000, sebagian besar (60 persen) penduduk Indo-
nesia masih bertempat tinggal di kawasan permukiman perdesaan, yang dicirikan
antara lain oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja dan masih tingginya
tingkat kemiskinan.
Kemiskinan merupakan fenomena yang terjadi hampir di semua negara
sedang berkembang. Kemiskinan muncul karena ketidakmampuan sebagian ma-
syarakat untuk menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap
manusiawi. Kondisi ini menyebabkan menurunnya kualitas sumberdaya manusia,
sehingga produktivitas dan pendapatan yang diperolehnya rendah. Lingkaran
kemiskinan terus terjadi, karena dengan penghasilan yang rendah tidak mampu
mengakses sarana pendidikan, kesehatan dan nutrisi secara baik, sehingga
menyebabkan kualitas SDM dari aspek intelektual dan fisik rendah, akibatnya
produktivitasnya rendah. Selain itu, rendahnya kualitas SDM menyebabkan ke-
lompok ini tersisih dari persaingan ekonomi, politik, sosial budaya dan psikologi,
sehingga semakin tidak mampu mendapatkan kesempatan yang baik dalam sistem
sosial ekonomi masyarakat (Sumedi dan Supadi, 2004).
8
Walaupun pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini secara
signifikan telah berhasil mengurangi jumlah dan proporsi penduduk miskin di
Indonesia, namun terpaan krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi
menyebabkan keterpurukan ekonomi yang kembali mencuatkan jumlah dan
proporsi penduduk miskin, terutama di perdesaan. Fenomena di atas secara jelas
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan

Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Garis Kemiskinan
(Rp/kapita/bulan) Jumlah (juta) Persentase (%)
Tahun
Kota Desa Kota Desa
Kota
+ Desa
Kota Desa
Kota
+
Desa
1996
a/
42 032 31 366 9.6 24.9 34.5 13.6 19.9 17.7
1998
b/
96 959 72 780 17.6 31.9 49.5 21.9 25.7 24.2
1999
c/
92 409 74 272 15.7 32.7 48.4 19.5 26.1 23.5
2000
c/
91 632 73 648 12.3 26.4 38.7 14.6 22.4 19.1
2001
c/
110 011 80 382 8.6 29.3 37.9 9.8 24.8 18.4
2002
c/
130 499 96 512 13.3 25.1 38.4 14.5 21.1 18.2
2003
c/
138 803 105 888 12.2 25.1 37.3 13.6 20.2 17.4
2004
c/
143 455 108 725 11.4 24.8 36.1 12.1 20.1 16.7
2005
c/
150.799 117.259 12.4 22.7 35.1 11.7 20.0 16.0
2006
c/
174.290 130.584 14.5 24.8 30.3 13.5 21.8 17.8
Sumber: BPS (2007)
Keterangan:
a/
Menggunakan garis kemiskinan menurut definisi BPS tahun 1998.

b/
Menggunakan data Susenas Desember 1998 (khusus).

c/
Menggunakan data Susenas Reguler.
Pada Tabel 2, nampak bahwa dari 30.3 juta penduduk miskin (17.8 persen
dari total penduduk), lebih dari 24 juta orang miskin tersebut berada di daerah
perdesaan, yang umumnya terlibat atau berhubungan dengan sektor pertanian.
Hal ini menunjukkan bahwa di satu sisi sektor pertanian memiliki potensi eko-
nomi dan sumberdaya yang melimpah, namun di lain pihak petani yang merupa-
kan konstituen terbesar masih terjerat kemiskinan.
9
Dengan penduduk dan angkatan kerja perdesaan yang terus bertambah,
sementara luas lahan pertanian cenderung berkurang, maka penyerapan tenaga
kerja di sektor pertanian menjadi semakin tidak produktif. Oleh karena itu, indus-
trialisasi pertanian merupakan pilihan yang strategis untuk menciptakan lapangan
kerja produktif guna menekan angka kemiskinan yang sekaligus mampu me-
ningkatkan kinerja sektor pertanian di perdesaan. Berkenaan dengan hal ini, maka
perlu dilakukan kajian yang mendalam tentang dampak industrialisasi pertanian
terhadap kinerja sektor pertanian dan kemiskinan perdesaan.
1.2. Perumusan Masalah
Proses industrialisasi pertanian di Indonesia telah dilakukan semenjak
lama, yang kemudian mendapat penekanan pada tahun 1970-an yang dikenal
dalam pembangunan pertanian melalui revolusi hijau untuk pangan padi dan
ekspansi tanaman perkebunan berskala kecil dan menengah. Proses industrialisasi
telah memperkenalkan keragaman jenis teknologi mulai dari bibit unggul,
pengolahan hasil pertanian, teknologi pasca panen, pergudangan, alat pertanian,
dan sebagainya. Semua itu telah merubah kinerja sektor pertanian, seperti pe-
nambahan jumlah output yang dihasilkan.
Peningkatan jumlah output yang dihasilkan oleh sektor pertanian tersebut
dimungkinkan karena adanya introduksi teknologi di sektor yang bersangkutan.
Secara agregat, dampak perubahan teknologi digambarkan sebagai faktor peng-
geser kurva kemungkinan produksi (KKP) ke kanan, yang secara grafis dapat
dilihat pada Gambar 1.


10
Komoditas Pertanian
Tanaman Pangan (Q
1
)









KKP
t2

KKP
t1


Komoditas Pertanian
0 Non Pangan (Q
2
)
Gambar 1. Pergeseran Kurva Kemungkinan Produksi (KKP)
Pada Gambar 1, nampak bahwa dengan adanya perubahan teknologi di
sektor pertanian akan menggeser KKP ke kanan dari KKP
t1
ke KKP
t2
. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan sumberdaya yang ada, maka akan diperoleh jumlah
output sektor pertanian, baik komoditas pertanian tanaman pangan (Q
1
) maupun
komoditas pertanian non pangan (Q
2
), yang lebih besar.
Dengan terjadinya peningkatan produksi komoditas pertanian seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1 di atas, diharapkan pendapatan petani dapat di-
tingkatkan. Hal ini sejalan dengan pendekatan pembangunan pertanian yang
selama ini dilakukan oleh pemerintah yaitu peningkatan produksi komoditas per-
tanian, yang ditempuh melalui empat usaha pokok (catur usaha) yaitu intensifi-
kasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Namun demikian, mengingat
permintaan komoditas pertanian yang bersifat tidak elastis (inelastis), maka
peningkatan produksi komoditas pertanian justru akan menurunkan penerimaan
(revenue) yang diterima oleh petani. Secara grafis, fenomena tersebut secara jelas
disajikan pada Gambar 2.
11

P S
1


S
2

A
P
1


B
P
2


D


0 Q
1
Q
2
Q
Gambar 2. Pergeseran Kurva Penawaran dengan
Kurva Permintaan yang Inelastis
Pada Gambar 2, nampak bahwa penerimaan mula-mula sebesar segiempat
OP
1
AQ
1
. Pergeseran kurva penawaran (S) dari S
1
ke S
2
(dengan kurva permin-
taan D yang inelastis), maka penerimaan petani menjadi sebesar segiempat
OP
2
BQ
2
yang lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan semula (OP
2
BQ
2
<
OP
1
AQ
1
). Dengan penerimaan yang relatif lebih rendah di satu pihak, di pihak
lain biaya produksi usahatani yang semakin meningkat atau setidaknya tidak
berubah, maka pendapatan petani justru akan mengalami penurunan.
Secara empiris, hal tersebut di atas ditunjukkan oleh hasil penelitian
Ratnawati et al. (2004) bahwa peningkatan produktivitas pertanian akan menurun-
kan harga output di tingkat petani berkisar antara 0.28 persen (untuk komoditas
hasil kebun lain) sampai 10.08 persen (untuk komoditas tebu). Lebih lanjut di-
temukan bahwa kenaikan produktivitas pertanian juga akan menurunkan pen-
dapatan rumah tangga perdesaan berkisar antara 2.10 persen (untuk rumah tangga
berpendapatan tinggi di sektor non pertanian di pedesaan) sampai 3.10 persen
(untuk rumah tangga petani pemilik lahan > 1.0 hektar).
12
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
di atas adalah dengan peningkatan kegiatan-kegiatan industri pengolahan hasil
pertanian (industrialisasi pertanian). Melalui industrialisasi pertanian diharapkan
selain mampu meningkatkan nilai tambah (value added) juga akan meningkatkan
permintaan terhadap komoditas pertanian sebagai bahan baku industri pengolahan
hasil pertanian. Peningkatan produksi komoditas pertanian yang diimbangi oleh
peningkatan permintaannya, diharapkan akan mampu meningkatkan penerimaan
petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani.
Masalah lain yang dihadapi dalam pembangunan pertanian adalah belum
terpadunya pengelolaan pertanian sebagai suatu sistem agribisnis secara utuh, mu-
lai dari subsistem sarana produksi, usahatani, pengolahan hasil, sampai dengan
subsistem pemasaran, serta subsistem lembaga penunjang. Dampak dari kondisi
ini adalah tingkat kesejahteraan petani dari waktu ke waktu tidak menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Padahal tujuan pembangunan pertanian pada hake-
katnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Salah satu tolok ukur untuk mengukur dinamika kesejahteraan petani
adalah nilai tukar petani (NTP). Hasil penelitian Siregar (2003) menunjukkan
bahwa secara agregat NTP mempunyai tendensi (trend) yang menurun (negatif)
yaitu sebesar 0.68 persen per tahun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
secara riil tingkat kesejahteraan petani dari tahun ke tahun justru mengalami
penurunan. Hal ini selaras dengan data yang dipublikasikan oleh BPS (2007)
yang menunjukkan bahwa pada tahun 2006 dari total penduduk miskin di
Indonesia yang berjumlah 30.3 juta jiwa, sebanyak 81.85 persen (24.8 juta jiwa)
13
bermukim di kawasan perdesaan, yang sebagian besar dari mereka bermata
pencaharian sebagai petani.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan utama penelitian
ini adalah sejauh mana dampak industrialisasi pertanian, khususnya dampak
kemajuan teknologi yang ditandai oleh peningkatan produktivitas industri
pertanian, terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumah
tangga dan kemiskinan perdesaan belum banyak dilakukan kajian. Selama ini alat
analisis yang digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut masih bersifat
parsial, seperti yang dilakukan oleh Susilowati (2007) dan Justianto (2005) yang
menggunakan pendekatan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE).
Demikian juga halnya dengan Yudhoyono (2004), Herjanto (2003) dan Asnawi
(2005) yang menggunakan pendekatan model makroekonometrika. Padahal
permasalahan tersebut bersifat multi sektor yang akan membawa implikasi yang
cukup luas, tidak hanya pada sektor industri pertanian, tetapi juga pada sektor-
sektor perekonomian lainnya, terutama pada sektor pertanian dan kemiskinan
perdesaan. Oleh karena itu, pendekatan yang paling sesuai adalah dengan model
CGE (computable general equilibrium).
Keunggulan model keseimbangan umum (CGE) apabila dibandingkan
dengan model keseimbangan parsial adalah bahwa model CGE sudah me-
masukkan semua transaksi antar pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik
di pasar faktor produksi maupun di pasar komoditas. Dengan demikian dampak
dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap
kinerja ekonomi baik secara makro maupun sektoral.
14
Dibandingkan dengan model SNSE, model CGE selain sudah memasuk-
kan persamaan non-linier, juga sudah memasukkan harga sebagai variabel endo-
gen. Selain itu, dalam model CGE juga sudah memasukkan kemungkinan substi-
tusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu
faktor produksi, maka produsen merubah komposisi penggunaan faktor produksi
ke arah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Sementara itu, pada
model SNSE sistem persamaan yang digunakan adalah persamaan linier dengan
anggapan model Leontief, substituasi antar faktor tidak dimungkinkan, dan harga
merupakan variabel eksogen. Perbedaan yang cukup mendasar lain adalah pada
model SNSE diasumsikan penawaran komoditas dan faktor produksi elastis
sempurna, sedangkan pada model CGE diasumsikan adanya pembatasan supplai.
Dibandingkan dengan model makro ekonometrika bahwa dengan model CGE
hubungan antara makro ekonomi dan mikro ekonomi dapat diketahui, sementara
itu pada model makro ekonometrika bahwa analisis dan dampak dilakukan di
tingkat makro ekonomi saja.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka secara
umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak industrialisasi pertanian
terhadap kinerja sektor pertanian dan kemiskinan perdesaan. Adapun secara khu-
sus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
15
1. Mengkaji dampak peningkatan produktivitas industri pertanian terhadap ki-
nerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumah tangga dan kemis-
kinan perdesaan.
2. Mengkaji dampak peningkatan produktivitas industri pertanian dan sektor
pertanian terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan ru-
mah tangga dan kemiskinan perdesaan.
3. Mengkaji dampak peningkatan produktivitas industri pertanian, sektor per-
tanian dan sektor lembaga keuangan terhadap kinerja ekonomi sektoral, eko-
nomi makro, pendapatan rumah tangga dan kemiskinan perdesaan.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian terapan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperkaya
informasi atau pengetahuan dan menyediakan analisis yang mendalam mengenai
dampak industrialisasi pertanian terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi
makro, pendapatan rumah tangga dan kemiskinan perdesaan. Hal ini karena
selama ini belum terdapat kajian industrialisasi pertanian yang dikaitkan dengan
kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumah tangga dan kemis-
kinan perdesaan secara mendalam, dengan mengagregasikan sektor-sektor dalam
perekonomian dan rumah tangga. Selain itu, model yang dibentuk dalam pene-
litian ini adalah model CGE recursive dynamic yang belum banyak diaplikasikan
untuk kasus Indonesia.
Secara khusus manfaat penelitian ini adalah diperolehnya sebuah Model
CGE yang recursive dynamic dengan data dasar model menggunakan data dari
tabel Input Output (I-O) dan Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social
Accounting Matrix (SAM) Indonesia. Selain itu, model ini juga menggunakan
16
data makroekonomi dan parameter terbaru yang mencerminkan kondisi per-
ekonomian Indonesia pada masa kini dan tertangkapnya dampak industrialisasi
pertanian terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumah
tangga dan kemiskinan perdesaan.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup nasional (Indonesia) dengan meng-
kaji dampak industrialisasi pertanian terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi
makro, pendapatan rumah tangga dan kemiskinan perdesaan. Industrialisasi
pertanian yang dimaksud didekati dari sisi supply yaitu peningkatan produktivitas,
baik produktivitas sektor industri pertanian maupun produktivitas sektor pertanian
(sebagai pemasok bahan baku) dan produktivitas sektor lembaga keuangan
(sebagai lembaga penunjang). Dampak terhadap kinerja ekonomi sektoral men-
cakup perubahan jumlah output, harga output dan penyerapan tenaga kerja.
Adapun dampak terhadap kinerja ekonomi makro meliputi pertumbuhan GDP riil,
konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, impor, neraca perdagangan dan inflasi.
Model CGE yang digunakan adalah model CGE recursive dynamic, yang
merupakan kombinasi dari model CGE ORANI-F (Horridge et al., 1993), INDOF
(Oktaviani, 2000), WAYANG (Wittwer, 1999), dan ORANIGRD (Horridge,
2002). Simulasi kebijakan dilakukan untuk jangka waktu selama 10 tahun yaitu
tahun 2003-2013.
Sektor industri pertanian yang dicakup dalam penelitian ini dibatasi pada
10 jenis industri, yaitu: (1) industri pengolahan hasil peternakan, (2) industri
pengolahan hasil perikanan, (3) industri minyak dan lemak, (4) beras (industri
penggilingan padi), (5) industri tepung segala jenis, (6) industri gula, (7) industri
17
rokok, (8) industri bambu, kayu dan rotan, (9) industri pupuk dan pestisida, serta
(10) industri pengolahan karet. Pemilihan sektor industri pertanian ini didasarkan
atas beberapa pertimbangan. Pertama, agroindustri yang tercakup kedalam 10
industri prioritas pembangunan industri nasional seperti yang tertuang dalam
Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional. Kesepuluh industri prioritas ini selanjutnya dijabarkan lebih lanjut oleh
Departemen Perindustrian sebagai kebijakan nasional pembangunan industri.
Kedua, agroindustri yang berbahan baku sektor pertanian terpilih. Ketiga, agro-
industri yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di masa datang, ber-
dasarkan sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), nilai ekspor dan
penyerapan angkatan kerja.
Keterbatasan penelitian ini adalah model yang digunakan tidak me-
masukkan blok mobilitas lahan (land mobility). Selain itu, terdapat beberapa
parameter yang diadopsi dari studi-studi sebelumnya untuk negara lain, karena
parameter-parameter tersebut di Indonesia sebagai negara berkembang tidak
tersedia.

Anda mungkin juga menyukai