Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH

HUMAN RESOURCH MANAJEMEN






PRODUKTIVITAS KERJA

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah.. 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Produktivitas..2
2.2 Konsep Produktivitas.......3
2.3 Pengukuran Produktivitas....4
2.3.1 Mengukur Produktivitas....5
2.3.2 Metode-metode pokok pengukuran produktivitas....5
2.4 Peningkatan produktivitas kerja.......6
2.4.1 Perlengkapan, Material, Dan Tenaga/Energi....7
2.4.2 Angkatan Kerja.8
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja..10
2.5.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas.............12
2.6 Penilaian Kinerja19
2.6.1 Pengertian Penilaian kinerja19
2.6.2 Tujuan penilaian kinerja..19
2.6.3 Kegunaan Penilaian Kinerja20
2.6.4 Faktor-faktor yang menghambat dalam penilaian kinerja..22
2.6.5 Jenis-jenis penilaian kinerja....25
2.6.6 Aspek-aspek yang dinilai....25
2.6.7 Metode penilaian kinerja.26
2.7 Strategi meningkatkan Produktivitas.30
2.7.1 Perencanaan peningkatan system produktivitas.33
2.7.2 Langkah-langkah program peningkatan system produktivitas...34
2.7.3 Strategi meningkatkan system produktivitas perusahaan...34
2.7.4 Model peningkatan system produktivitas berorientasi proses36

2.8 Manajemen Perubahan...38
2.8.1 Beberapa definisi manajemen perubahan...39
2.8.2 Tantangan terhadap perubahan...40.
2.8.3 Cara untuk mengatasi tantangan terhadap perubahan41
2.8.4 Konsep Gamba Kaizen...43
2.8.5 Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan44
2.8.6 Memanage perubahan.46
2.8.7 Tingkat-tingkat perubahan keorganisasian.47
2.8.8 Proses perubahan yang direncanakan.50
2.8.9 Tipe perubahan keorganisasian...51
2.9 Sepuluh macam factor dalam manajemen perubahan secara efektif52
2.10 Model adkar untuk manajemen perubahan53
2.11 Study Kasus....54

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan55
3.2 Saran..56
DAFTAR PUSTAKA57













BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk
menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan
menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit. Produktivitas adalah suatu
pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana,
aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara
efisien, dam tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan
pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal
teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada
pengembangan dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat, melalui konsep
produktivitas semesta total.
Produktivitas mempunyai pengertiannya lebih luas dari ilmu pengetahuan, teknologi
dan teknik manajemen, yaitu sebagai suatu philosopi dan sikap mental yang timbul dari
motivasi yang kuat dari masyarakat, yang secara terus menerus berusaha meningkatkan
kualitas kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan produktivitas?
2. Apa factor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja?
3. Apa ukuran-ukuran penilaian kinerja?
4. Bagaimana strategi meningkatkan produktivitas kerja?
5. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Perubahan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami konsep produktivitas secara keseluruhan
2. Mengetahui factor-faktor yang memperngaruhi produktivitas kerja
3. Mengetahui ukuran-ukuran dalam penilaian kinerja
4. Memahami strategi dalam meningkatkan produktivitas kerja
5. Memahami konsep tentang Manajemen Perubahan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Produktivitas
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun
fisik dengan masukan yang sebenarnya (ILO, 1979). Greenberg yang dikutip oleh Sinungan
(1985) mengartikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada
waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.
Pengertian lain produktivitas adalah sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi
barang-barang atau jasa-jasa: Produktivitas mengutarakan cara pemanfaatan secara baik
terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang-barang.
Produktivitas juga diartikan sebagai :
a.Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.
b.Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu-
satuan (unit) umum.
Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas,
yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio dari pada apa
yang dihasilkan (out put) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan
(input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan hari esok lebih baik dari
hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni:
investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan
tenaga kerja.


2.2 Konsep Produktivitas
Peningkatan produktivitas dan efisiensi merupakan sumber pertumbuhan utama untuk
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Sebaliknya, pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanjutan juga merupakan unsur penting dalam menjaga kesinambungan peningkatan
produktivitas jangka panjang. Dengan demikian, pertumbuhan dan produktivitas bukan dua
hal yang terpisah atau memiliki hubungan satu arah, melainkan keduanya adalah saling
tergantung dengan pola hubungan yang dinamis, tidak mekanistik, non linear dan
kompleks.Secara makro, sumber pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam unsur
berikut:.Pertama, peningkatan stok modal sebagai hasil akumulasi dari proses pembangunan
yang terus berlangsung. Proses akumulasi ini merupakan hasil dari proses investasi.Kedua,
peningkatan jumlah tenaga kerja juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi.Ketiga, peningkatan produktivitas merupakan sumber pertumbuhan yang bukan
disebabkan oleh peningkatan penggunaan jumlah dari input atau sumber daya, melainkan
disebabkan oleh peningkatan kualitasnya. Dengan jumlah tenaga kerja dan modal yang sama,
pertumbuhan output akan meningkat lebih cepat apabila kualitas dari kedua sumber daya
tersebut meningkat.Walaupun secara teoritis faktor produksi dapat dirinci, pengukuran
kontribusinya terhadap output dari suatu proses produksi sering dihadapkan pada berbagai
kesulitan. Disamping itu, kedudukan manusia, baik sebagai tenaga kerja kasar maupun
sebagai manajer, dari suatu aktivitas produksi tentunya juga tidak sama dengan mesin atau
alat produksi lainnya. Seperti diketahui bahwa output dari setiap aktivitas ekonomi
tergantung pada manusia yang melaksanakan aktivitas tersebut, maka sumber daya manusia
merupakan sumber daya utama dalam pembangunan. Sejalan dengan fenomena ini, konsep
produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas tenaga kerja. Tentu saja, produktivitas
tenaga kerja ini dipengaruhi, dikondisikan atau bahkan ditentukan oleh ketersediaan faktor
produksi komplementernya seperti alat dan mesin. Namun demikian konsep produktivitas
adalah mengacu pada konsep produktivitas sumber daya manusia.Secara umum konsep
produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (out put) dan masukan (input)
persatuan waktu. Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila:1. Jumlah
produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang sama.2. Jumlah
produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya lebih kecil
dan,3. Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya yang relatif
kecil (soeripto, 1989; Chew, 1991 dan pheasant, 1991).
Konsep tersebut tentunya dapat dipakai didalam menghitung produktivitas disemua
sektor kegiatan. Menurut Manuaba (1992a) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan
menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya
manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya (do the thing
right). Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi
dan efektifitas kerja secara total.
Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan
dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan
karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan
mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan
kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam
kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu
dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek
kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas.
Kedua pengerian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode pengukuran
tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu dikarenakan, pertama
karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua
disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan dalam proporsi yang
berbeda-beda.
Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini, keberadaannya
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produktivitas
pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-faktor yang
berpengaruh secara langsung, dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak
langsung.
2.3 Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting disemua
tingkatan ekonomi. Dibeberapa Negara maupun perusahaan pada akhir-akhir ini telah terjadi
kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu sudah saatnya kita membicarakan
alasan mengapa kita harus mengukur produktivitas.

2.3.1 Mengukur Produktivitas
Pada tingkat sektoral dan nasional, produktivitas menunjukkan kegunaannya dalam
membantu evaluasi penampilan, perncanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui
identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, membandingkan sektor-
sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan
tingkar pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan
internasional terhadap perkembangan ekonomi dan seterusnya. Pada tingkat perusahaan,
pengukuran produktivitas terutama digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa
dan memdorong efisiensi produksi.
Pertama, dengan pemberitahuan awal, instalasi dan pelaksanaan suatu sistem pengukuran,
akan meninggikan kesadaran pegawai dan minatnya pada tingkat dan rangkaian
produktivitas.
Kedua, diskusi tentang gambaran-gambaran yang berasal dari metode-metode yang relatif
kasar ataupun dari data yang kurang memenuhi syarat sekalipun, ternyata memberi dasar bagi
penganalisaan proses yang konstruktif atas produktif.
Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas mungkin terlihat pada
penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target/sasaran tujuan yang
nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap
masalah-masalah yang saling berkaitan. Pengamatan atas perubahan-perubahan dari
gambaran data yang diperoleh sering nilai diagnostik yang menunjuk pada kemacetan dan
rintangan dalam meningkatkan penampilan oraganisasi. Satu keuntungan dari pengukuran
produktivitas adalah pembayaran staf. Gambaran data melengkapi suatu dasar bagi andil
manfaat atas penmpilan yang ditingkatkan.
2.3.2 Metode-Metode Pokok Pengukuran Produktivitas
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan
dalam tiga jenis yang sangat berbeda:
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan
secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini
memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang
serta tingkatannya.
2. Perbandingan pelakasanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses)
dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik
sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.
Untuk menyusun perbandingan-perbandingan ini perlulah mempertimbangkan
tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran produktivitas. Paling sedikit ada 2
jenis tingkat perbandingan yang berbeda, yakni produktivitas total dan produktivitas parsial.
1. Produktivitas Total adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan total
masukan (input) persatuan waktu. Dalam penghitungan produktivitas total semua faktor
masukan (tenaga kerja, kapital, bahan, energi) tehadap total keluaran harus diperhitungkan.
Prouktivitas Total =



2. Produktivitas parsial adalah perbandingan dari keluaran dengan satu jenis masukan atau
input persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, kapital, bahan, energi, beban kerja, dll.
Prouktivitas Parsial =



2.4 Peningkatan Produktivitas Kerja
Sebuah perusahaan atau sistem produksi lainnya menerapkan kombinasi kebijakan,
rencana sumber-sumber dan metodenya dalam memenuhi kebutuhan dan tujuan khususnya.
Kombinasi-kombinasi kebijakan ini dituangkan melalui dan dengan bentuan faktor-faktor
produktivitas internal dan eksternal. Pada tingkat perusahaan, faktor-faktor tersebut hampir
seluruhnya direflesikan dalam sumber pokok, yakni: manusia dan bahan-bahan atau melalui :
Tenaga kerja
Manajemen dan organisasi
Modal pokok, bahan mentah
Contoh: Pengaruh faktor-faktor seperti pendidikan dan latihan terlihat pada keahlian dan
sikap pekerja. Kemajuan teknologi dan litbang jika direalisasikan pada tingkat perusahaan
hanyalah melalui tenaga kerja trampil, perlengkapan serta manajemen yang lebih baik,
dengan kata lain melalui sumber-sumber manusia dan material. Faktor-faktor lingkungan
seperti siklus perdagangan, ekonomi skala serta kondisi melalui tenaga kerja (pekerja
lapangan dan pekerja kantor tata usaha maupun manajemennya) dan modal.
Jadi peningkatan produktivitas terutama berkaitan dengan tiga jenis sumber:
Modal (Perlengkapan, material, energi, tanah dan bangunan)
Tenaga kerja.
Manjemen dan organisasi.
2.4.1 Perlengkapan, Material, Dan Tenaga/Energi
Sebuah perbandingan dari hasil perjam kerja manusia melalui waktu dipengaruhi oleh
volume, variasi dan hasil tahunan modal tetap. Kualitas, unsur peralatan serta tingkat
keseragamannya seringkali berat timbangannya dalam mengukur produktivitas organisasi.
Pada umumnya metode-metode perintah kerja untuk penggunaan yang lebih baik dari
peralatan, dapat disarankan:
Pemilihan daya guna peralatan yang cocok.
Penjadwalan daya guna mesin.
Pengaturan pelayanan dan perawatan mesin.
Melatih dan memberikan pelajaran pada pekerja operasional.
Faktor pertumbuhan produktivitas yang sangat penting adalah material dan tenaga.
Penggunaan bahan baku yang terbuang rata-rata mencapai sekitar 40% dari biaya produksi
nasional secara keseluruhan, jika kita mempertimbangkan tenaga maupun bahan baku, maka
gambaran ini meningkat dalam jumlah yang besar.
Latihan operator yang sedikit, penataan yang kurang baik serta ruang gedung yang
tidak cukup, dapat memperburuk masalah penanganan bahan-bahan dan mengarah kepada
perubahan gerak dan berakibat. Tujuan yang paling penting haruslah dengan merancang
metode-metode untuk memproduksi jumlah hasil produksi yang sama dengan energi material
yang sedikit serta mengganti material maupun alat-alat dengan biaya lebih rendah atau
mungkin lebih memproduksi barang lebih dari jumlah bahan yang sama. Menngkatkan
produtivitas juga tegantung pada pemilihan bahan-bahan maupun daya guna secara optimal.
Setiap material mempunyai harga dan kualitas sendiri yang pemilihan yang tepat akan
mempengruhi produkitivitas.

2.4.2 Angkatan Kerja
Salah satu area potensial tertinggi dalam peningkatan produktivitas adalah
mengurangi jam kerja yang tidak efektif. Lamanya buruh bekerja, dan proporsi penempatan
waktu yang produktif sangat tergantung kepada cara pengaturan, latihan, pengaturan dan
motivasinya. Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa waktu yang produktif berkisar 25%
sampai 30% sedangkan yang tidak produktif karena kejelekan manajemennya kadang-kadang
mencapai 50% lebih dan sisanya disebabkan adanya pekerjaan yang sia-sia ataupun karena
sikap pekerjaannya.
a. Struktur Waktu Kerja
Analisa dan studi yang berhati-hati terhadap semua komponen dan penggunaan
waktu yang tidak efektif menyebabkan manajemen dan pengawasan mampu mengurangi
sebab-sebab utama dari kerugian waktu serta membantu merencanakan teknik-teknik
peningkatan produktivitas bagi kepentingan individu atau kelompok pelaksanaan.
b. Peningkatan Efektifitas Dari Waktu Kerja
Masalah berikutnya adalah cara melaksanakan teknik peningkatan produktivitas
menggunakan manajemen, penambahan material, perencanaan dan organisasi kerja yang
lebih baik, latihan dan pendidikan, kepuasan tugas serta faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kualitas tenaga kerja maupun memanfaatkan cadangan-cadangan.
Kesempatan utama dalam meningkatkan produktivitas manusia terletak pada
kemampuan individu sikap individu dalam bekerja serta manajemen maupun organisasi kerja
dengan kata lain, dalam mengkaji produktivitas pekerja individual paling sedikit kita harus
menjawab dari pertanyaan pokoknya: mampukah buruh bekerja lebih baik dan tertarikkah
pekerja untuk bekerja lebih giat? Untuk menjawab kita harus mengecek dua kelompok syarat
bagi produktivitas perorangan yang tinggi.
Yang pertama sedikitnya meliputi:
Tingkat pendidikan dan keahlian.
Jenis teknologi dan hasil produksi.
Kondisi kerja.
Kesehatan, kemampuan fisik dan mental.

Kelompok kedua mencakup:
Sikap (terhadap tugas), teman sejawat dan pengawas).
Keaneka ragaman tugas.
Sistem insentif (sistem upah dan bonus).
Kepuasan kerja keamanan kerja.
Kepastian pekerjaan.
Perspektif dari ambisi dan promosi.
Jadi setiap tindakan perencanaan peningkatan produktivitas individual paling sedikit
mencakup tiga tahap berikut ini:
1. Mengenai faktor makro utama bagi peningkatan produktivitas.
2. Mengukur pentingnya setiap faktor dan menentukan prioritasnya.
3. Merncanakan sistem tahap-tahap untuk meningkatkan kemampuan pekerja dan
memperbaiki sikap mereka sebagai sumber utama produktivitas.
c..Insentif (Perangsang)
Yang paling penting, program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai
dengan adanya andil yang luas dari keuangan dan tunjangan-tunjangan lain diseluruh
organisasi. Setiap pembayaran kepada perorangan harus ditentukan oleh andilnya bagi
produktivitas, sedangkan kenaikan pembayaran harus dianugerahkan teruatama berdasarkan
hasil produktivitas.
Untuk menjadi seorang motivator yang efektif pemberian bonus haruslah
dihubungkan secara langsung dengan tujuan pencapaian malalui cara yang sederhana
mungkin, sehingga penerima segera dapat mengetahui berapa rupiah yag dia peroleh dari
upayanya. Bentuk pemberian bonus yang berorientasi pada penampilan adalah proyek
pemberian bonus, dimana hasil kerja yang baik segera diberi hadiah dengan bonus yang
sesuai. Hal tersebut lebih aktif dibandingkan menunggu berapa bulan tanpa pemberitahuan
yang nyata sampai saat pemberian bonus diakhir tahun ketika suasana semua menrima akan
membuang semua pengaruh motivasi selama tahun berjalan.
Penghargaan serta penggunaan motivator yang tepat akan menimbulkan suasana
kondutif atau berakibat kepada produktivitas yang lebih tinggi. Semua itu mencakup sistem
pemberian insentif dan usaha-usaha manambah kepuasab kerja melalui sarana yang beraneka
macam.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian
atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen. Produktivitas dimulai dari
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini dapat diimplementasikan
interaksi antara karyawan (:pekerja) dan pelanggan yang mencakup (a) ketepatan waktu,
berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan;
(b) penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian; (c)
kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan (Gaspersz, 2003:130). Berarti
produktivitas yang baik dilihat dari persepsi pelanggan bukan dari persepsi perusahaan.
Persepsi pelanggan terhdap produktivitas jasa merupakan penilaian total atas kebutuhan suatu
produk yang dapat berupa barang ataupun jasa.
Harapan pelanggan merupakan keyakinan sebelum membeli produk yang akan
dijadikan standar dalam menilai produktivitas produk tersebut. Harapan pelanggan dibentuk
dari pengalaman masa lampau, dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi konsumen dan
promosi perusahaan. Sikap merupakan orientasi yang relative berpengaruh terus-menerus
dalam jangka waktu yang lama terhadap produk dan proses. Para peneliti mengetahui bahwa
ukuran persepsi konsumen atas produktivitas jasa sesuai dengan paradigma adanya perbedaan
antara harapan dengan persepsi terhadap produktivitas, tetapi mereka juga beranggapan
bahwa produktivitas jasa dan kepuasan merupakan konsep yang berbeda. Seseorang yang
dengan sadar terlibat dalam aktivitas organisasi biasanya mempunyai latar belakang atau
motivasi tertentu. Menurut Maslow seperti yang dikutip (Supardi dan Anwar, 2004:52)
berpendapat sebagai berikut: social need adalah tuntutan kebutuhan akan rasa cinta dan
kepuasan akan menjalani hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta
diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
Menurut Hayes dan Abemathy (1980), dengan regas mengatakan sebagian besar
tuduhan yang tidak adil ditunjukkan kepada para manajer yang sekarang dianggap tidak
mempunyai dorongan kewiraswastaan dan wawasan teknologi yang luas (Timpe, 1999:3).
Salah satu permasalahan penting bagi pimpinan dalam suatuorganisasi ialah bagaimana
memberikan motivasi kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dalam hal
ini, pimpinan dihadapkan suatu persoalan bagaimana dapat menciptakan situasi agar bawahan
dapat memperoleh kepuasan secara individu dengan baik dan bagaimana cara memotivasi
agar mau bekerja berdasarkan keinginan dan motivasi untuk berprestasi yang tinggi.
Menurut konsep sistem organisasi yang ideal, aktivitas atau pekerjaan suatu
organisasi merupakan suatu kolektivitas sehingga dalam setiap penyelesaian rangkaian
pekerjaan seorang karyawan dituntut untuk bekerja sama, saling terkait dan tidak akan
melepaskan diri dengan karyawan lain dalam organisasi itu. Dalam sebuah organisasi, yang
menjadi perhatian utama adalah bagaimana menciptakan keharmonisan dan keserasian dalam
setiap pelaksanaan kegiatan atau aktivitas kerja tersebut. Keharmonisan dan keserasian
tersebut dapat tercipta jika sistem kerja dibuat rukun dan kompak sehingga tercipta iklim
yang kondusif. Hal ini akan membuat para karyawan termotivasi untuk bekerja dengan
optimal yang pada akhirnya tujuan organisasi dapat terwujud dengan tingkat efisien dan
efektivitas yang tinggi.
Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat
diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong
moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan (Hasibuan, 2003:203). Kepuasan kerja yang tinggi atau baik akan membuat
karyawan semakin loyal kepada perusahaan atau organisasi. Semakin termotivasi dalam
bekerja, bekerja dengan resa tenang, dan yang lebih penting lagi kepuasan kerja yang tinggi
akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas dan motivasi yang tinggi pula.
Karyawan yang tidak merasa puas terhadap pekerjaannya, cenderung akan melakukan
penarikan atau penghindaran diri dari situasi pekerjaan baik yang bersifat fisik maupun
psikologis.
Dari uraian di atas menunjukkan adanya hubungan antara kepuasan dan motivasi
kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Jika membicarakan masalah produktivitas
muncullah situasi yang bertentangan karena belum adanya kesepakatan umum dari para ahli
tentang maksud pengertian produktivitas serta kriterianya dalam mengikuti petunjuk-petunjuk
produktivitas. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan
antara keluaran (output) dengan masukan (input) Hasibuan (203:126).
Apabila produktivitas naik hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi
(waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, dan adanya peningkatan
keterampilan tenaga kerja. Menurut Blunchor dan Kapustin yang dikutip oleh Sinungan
(1987: 9), produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap
sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukursecara tepat dan benar-
benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi. Konsep produktivitas kerja dapat dilihat
dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat
produktivitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang
muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu
yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi
keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis antara masukan
(input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan
produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek
kualitas.
Kedua pengerian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode pengukuran
tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu dikarenakan, pertama
karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua
disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan dalam proporsi yang
berbeda-beda. Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini,
keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
produktivitas pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-
faktor yang berpengaruh secara langsung, dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh secara
tidak langsung.
2.5.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas
Tenaga kerja atau pegawai adalah manusia yang merupakan faktor produksi yang
dinamis memiliki kemampuan berpikir dan motivasi kerja, apabila pihak manajemen
perusahaan mampu meningkatkan motivasi mereka, maka produktivitas kerja akan
meningkat. Ada pun faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu:
a.Kemampuan
adalah kecakapan yang dimiliki berdasarkan pengetahuan, lingkungan kerja yang
menyenangkan akan menambah kemampuan tenaga kerja. Perencanaan tenaga kerja
merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan. Rencana pembangunan memuat
berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di seluruh sektor atau sub sektor. Setiap kegiatan
yang akan dilaksanakan membutuhkan tenaga kerja yang sesuai. Perencanaan tenaga kerja
memuat perkiraan permintaan atau kebutuhan dan penawaran atau penyediaan tenaga kerja,
serta kebijakan maupun program ketenagakerjaan yang diperlukan dalam rangka menunjang
keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan pada tahap perusahaan, lembaga
pemerintah atau unit organisasi swasta lainnya. Perencanaan tenaga kerja seperti ini disebut
perencanaan tenaga kerja mikro. Pemerintah biasanya juga membuat perencanaan tenaga
kerja dalam cakupan wilayah tertentu maupun secara nasional. Jenis perencanaan tenaga
kerja seperti itu dikenal sebagai perencanaan tenaga kerja makro, nasional atau perencanaan
tenaga kerja regional.
Sistem perencanaan tenaga kerja menunjukkan kedudukan perencanaan tenaga kerja
dalam kerangka perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Perencanaan pembangunan
yang disertai dengan data-data kependudukan dan informasi pasar kerja merupakan masukan
utama dalam penyusunan perencanaan tenaga kerja. Hasil perencanaan tenaga kerja adalah
berupa rencana tenaga kerja.
Dalam sistem perencanaan pembangunan yang melihat perencanaan tenaga kerja
sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan, maka proses perencanaan tenaga
kerja akan melibatkan instansi. Proses perencanaan tenaga kerja itu sendiri menunjukkan
langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pelaksanaan perencanaan tenaga kerja.
b. Sikap
Sesuatu yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak dihubungkan dengan
moral, semangat kerja yang akan menghasilkan kepuasaan kerja . Kepuasan kerja secara
umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap,
pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan kecenderungan perilaku
seseorang. Kepuasankepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam
suatu hasil pekerjaan. Salah satu masalah yang sangat penting dalam bidang psikologi
industry adalah mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih produktif. Untuk itu, perlu
diperhatikan agar karyawan sebagai penunjang terciptanya produktivitas kerja dalam bekerja
senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa sehingga akan tercipta
kepuasan kerja para karyawan. Kepuasan kerja akan berbeda pada masingmasing individu.
Sangat sulit untuk mengetahui ciri-ciri kepuasan dari masing-masing individu. Namun
demikian, cerminan dari kepuasan kerja itu dapat diketahui.
Untuk mengetahui tentang pengertian kepuasan kerja ada beberapa pendapat
sebagaimana hasil penelitian Herzberg, bahwa faktor yang mendatangkan kepuasan adalah
prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggungjawab, dan kemajuan (Armstrong, 1994:
71). Pendapat lain menyatakan kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan
mereka (Handoko, 2001:193). Sedangkan Wexley dan Yulk (1977) yang disebut kepuasan
kerja ialah perasaan seseorangterhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja berhubungan erta dengan faktor sikap. Seperti dikemukakan oleh
Tiffin (1964) kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap
pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan
(dalam As'ad, 2003: 104). Sejalan dengan itu, Martoyo (2000:142) kepuasan kerja (job
salisfaction) adalah keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik
temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat
nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja
karyawan ini, baik yang berupa finansial maupun yang nonfinansial.
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja, baik itu
berhubungan motivasi, kesetiaan ataupun ketenangan bekerja, dan disiplin kerja. Menurut
Hulin (1966) gaji merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat ini tidak
seluruhnya salah sebab dengan mendapatkan gaji ia akan dapat melangsungkan kehidupannya
sehari-hari. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama unluk
mencapai kepuasan kerja. Kenyataan lain banyak perusahaan telah memberikan gaji yang
cukup tinggi, tetapi masih banyak karyawan yang merasa tidak puas dan tidak senang dengan
pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji
sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan (As'ad, 2003:113).
Menurut Blum menyatakan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah: (a)
faktor individual, meliputi: umur, kesehatan, watak dan harapan; (b) factor sosial, meliputi:
hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan
perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan; (c) faktor utama
dalam pekerjaan, meliputi: upah, pengawasan ketentraman kerja, kondisi kerja, dan
kesempatan untuk maju. Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di
dalam pekerjaan, kelepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan
diperlakukan adil. baik yang menyangkut pribadi maupun tugas (dalam As'ad, 2003:114).
Ahli lain, Ghiselli dan Brown mengemukakan lima faktor yang menimbulkan kepuasan
(dalam As'ad, 2003:112-113) yaitu: pertama, kedudukan (posisi), umumnya ada anggapan
bahwa orang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan lebih puas daripada bekerja
pada pekerjaan yang lebih rendah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak
selalu benar, perubahan tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. Kedua,
pangkat (golongan), pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan)
sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya.
Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat
dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaan.
Ketiga, umur dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan.
Umur antara 25 sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur
yang bias menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. Keempat, jaminan
financial dan jaminan sosial. Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh
terhadap kepuasan kerja. Kelima, mutu pengawasan, hubungan antara karyawan dengan
pihak pimpinan sangat penting dalani arti menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan
dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan
sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari
oiganisasi kerja (sense of belonging).
c. Situasi dan keadaan lingkungan
faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua karyawan dapat bekerja
dengan tenang serta sistim kompensasi yang ada.pertama, perbaikan terus menerus, yaitu
upaya meningkatkan produktivitas kerja salah satu implementasinya ialah bahwa seluruh
komponen harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya
merupakan salah satu kiat tetapi merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian
dari filsafat manajemen mutakhir. Suatu organisasi dituntut secara terus-menerus untuk
melakukan perubahan-perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Perubahan internal
contohnya, yaitu: (a) perubahan strategi organisasi; (b) perubahan kebijakan tentang produk;
(c) perubahan pemanfaatan teknologi; (d) perubahan dalam praktek-praktek sumber daya
manusia sebagai akibat diterbitkannya perundang-undangan baru oleh pemerintah. Perubahan
eksternal, meliputi: (a) perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner dan bersifat
acak; (b) perubahan yang tinggi secara berlahan tetapi berkelompok; (c) perubahan yang
terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di
masyarakat; dan (d) perubahan yang terjadi cepat, menyeluruh dan kontinyu.Kedua,
peningkatan mutu hasil pekerjaan. Peningkatan mutu hasil pekerjaan dilaksanakan oleh
semua komponen dalam organisasi. Bagi manajemen, misalnya, perumusan strategi,
penentuan kebijakan, dan proses pengambilan keputusan. Yang tidak kalah pentingnya dalam
pelaksanaan kegiatan organisasi yaitu mutu laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan
rapat, dan lain-lain.Ketiga, pemberdayaan sumberdaya manusia. Memberdayakan
sumberdaya manusia mengandung kiat untuk: (a) mengakui harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk yang mulia, mempunyai harga diri, daya nalar, memiliki kebebasan
memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang beraneka ragam; (b) manusia
mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada manusia lain (termasuk manajemen) yang
dibenarkan melanggar hak tersebut. Hak-hak tersebut yaitu hak menyatakan pendapat, hak
berserikat, hak memperoleh pekerjaan yang layak, hak memperoleh imbalan yang wajar dan
hak mendapat perlindungan; (c) penerapan gaya manajemen yang partisipasif melalui proses
berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan mengikutsertakan para
anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.Keempat, kondisi fisik tempat
bekerja yang menyenangkan.Kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan memberikan
kontribusi nyata dalam peningkatan produktivitas kerja, antara lain: (a) ventilasi yang baik;
(b) penerangan yang cukup; (c) tata ruang rapi dan perabot tersusun baik; (d) lingkungan
kerja yang bersih; dan (e) lingkungan kerja vang bebas dari polusi udara.Kelima, umpan
balik. Pelaksanaan tugas dan karier karyawan tidak dapat dipisahkan dari penciptaan,
pemeliharaan, dan penerapan sistem umpan balik yang objektif, rasional, baku, dan validitas
yang tinggi. Objektif dalam arti didasarkan pada norma-norma yang telah disepakati bukan
atas dasar emosi, senang atau tidak senang pada seseorang. rasional dalam arti dapat diterima
oleh akal sehat. Jika seseorang harus dikenakan sangsi disiplin, status berat-ringannya
disesuaikan dengan jenis pelanggarannya. Validitas yang tinggi, dalam arti siapapun yang
melakukan penilaian atas kinerja karyawan didasarkan pada tolok ukur yang menjadi
ketentuan.
d. Motivasi
setiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha meningkatkan
produktivitas. Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dorongan
yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas perbuatannya. Supardi dan Anwar (2004:47)
mengatakan motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang
ada pada sescorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai
sasaran kepuasan. Jadi, motivasi bukanlah yang dapat diamati tetapi adalah hal yang dapat
disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak.
Siagian (2002:255), menyatakan bahwa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya
pada umumnya adalah sesuatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi
instansi. Menurut Heidjachman dan Husnan (2003:197), motivasi merupakan proses untuk
mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Untuk
membangun produktivitas dan motivasi pekerja ada dua hal yang harus dilakukan: pertama,
carilah pembayaran pekerjaan individual seseorang; dan kedua, bantu mereka mencapai
pembayaran untuk setiap tugas tambahan yang diberikan sehingga baik kebutuhan instansi
maupun individu tercapai (Timpe, 1999: 61).
Menurut Hasibuan (2003:92) motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti
dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya
kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan
setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja
yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi
tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya, bawahan sebetulnya
mampu akan tetapi malas mengerjakannya, memberikan penghargaan dan kepuasan kerja.
sebenarnya banyak pembahasan teori-teori motivasi, namun ada beberapa yang cukup
menonjol adalah antara lain sebagai berikut: Teori Maslow, mengenai tingkatan dasar
manusia yaitu: (a) kebutuhan fisiologi dasar, (b) keselamatan dan keamanan, (c) cinta/kasih
sayang, (d) penghargaan, (e) aktualisasi diri (self actualization). Menggarisbawahi pendapat
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bergabungnya seseorang dalam organisasi didorong
oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan, berupa penghasilan yang akan digunakan untuk
mencukupi kebutuhannya. Suasana batin (:psikologis) seorang karyawan sebagai individu
dalam organisasi yang menjadi lingkungan kerjanya tampak selalu semangat atau gairah keija
yang menghasilkan kegiatan kerja sebagai kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi
tempatnya bekerja.
e.Upah
upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dapat
menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa
keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. upah yang rendah tidak
dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi
kelangsungan hidup perusahaan. Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem upah, yaitu yang
mengacu kepada teori Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori
tersebut masing-masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang
berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa tidak ada
satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang
akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masing-masing
perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak (perusahaan dan
karyawan). Besarnya tingkat upah untuk masing-masing perusahaan adalah berbeda.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya,
yaitu permintaan dan penawaran tenaga kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan dan
keterampilan tenaga kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar kecilnya resiko
pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup. Dilihat dari sistemnya pembelian
upah dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan,
dan premi atau upah borongan
f. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan dan latihan dari tenaga kerja akan mempengaruhi
produktivitas, karenanya perlu diadakan peningkatan pendidikan dan latihan bagi tenaga
kerja. Pendidikan dan latihan dipandang sebagai suatu invesatasi di bidang sumber daya
manusia yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu
pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi perusahaan.
Pentingnya pendidikan dan latihan disamping berkaitan dengan berbagai dinamika
(perubahan) yang terjadi dalam lingkungan perusahaan, seperti perubahan produksi,
teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan dengan manfaat yang dapat dirasakannya. Manfaat
tersebut antara lain: meningkatnya produktivitas perusahaan, moral dan disiplin kerja,
memudahkan pengawasan, dan menstabilkan tenaga kerja. Agar penyelenggaraan pendidikan
dan latihan berhasil secara efektif dan efisien, maka ada 5 (lima) hal yang harus di pahami,
yaitu 1) adanya perbedaan individual, 2) berhubungan dengan analisa pekerjaan, 3) motivasi,
4) pemilihan peserta didik, dan 5) pemilihan metode yang tepat. Pendidikan dan latihan bagi
tenaga kerja dapat diklasifikasikan kepada dua kelompok, pertama, yakni pendidikan dan
latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja operasional, kedua,
pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja yang
menduduki jabatan manajerial. Untuk masing-masing kelompok tenaga kerja tersebut
diperlukan metode pendidikan yang berbeda satu sama lain
g. Perjanjian kerja
merupakan alat yang menjamin hak dan kewajiban karyawan. Sebaiknya ada unsur-
unsur peningkatan produktivitas kerja.
h. Penerapan teknologi
Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu penerapan
teknologi harus berorientasi mempertahankan produktivitas

2.6 Penilaian Kinerja
2.6.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan
tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat
kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk
mengerjakan suatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan
bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap
orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan. Kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk
mencapai tujuannya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah
dengan cara melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian
kinerja. Sasaran yang menjadi objek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan
karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan
menggunakan tolak ukur tertentu objektif dan dilakukan secara berkala.Penilaian kinerja
mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai
dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan perkerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk
tingkat katidakhadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja
karyawan dalam lingkup tangung jawabnya.
Dalam praktiknya, istilah penilaian kinerja (performance appraisal) dan evaluasi
kinerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan karena
pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Penilaian kinerja digunakan perusahaan untuk
menilai kinerja karyawannya atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.Dari beberapa
pengertian di tas terdapat perbedaan yang mendasar tentang penilain kinerja. Ada pengertian
yang mengatakan memposisikan karyawan pada pihak subordinat dan dikendalikan,
sebaliknya ada pemahaman bahwa karyawan diangap sebagai faktor produksi yang harus
dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan yang lain ada pengertian bahwa karyawan
diposisikan sebagai aset utama perusahaan, karyawan harus dipelihara dengan baik dan diberi
kesempatan berkembang.

2.6.2 Tujuan penilaian kinerja
Suatu perusahaan melakukan peniaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok,
yaitu: 1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa
lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang;
dan 2) manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya
memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan
keterampilan untuk perkembangan karier dam memperkuat kualitas hubungan antarmanajer
yang bersangkutan dengan karyawannya.
Selain itu penilaian kinerja dapat digunakan untuk:
1. Mengetahui perkembangan, yang meliputi: a) identifikasi kebutuhan, b) umpan balik
kerja, c) menentukan transfer dan penugasan dan d) identifikasi kekuatan dan kelemahan
karyawan.
2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: a) keputusan untuk menentukan
gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan karyawan, b) pengakuan kinerja
karyawan, c) pemutusan hubungan kerja dan d) mengidentifikasi yang buruk.
3. Keperluan perusahaan, yang meliputi: a) perencanaan SDM, menentukan kebutuhan
pelatihan, c) evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, d) informasi untuk identifikasi
tujuan, e) evaluasi terhadap sistem SDM, dan f) penguatan terhadap kabutuhan
pengembangan perusahaan.
4. Dokumentasi, yang meliputi: a) krteria untuk validasi penelitian, b) dokumentasi
keputusan-keputusan tentang SDM, dan c) membantu untuk memenuhi persyaratan
minimum.

2.6.3 Kegunaan penilaian kinerja
Kegunaan penilaian kinerja ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan
perusahaan, khususnya manajemen SDM, yaitu:
Dokumentasi. Untuk memungkinkan data yang pasti, sistematik, dan faktual dalam
penentuan nilai pekerjaan.
1. Posisi tawar. Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan
rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan karyawan
2. Perbaikan kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan,
manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau
mamperbaiki kinerja karyawan.
3. Penyesuaian kompensasi. Penilain kinerja membantu pengambilan keputusan dalam
penyesuian ganti-rugi. Menentukan siapa yang perlu dinaikkan upahnya-bonus atau
kompensasi ainnya.
4. Keputusan penempatan. Mambantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan,
dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi
kinerja. Sering promosi adalah penghargaan untuk kinerja yang lalu.
5. Pelatihan dan pengembangan karier. Kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu
kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi
yang belum digunakan dan harus dikembangkan.
6. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik penilain kinerja dapat digunkan
sebagai penduan dalam perencanaan dan pengembangan karier yang tepat, penyusunan
program pengembangan karier yang tepat, dapat menyelaraskan antara kebutuhan
karyawan dengan kepentingan perusahaan.
7. Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing deprtemen SDM.
8. Defisiensi proses penempatan karyawan. Kinerja yang baik atau buruk mengisyaratkan
kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan karyawan di departemen SDM.
9. Ketidakakuratan informasi. Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di dalam
informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem informasi manajemen SDM.
Pemakaian informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan proses rekrutmen, pelatihan,
atau pengambilan keputusan tidak sesuai.
10. Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin merupakan suatu
gejala dari rancangan perkerjaan yang kurang tepat. Melalui penilain kinerja dapat
membantu mendiagnosis kesalahan ini. Artinya, jika uraian pekerjaan tidak tepat, apalagi
tidak lengkap, wewenang dan tanggung jawab tidak seimbang, jalur pertanggungjawaban
kabur dan berbagai kelemahan lainnya akan berakibat pada prestasi kerja yang kurang
memuaskan
11. Kesempatan kerja yang adil. Penilain kinerja yang akurat terkait dengan pekerjaan dapat
memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak bersifat diskriminatif.
12. Mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh
faktor di luar lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, keuangan, kesehatan, atau hal lain
seperti hal pribadi. Jika faktor ini tidak dapat diatasi karyawan bersangkutan, departemen
SDM mungkin mampu menyediakan bantuan.
13. Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja. Departemen SDM biasanya
mengembangkan penilaina kinerja bagi karyawan di semua departemen. Elemen-elemen
pokok sistem penilaian ini mencakup kriteria yang ada hubungan dengan pelaksanaan
kerja dan ukuran-ukuran kriteria.
14. Umpan balik SDM. Kinerja baik atau buruk di seluruh perusahan mengindikasikan
seberapa baik departemen SDM berfungsi.










Gambar 1. Mekanisme Penilaian Kinerja Karyawan

2.6.4 Faktor-Faktor yang Menghambat Dalam Penilaian Kinerja
Penyelia sering tidak berhasil untuk meredam emosi dalam menilai prestasi kinerja
karyawan, hal ini menyebabkan panilaian menjadi bias. Bias adalah disorsi pengukurang
yang tidak akurat. Bias ini mungkin terjadi sebagai akibat ukuran-ukuran yang digunakan
bersifat subjektif. Berbagai bentuk bias yang umum terjadi adalah:

1. Kendala hukum/legal
Penilaian kinerja harus bebas dari driskiminasi tidak sah atau tidak legal. Apa pun
format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM harus sah dan dapat
dipercaya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, keputusan penempatan mungkin ditetang sebab
melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya. Oleh karena itu, setiap keputusan
hendaknya ojektif dan sesuai dengan hokum.
2. Bias oleh penilai (penyelia)
Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias.
Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:

KINERJA KARYAWAN PENILAIAN KINERJA UMPAN BALIK
KARYAWAN
UKURAN KINERJA
STANDAR KINERJA
KEPUTUSAN SDM
DOKUMEN
KARYAWAN
a. Hallo effect.
Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi (penyelia) mempengaruhi pengukuran
kinerja baik dalam arti positif maupun negatif. Sebagai contoh seorang penilai bisa saja
secara pribadi tidak menyenangi karyawan tertentu, terlepas dari faktor-faktor
penyebab ketidaksenangannya itu. Dalam hal demikian, kecenderungan penilai adalah
memberikan penialain negatif terhadap orang yang tidak disenanginya itu, padahal
sebenarnya apabila dinilai secara objektif, karyawan yang dinilai seharusnya
memperoleh penilaian positif. Dan juga sebaliknya kemungkinan bisa terjadi.
b. Kesalahan kecenderungan terpusat.
Dalam penilaianya penilai cenderung mengambil jalan tengah, yaitu dengan
memberikan niai yang merata bagi karyawan yang dinilainya karena adanya
ketidaksukaan penilai dalam suatu penilaian yang terlihat sukar dalam menilainya.
Sehinga penilain tidak dilakukan secara objektif karena yang berprestasi tinggi akan
merasa diperlakukan tidak adil dan dirugikan sedangkan yang berprestasi rendah
memperoleh penghargaan yang tidak wajar.
c. Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras.
Bias karena terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam
mengevaluasi kinerja karyawan. Penilai melihat semua kinerja karyawannya bagus dan
menilai dengan baik. Bias karena terlalu keras adalah sebaliknya, diakibatkan oleh
penilai yang terlalu ketat dalam mengevaluasi mereka.
d. Bias karena penyimpangan lintasbudaya.
Setiap peniai mempunyai harapan tentang tingkah laku manusia yang didasarkan pada
kulturnya. Ketika seorang penilai diharuskan untuk menilai dari karyawan yang
berbeda kulturnya, mereka menerapkan budayanyan terhadap karyawan tersebut.
Dengan keanekaragaman budaya yang lebih besar dan mobilitas karyawan ke berbagai
negara (internasional) sumber potensi penyimpangan ini menjadi besar.
e. Prasangka pribadi.
Sikap tidak suka seseorang terhadap orang lain atau sekelompok orang tertentu dapat
mengaburkan hasil penilain seorang karyawan. Meskipun demikian, spesialis SDM
perlu memberi perhatian dalam membuat pola tanpa adanya unsur prasangka.
Prasangka akan mengabaikan penilaian efektif dan dapat melanggar hukum anti
diskriminasi.


f. Pengaruh kesan terakhir.
Ketika penilai diharuskan menilai karyawan pada masa lampau, kadang-kadang penilai
mempresepsikan dengan tindakan karyawan pada saat ini yang sebetulanya tidak
berhubungan dengan kinerja masa lampau. Jadi, kinerja karyawan dinilai berdasarkan
penampilan karyawan saat sekarang masih diingat oleh penilai.

Selain faktor-faktor di atas yang menyebabkan terjadinya bias dalam penilain kinerja,
dalam praktiknya pendekatan penilaian harus dapat menidentifikasi standar kinerja,
mengukur kriteria, dan kemudian memberi umpan balik kepada karyawan dan dapertemen
SDM. Jika standar kinerja atau ukuran tidak terkait dengan pekerjaan, evaluasi tidak akurat
dan akhirnya akan terjadi bias yang merugikan hubungan para manajer dengan karyawan dan
memperkecil kesempatan kerja sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dalam perilaku SDM
tidak mungkin terjadi dan departemen SDM tidak akan mempunyai catatan akurat dalam
sistem informasinya, sehingga dasar keputusan mulai dari rancangan pekerjaan sampai
kompensasi akan terganggu.

Sistem penilaian kinerja yang baik sangat tergantung pada persiapan yang benar-benar
baik dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Praktis. Keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa panilain
ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan menyelesaikan suatu
pekerjaan tertenu.
Kejelasan standar. Standar merupakan tolak ukur seorang dalam melaksanakan
pekerjaannya. Standar harus memiliki nilai kompetitif, artinya dalam penerpannya harus
berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seseorang dengan karyawan
lainnya yang melakukan pekerjaan yang sama.
Kriteri yang objektif. Kriteria yang dimaksud adalah berupa ukuran-ukuran yang memnuhi
persyaratan seperti mudah digunakan, handal, dan memberikan informasi tetang perilaku
kritikal yang menentukan keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian
efektifnya suatu penilaian kinerja, maka instrumen penilain kinerja tersbut harus
memenuhi syarat-syarat sebgai berikut:
1) Reliability, ukuran kinerja harus konsisten. Mungkin yang paling penting adalah
konsistensi suatu ukuran kinerja. Jika ada dua penilai mengevaluasi pekerja yang sama,
mereka perlu menyimpulkan hal serupa menyangkut hasil mutu pekerja.
2) Relevance, ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu kegiatan
yang secara logika itu mungkin.
3) Sensivity, beberapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan antara penampilan
nilai tinggi dan rendah. Penampilan dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan
kinerja.
4) Practically, kriteia harus dapat diukur dan kekurangan pengumpulan data tidak terlalu
mengganggu atau tidak in-efisien.

2.6.5 Jenis-jenis penilaian kinerja
a. Penilaian hanya oleh atasan:
Cepat dan langsung
Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi
b. Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama membahas
kinerja bawahannya yang dinilai.
Objektivitasnya lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasan sendiri
Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian
c. Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih individu untuk
bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan terakhir.
Penilaian gabungan yang masuk akal dan wajar
d. Penilaian melalui keputusan komite: sama seperti pola sebelumnya kecuali bahwa
manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan kahir; hasilnya
didasarkan pada pilihan mayoritas.
Memperluas pertimbangan yang ekstrim
Memperlemah integritas manajer yang bertanggung jawab
e. Penilaian berdasarkan peninjaun lapangan: sama seperti pada kelompok staf, namun
melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang betindak
sebagai peninjau yang independen.
Membawa satu pikiran yang tetap ke dalam satu penilian lintas sektor yang besar.
f. Penilaian oleh bawahan dan sejawat
Mungkin terlalu subjektif
Mungkin digunakan sebgai tambahan pada metode penilaian yang lain


2.6.6 Aspek-aspek yang dinilai
Dari hasil studi lazer dan wikstron (1977) terhadap formulir penilaian kinerja terhadap
125 perusahaan yang ada di USA. Faktor yang paling umum muncu di 61 perusahaan adalah
pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama,
pengambilan keputusan, krativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, integensia
(kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.
Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan
peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugsa serta pengalaman dan pelatihan
yang diperolehnya.
2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perushaan
dan penyesuian bidang gerak unit masing-masing ke dalam bidang operasional
perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas,
fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama
dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.

2.6.7 Metode penilain kinerja
Metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dapat digunakan dengan pendekatan
yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam praktiknya tidak ada satupun teknik yang
sempurna. Akan tetapi hal terpenting adalah bagaimana cara meminimalkan masalah-masalah
yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan. Adapun metode-metode penilaian
kinerja adalah sebagai berikut:

1. Skala peringkat (Rating Scale)
Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penilaian
prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan
dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah
sampai yang paling tinggi. Pada umumnya penilai diberi formulir yang berisi sejumlah sifat
dan ciriciri hasil kerja yang harus diisi, seperti kemandirian, inisiatif, sikap, kerja sama dan
seterusnya. Keuntungan dari metode ini adalah biayanya yang murah dalam penggunaan dan
pengembangannya, penilai membutuhkan sedikit pelatihan atau waktu untuk
menyempurnakan formulir yang ada dan metode ini bisa digunakan untuk banyak
karyawan.Kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan terjadinya prasangka yang
subjektif dalam penilaian dengan metode ini.
2. Daftar pertanyaan (Checklist)
Penilai berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang menjelaskan
beraneka ragam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai tinggal memilih kata
atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.Keuntungan
dari dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya
membutuhkan pelatihan yang sederhana, dan distandarisasi. Kelemahanya meliputi kepakaan
pada penympangan penilai (terutama hallo effect), lebih mengedepankan kriteria-kriteria
pribadi karyawan dalam menentukan kriteria-kriteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-
materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen
SDM. Kerugaian lainnya, metode ini tidak memungkinkan penilai untuk memberikan nilai
yang berbeda.

3. Metode dengan pilihan terarah (forced choice methode)
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas
dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi
dan menyingkirkan kemunginan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan
antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang
sama.Keuntungan metode pilihan terarah adalah mengurangi penyimpangan penilai, karena
beberapa karyawan harus dinilai seperti atasan kepada yang lainnya. Metode ini juga mudah
digunakan dan memiliki cakupan yang luas untuk pekerjaan yang beraneka ragam. Walaupun
praktis dan mudah distandarisasi, pernyataan yang bersfiat lebih umum tidak bisa
mencerminkan hubungan perkejaan spesifik.

4. Metode peristiwa kritis (Critical incident methode)
Metode ini merupakan pilihan yang mendasarkan pada catatan kritis penilai atas
perilaku karyawan, seperti sangat baik atau buruk di dalam melaksanakan pekerjaan.
Pernyatan-pernyatan tersebut disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan
selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang sangat berguna dan memberikan umpan
balik keryawan yang bersangkutan. Kejadian yang positif maupun yang negatif akan dicatat
dan diklasifikasikan oleh departemen SDM ke dalam kategori-kategori, misalnya kontrol
keselamatan dan pengembangan karyawan. Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan
umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. Ha ini juga mengurangi
penyimpangan penilai jika penilai mencatat kejadian selama masa penilaian namun
kelamahannya adalah seringkali tidak mencatat ketika insiden terjadi, dan berpeluang
terjadinya manipulasi catatan.
5. Manajemen berdasarkan sasaran (Management By Objective)
Management By Objective (MBO) yang berati manajemen berdasarkan sasaran,
artinya adalah satu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama
menetapkan tujuan-tujuan atasu sasara-sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang.
Penilaian kinerja berdasarkan metode ini merupaka suatu alternatif untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan dari bentuk penilaian kinerja lainnya.. Metode ini lebih mengacu pada
pendekatan hasil... Dalam proses pencapaian tujuan, atasan dapat membantu dalam bentuk
memberi umpan balik. Pada akhir periode yang dtentukan, atasan dan bawahan melakukan
evaluasi tetang pencapaian tujuan tersebut. proses penilaian kinerja berdasarkan metode ini
dapat dilihat pada gambar 1.2. MBO sebagai metode penilain prestasi kerja pada masa yang
akan datang. Di sini prestasi seseorang dinilai melalui tujuan-tujuan yang ditetapkannya
secara pencapaian tujuan tersebut. MBO memperlihatkan potensi seseorang dalam
pelaksanaan tugas yang lebih besar tanggung jawabnya pada masa yang akan datang melalui
pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari metode ini, adalah:
1. Dengan mendorong setiap individu karyawan sendiri sasaran yang spesifik dan
menantang, MBO memiliki potensi memotivasi karyawan di samping sebagai basis
penilain karyawan
2. Karyawan mengetahui secara tepat apa yang diharapkan dirinya, dan apa yang
mereka capai jika mereka ingin dinilai positif oleh atasnnya.
3. Sangat mudah bagi penyelia untuk melakukan penilaian dengan objektif karena
kriterianya jelas yakni berorientasi pada hasil.
4. Penetuan tujuan secara sistematis di seluruh perusahaan dan memudahkan dalam
perencanaan dan koordinasi.


























Gambar 2 Tahap Utama Penilaian Kinerja Metode MBO



Kelemaha dari metode ini adalah:
1. Tidak MBO tidak efektif dalam lingkungan di mana manajemen tidak memepercayai
karyawan-karyawannya.
2. Titik berat MBO hanya terhadap hasil-hasil saja dapat mencegah kepada kurangnya
penilaian pada bagaiamana hasil-hasil tersebut dicapai, misalnya: individu-individu
mungkin mencapai hasil-hasil mereka dengan jalan yang tidak etis yang berdampak
negatif bagi perusahaan.
3. MBO sulit untuk membandingkan tngkat kinerja dari individu yang berbeda, karena
penilaian berdasarkan sasaran-sasaran pribadinya.
4. Banyaknya waktu yang diperlukan untuk menerapkan metode ini.
Rencana Kerja
Pemberian Pekerjaan
Periode Kerja
Karyawan Karyawan
Pemberian Pekerjaan
5. Saran pengembangan
4. Gagasan masa depan
3. Potensi karier jangka pendek
2. Faktor-faktor yang berpengaruh
1. Prestasi yang dicapai
Wawancara Penilaian
Penilaian Kinerja
Selain metode-metode panilaian kinerja yang telah dijelaskan di atas, masih banyak
lagi metode penilaian kinerja yang lainnya; seperti: metode catatan prestasi, skala peringkat
dengan tingkah laku (bahaviorally anchored rating scale, BARS), Metode peninjauan
lapangan, tes dan observasi prestasi kerja (performance test and observation), pendekatan
evaluasi komparatif (comparative evaluation approach), penilaian diri sendiri (self appraisal).
2.7 Strategi meningkatkan prodktivitas
Strategi adalah sebuah rencana komprehensif yang mengintegrasikan resources dan
capabilities dengan tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Strategi is the
overall plan for devloying resources to establish a favourable position for certain actions
Agar peningkatan produktivitas kerja dapat terwujud, pimpinan perlu memahami
secara tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan peningkatan produktivitas kerja.
Menurut Siagian (2002:10), faktor-faktor tersebut sebagian diantaranya adalah ..etos kerja
yang harus dipegang teguh oleh semua pegawai dalam organisasi. Menurutnya etos kerja
adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-
praktek yang ditrerima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan
diterapkan dalam kehidupan kekaryaan anggota dalam suatu organisasi. Etos kerja yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Perbaikan terus menerus
Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja adalah dengan
melakukan perbaikan terus menerus oleh seluruh komponen organisasi. Pandangan ini
bukan hanya merupakan salah satu kiat dalam mengelola organisasi dengan baik,
tetapi merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari manajemen
mutakhir. Hal ini menjadi penting karena organisasi dihadapkan kepada tuntutan agar
terus-menerus berubah baik secara internal maupun eksternal.
b) Peningkatan mutu hasil pekerjaan
Peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai melalui peningkatan hasil kerja oleh
semua orang dan segala komponene organisasi. Mutu tidak hanya berkaitan dengan
produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetrapi
menyangkut segala jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua pegawai dalam
organisasi. Peningkatan mutu sumber daya manusia merupakan aspek lain yang
sangat penting sebagai peningkatan mutu hasil kerja.

c) Pemberdayaan sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan unsure paling stratejik dalam organisasi, oleh
karena itu pemberdayaan sumber daya manusia merupakan etos kerja yang sangat
mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua pimpinan dalam hierarki organisasi,
manakala pimpinan berupaya untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawainya.
Terinspirasi pendapat Ken Shelthon (2002) tentang kepemimpinan dan nmanajemen
mutu, dipandang perlu untuk mengubah strategi pemimpin dalam memenangkan persaingan
demi tercapainya kinerja produktif, yaitu dengan cara :
Mengendalikan diri secara lebih baik3
Mengubah paradigma berfikir dan bertindak
Membangun kepercayaan
Berkomunikasi dengan efektif
Menelaraskan IQ, EQ, SQ
Uraian diatas menunjukan bahwa wksistensi pemimpin memilii peran sentral dalam
sebuah organisasi, yang mampu mensinergikan kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ),
dan spiritual (SQ) dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya. Dalam hal ini
dibutuhkan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan. Konsep keseimbangan dalam Al
Quran terkandung dalam surat Yaasiin, yang artinya: Maha suci Allah yang telah
menciptakan setiap sesuatu berpasang-pasangan, (QS 36:36).
Kaplan dan Norton (2000) memperkenalkan siatem pengukuran yang disebut dengan
Balanced scorecard. Menurut pandanga Kaplan dan Norton (2000-9), Balanced Scorecard
merupakan system manajemen strategis atau kerangka kerja tindakan strategis yang akan
mengarahkan perusahaan pada sasaran jangka panjang. Pada bagian lain, Kaplan dan
Norton (2000-16) menjelaskan bahwa Balanced Scorecard adalah suatu kerangka kerja baru
untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi bisnis. Konsep
Balanced Scorecard menetapkan alat pengukur keberhasilan manajemen daeri empat
perspektif, yaitu : financial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Keempat perspektif tersebut digunakan secara bersama-sama untuk
menentukan kinerja manajemen, karena satu sama lainnaya memiliki keterkaitan langsung.
Ada beberapa strategi repositioning perilaku SDM yang dapat dipertimbangkan untuk
mencapai keunggulan kompetitif, yaitu sebagai berikut :

1. Strategi Inovasi
Strategi ini lebih menekankan pada pengembangan perilaku kreatif, mandiri
namaun kooperatif, dan siap menanggung resiko. Dalam implementasinya, setiap
individu harus berorientasi pada target jangka panjang, memadukan aspek kualitas
dengan kuantitas, serta mensinergikan proses dengan hasil berdasarkan kondisi
input yang ada.
Implikasinya:
Perusahaan mempekerjakan karyawan yang memiliki keterampilan tinggi, sdikit
melakukan pengawasan, menyediakan sumber daya yang cukup untuk
eksperimen, dan melakukan penilaian kinerja jangka panjang.
2 Strategi kualitas
Strategi ini lebih menekankan pada pengembangan perilaku repetitive, prediktif,
mau bekerja sama, namun kurang berani menanggung resiko. Dalam
implementasinya, setiap individu cenderung berorientasi pada pencapaian target
jangka menengah dan memprioritaskan pencapaian kualitas, melalui proses yang
terkontrol.
Implikasinya:
Perusahaan akan mempekerjakan sedikit karyawan yang memliki komitmen tinggi
terhadap tujuan organisasi, dan melakukan pengawasan secara intensif
3. Strategi pengurangan biaya:
Strategi ini lebih menekankan pada perilaku repetitive, prediktif, focus jangka
pendek, lebih mengutamakan pada kegiatan individu dan otomatisasi, lebih
memperhatikan kuantitas daripada kualitas, kurang berani mengambil resiko, lebih
menyukai kegiatan (pekerjaan) yang bersifat stabil.
Implikasinya:
Perusahaan akan lebih banyak menggunakan tenaga part-time atau sub kontrak.
Hal ini akan didukung ol;eh berbagai program penyedrhanaan (simplikasi),
penggungaan teknik otomatisasi, perubahan aturan kerja, dan fleksibilitas
penugasan.
W. Chan Kim dan Renee Mauborgne (2005) menjelaskan tentang perubahan strategi
kepemimpinan dari strategi samudra merah ke strategi samudra biru. Berikut penulis sajikan
ringkasan pergeseran strategi tersebut dalam table 6.1

Tabel 1
Pergeseran Paradigma dari strategi samudra merah ke samudra biru
STRATEDI SAMUDRA MERAH STRATEGI SAMUDRA BIRU
Bersaing dalam ruang pasar yang sudah ada Menciptakan ruang pasar yang belu ada
pesaingnya
Memenangkan kompetisi Menjadikan kompetisi tidak relevan
Mengeksploitasi permintaan yang sudah ada Menciptakan dan menangkap permintaan baru
Memilih antara nilai-biaya Mendobrak pertukaran nilai-biaya
Memadukan keseluruhan system kegiatan bisnis
dengan pilihan strategis antara diferensiasi
atau biaya rendah
Memadukan keseluruhan system kegiatan dalam
mengejar diferensiasi dan biaya rendah
Sumber : W. Chan Kim dan Renee Mauborgne (2005), Blue Ocean Strategy.
Strategi samudra biru dalam meraih keunggulan bisnis lebih difokuskan pada
penemuan pasar baru dengan menciptakan networking dengan mitra kerja maupun para
pesaing.
2.7.1 Perencanaan Peningkatan system produktivitas
Perancanaan peningkatan system produktivitas seyogianya berdasarkan pada
identifikasi akar penyebab penurunan produktivitas yang telah dilakukan dalam evaluasi
sistem produktivitas. Program-program spesifik yang berkaitan denga peningkatan atau
perbaikan terus-menerus dan system produktivitas harus didesain berdasarkan informasi yang
diperoleh melalui analisis dan evaluasi secara komprehensif dan mendalam terhadap sistem
produktivitas perusahaan itu. Bagaimanapun sebelum memulai suatu program peningkatan
produktivitas terus-menerus dari perusahaan, pihak manajemen harus membangkitkan
kesadaran semua anggota perusahaan tentang pentingnya peningkatan produktivitas
perusahaan. Berkaitan dengan upaya membangkitkan kesadaran akan peningkatan
produktivitas perusahaan, perlu dilakukan perencanaan terhadap beberapa hal berikut :
Menyiapkan informasi yang menyeluruh tentang program-program peningkatan
produktivitas yang akan dilakukan oeh organisasi itu
Menyiapkan saluran-saluran untuk penyampaian umpan-balik (feedback)
Memilih berbagai media untuk menciptakan kesadaran dan memeperoleh umpan
balik, misalnya: menggungakan surat dari manajemen puncak, membuat poster-
poster, medali-medali khusus, rapat-rapt,dll.
Menciptakan suatu kesan yang bersugguh-sungguh melalui komunikasi dan
tindakan nyata yang menunjukan bahwa peningkatan produktivitas merupakan
prioritas utama dari organisasi.
Melakukan suatu survey atau angket untuk mengetahui reaksi awal yang akan
timbul apabila program-program peningkatan produktivitas akan diterapkan.

2.7.2. Langkah-langkah program peningkatan sistem produktivitas
Program peningkatan produktivitas dapat dilakukan menggunakan langkah-langkah
berikut:
Memilih dan menetapkan program peningkatan produktivitas
Mengemukaka alas an mengapa memilih program itu
Melakukan analisis, situasi melalui pengamatan situasional
Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu
Melakukan analisis data
Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran peningkatan
produktivitas
Melaksanakan program peningkatan produktivitas selama waktu tertentu
Melakukan studi penilaian terhadap program peningkatan produktivitas itu
Mengambil tindakan berupa tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi

2.7.3. Strategi Meningkatkan Sistem Produktivitas Perusahaan
Karena produktivitas merupakan rasio output terhadap penggunaan niput, strategi
peningkatan system produktivitas perusahaan dapat dilakukan melalui lima cara berikut yang
harus disesuaikan denga situasi dan kondisi perusahaan, antaran lain :

1. Menerapkan Program Reduksi Biaya
Program reduksi biaya merupakan suatu program yang dilakukan oleh pihak
manajemen industri, di mana untuk menghasilkan output dengan kuantitas yang sama, kita
menggunakan input dalam jumlah yang lebih sedikit. Peningkatan produktivitas melalui
program reduksi biaya berarti: output tetap dibagi input lebih sedikit. Melaksanakan program
reduksi biaya tidak berarti bahwa komponen biaya dikurangi secara pukul rata, katakanlah
memotong biaya sebesar 10%.












Gambar 3 . Strategi Peningkatan Produktivitas Mengikuti Siklus Deming PDSA
Tidak demikian, program reduksi biaya mengacu pada penghilangan biaya-biaya yang tidak
perlu atau penghilangan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah pada produk. Itu berarti bahwa program reduksi biaya mengacu
pada upaya menghilangkan pemborosan yang ada dalam system reduksi itu.
2. Mengelola Pertumbuhan
Peningkatan produktivitas melalui pengelolaan pertumbuhan akan efektif apabila
permintaan pasar sedang meningkat, sehingga output yang diproduksi perlu ditambah. Dalam
situasi ini, peningkatan produktivitas dicapai melalui peningkatan output dalam kuantitas
yang lebih besar sesuai permintaan pasar dengan meningkatkan penggunaan input dalam
kuantitas yang lebih kecil. Jadi, output meningkat lebih banyak, sedangkan input meningkat
lebih sedikit. Program peningkatan produktivitas melalui pengelolaan pertumbuhan, berarti
bahwa suatu investasi baru atau penambahan biaya yang dilakukan akan menghasilkan lebih
banyak output daripada investasi itu, sehingga angka rasio output terhadap input akan
meningkat. Peningkatan penggunaan modal atau capital dan teknologi, desain ulang system
produksi, peningkatan aktivitas pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, desain dan
RENCANA

LAKSANAKAN
STUDI
Sesuai ?
TINDAKAN
Standarisasi
TINDAK
LANJUT
Peningkatan/
Perbaikan
TINDAKAN
KOREKSI
pengembangan organisasi, merupakan aktivitas-aktivitas actual dalam mengelola
pertumbuhan.
3. Bekerja Lebih Tangkas
Anda tidak perlu menyuruh orang untuk bekerja lebih keras, karena mereka telah
bekerja keras, tetapi suruhlah mereka bekerja lebih tangkas. Stratgi ini dilakkan apabila
permintaan pasar meningkat sehingga output perlu ditingkatkan, namun peningkatan output
itu dicapai melalui penggunaan input denga kuantitas yang tetap, karena tenaga kerja telah
bekerja lebih tangkas atau lebih cerdik. Dengan demikian produksi meningkat sesuai
permintaan pasar, namun tingkat penggunaan input konstan (tetap dalam jumlah). Daalm
kondisi ini juga akan diperoleh biaya produksi per unit output yang lebih rendah. Penigkatan
arus perputaran inventori (inventory turnover ratio) dan perbaikan desain produk merupakan
aktivitas actual dari bekerja lebih tangkas. Perusahan-perusahaan Jepang juga menerapkan
strategi ini dalam meningkatkan produktivitas dari industry.
4. Bekerja Lebih Efektif
Peningktan produktivitas melalui penerapan strategi ini akan efektif apabila
permintaan pasar meningkat sehingga output perlu ditingkatkan. Dalam strategi bekerja lebih
efektif, penigkatan produktivitas dicapai melalui pengkatan output sesuai pengkatan
permintaan pasar dan penurunan penggunaan input. Melalui bekerja lebih efektif, kita akan
memperoleh jumlah output dalam jumlah yang lebih banyak dengan menggunakan input
yang lebih sedikit
5. Mengurangi aktivitas
Dalam situasi perekonomian yang menurun, seperti dalam kondisi resesi ekonomi,
tingkat inflasi tinggi. Strategi penigkatan produktivitas melalui pengurangan aktivitas akan
sangat efektif. Strategi ini diterapkan dengan cara mengurangi produksi serta menghilangkan
atau menjual kemblai asset yang tidak produktiv. Jadi, produktivitas perusahaan ditingkatkan
melalui pengurangan sedikit output sesuai dengan permintaan pasar dan mengurangi banyak
input yang tidak perlu.
2.7.4. Model peningkatan system produktivitas berorientasi proses
Melalui studi pustaka yang mendalam ditunjang dengan keberhasilan dari pengalaman
praktek ketika menetapkan system kualitas dan produktivitas pada beberapa perusahaan
industry Indonesia, maka memperkenalkan model penigkatan system produktivitas
berorientasi proses seperti ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:








Mengembangkan Identifikasi
Tindakan Pencegahan dan Korektif Penurunan
Produktivitas




















Melaksanakan Rencana Tindakan Analisis Penyebab Masalah
Produktivitas


Gambar 4 . Model Peningkatan Produktivitas Proses Bisnis Global

Model tersebut diberi nama sebagai: Model peningkatan produktivitas proses bisnis
global (Global Bussines Process Productivity Improvement Model). Dari gambar di atas
tamapak model peningkatan produktivitas proses bisnis global mengkaji keseluruhan rantai
pemasok pembuat pelanggan, dimana suatu kebutuhan dari pelanggan merupakan
PEMASOK
INPUT
AKTIVITAS
(PROSES)
OUTPUT
Pengukuran
Produktivitas
PELANGGAN
PERENCANAAN PROGRAM
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
(Menghilangkan Akar Penyebab
Masalah Produktivitas)
IMPLEMENTASI
PROGRAM
PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS
EVALUASI
PRODUKTIVITAS
(Identifikasi Masalah
Produktivitas)
masukan bagi industry untuk diteruskan pada pemasok. Penigkatan produktivitas proses
bisnis global dimulai dari penetapan pengukuran produktivitas yang dilakukan pada
keseluruhan sistem bisnis, dimana apabila ditemukan adannya masalah produktivitas berupa
penurunan produktivitas atau tidak mencapai sasaran produktivitas yang ditetapkan, maka
masalah produktivitas itu hanya diidentifikasi, untuk seterusnya dianalisis akar penyebab
masalah produktivitas yang ada dan terjadi dalam proses bisnis secara keseluruhan. Hasil
temuan akar penyebab dar masalah produktivitas itu selnajutnya harus dihilangkan melalui
perencanaan program penigkatan produktivitas bisni global. Seterusnya program penigkatan
produktivitas bisnis global itu diimplementasikan, dan pada akhirnya kita mengembangkan
tindakan pencegahan dankorektif untuk mencegah atau menghilangkan akar penyebab
masalah produktivitas yang terjadi dalam proses bisnis global secara keseluruhan,
Model peningkatan produktivitas proses bisnis global berlandaskan pada semangat
perbiakan terus-menerus (continous improvement) yang diarahkan pada perbaikan terus
menerus dalam proses informasi, proses kerja dan proses orang.
2.8 Manajemen Perubahan
Sebagai manusia kita hidup dalam dunia penuh perubahan. Perubahan merupakan
sesuatu hal yang pasti (terjadi, dan akan terjadi), hal mana sudah diketahui oleh manusia
sejak zaman dahulu, yang diungkapkan mereka melalui kata-kata Panta Rei (bahasa
Belanda: alles verandert bahasa Inggris: evertyhing changes).
Dengan demikian berarti bahwa manusia perlu senantiasa berubah sesuai dengan
tuntutan perubahan itu sendiri. Perubahan yang dimaksud meliputi misalnya perubahan dalam
perilaku perubahan dalam sistem nilai dan penilaian perubahan dalam metode dan cara-
cara bekerja perubahan dalam peralatan yang digunakan perubahan dalam cara berpikir
perubahan dalam hal bersikap.
Singkat kata, manusia perlu senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan dan
tuntutan perubahan. Perubahan dapat terjadi secara evolusioner, tetapi ia pula dapat
berlangsung secara revolusioner. Perlu diingatkan bahwa tidak semua perubahan yang terjadi
akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, hingga dalam hal demikian tentu perlu
diupayakan agar bila dimungkinkan perubahan diarahkan ke arah hal yang lebih baik
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Dengan demikian dapat kita mengatakan lagi bahwa perubahan senantiasa
mengandung makna, beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan
setelahnya (the after condition). Transisi dari kondisi awal hingga kondisi kemudian
memerlukan suatu proses transformasi, yang tidak selalu berlangsung dengan lancarnya,
mengingat bahwa perubahan-perubahan sering kali disertai aneka macam konflik yang
muncul. Salah satu sasaran manajemen perubahan adalah: mengupayakan agar proses
transformasi tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan-kesulitan
seminimal mungkin. Pembahasan perubahan dan proses perubahan, biasanya dilakukan
orang melalui fokus perubahan keorganisasian (organizational change). Keharusan untuk
melaksanakan perubahan dewasa ini dalam lingkungan yang penuh turbulensi dan dinamika,
merupakan sebuah fakta kehidupan bagi kebanyakan organisasi-organisasi dewasa ini tidak
boleh menunggu hingga mereka mengalami proses kemunduran, dan barulah mereka
melaksanakan perubahan-perubahan; mereka secara terus-menerus perlu memprediksi dan
mengantisipasi kebutuhan akan perubahan. Ada berbagai macam alasan mengapa organisasi-
organisasi berubah, dan banyak terdapat tipe perubahan yang dapat dilaksanakan mereka
seperti misalnya perubahan yang timbul karena kegiatan restrukturisasi engineering dan e-
engineering- inovasi dan TQM (Total Quality Management).
2.8.1 Beberapa Definisi Manajemen Perubahan
Perubahan adalah proses dimana kita berpindah dari kondisi yang berlaku menuju ke
kondisi yang diinginkan, yang dilakukan oleh para individu, kelompok-kelompok serta
organisasi-organisasi dalam hal bereaksi terhadap kekuatan-kekuatan dinamik internal
maupun eksternal, (Cook et al., 1997:530). Definisi yang dikemukakan menimbulkan kesan
bahwa kondisi yang sedang berlaku, atau yang sedang dihadapi, kurang memuaskan,
sehingga diperlukan adanya perubahan untuk mencapai kondisi yang lebih diinginkan.
Dengan demikian terlihat adanya unsur perekayasaan dalam hal menimbulkan/menciptakan
kondisi perubahan tersebut. Adanya kekuatan - kekuatan dinamik internal dan eksternal yang
turut menyebabkan adanya keharusan untuk menciptakan perubahan kiranya jelas, karena
setiap organisasi senantiasa menghadapi masalah-masalah internal, tetapi karena, organisasi
merupakan sistem, khususnya sistem terbuka, maka setiap organisai dengan sendirinya
menghadapi tekanan-tekanan/tuntutan-tuntutan dari lingkungan untuk menciptakan
perubahan.
Definisi berikut disajikan oleh Robbins. (Robbins/Coulter, 1999: 380). Change...any
alteration in people, structure or technology perubahan...setiap perubahan dalam manusia,
struktur atau teknologi. Definisi ini menyatakan bahwa perubahan mencakup perubahan
dalam manuisa, struktur, atau teknologi. Kiranya sekalipun tidak dinyatakan secara eksplisit
oleh Robbins/Coulter, di dalam perubahan, tercakup perubahan dalam unsur lingkungan
nilai (sistem nilai) dan sumber-sumber daya. Andaikan tidak ada perubahan, maka tugas
perencanaan seorang manajer akan menjdai teramat sederhana, karena esok tidak akan
berbeda dengan saat sekarang. Mengapa perubahan demikian penting bagi para manajer dan
organisasi-organisasi? Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa organisasi-organisasi yang
tidak mengupayakan adanya perubahan tepat waktu sulit untuk memelihara ketahanan
mereka. Tingkat perubahan berlangsung dengan cepat dalam kondisi sekarang, dan
pengetahuan serta teknologi, senantiasa menciptakan inovasi-iniovasi baru dengan kecepatan
yang luar biasa.
Pandangan Stephen P. Robbins menyatakan bahwa makin banyak organisai dewasa
ini menghadapi lingkungan dinamik, dan yang mengalami perubahan, dan yang
menyebabkan timbulnya keharusan untuk berubah. Ada enem macam kekuatan yang bekerja
sebagai stimulan bagi perubahan yakni:
1. Sifat angkatan kerja yang berubah;
2. Teknologi;
3. Kejutan-kejutan ekonomi;
4. Tren sosial yang berubah;
5. Politik dunia baru;
6. Sifat persaingan yang berubah.
(secara singkat dinyatakan: change: making things diffrerent)
2.8.2 Tentangan terhadap Perubahan
Menurut Stephen P. Robbins dalam studi tentang perilaku individual dan perilaku
keorganisasian, terlihat adanya gejala bahwa organisasi-organisasi dan anggotanya sering kali
menentang perubahan. Dipandang dari sudut tertentu, hal tersebut adalah positif. Ia
menyediakan suatu tingkat stabilitas dan prediktibilitas tertentu terhadap perilaku. Ada
sejumlah sumber yang menimbulkan adanya tetangan atau penolakan terhadap perubahan.

Tantangan Atau Penolakan Individual Terhadap Perubahan
Sumber penyebab timbulnya tentangan terhadap perubahan terdapat pada karakteristik
dasar manusia seperti misalnya: persepsi kepribadian dan kebutuhan-kebutuan. Menurut
Robbins terdapat adanya lima macam alasan mengapa individu-individu menentang
perubahan. Perhatikan gambar berikut:










Gambar 5: Sumber (penyebab) Timbulnya Tentangan Atau
Penolakan Individual Terhadap Perubahan
Tentangan Keorganisasian (Organizational Resistance)
Karena sifat mereka, organisasi-organisasi pada umumnya memiliki sifat konservatif;
mereka secara aktif menentang perubahan. Orang telah mengidentifikasikan enam macam
sumber (penyebab) timbulnya tentangan-tentangan keorganisasian. Mereka ditunjukkan
pada gambar berikut:









Gambar 6 : Sumber (penyebab) Timbulnya Tentangan Keorganisasian Terhadap Perubahan
2.8.3 Cara Untuk Mengatasi Tentangan Terhadap Perubahan (Robbins, 1991: 643-644)
Ada enam macam taktik, yang disarankan untuk diterapkan oleh para agen perubahan,
dalam hal menghadapi perubahan. Adapun taktik yang dimaksud sebagai berikut:
Pemrosesan informasi
secara selektif
Kebiasaan (habit)
Perasaan takut terhadap
hal-hal yang tidak
diketahui
Kepastian
Faktor-faktor ekonomi
Penolakan
Individual
Ancaman terhadap
alokasi sumber-sumber
daya yang berlaku
Inertia sturktural
Ancaman terhadap
hubungan-hubungan
kekuasaan yang sudah
mapan
Fokus perubahan yang
terbatas
Ancaman bagi ekspertis
Tentangan
Keorganisasia
n
1. Pendidikan dan komunikasi
Penerapan diskusi seorang demi seorang, presentasi yang disajikan kepada kelompok-
kelompok, memo-memo, laporan-lapora, demostrasi-demonstrasi untuk mendidik orang-
orang, sebelumnya sehubungan dengan sesuatu perubahan (yang akan dilaksanakan) - dan
membantu orang-orang melihat serta memahami logika sesuatu perubahan yang diusulkan.
2. Partisipasi
Memperkenankan pihak lain untuk mendesain serta mengeimplemantasi perubahan-
perubahan: meminta individu-individu untuk menyumbangkan ide dan pandangan mereka,
atau membentuk kelompok-kelompok tuas, atau komite-komite untuk merancang perubahan
yang dimaksud.
3. Fasilitas dan bantuan
Menyediakn bentuan sosio emosional untuk meringankan pengorbana-pengorbanan
yang terjadi pada waktu perubahan berlangsung, mendengar secara aktif terhadap maslaha-
masalah serta keluhan-keluhan, menyediakan pelatihan -pelatihan sehubungan dengan cara-
cara baru yang perlu diterapkan, dan membantu para karyawan untuk mengatasi masalah
tekanan-tekanan karena tuntutan kinerja.
4. Negosiasi
Menyediakan insentif-insentif untuk diberikan kepada pihak-pihak yang menentang
(resistors) baik yang actual maupun yang potensial, menyelesaikan masalah-masalah trade-
offs guna menyediakan manfaat-manfaat khusus sebagai jaminan bahwa perubahan yang
berlangsung tidak akan disabotase.
5. Manipulasi dan kooptasi (kooptasi merupakan sebuah bentuk manipulasi dan
partisipasi)
Penggunaan upaya-upaya jelas, untuk mempengaruhi pihak lain: secara seletik
menyediakan informasi dan secara sadar menstruktur kejadian-kejadian, demikian rupa,
hingga perubahan yang diinginkan mendapatkan support maksimal.
6. Paksaan (coercion)
Penggunaan kekuatan agar orang-orang bersedia menerima perubahan yang
dirancang; mengancam pihak yang menentangnya, dengan aneka macam dampak yang tidak
disukai, andai kata mereka tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang menyertai perubahan
tersebut.



2.8.4 Konsep Gemba Kaizen (Imai, 1997)
Sejak tahun 1686, diterbitkan sebuah buku yang berjudul: Kaizen the key to Japans
competitive succes. Kini istilah Kaizen telah diterima secara umum sebagai sebuah istilah
kunci dalam manajemen. Dalam bahasa Jepang, Kaizen berarti perbaikan secara
berkesinambungan. Konsep tersebut jelas berkaitan dengan kegiatan perubahan dan
perbaikan. Di lingkungan industri Jepang telah dikembangkan aneka macam istilah teknis
seperti misalnya: Total Quality Control (TQC) Quality Circles (Gugus kendali Mutu)
Zero Defects Just In Time (JIT) Management Sugestion System, dan sebagainya. Kaizen
merupakan konsep pokok yang memayunginya.









Gambar 7: Model Manajemen Perubahan
Keterangan gambar:
Gambar kita menyajikan arus perkembangan yang terjadi di dalam sebuah situasi
perubahan. Lingkaran dalam mewakili pelaksanaan bertahap kegitan-kegiatan yang
diawali dengan dideteksinya sejumlah pencetus perubahan (change triggres) dan ia
berkelanjutan dengan serangkaian tindakan yang menyebabkan timbulnya rekasi-reaksi
desisif yang mencapai kulminasi dalam hal merestabilisasi perusahaan yang
bersangkutan sedikitnya sampai pencetus perubahan berikutnya muncul. Lingkaran
luar menunjukkan lingkungan pada perusahaan yang bersangkutan, yang menghalangi
atau merangsang perubahan. Adapun zona yang paling kritikal yaitu zona
pembohongan diri sendiri. Apabila orang terlampau lama berada dalam zona tersebut,
4. Penyebab
Perubahan
5. Laksanakan
Destabilisasi
Kondisi Bisnis
2. Penilaian Kembali
Penyesuaian
dengan Pasar
3. Keputusan
Perubahan
1. Menstabilisasi
Rencana
Perubahan
ZONA
MEMBOHONGI
SENDIRI
ZONA REVOLUSI
ZONA KEGIATAN
maka hal tersebut berakibat fatal. Ia merupakan masa tiadanya tindakan-tindakan,
sewaktu pihak saingan dan disfungsi internal makin meningkat, dan kerugian-kerugian
di pasar makin menumpuk. Makin cepat zona tersebut dilampaui hingga dapat
dimasuki fase kegiatan (the action phase) makin baik.

Gambar berikut menunjukkan sebuah siklus perubahan yang saling memperkuat (a
mutually reinforceing cycle of change).





Gambar 8: Siklus Perubahan yang Saling Memperkuat

2.8.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Perubahan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi-organisasi, ditimbulkan oleh aneka
macam kekuatan eksternal dan internal, yang sering kali berinteraksi hingga mereka saling
memperkuat satu sama lainnya. Para manajer yang bereaksi atas faktor-faktor tersebut, sering
kali menimbulkan dampak penting atas individu-individu, yang ada di dalam organisasi yang
bersangkutan. Guna bertahan dan berkembang, maka organisasi-organisasi perlu bereaksi dan
menyesuaikan diri terhadap berbagai macam kekuatan tersebut. Mereka perlu melaksanakan
kegiatan inovasi, dan secara berkesinambungan memperbaiki produk serta jasa-jasa mereka,
guna memenuhi permintaan konsumen yang berubah dan guna menghadapi pihak pesaing.
Teknologi-teknologi yang digunakan perlu disesuaikan, dan perlu diketemukan cara-cara
yang lebih baru dan lebih baik, untuk melaksanakan kegiatan pengorganisasian dan
manajemen.


Komitmen (motivasi)
Efektivitas
Kompetensi (keterampilan) Koordinasi (perilaku)
Berikut ini disajikan sebuah tabel yang menunjukkan aneka macam kekuatan dan
contoh-contoh perubahan (Cook, Hunsaker, 2001: 530)
Teknologi
Internet dan World Wide Web.
Teknologi Informasi (Enterprise
Resource Management (ERM).
Genetic Engineering
Komputer-komputer dan robot-robot
Teknik-teknik Manajemen Kualitas
Statistikal
Process Reengineering
Kondisi-kondisi Ekonomi
Resesi atau ekspansi
Fluktuasi-fluktuasi suku bunga
Tingkat tenaga kerja internasional
Regulasi dan tindakan-tindakan
peradilan
Kompetisi Global
Keberhasilan ekonomi negara-negara di
Asia
Unifikasi Uni Eropa (dan Timur/Barat)
Merger-merger dan konsolidasi-
konsolidasi
Perubahan-Perubahan Sosial dan
Demografik
Perhatian yang makin meningkat
terhadap persoalan-persoalan
lingkungan
Diversitas kultural yang makin
meningkat
Tingkat-tingkat edukasi yang meningkat,
para tenaga kerja
Kesenjangan yang makin meningkat
antara kelompok orang-orang kaya dan
orang-orang miskin
Tantangan-tantangan Internal
Masalah-masalah behavioral:
keluar/masuknya karyawan dengan
kecepatan tinggi, absentisme,
pemogokan-pemogokan, sebotase
Problem-problem yang menyangkut
proses: kebekuan komunikasi dan
pengambilan keputusan atau inovasi-
inovasi
Pertentangan-pertentangan antara etika
kerja, dan etika sosial pada banyak
negara.
Politik keorganisasian dan konflik-
konflik keorganisasian yang berisifat
destruktif.

2.8.6 Memanage Perubahan
Topik memanage perubahan merupakan sebuah topik, yang paling dekat dengan
penguraian totalitas tugas seorang manajer. Hampir segala sesuatu yang dilakukan seseorang
manajer hingga tingkat tertentu berkaitan dengan implementasi perubahan. Mempekerjakan
seorang karyawan baru (mengubah kelompok kerja), membeli peralatan baru (mengubah
metode kerja), dan mengatur kembali titik-titik pusat pekerjaan (mengubah arus kerja)
kesemuanya memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara memanage perubahan secara
efektif. Boleh dikatakan hampir setiap kali seseorang manajer mengambil suatu keputusan,
maka keputusan tersebut menyangkut tipe perubahan tertentu. Perubahan merupakan sebuah
fakta kehidupan pada semua organisasi. (istilah perubahan keorganisasian atau organizational
change, sering ditonjolkan dalam studi tentang perilaku keorganisasian).
Apabila kita merenungkan proses perubahan, maka perubahan itu menunjukkan
tingkatan-tingkatan yang berbeda, yang berkisar sekitar perubahan yang kurang berarti pada
sebuah prosedur kerja, hingga perombakan total pada struktur organisasi. Setiap manajer
dalam rangka upaya memanage proses perubahan secara efektif, perlu memahami atau
memiliki pemahaman proses perubahan secara efektif, perlu memahami atau memiliki
pemahaman tentang persoalan motivasi, kepemimpinan, dinamika kelompok, politik
keorganisasian, konflik, determinan-determinan perilaku, dan komunikasi (Gray, Starke,
1984: 552)
Apabila kita ingin mempelajari kegiatan memanage perubahan, maka sebaiknya kita
mulai mempelajari analisis tentang tingkat-tingkat perubahan (yang mencakup tingkat
individu, kelompok, dan keorganisasian).
2.8.7 Tingkat-tingkat Perubahan Keorganisasian
Ada dua macam metode untuk menganalisis tingkat-tingkat perubahan
keorganisasian. Salah satu metode adalah mempelajari tingkat-tingkat individu kelompok dan
tingkat keorganisasian, dan metode kedua adalah mempelajari tingkat perubahan yang
diperlukan pada kelompok yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut. Kombinasi antara
tingkat dan derajat atau tingkat perubahan menghasilkan sebuah matriks hubungan-hubungan
tersebut.

TINGKAT-TINGKAT PERUBAHAN
INDIVIDUAL KELOMPOK ORGANISASI
Promosi individu-
individu
Tambahan karya baru
pada kelompok yang
ada
Ciptakan
departemen staf
baru
Program pelatihan
untuk
Leburkan kelompok-
kelompok
Pengurangan
angkatan kerja
Ganti C.E.O
Bubarkan kelompok
kerja
Restrukturrisasi
organisasi secara
besar-besaran
Matriks I: Contoh-contoh Interaksi Antara Tingkat-tingkat dan Derajat Perubahan. (Gray, Strake, 1984: 553)

1. Perubahan Pada Tingkat Individual
Perubahan-perubahan pada tingkat individual jarang menimbulkan implikasi
signifikan, bagi organisasi yang bersangkutan secara total, walaupun terdapat adanya
kekecualian tertentu pada saat-saat tertentu. Contoh-contoh tentang perubahan pada tingkat
individual adalah perubahan pada penugasan pekerjaan, dipindahkannya karyawan yang
bersangkutan ke lokasi yang berbeda, atau perubahan pada kondisi kedewasaan individu yang
bersangkutan, yang terjadi dengan berlangsungnya waktu.
Kecil
Menengah
Besar
DERAJAT
PERUBAHAN
Menurut Teori sistem sosial, setiap perubahan di dalam sesuatu sistem, akan
memengaruhi bagian-bagian lain dari sistem tersebut, tetapi dampak yang timbul sering kali
demikian kurang berarti. Setiap manajer, yang ingin melaksanakan suatu perubahan penting
pada tingkat individual, perlu mengingat bahwa perubahan tersebut kiranya akan
menimbulkan dampak-dampak diluar individu yang bersangkutan. Misalnya, apabila seorang
manajer memutuskan untuk memindahkan seorang karyawan, maka hal tersebut dapat
mengganggu pelaksanaan fungsi sosial kelompok kerja yang ada (Gray, Starke, 1984)
2. Perubahan Pada Tingkat Kelompok
Kebanyakan perubahan keorganisasian menimbulkan dampak besar, pada tingkat
kelompok. Hal tersebut disebabkan oleh karena kebanyakan kegiatan di dalam organisasi-
organisasi di organiasai pada basis kelompok. Kelompok yang dimaksud mungkin berupa
departemen-departemen, tim-tim proyek, unit-unit fungsional di dalam departemen-
departemen, atau kelompok-kelompok kerja informal. Perubahan-perubahan pada tingkat ini
dapat mempengaruhi arus pekerjaan, desain pekerjaan, organisasi sosial, sistem-sistem
pengaruh dan status, dan pola-pola komunikasi. Dengan demikian, para manajer dalam hal
mengimplementasi perubahan, perlu mempertimbangkan faktor-faktor kelompok.
Kelompok-kelompok informal dapat menjadi kendala-kendala terhadap perubahan,
karen kekuatan inharen yang dimiliki oleh mereka. Kita tidak perlu jauh-jauh mencari
contohnya: di negara kita sering kali apabila pihak manajemen akan menyelenggarakan
perubahan-perubahan penting dalam organisasi mereka, maka dengan cepat tentangan-
tentangan muncul dari pihak karyawan dalam bentuk aneka macam demonstrasi protes-
protes, dan dimintanya pemerintah untuk turun tangan menyelesaikan konflik-konflik yang
timbul atau akan timbul karena perubahan tersebut.
Mengingat pengaruh besar, yang dapat ditimbulkan oleh kelompok-kelompok
terhadap individu-individu, maka implementasi perubahan secara efektif, pada tingkat
kelompok sering kali dapat mengatasi tentangan pada tingkat individual. (Gray, Strake,
1984).
3. Tingkat Keorganisasian
Perubahan yang terjadi pada tingkat keorganisasian pada umumnya dinyatakan orang
sebagai pengembangan organisasi (organizational development).
Catatan:
Secara teknilkal, istilah pengembangan organisasi berkaitan dengan setiap perubahan yang
direncanakan, di dalam suatu organisasi. Tetapi dalam hal menafsirkan istilah tersebut secara
populer ia biasanya dihubungkan dengan program pengembangan organisasi (OD program),
yang berupaya untuk menimbulkan perubahan-perubahan penting dalam suatu organisasi,
walaupun perubahan demikian dapat terjadi pada tingkat individual dan tingkat kelompok.
Keputusan-keputusan pada tingkat keorganisasian, biasanya dambil oleh pihak manajemen
senior. Keputusan-keputusan demikian kerap kali terjadi dalam jangka panjang, dan mereka
memerlukan perencanaan matang dalam pengimplementasiannya.
Adapun contoh-contoh perubahan demikian, berupa: Tindakan reorganisasi struktur dan
tanggung jawab organisasi yang bersangkutan, Perombakan total sistem imbalan perusahaan
tersebut,atau perubahan-perubahan besar dalam sasaran-sasaran organisasi yang
bersangkutan. Hubungan antara ketiga macam tingkatan perubahan digambarkan pada
gambar berikut:
SUMBER
INDIVIDU KELOMPOK ORGANISASI
INDIVIDU - B B
KELOMPOK M - B
ORGANISASI K M -
Keterangan:
K = Kecil
M = Menengah
B = Besar
Gambar 1.9: Dampak Interaksi dari Berbagai Macam
Tingkatan Perubahan Keorganisasian
Gambar tersebut menunjukkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadipada sesuatu
tingkat memepengaruhi tingkat-tingkat lain di mana dampak dominan berlangsung dari
tingkat keorganisasian total, ke bawah hingga tingkat individual. Kekuatan dampak tersebut
akan bervariasi dengan sumbernya: misalnya perubahan-perubahan keorganisasian cenderung
akan menimbulkan perubahan-perubahan besar pada indivu-individu, tetapi individu-individu
akan menimbulkan dampak minimal atas organisasi-organisasi. Kelompok atau tingkat
menengah, cenderung menimbulkan dampak moderat atas individu-individu dan organisasi.
(Gray, Strake, 1984)


D
A
M
P
A
K
2.8.8 Proses Perubahan yang Direncanakan (Planned Change)
Perubahan keorganisasian memiliki dua macam tujuan yaitu:
a. Menyusaikan organisasi yang bersangkutan dengan lingkungannya
b.Mengubah perilaku para karyawan
Adapun proses perubahan keorganisasian yang direncanakan mencakup 9 (sembilan) macam
langkah yang disajikan pada model berikut. Walaupun harus diakui, bahwa proses perubahan
tidak selalu berlangsung sesuai dengan urutan yang disajikan, langkah-langkah yang
dikemukakan tetap merupakan komponen-komponen dasar sekalipun urutannya tidak diikuti.








Gambar 9: Perubahan Keorganisasian yang Direncanakan
Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sewaktu akan dilakukan perubahan
pada sebuah organisasi. Bagaimana cara para manajer menghadapi faktor-faktor pokok
apabila akan mengubah suatu organisasi, hingga tngkat tertentu akan menentukan hingga di
mana keberhasilan perubahan keorganisasian tersebut akan dicapai. Adapun faktor-faktor
tersebut berupa:
a. Agen Perubahan
b. Menetapkan apa yang perlu diubah
c. Jenis perubahan yang akan dilakukan
d. Para Individu yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut
e. Evaluasi perubahan tersebut
Gambar berikut menunjukkan bahwa pengaruh kolektif faktor-faktor yang
dikemukakan akhirnya menentukan keberhasilan suatu perubahan.

Awal
Laksanakan penilaian
tentang lingkungan
Tetapkan celah
kinerja
Laksanakan diagnosis
masalah-masalah
keorganisasian
Mencari pendekatan-
pendekatan untuk
melaksanakan
perubahan
Tetapkan
tujuan-tujuan
Kurangi
penolakan
Identifikasi
sumber-sumber
penolakan
Implementasi
perubahan
Laksanakan
penilaian tentang
perubahan tersebut








Gambar 10: Pengaruh Kolektif dari Lima Macam Faktor Pokok, Atas Keberhasilan
Mengubah Sebuah Organisasi

Dalam Gambar yang disajikan terlihat dengan jelas, bahwa apa yang dinamakan agen
perubahan (the change agent) merupakan faktor yang dominan dalam hal menginisiasi suatu
perubahan keorganisasian, Seorang agen perubahan dapat kita nyatakan sebagai seorang
individu yang berada di dalam atau di luar suatu organisasi, yang berupa untuk memodifikasi
situasi keorganisasian tertentu yang berlaku. Ada serangkaian keterampilan khusus yang
diperlukan bagi keberhasilan seorang agen perubahan, termasuk di dalamnya kemampuan
untuk mendeterminasi bagaimana suatu perubahan harus dilaksanakan, memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan dan pemanfaatan peralatan ilmu-ilmu
tetang perilaku (behavioral sciences) guna mempengaruhi orang-orang secara tegas sewaktu
perubahan tersebut berlangsung.
2.8.9 Tipe Perubahan Keorganisasian
Ada Sejumlah perubahan yang dapat kita anggap sebagai perubahan yang
direncanakan, dalam arti bahwa mereka mencakup suatu upaya yang dilakukan secara sadar
guna mengubah aspek tertentu, dari bisnis tertentu. Paling sering kita menemukan fakta
bahwa hal tersebut disebabkan oleh karena adanya persepsi tertentu tentang celah kinerja
tertentu, relitif dibandingkan dengn persaingan suatu perusahaan. Akibatnya adalah, bahwa
produk baru atau sebuah jasa baru. Atau mungkin, merekayasa kembali (reengineering)
proses dasar kita, dianggap perlu, atau mungkin pula kita ingin mengintroduksi sebuah
teknologi baru. Ada pihak yang beranggapan bahwa proses perubahan yang direncanakan
Agen Perubahan
Para Individu
yang dipengaruhi
oleh Perubahan
Keberhasilan
Perubahan
Evaluasi
Perubahan
Menentukan
Apa yang Akan
Diubah
Jenis yang Ingin
Dilaksanakan
demikian, perlu dilaksanakan secara berkelanjutan. Berikut ini disajikan sebuah tabel
berisikab aneka macam tipe perubahan keorganisasian.

Perubahan Strategis
Postur pertumbuhan
Pendekatan berbalik arah
Penarikan diri (Retrenchment)
Stabilitas
Perubahan Struktural
Reorganisasi fungsional]
Mendatarkan hierarki
Struktur tim
Desentralisasi kekuasaan
Peruabahan Teknologi
Otomasi proses
Networking
Memutakhirkan peranti keras
Aplikasi baru peranti lunak atau
konversi
Perubahan Manusia
Sikap atau isu-isu tentang komitmen
Dampak-Dampak kinerja atau
perbaikan-perbaikan
Inisiatif-inisiatif sehubungan
dengan kualitas kehidupan kerja
Redesain pekerjaan atau upaya-
upaya motivasi
Tabel 2: Tipe-tipe Perubahan Keorganisasian
2.9 Sepuluh Macam Faktor dalam Manajemen Perubahan Secara Efektif
Menurut McCalman dan Paton, perlu diperhatikan sepuluh macam factor dan
ditindaklanjuti, apabila para manajer berkeinginan untuk memanage perubahan secara efektif.
Dengan jalan memastikan bahwa faktor-faktor tersebut telah dipertimbangkan, sebelum
diinisiasikannya perubahan, maka sang pemilik masalah dan para agen perubahan yang
berkaitan dengan mereka, akan berada dalam posisi, di mana mereka dengan baik dapat
memanage proses transisi, dari kondisi yang serba kurang, serba tidak optimal, menuju
kondisi yang diinginkan.
1. Perubahan bersifat pervasif (menyebar) secara menyeluruh.
2. Perubahan efektif, memerlukan bantuan manajemen senior secara aktif.
3. Perubahan merupakan sebuah kegiatan yang bersifat multidisipliner.
4. Perubahan berhubungan dengan persoalan manusia
5. Perubahan berhubungan dengan keberhasilan.
6. Perubahan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan.
7. Perubahan efektif memerlukan agen perubahan yang kompeten.
8. Ditinjau dari sisi pandang metodologi, maka tidak ada cara satu-satunya yang
terbaik.
9. Perubahan menyangkut kepemilikan.
10. Perubahan menyangkut persoalan kegembiraan, tantangan, dan peluang.
2.10 Model Adkar untuk Manajemen Perubahan
Model Adkar untuk manajemen perubahan merupakan sebuah alat diagnostikn yang
dapat membantu para karyawan memahami di mana mereka berada di dalam proses
perubahan. Sebagai seorang manajer, kita dapat memanfaatkan alat ini guna mengidentifikasi
celah-celah dalam proses manajemen perubahan kita, dan kemudian kita memberikan
pendidikan dan pelatihan efektif kepada karyawan kita.
Model Adkar dapat dimanfaatkan untuk:
Mendiagnosis tentangan para karyawan (terhadap perubahan);
Menciptakan sebuah rencana kegiatan yang berhasil untuk kemajuan pribadi, serta
professional, sewaktu perubahan tersebut berlangsung;
Mengembangkan sebuah rencana pengembangan untuk para karyawan kita.

Model Adkar dikembangkan oleh seorang yang bernama Prosci pada tahun 2001,
setelah ia melaksanakan kegiatan riset pada lebih dari 700 buah buah perusahaan, yang
melaksanakan proyek-proyek perubahan besar. Model tersebut ditujukan untuk dijadikan
sebuah alat pendidikan, guna membantu para karyawan dalam hal menghadapi proses
perubahan.
Guna lebih memahami model Adkar secara lebih efektif. Kita perlu memahami
kerangka kerja yang menjadi landasan bagi inisiatif-inisiatif perubahan. Pada diagram
berikut, perubahan terjadi pada dua buah dimensi sebagai berikut;
Dimensi bisnis (sumbu vertikal) dan,
Dimensi manusia (sumbu horizontal).
Perubahan secara berhasil dicapai, apabila kedua dimensi perubahan tersebut
berlangsung secara simultan.










Gambar 11: Model Adkar









Gambar 12: Dimensi-dimensi Perubahan






REINFORCEMENT
AWARENESS
ADKAR
CHANGE
ABILITY DESIRE
KNOWLEDGE
Perubahan yang
berhasil
Pasca-
Implementasi
Implementasi
Konsep dan
Desain
Kebutuhan Bisnis
Awareness Desire Knowledge Ability Reinforcement
Study Kasus

Manajer Senior Korporat & Komunikasi PT Amway Indonesia Tina Prabowo yang memiliki
31 anak buah menilai, pertimbangan kemampuan dan kemauan anak buah sangat berperan
dalam proses pemberdayaan. Dengan mengetahui kemampuan dan kemauan anak buah, akan
terlihat area mana yang bisa diperdalam sehingga mereka bias maju sesuai dengan keinginan
dan target perusahaan. Melihat kemampuan anak buah juga sangat terkait dengan pemilihan
pelatihan dan pendidikan yang perlu diberikan, sehingga proses pemberdayaan bisa berjalan
dengan baik dan sesuai harapan.
Artinya, kembali lagi, right man in the right place menjadi kunci sukses pemberdayaan.
Karena itu, dalam memberikan tugas, yang terpenting adalah bertujuan supaya anak buah
sukses. Ukuran sukses tentunya harus mengandung tantangan yang cukup, proses belajar
yang menunjang, dan dukungan yang memadai.
Bagaimana dengan kemampuan anak buah yang berbeda? Menurut Judhi, manajer jangan
terjebak pada kekurangan dan kelemahan anak buah. Ia justru harus menyeimbangkannya
dengan kekuatan mereka. Proses pengembangan dengan mendasarkan pada kekuatan mereka
akan mempercepat konstribusi mereka pada organisasi. Memberdayakan anak buah haruslah
dibarengi dengan skap legowo menerima kesalahan dan ketidaksempurnaan mereka.
Memberdayakan anak buah harus dimulai dari diri manajer. Ia harus menyadari,
pemberdayaan akan membuat pekerjaannya lebih ringan dan lebih mudah. Pemberdayaan
anak buah juga kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Manajer harus mengenali area
tugas atau pekerjaan-pekerjaan di bagian yang dipimpinnya, sekaligus mengenal dampak
setiap keberhasilan dan kegagalan anak buah. Karena itu, manajer harus mumpuni dalam
memberikan penugasan disertai parameter keberhasilan yang jelas. Proses pemberdayaan
anak buah akan efektif jika manajer juga mampu memberikan umpan balik, dukungan, dan
penghargaan yang seimbang.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Produktivitas kerja merupakan kondisi untuk mengukur tingkat kemampuan dalam
menghasilkan produk: individual, kelompok, dan organisasi. Produktivitas ditentukan
oleh dukungan oleh semua sumber daya organisasi yang dapat diukur dari segi
efektivitas dan efesiensi, yang difokuskan pada aspek-aspek: 1) hasil akhir (produk
nyata) yang dicapai: kualitas dan kuantitasnya 2) durasi atau lamanya waktu yang
digunakan untuk mencapai hasil akhir 3) penggunaan sumber daya secara optimal 4)
kemampuan beradaptasi dengan permintaan pasar atau pengguna
2. Produktivitas dapat dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal
3. Penilaian produktivitas menitikberatkan pada upaya untuk memotret hasil yang telah
dicapai secara objektif, sebagai bahan dasar ketika dilakukan pengukuran, sedangkan
pengukuran kinerja lebih meneitikberatkan kepada upaya untuk melakukan
perbandingan antar hasil yang dicapai dengan rencana atau standar yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian bias diketahui kadar atau tingkat
ketercapainnya, untuk kemudian dijadikan feedback ataupu feedforward. Ketika
pegawai mampu menunjukkan hasil yangs sesuai atau sesuai target berarti mereka
memiliki produktivitas tinggi, sedangkan jika di bawah standar maka produktivitas
mereka dinilai rendah.
4. Strategi pembelajaran untuk membangun kinerja produktivitas yang dapat
dikembangkan dalam organisasi, sekurang-kurangnya harus memperhatikan aspek-
aspek berikut:Relevansi (internal dan eksternal), fleksibilitas, kontinuitas, evektivitas,
efesiensi, dan orientasi pada mutu, koordinasi dan tersediannya system, monitoring
dan evaluasi.
5. Ada 3 tipe manusia dalam merespom perubahan: menerima, menolak dan apatis.
Respon penolkkan dapat dikurangi melalui komunikasi yang lebih intensif,
meningkatkan partisipasi, bantuan dan dukungan, negosiasi, manipulasi dan kooptasi
menggunakan power untuk melakukan pemaksaan.




3.2 Saran
Setiap perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa dalam
pencapaian tujuannya mendapatkan keuntungan (profit oriented) yang sebesar-besarnya
dengan pengorbanan (biaya) yang sekecil-kecilnya pada dasarnya semua itu akan diraih
dengan strategi pengkatan produktivitas-produktivitas daripada sumber daya-sumberdaya
perusahaan (input) dalam penciptaan output yang lebih lebih dari input. Pnguasaan dan
pemahaman konsep tentang produktivitas dan manajemen perubahan adalah salah satu
konsep strategis yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas perusahaan untuk
pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Oleh karena itu pemahaman tentang konsep produktivitas dan manajemen perubahan
adalah dipandang hal yang sangat penting dalam peningkatan kinerja suatu perusahaan baik
untuk kalangan akademisi, mahasiswa dan para manajer perusahaan.















DAFTAR PUSTAKA

Cook, Samuel C, (1994). Modern Management, 6
th
. Edition, Prentice Hall Inc., Englewood
Cliffs, New Jersey.

Robbins,Stephen P. & Mary Coulter, (1999). Management, Prentice Hall International, Upper
Saddle River, New Jersey.

Gray, Jerry m & Frederick A. Starke (1984). Organizational Behavior, Concepts and
Applications, Charles E. Merrill Publishing Company, Columbus,.

Winardi (2005). Manajemen Perubahan (The Management Of Change). KENCANA: Jakarta

Gasperesz Vincent, (2000). Manajemen Produktivitas Total: Strategi Penigkatan
Produktivitas Bisnis Global. Jakarta: gramedia.

Kim, W. Chan, & Renee Mauborgne. (2006). Blue Ocean Strategy. Cetakan ke-V. Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta

Siagian, Sondang P (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai